Anda di halaman 1dari 13

OLEH :

1. Milatul Khamidah (14040284015)


2. Yuli Amelia (14040284036)
3. Dea Andre A (14040284057)
4. Ahmad Zakki Z (14040284078)
5. Luluk Madya N (14040284099)
1. Pada tahun 1905 Sultan Bima mengadakan perjanjian
dengan pemerintah Belanda. Sultan Ibrahim memerintah
Bima pada tahun 1886 hingga 1915.
2. Pada tahun 1905 dibuat perjanjian baru antara
pemerintah Belanda dengan empat kesultanan di
Sumbawa untuk menggantikan perjanjian-perjanjian
yang lama.
3. Akan tetapi, seperti juga di Sumbawa, perjanjian tersebut
ditandatangani Sultan Bima tanpa sepengetahuan
penduduk.
1. Bea cukai impor dan ekspor untuk setiap kuda dan kerbau sebesar 1,50
gulden dan dari barang dagangan sebesar 3% dari nilai barang tersebut,
dengan pengecualian uang perak yang bebas diimpor dan diekspor.
2. Untuk pemotongan kayu kuning (Kayu Tegerang), penduduk harus
mendapat izin dari Sultan dan menjualnya sebesar 1,50 gulden per pikul
(harga barang di Bima sekitar 3 atau 4 gulden per pikul).
3. Dari penjualan opium Perawatan, tugas menjaga, bekerja di ladang Sultan,
pekerjaan di tempat tinggal Sultan dan para bangsawan. Pekerjaan paksa
ini dilaksanakan masing-masing orang yang telah tinggal selama beberapa
bulan di Bima. Kadang-kadang, beberapa orang harus melaksanakannya 3
hingga 4 kali setahun. Selain itu, Sultan menerima mutiara dari nelayan di
Laboean Bajo sebesar 4 gulden perpikul mutiara dan kompensasi sebesar
3200 gulden pertahun.
Belanda
mempunyai hak
untuk menarik
pajak di tiap
pelabuhan. Pajak ini menarik 1/20
dari hasil panen padi.
Dan setiap keluarga
harus membayar 2,50
gulden dan satu pikul
beras.
1
hubungan antara Belanda dan Kesultanan
Bima memburuk hingga tahun 1907

tahun 1906, dirancang pajak baru yang

2 disebut Sima-katal-lassang (Makassar), atau


Sima asaparang atuwang (Bugis). Pajak baru
ini mulai diterapkan pada 1 Januari 1907.

3 pajak ini diterapkan juga di Bima, Sumbawa,


Dompu, dan Sanggar.
Kerusuhan Yang Terjadi

 Pada bulan Mei 1907, terjadi kerusuhan akibat penerapan


pajak tambahan ini di kalangan masyarakat, terutama di
daerah Raba, Ngali (Belo), Dena (Bolo), dan Kala (Donggo).
 Pada Oktober 1907, penduduk Taliwang, yang didukung
penduduk pegunungan dan penduduk Raba, menolak
mengikuti sensus penduduk.
1 kehidupan masyarakat sangat
memprihatinkan.

Rumah-rumah penduduk dibakar habis,


sawah-sawah kepunyaan masyarakat Ngali
2 dibagikan oleh Belanda kepada masyarakat
lainnya

3 rakyat Ngali banyak menderita kelaparan.

Anda mungkin juga menyukai