Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN KASUS

ANGIOFIBROMA
NASOFARING BELIA
Presentator
Muhammad Arif Darmawan
Moderator
dr. Rita Cempaka, Sp. PA

Departemen Patologi Anatomi


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas
Gadjah Mada RSUP Dr. Sardjito
2019
PENDAHULUAN

tumor jinak yang


Angiofibroma jarang
Nasofaring Belia

risiko tinggi Agresif

Destruktif

penyebaran lokal
maupun meluas ke
tengkorak
Garca et al.,2010
EPIDEMIOLOGI
Angiofibroma
United States Usia pada umumnya Nasofaring Beliaterjadi
di luar nasofaring

0,5% dari semua tumor dekade kedua


sinus maksilaris (32%)
leher kepala antara 10-24 tahun

0,4% per satu juta jarang terjadi pada usia


populasi dengan tingkat sinus ethmoid (10%)
lebih dari 25 tahun
puncak 3,4 % per satu
juta populasi, yaitu, pada
masa remaja di Amerika
Serikat.

(Garca et al.,2010), (Gupta et al., 2012)


ANATOMI

Pharing are divided three part :


1. Nasopharynx
2. Oropharynx
3. Laringopharynx
VASKULARISASI
Top
The anterior and posterior Etmoid arteries

Low part
Internal maxilla A.  a. major palatine, a.
sphenopalatine.

Front Nose
Branch of the facialis artery

Front Septum
Kiesselbach plexus (sphenopalatine artery,
anterior etmoid artery, superior labial artery,
major palatine artery)
GEJALA ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
hidung tersumbat
(80-90%)

epistaksis (45-60%)

sakit kepala (25%)

wajah bengkak
(10-18%)
anosmia, rhinolalia, tuli, otalgia, rhinorea,
gejala lain pembengkakan pada langit-langit lunak dan deformitas
pipi

Pham, 2012
LOKASI ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Lokasi di dinding posterolateral rongga hidung (Foramen


spenopalatina)

Sisi lateral, dapat memperluas dan mengisi fossa


pterigopalatina menyebabkan dinding posterior sinus
maksilaris membesar dan mengikis pterygoidea planum

Tumor yang meluas  fossa infratemporal  ke dalam orbit


melalui fisura orbital inferior
massa ini dapat membesar ke dasar kranial melalui dasar
proses pterigoid

Martins et al., 2013


MAKROSKOPIS ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

berbentuk bulat yang ditutupi oleh mukosa dan tidak berkapsul

Martins et al., 2013


HISTOLOGI ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Tumor ini terdiri dari jaringan ikat fibrosa dan


pembuluh darah.

Di sisi perifer, tumor ini mengandung kapiler


dengan mukosa edematosa dan bagian
nekrosis.

Karakteristik tumor yang mudah berdarah


adalah karena komposisi lembaran
pembuluh darah yang hanya terdiri dari satu
lapisan sel endotel tanpa otot polos dan
stroma fibrosa yang kaku di pembuluh
darahnya.

Gaillard et al., 2010


ARTERY
KLASIFIKASI ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
KLASIFIKASI MENURUT FISCH
Tipe I tumor terbatas pada rongga hidung dan nasofaring
tanpa destruksi tulang

Tipe II tumor menginvasi fossa pterigomaksila dan sinus


maksilaris, sphenoidal dan ethmoid dengan destruksi
tulang

Tipe III tumor menginvasi fossa infratemporal, orbita dan


daerah parasellar

Tipe IV tumor menyerang sinus kavernosa, kiasma optik, dan


fossa hipofisis

Gaillard et al., 2010


forward bowing of posterior wall of maxilla
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Nasoendoskopi
• CT-Scan
• MRI
• Angiografi
• Biopsy

Garca et al., 2012


LAPORAN KASUS
IDENTITY

• Nama : An W
• Umur : 12 years old
• Jenis Kelamin : Male
• Rekam Medis : 01.87.30.99
ANAMNESIS

Seorang laki-laki berusia 11 tahun, datang ke klinik THT di RSUP dr. Sardjito dengan keluhan
utama mimisan yang sering terjadi. Keluhan terasa sejak 6 bulan lalu, terkadang berhenti
dengan sendirinya tetapi semakin memburuk dalam 2 bulan terakhir. Tidak ada riwayat trauma
sebelumnya. Setiap kali mimisan terjadi sulit dihentikan. Keluhan ini juga disertai dengan
hidung tersumbat.sebelah kiri disertai dengan gangguan penghidu.
Keluhan lain seperti pilek, demam, keluarnya dari telinga, gangguan pendengaran, pandangan
ganda, nyeri kepala, dan benjolan leher disangkal.
Riwayat alergi seperti bersin-bersin dipagi hari dan asma disangkal.
Tidak ada riwayat medis yang serupa dalam keluarga pasien.
PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan darah : 110/80 mmHg,
Nadi : 88x/menit,
Keadaan umum baik, Composmentis
Suhu : 36,7ºC,
Pernapasan : 20x / menit

PEMERIKSAAN THT
OTOSKOPI CAE dan Membran timpani dekstra et sinistra normal
Rhinoskopi Anterior massa yang mudah berdarah di rongga hidung kiri
Rhinoskopi Posterior massa yang mudah berdarah di rongga hidung kiri
Orofaing Dalam batas normal
Laringoskopi indirek Dalam batas normal
Pemeriksaan regio Leher Dalam batas normal
PEMERIKSAAN FISIK
NASOENDOSKOPI
RIGHT LEFT
CT SCAN TGL
9/11/2018
DIAGNOSIS DAN TERAPI

SUSPEK ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Pasien didiagnosis sebagai suspek angiofibroma nasofaring


belia. Rencana tindakan untuk pasien ini adalah embolisasi
arteriografi 24 jam sebelum tindakan ekstirpasi kemdudian
dilakukan ekstirpasi massa dengan pendekatan rinotomi
lateral.
42 FOLLOW UP
Telah dilakukan eksirpasi massa dengan pendekatan rhinotomi lateral
S : nyeri pasca operasi (+), hidung tersumbat (+)
O :TD : 110 / 80 mmHg, N: 88x /m, S: 36.7ºC, P : 20x /m.
Terpasang tampon padat anterior pada keduang hidung.
A : Suspek Angiofibroma nasofaring belia post Ekstirpasi massa dengan pendekatan rinotomi lateral H0
P:
 infus RL 20 tetes permenit,
 Cefotaxim injection 1 gram per 12 hour
 Ketorolac injection 30 mg per 12 hour
 Ranitidin injection 50 mg per 12 hour
 Asam traneksamat injection 500 mg per 8 hour.
DISKUSI
Angiofibroma nasofaring belia adalah kelainan fibrovaskular yang tumbuh di daerah
nasofaring yang secara histologis jinak tetapi agresif secara klinis dan destruktif karena
memiliki kecenderungan kuat untuk berdarah

Secara histologis
Pembuluh darah ini hanya
tumor ini terdiri dari
terdiri dari lapisan sel endotel
jaringan ikat fibrosa
tanpa lapisan otot polos
dan pembuluh darah
sehingga akan mudah berdarah
lebar dengan banyak
dan akan sulit dihentikan
anastomosis.

Garca et al., 2012


Dalam angiofibroma nasofaring, angiografi adalah modalitas diagnostik dan terapi. Tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi perdarahan intraoperatif dan mengurangi kebutuhan transfusi darah

Angiografi akan dilakukan untuk menentukan suplai Embolisasi untuk mengurangi


24 hingga 72 jam sebelum pembuluh darah tumor dan perdarahan intraoperatif dan
operasi embolisasi suplai pembuluh mengurangi kebutuhan
darah transfusi darah

Garca et al., 2012


bahwa suplai pembuluh pada tumor ini
Dalam kasus ini embolisasi arteriografi
adalah arteri sphenopalatin sinistra
dilakukan dalam waktu 24 jam sebelum operasi
cabang dari arteri maksila internal

Embolisasi telah dilakukan melalui arteri Tidak ada hipervaskularisasi di rongga


maksila internal kiri hidung setelah embolisasi

Pembedahan telah dilakukan dengan prosedur Kehilangan darah intraoperatif adalah 400
maksilektomi media dengan pendekatan ml dan intraoperatif. Tingkat hemoglobin
rinotomi lateral pasca operasi adalah 10,9 g / dL
pilihan non-bedah seperti radioterapi, kemoterapi
TERAPI dan terapi hormon

Pembedahan merupakan pilihan utama

Ada beberapa pendekatan yang sering dilakukan,


bernama
1. trans-palatal
2. trans-facial melalui rhinotomy lateral,
3. mid-facial degloving,
4. trans nasal dengan reseksi endoskopik

Nicolai et al.,2012
(1) Perluasan dan tahap Angiofibroma Nasofaring
Belia ,
(2) Perluasan luas ke dasar tengkorak dapat
Dalam menentukan pendekatan menyebabkan morbiditas yang signifikan pada
bedah, beberapa faktor perlu remaja pra-pubertas,
dipertimbangkan (3) (Pasien angiofibroma nasofaring belia pada
umumnya adalah remaja pria dan pertumbuhan
tulang kraniofasial akan berlanjut sampai usia
20.

Nicolai et al.,2012
ATLAS OF OTOLARYNGOLOGY, HEAD &
NECK OPERATIVE SURGERY
REKURENSI
Rekurensi dapat diketahui dalam manajemen angiofibroma nasofaring belia dengan mayoritas
terjadi dalam 2 tahun setelah operasi

Semakin banyak invasi angiofibroma nasofaring


sulit bagi ahli bedah
belia, terutama ke arah lateral dan superior, Rekurensi
untuk reseksi tumor
seperti fossa pterigoid, fossa infratemporal,
secara radikal
basis tengkorak, dan sinus kavernosa

Menurut Huang et al, tingkat kekambuhan keseluruhan adalah 31,4%, dan kekambuhan ditemukan
rata-rata 16 bulan setelah pengangkatan tumor lengkap secara makroskopik

Nicolai et al.,2012
EVALUASI REKURENSI
Deteksi pertumbuhan residual melalui CT Scan atau MRI dan endoskopi sedini mungkin
sangat penting untuk rencana perawatanC

Nicolai et al merekomendasikan MRI pasca operasi setelah pengangkatan nasal packing dan
dalam 72 jam untuk identifikasi awal dari setiap lesi residu yang mencurigakan untuk
membedakan tumor residual dari jaringan parut aktif 3 sampai 4 bulan kemudian

Nicolai et al.,2012
EMBOLISASI
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa kontrol yang lebih baik untuk perdarahan
bedah telah dikaitkan dengan embolisasi yang dilakukan 24 hingga 48 jam sebelum operasiv

Embolisasi dapat secara signifikan mengurangi perdarahan intraoperatif dengan mengurangi


ukuran tumor, sehingga memudahkan pengangkatannya.

Tingkat rekurensi yang rendah setelah embolisasi pra operasi Gaillard et al, ditemukan bahwa
tidak ada komplikasi yang
Embolisasi arteri maksila Komplikasi dari prosedur ini ditemukan pada 62,5% pasien yang
adalah prosedur invasif adalah embolisme ke dalam menjalani embolisasi dan sekitar 2
yang relatif aman sirkulasi intrakranial pasien (12,5%) yang tidak
mengalami embolisasi memerlukan
transfusi darah intraoperatif

Gaillard et al., 2010


HASIL PA
RINGKASAN

Telah kami laporkan seorang pasien pria berusia 14 tahun dengan diagnosis
Angiofibroma Nasofaring Belia dengan hasil PA setelah operasi (sesuai
dengan angiofibroma nasofaring) yang telah menjalani arteriografi -
embolisasi diikuti oleh ekstirpasi massa dan maksilektomi medial dengan
pendekatan rinotomi lateral
THANK YOU
PLEASE FOR SUGGESTION
DD
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
TERAPI HORMONAL
DAN RADIOTERAPI
TERAPI HORMONAL
DAN RADIOTERAPI
RADIOTERAPI
RELATIONSHIP TESTOSTERONE WITH JNA

Romero et al., 2017


THERAPY OF
HORMONAL

Thakar et al., 2011


RADIOTHERAPY

Robert et al., 2011


RADIOTHERAPY

Robert et al., 2011


RADIOTHERAPY

Robert et al., 2011


FOLLOW UP
AFTER SURGERY

Andrew, 2006
RECCURENT
SOME ANGRY LADIES FIGHT OFF P.M.S

• S: superior thyroid artery


• A: ascending pharyngeal artery
• L : Lingual artery
• F: Facial artery
• O : Occipital artery
• P : Posterior Auricular artery
• M : maxillary artery
• S : superficial temporal artery
HOUNSFIELD
IN CT-SCAN
SPHENOPALATINE FORAMEN
PTERIGOPALATINE FOSSA
PTERIGOPALATINE FOSSA
INFRATEMPORAL FOSSA
INFRATEMPORAL FOSSA
BLOOD LOSS DURANTE OPERATION

Christensen et al., 2008


ETIOLOGY

• The angiogenic theory approach is carried out by immunohistochemical (CPI) studies in


both the stroma and blood vessels. Some of the monoclonal antibodies used are
Transforming Growth Factor β-1 (TGFβ-1)  TGF-β stimulates blood vessel growth,
Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF), Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) 1 and
2 (FLT-1 and FLK-1) and Hypoxia Inducible Factor - 1 α (HIF-1α). Research shows an
increase in the expression of bFGF, TGFβ-1 and HIF-1α in both the stroma and blood
vessels, so the hypothesis appears that the factors released stimulate fibroblast
proliferation, endothelial growth and tumor vascularization by the autocrine mechanism

Robert et al., 2007


POLA DRAINASE LIMFATIK KEPALA LEHER
LEVEL RISIKO METASTASIS DARI
IA Dasar mulut, lidah anterior, mandibular alveolar ridge,
SUBMENTAL bibir
IB Cavitas oral, cavum nasi anterior, kulit dan soft tissue
SUBMANDIBULAR di midface, kelj submandibularis
II A dan II B Cavitas oral, cavitas nasi, nasofaring, orofaring,
UPPER JUGULAR hipofaring, laring, kelj parotis
III Cavitas oral, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring
MIDDLE JUGULAR
IV Hipofaring, tiroid, esophagus pars cervical, laring
LOWER JUGULAR
V Nasofaring, orofaring, kulit scalp dan cervical
TRIGONUM POSTERIOR
VI Tiroid, glottis, subglotis, sinus piriformis, esophagus
ANTERIOR KOMPART pars cervical
VII Tiroid, esophagus
MEDIASTINUM
LEVEL IA (SUBMENTAL)
Superior : simfisis
mandibula
Inferior : os hyoid
lateral : m digastric

IA Drainase limfatik dari :


Dasar mulut, lidah
anterior, mandibular
alveolar ridge, bibir
LEVEL IB (SUBMANDIBULAR)
Superior : corpus
mandibula
Anterior : m digastric
venter anterior
posterior : tepi posterior
kelj submandibularis
IB

Drainase limfatik dari :


Cavitas oral, cavum nasi
anterior, kulit dan soft
tissue di midface, kelj
submandibularis
LEVEL IIA (UPPER JUGULAR)
Superior : skull base
Anterior : tepi posterior
kelj submandibularis
IIA posterior : tepi anterior
musk
sternocleidomastoideus
Inferior : bidang horizontal
setinggi os hyoid

Drainase limfatik dari :


Cavitas oral, cavitas nasi,
nasofaring, orofaring,
hipofaring, laring, kelj
parotis
LEVEL IIB (UPPER JUGULAR)
Superior : skull base
inferior : bidang horizontal
setinggi os hyoid
anterior : tepi anterior
musk
IIB
sternocleidomastoideus
posterior : tepi posterior
musk
sternocleidomastoideus
Drainase limfatik dari :
Cavitas oral, cavitas nasi,
nasofaring, orofaring,
hipofaring, laring, kelj
parotis
LEVEL III (MID JUGULAR)
Superior : bidang
horizontal setinggi os
hyoid
inferior : bidang horizontal
setinggi kartilago cricoid
anterior : tepi anterior
musk
sternocleidomastoideus
posterior : tepi posterior
musk
III
sternocleidomastoideus
Drainase limfatik dari :
Cavitas oral, nasofaring,
orofaring, hipofaring, laring
LEVEL IV (LOWER JUGULAR)
Superior : bidang
horizontal setinggi
cartilago
inferior : cricoid
clavicula
anterior : tepi anterior
musk
sternocleidomastoideus
posterior : tepi posterior
musk
sternocleidomastoideus

Drainase limfatik dari :


IV
Hipofaring, tiroid,
esophagus pars cervical,
laring
LEVEL VA (TRIGONUM POSTERIOR)
Superior : pertemuan
musk
sternocleidomastoideus
dan musk: bidang
inferior trapezius
horizontal
setinggi kartilago cricoid
anterior : tepi posterior
musk
VA sternocleidomastoideus
posterior : tepi anterior
musk trapezius

Drainase limfatik dari :


Nasofaring, orofaring, kulit
scalp dan cervical
LEVEL VB (TRIGONUM PPOSTERIOR)
Superior : bidang
horizontal setinggi
kartilago
inferior : cricoid
clavicula
anterior : tepi posterior
musk
sternocleidomastoideus
posterior : tepi anterior
musk trapezius

Drainase limfatik dari :


VB
Nasofaring, orofaring, kulit
scalp dan cervical
LEVEL VI (ANTERIOR KOMPARTEMEN)
Superior : bidang
horizontal setinggi os
hyoid
inferior : tepi atas os
sternum
Lateral : arteri carotis
comunis
Drainase limfatik dari :
Tiroid, glottis, subglotis,
sinus piriformis, esophagus
pars cervical

VI
LEVEL VII (MEDIASTINUM SUPERIOR)
Superior : fosa supra
sternal
inferior : arteri inominata
anterior : sternum
posterior : trakea,
esophagus, fascia
prevertebralis
Drainase limfatik dari :
Tiroid, esophagus

VII

Anda mungkin juga menyukai