Anda di halaman 1dari 18

Asuhan Keperawatan

Pada Myasthenia Gravis


KELOMPOK 1
Definisi

 Myastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis


merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah
gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot
tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-
satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya
terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat
memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan wilson,
1995).
 Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun
yang mengganggu sistem sambungan saraf (synaps).
Etiologi

 Penyebab miastenia gravis masih belum diketahui secara pasti, diduga kemungkinan terjadi karena
gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin (Acetyl Choline Receptor (AChR)) pada persimpangan
neoromuskular akibat reaksi autoimun. Etiologi dari penyakit ini adalah:
 Kelainan autoimun
 Genetik
 Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya miastenia gravis adalah:
 Infeksi (virus)
 Pembedahan
 Stress
 Perubahan hormonal
 Alkohol
 Tumor mediastinum
 Obat-obatan: Antikolinesterase, laksative atau enema, sedative, antibiotic (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin,
erythromycin), potassium depleting diuretic, narkotik analgetik, diphenilhydramine, b-blocker (propranolol), lithium,
magnesium, procainamide, verapamil, chloroquine, prednisone
Klasifikasi

 Kelompok I Myasthenia Okular: Hanya menyerang otot-otot ocular,


disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.
 Kelompok II Myasthenia Umum : Myasthenia umum ringan (progress
lambat, biasanya pada mata), Myasthenia umum sedang( spt pada
Disartria (gangguan bicara), Myasthenia umum berat (progress yang
cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat
disertai mulai terserangnya otot-otot pernafasan)
Manifestasi Klinis

 Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah


mengalami kelelahan, yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan
berkurang setelah istirahat. Berbagai gejala yang muncul sesuai denagn otot
yang terpenagaruh, sebagai berikut:
 gejala awal yang muncul diplopia dan ptosis
 Pengaruh terhadapa laring menyebabkan disfonia (gangguan suara)
 Sekitar 15% sampai 20% keluhan pada tangan dan otot otot lengan, pada
otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
 Kelemahan diafragma dan otot – otot interkostal menyebabkan gawat nafas,
yang merupakan  keadaan darurat akut. (Keperawatan medikal bedah, 2001)
Patofisiologi

 Dasar ketidak normalan pada mestenia grafis adalah adanya kerusakan


pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otak karena kehilangan
kemampuanatau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada
sambungan neuro muscular. Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh
saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornum anterior medula spinalis
dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-
saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki
banyak sekali cabang dan mampu merangsan sekitar 2.000 serabut otot
rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di
persarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron motorik
mempersarafi banyak serbut otot, tetapi setiap serabut otot di persarafi
oleh hanya satu neuron motoric (price dan wilson, 1995).
Pemeriksaan Penunjang

 Tes darah
 Pemeriksaan Neurologis
 Foto thorax X-Ray dan CT-Scan
 Pemeriksaan Tensilon
 Electromyography (EMG)
Komplikasi

1. Krisis miastenik
Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka
yang memuncak pada gawat napas dan kematian
karena diafragma dan otot interkostal menjadi lumpuh.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu respons toksik akibat kelebihan
obat-obat antikolinesterase.
Penatalaksanaan

 Menurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada


pasien dengan miastenia gravis adalah:
 Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk
menghemat kekuatan
 Timektomi (pengangkatan timus melalui
pembedahan)
 Plasmaferesis (dialisis darah dengan pengeluaran
antibodi IgG)
 Terapi farmakologi : Antikolinesterase, Steroid,
Azatioprin, Obat anti-inflamasi untuk membatasi
ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian
 Identitas klien
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat psiko-sosio
 Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas
dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah
menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana.
 Pemeriksaan fisik :
 B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal
pernafasan akut, kelemahan otot diafragma
 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
 B3(brain)       : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan
palsi okular,jatuhnya mata atau dipoblia
 B4(bladder)   : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
 B5(bowel)     : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan
peristaltik usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
 B6(bone)       : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan
otot yang berlebih
Diagnosa keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


penurunan kendali otot (SDKI, 2017).
2. Pola nafas ridak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas (kelemahan otot pernafasan)
(SDKI, 2017).
3. Resiko cedera berhubungan dengan fungsi indra
penglihatan tidak optimal.
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan neuromuscular (SDKI, 2017).
5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan
perubahan struktur/bentuk tubuh (ptosis) (SDKI,
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
  Gangguan Setelah dilakukan 1. Program pengobatan dengan
tindakan
mobilitas fisik membatasi aktivitas.
keperawatan selama
berhubungan … x 24 jam pasien 2. Lindungi tulang dengan alat imobilisasi
dapat melakukan
dengan dan hindarkan stres pada tulang karena
imobilitasi dengan
penurunan nyaman. Tulang menjadi lemah akibat proses
kendali otot infeksi.
(SDKI, 2017). 3. Berikan pemahaman tentang rasional
  pembatasan aktivitas.
4. Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-
hari dalam batas fisik tetap dianjurkan
untuk mempertahankan rasa sehat
secara umum.
Pola nafas tidak Tujuan : Dukungan Ventilasi
efektif berhubungan Mencapai pola 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
nafas adekuat
dengan hambatan 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
 
upaya nafas 3. Berikan posisi semi fowler
(kelemahan otot 4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
pernafasan) (SDKI, 5. Ajarkan mnegubah posisi secara mandiri
2017). Manajemen jalan nafas buatan
6. Monitor selang ETT
7. Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
8. Cegah ETT terlipat
9. Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi)
sebelum dan sesudah penghisapan
10. Ganti fiksasi ETT tiap 24 jam
Pemantauan respirasi
11. Monitor frekuensi, irama dan pola nafas
12. Monitor kemampuan batuk efektif
13. Monitor adanya produksi sputum
14. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
15. Monitor saturasi oksigen.
(SIKI, 2018).
Implementasi

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot


(SDKI, 2017).
1. Berpartisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik
tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum.
2. Memberikan program pengobatan dengan membatasi aktivitas.
3. Melindungi tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan stres pada
tulang karena Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi.
4. Memberikan pemahaman tentang rasional pembatasan
aktivitas.
 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan ototImplementasi
pernafasan) (SDKI, 2017).
 Memberikan Dukungan Ventilasi

1. Mengidentifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas

2. Mempertahankan kepatenan jalan nafas

3. Memberikan posisi semi fowler

4. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan

5. Mengajarkan mnegubah posisi secara mandiri


 Manajemen jalan nafas buatan

 Monitor selang ETT


 Pasang OPA untuk mencegah ETT tergigit
 Cegah ETT terlipat
 Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6 kali ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan
 Ganti fiksasi ETT tiap 24 jam
 Pemantauan respirasi

1. Monitor frekuensi, irama dan pola nafas

2. Monitor kemampuan batuk efektif

3. Monitor adanya produksi sputum

4. Monitor adanya sumbatan jalan nafas

5. Monitor saturasi oksigen (SIKI, 2018).


Evaluasi

1. pasien dapat melakukan imobilitasi


dengan nyaman.
2. Mencapai pola nafas adekuat
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai