Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN KASUS

“ANAK PEREMPUAN USIA 9 TAHUN 9 BULAN DENGAN


STATUS EPILEPTIKUS, ANEMIA GRAVIS, GIZI BURUK, DAN
SPEECH DELAY”
Penyusun:
Luthfia Prasetianingsih (406181079)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT SUMBER WARAS
PERIODE 20 MEI 2019 – 4 AGUSTUS 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
Identitas Pasien
• Nama : Anak D.R.
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Usia : 9 tahun 9 bulan
• Tempat/tanggal Lahir : Jakarta, 14 September 2009
• Suku Bangsa : Betawi
• Agama : Islam
• Alamat : Tawakal, Grogol, Jakarta Barat
• Tanggal Masuk RS : 18 Juni 2019 pukul 11.00 WIB
• No. RM : 00-66-xx-xx
ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis terhadap ibu pasien pada
tanggal 18 Juni 2019, jam 11.00 WIB
Keluhan utama
• Kejang sejak pukul 00.00 hingga 11.00 WIB tanpa berhenti

Riwayat penyakit sekarang


• Pasien dibawa ibunya ke IGD pada tanggal 18 Juni 2019 pukul 23.00 WIB dengan keluhan
kejang sebanyak satu kali tanpa berhenti, keluhan kejang dirasakan selama ± 30 menit.
Saat kejang, ibu pasien mengatakan gigi pasien gemeletuk, mata pasien mendelik ke atas,
kelonjotan pada seluruh badan termasuk tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar.
Ibu pasien tidak yakin hal apa yang memicu kejang tersebut, dan kejang ini tidak membaik
dengan berbagai upaya ang telah dilakukan ibu pasien sehingga ibu pasien membawa
pasien ke IGD, kejang berhenti setelah diberikan beberapa obat melalui infus, namun ibu
pasien mengaku tidak mengetahui obat apa yang dimasukan. Setelah kejang pasien
tampak lemas dan agak mengantuk. Keluhan kejang ini disertai demam yang suhunya
38,5 C terukur saat di IGD. Keluhan lain seperti batuk, pilek, mual dan muntah sebelumnya
disangkal. Terakhir pasien BAB adalah kemarin malam, dengan BAK yang normal.
Riwayat penyakit sekarang
• Sebelumnya, pasien pernah mengalami keluhan kejang saat usia 9 bulan. Kejang yang
dialami mirip dengan kejang saat ini, namun saat itu, pasien dibawa ke puskesmas untuk
diberi obat dan kejangnya berhenti.
• Keluhan demam dirasakan sejak ± 1 hari yang lalu, demam dirasakan terus menerus, ibu
pasien tidak sempat mengukur suhu tubuh pasien saat di rumah, keluhan demam tidak
dipengaruhi oleh waktu, ibu pasien mengatakan bahwa ia sudah memberikan obat
penurun panas, demam mulai mereda namun setelah 4 jam demam kembali timbul. Sejak
sakit, pasien tampak lemas sehingga tidak dapat bermain seperti biasanya.
• Pasien memiliki kebiasaan bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki.
Riwayat penyakit dahulu
• Pasien pernah kejang saat usia 9 bulan dan dibawa ke puskesmas. Saat usia 1 tahun,
pasien juga pernah mengalami keluhan kejang, namun tidak dirawat di rumah sakit. Pasien
sempat mengkonsumsi obat kejang rutin selama 3 bulan namun setelah konsumsi obat 3
bulan dan pasien tidak pernah kejang kembali, ibu pasien tidak pernah membawa pasien
untuk kontrol ke dokter dan melanjutkan obat tersebut.

Riwayat penyakit keluarga


• Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat perinatal:
• Pasien merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara.
• Pasien lahir cukup bulan (38 minggu) dengan persalinan normal dibantu bidan. BBL 3200
gram, PBL 49cm.
• Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol kehamilan setiap bulan di puskesmas.
• Keadaan setelah lahir bayi sehat, langsung menangis, kemerahan, tonus otot baik,
bergerak aktif, kuning (-), sianosis (-)
Riwayat imunisasi:
• Hep B: usia 0, 2, 3, 4 bulan
• BCG: usia 1 bulan, scar (+)
• Polio: usia 0, 2, 3, 4 bulan
• DPT/Hep B/Hib : usia 2, 3, 4 bulan
• Campak : -
• Kesan : Imunisasi dasar pasien tidak lengkap sesuai usia.

Riwayat tumbuh kembang:


• Pertumbuhan: o Perkembangan:
• BBL = 3200 gr, PBL = 49 cm  Mengangkat kepala 45O usia 2 bulan
• BB = 15 kg  Tengkurap usia 4 bulan
• TB = 130 cm  Duduk usia 6 bulan
• BBI : 27 kg  Berdiri usia 9 bulan
• Waterlow : 55%  gizi buruk  Berjalan usia 12 bulan
• Kesan : Pertumbuhan tidak sesuai dengan usia Kesan : Perkembangan sesuai usia
Riwayat asupan nutrisi:
• ASI eksklusif selama 6 bulan
• Susu formula selama 24 bulan
• MP-ASI sejak usia 6 bulan
• Makanan padat sejak 12 bulan
• Food recall 1x24 jam:

WAKTU JENIS JUMLAH KALORI


Pagi Bubur ayam 1 mangkuk 175
Siang Nasi + ayam 1 porsi 282
Malam Nasi + telur dadar 1 porsi 224
Jumlah 681

Kesan: Pasien tidak dapat makan dengan baik sehingga tidak memenuhi
kebutuhan kalori harian
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 18 Juni 2019 pada pukul 11.00 WIB
Pemeriksaan umum
• Keadaan umum: Tampak lemas • Tanda vital
• Kesadaran PGCS (E3M4V2) - somnolen  TD :100/60 mmHg
• Skala nyeri (Wong Baker Faces) : 6  HR : 123x/menit, regular, isi cukup
 RR : 24x/menit, regular
• Kurva CDC :
 Suhu : 36,6°C aksila
 BB = 15 kg
 TB = 130 cm
 BB/U: BB/U: < P5 (51,7% )
 TB/U: P10 sampai P25 (102,3%)
 BBI: 27 kg, WL: 55%, status gizi buruk
• Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan
• Mata : pupil bulat, isokor, bentuk simetris, diameter 3mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+), mata
cekung (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : bentuk normal, deviasi (-), deformitas (-/-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-)
• Mulut : gigi karies (-), atrofi papil lidah (-), uvula di tengah, faring simetris (+), tonsil T1/T1,
hiperemis (-),
• Telinga : normotia, tidak ada nyeri tekan, sekret (-/-), membran timpani intak
• Leher : trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
• Thorax :
Paru-paru
 Inspeksi : bentuk normal, dada simetris, retraksi (-), iga gambang (+/+)
 Palpasi : stem fremitus sama kuat
 Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV parasternal line sinitra
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : bising usus (+) 6 x/ menit, bruit (-)
 Palpasi : supel, turgor kulit cepat kembali , massa (-), NT (-)
 Perkusi : timpani (+) di keempat kuadran
• Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-),
• Kulit: dalam batas normal, sianosis (-),
• Anus dan Genitalia : Tidak diperiksa
• KGB: Tidak terdapat pembesaran KGB.
Pemeriksaan neurologis
• Refleks fisiologis: biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+), achiles (+/+)
• Refleks patologis: babinski -/-, chaddock -/-, schaeffer -/-, Gordon -/-
• Meningeal sign: kaku kuduk (-), Brudzinsky I – IV (-)
• Normotoni, normotrofi
• Kekuatan otot 5555/5555/5555/5555.
• Kesan N. VII : wajah simetris.
• N. XII : posisi lidah saat dijulurkan lurus.
• Kesan: dalam batas normal.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium tanggal 18 Juni 2019
Eritrosit 3,20 juta/uL (L) Normal: 3,70-5,20
Haemoglobin 5,1 g/ dL (L) 10,7-14,7
hematokrit 18,2 % (L) 31,0-43,0
Trombosit 396 ribu/uL 150-440
Leukosit 11,7ribu/uL 4,5-13,5
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 0% 0-3 %
Batang 1% 0-6 %
Segmen 86 % (H) 50-70 %
Limfosit 10 % (L) 20-40 %
Monosit 3% 0-8 %
LED 40 mm/jam (H) 0-20 mm/jam
MCV/VER 56,9 fl (L) Normal: 78-102
MCH/HER 15,9 pg/ dL (L) 25-33 pg
MCHC/KHER 28% (L) 31-37%
Kalium darah 2,5 mmol/L (LL) 3,5-5,0 mmol/L
Natrium darah 137 mmol/L 136-146 mmol/L
Chlorida darah 103 mmol/L 98-106 mmol/L
Calsium darah 0,82 mmol/L (LL) 1,15-1,29 mmol/L
Ureum darah 12 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin darah 0,6 mg/dl 0,1-1,5 mg/dl
GDS 143 mg/dl 70-199 mg/dl
pH 7,45 Normal: 7,35-7,45
pco2 29 mmHg (L) 35-45
PO2 210 mmHG(H) 80-100
hco3 20 mmol/L (L) 21-28%
Total co2 21 mmol/L 21-30
Base excess -3 mmol/L (L) -2-(2)
so2 100% >95%
RESUME
Telah diperiksa seorang pasien anak perempuan usia 9 tahun 9 bulan dengan keluhan
kejang selama lebih dari 30 menit tanpa berhenti. Saat kejang, ibu pasien mengatakan gigi
pasien gemeletuk, mata pasien mendelik ke atas, kelonjotan pada seluruh badan termasuk
tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar. Ibu pasien tidak yakin hal apa yang
memicu kejang tersebut, dan kejang ini tidak membaik dengan berbagai upaya ang telah
dilakukan ibu pasien sehingga ibu pasien membawa pasien ke IGD, kejang berhenti setelah
diberikan beberapa obat melalui infus, namun ibu pasien mengaku tidak mengetahui obat
apa yang dimasukan. Setelah kejang pasien tampak lemas dan agak mengantuk. Keluhan
kejang ini disertai demam yang suhunya 38,5 C terukur saat di IGD. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik didapatkan KU lemas, kesadaran somnolen, febris, konjungitva anemis
(+/+), rambut pasien mudah dicabut dan iga gambang (+/+). Dari hasil lab didapatkan
anemia, penurunan eritrosit, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC. Didapatkan juga jumlah
netrofil meningkat dengan limfositopenia, peningkatan LED, hipokalemi, hipokalsemi, serta
kesan asidosis metabolik.
DIAGNOSIS,
TATALAKSANA,SARAN,
MONITORING, PROGNOSIS
Diagnosis
■ Diagnosis Utama:
– Status epileptikus
■ Diagnosis Tambahan
– Anemia gravis ec. susp defisiensi besi dd kecacingan.
– Gizi buruk.
– Asidosis metabolik.
■ Diagnosis Banding:
– Muscle twitching ec hipokalemia
– Kejang demam kompleks
– Thalasemia
Tatalaksana

Farmakologi:
• Diazepam supp 10 mg 2x
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg)  3 mg 2x (6 mkD)
• Fenitoin IV 20 mg/kg  300 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% habis dalam 20 menit.
Non-farmakologi :
• Transfusi PRC 150cc/24 jam
• Pemberian cairan 1250cc/24jam
– IVFD RL 500cc + Kaen3B 500cc/24 jam
– Pemberian cairan oral on demand
• Pemberian makanan tinggi kalori dan protein
– Keb kalori : 1050 kkal/hari
– Keb protein : 15 g/hari
– Nasi lunak + lauk bervariasi 3x sehari .
– Selingan snack buah 2 x sehari.
Saran pemeriksaan lanjutan:
• EEG
• Apusan darah tepi
• Elektrolit
• Pemeriksaan feses
• AGD
Monitoring
• Observasi TTV, input dan output cairan tiap 3 jam
• Monitor balance cairan 24 jam
Prognosis
• Ad vitam : ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad malam
• Ad functionam : dubia ad bonam.
TINJAUAN PUSTAKA
“STATUS EPILEPTIKUS”
Definisi
■ Epilepsi  kejang spontan yang terjadi sebanyak ≥ dua kali dengan jarak lebih dari 24 jam
■ Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), epilepsi adalah penyakit otak yang
ditandai oleh:
 Minimal terjadi dua bangkitan kejang spontan dengan jarak lebih dari 24 jam.
 Satu bangkitan kejang spontan (First unprovked seizure/ FUS) yang mempunyai risiko
rekurensi paling sedikit 60% untuk terjadinya kejang berulang dalam 10 tahun terakhir.
 Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala, tanda klinis (tipe kejang), EEG
(Electroencephalography) yang terjadi bersama-sama
■ Status epileptikus  kejang yang berlangsung terus-menerus selama 30 menit atau lebih
atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang
■ Status epileptikus  kegawatdaruratan  dapat terjadi disfungsi kardiorespirasi,
hipertermia, dan kekacauan metabolik yang akan berujung pada cedera neuron yang
ireversibel
Epidemiologi
■ Sekitar 4-10% anak mengalami minimal satu kali kejang (febris atau nonfebris) dalam 16
tahun pertama kehidupan
■ Sekitar 10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali episode status
epileptikus dalam perjalanan penyakitnya
■ Status epileptikus dapat merupakan manifestasi epilepsi pertama kali pada 12% pasien
baru epilepsi.
■ Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2015, 1,2% populasi Amerika Serikat
menderita penyakit epilepsi aktif (sekitar 3,4 juta orang) dimana perbandingannya 3 juta
pada orang dewasa dan 470.000 pada anak-anak. Insiden status epileptikus pada anak
diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000 anak. Status epileptikus lebih sering terjadi pada
usia muda, terutama usia kurang dari 1 tahun dengan estimasi insiden 1 per 1000 bayi.
Etiologi
Etiologi epilepsi :
■ Sekitar 60% kasus merupakan idiopatik
■ Gangguan struktural  mutasi gen GPR56, ensefalopati hipoksik-iskemik, trauma kepala,
infeksi.
■ Mutasi genetik  meningkatkan risiko namum perlu adanya kontribusi lingkungan (kurang
tidur, stress, dan penyakit)
■ Infeksi  adalah neurosisterkosis, tuberkulosis, HIV, malaria serebral, toksoplasmosis serebral
dan infeksi kongenital seperti virus Zika dan sitomegalovirus.
■ Penyakit metabolik  perubahan biokimiawi  porfiria, uremia, aminoacidopathies, piridoksin
■ Autoimun  ditemukan anti-NMDA receptor encephalitis dan anti-LGI1 encephalitis
Etiologi status epileptikus :
■ Infeksi dengan demam (52%) seperti kejang demam, ensefalitis, meningitis
■ Kelainan SSP kronik (395) seperti ensefalopati hipoksik iskemik dan serebral palsi
■ Penghentian obat anti kejang (21%)
■ Lain-lain (<10%).
Etiologi dan Jenis Kejang Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE)
2014
Patofisiologi
■ Ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi
■ Neurotransmiter eksitasi utama adalah neurotran dan asetilkolin, sedangkan
neurotransmiter inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid (GABA)
■ Ada 4 tahap terjadinya kejang:
1. Adanya faktor predisposisi (mutasi genetik/ riwayat epilepsi pada keluarga) dan faktor
presipitasi (infeksi, gangguan metabolik, autoimun).
2. Faktor-faktor diatas menyebabkan perubahan pada otak menjadi lebih bersifat
epileptik yang disebut epileptogenesis.
3. Terbentuknya fokus kejang pada otak dimana saraf pada fokus kejang tersebut
mengalami depolarisasi paroksismal sehingga terjadi peningkatan eksitasi dan
penurunan inhibisi.
4. Adanya aktivasi jalur apoptosis pada fokus kejang. Hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan MRI dan ditemukan atrofi dan sklerosis pada hippocampus.
Klasifikasi
Berdasarkan tanda dan gejala yang muncul, kejang dibagi menjadi :
■ Kejang parsial  adanya lesi pada satu hemisfer serebrum sehingga kejang hanya terjadi
pada satu sisi/satu bagian tubuh dengan kesadaran masih utuh. Gejala yang muncul dapat
berupa gangguan sensorik ataupun motorik.
– Kejang parsial sederhana  kejang satu sisi/satu bagian tubuh tanpa disertai gangguan
kesadaran.
– Kejang parsial kompleks  kejang satu sisi atau satu bagian tubuh disertai penurunan
kesadaran.
■ Kejang umum  adanya lesi pada kedua hemisfer serebral sehingga kejang terjadi pada
seluruh tubuh disertai penurunan kesadaran.
– Kejang tonik  peningkatan rigiditas atau tonus otot.
– Kejang mioklonik  kontraksi otot bilateral yang cepat, singkat, berulang.
– Kejang tonik-klonik/grand-mal  dimulai fase tonik dan diikuti dengan fase klonik.
– Kejang atonik ditandai dengan hilangnya tonus otot secara mendadak.
■ Kejang absans  hilangnya kesadaran sesaat dan mendadak
Diagnosis
 Anamnesis meliputi  deskripsi kejang, kemungkinan penyebab kejang, dan riwayat
kejang dalam keluarga
 Pemeriksaan fisik  kesadaran, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis
 Pemeriksaan penunjang  darah perifer lengkap, CSF, gula darah, elektrolit, AGD, EEG,
CT/MRI
 Pada EEG abnormal dapat ditemukan adanya gelombang paku-ombak
Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus
Tujuan utama pengobatan status epileptikus:
• Mempertahankan fungsi vital (A, B, C)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang. Tatalaksana penghentian kejang akut dapat dilihat pada
algoritme
Pemberian obat antikejang berdasarkan tipe kejang
• Kejang parsial & epilepsi  okskarbazepin dan
karbamazepin
• Kejang absan  etosuksimid
• Juvenile myoclonic epilepsy  valproat dan
lamotrigine
Penghentian pengobatan anti-kejang diindikasikan
jika telah bebas kejang selama minimal 2 tahun
■ Okskarbazepin  anak usia >2 th, dimulai dengan ¼ dosis pemeliharaan dan
ditingkatkan setiap 2-3 hari hingga dosis pemeliharaan 20-40 mg/kg/hari dan dibagi 2
kali/hari.
■ Karbamazepin  semua umur , dimulai dengan ¼ dosis pemeliharaan dan ditingkatkan
setiap 2-3 hari hingga dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg/hari dan dibagi 2-3 kali/hari.
■ Etoksusimid diberikan pada anak usia > 3 tahun dengan dosis pemeliharaan 20-30
mg/kg/hari dan dibagi dalam 2-3 kali/hari.
■ Asam valproate  anak usia > 2 th, dosis pemeliharaan 15-40 mg/kg/hari dan dibagi
dalam 2-3 kali/hari.
■ Lamotrigin  anak usia > 2 th, dosis pemeliharaan 1-15 mg/kg/hari dan dibagi dalam
2-3 kali/hari
■ Diperlukan pertimbangan untuk dilakukan operasi jika pada pasien gagal dengan 2 atau
3 jenis obat anti-kejang dalam 2 tahun sejak onset epilepsi atau segera sebelum 2
tahun
Komplikasi
 Proses kontraksi dan relaksasi otot yang terjadi pada status epileptikus konvulsif dapat
menyebabkan kerusakan otot, demam, rabdomiolisis, bahkan gagal ginjal.
 keadaan hipoksia akan menyebabkan metabolism anaerob dan memicu asidosis
 Kejang juga menyebabkan perubahan fungsi saraf otonom dan fungsi jantung (hipertensi,
hipotensi, gagal jantung, atau aritmia)
 Edem otak

Prognosis
 Gejala sisa terutama pada pasien dengan status epileptikus  defisit neurologis
permanen (37%), disabilitas intelektual (48%).
 Sekitar 3-56% pasien status epileptikus mengalami kembali kejang yang lama atau status
epileptikus yang terjadi dalam 2 tahun pertama.
 Faktor risiko status epileptikus berulang adalah; usia muda, ensefalopati progresif,
etiologi simtomatis remote, sindrom epilepsi. (3)
TINJAUAN PUSTAKA
“ANEMIA GRAVIS PADA
ANAK”
Definisi
 Anemia kondisi saat jumlah sel darah merah tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh; kadar hemoglobin yang lebih rendah dua standar deviasi dari rerata
untuk usianya

Patofisiologi dan etiologi


 Anemia dapat terjadi pada berbagai bagian dari proses eritropoiesis
 Anemia terbanyak pada bayi dan anak  anemia defisiensi besi (ADB)
 Etiologi tersering dari ADB  asupan zat besi yang tidak mencukupi, pertumbuhan yang
cepat, berat lahir yang rendah, hilangnya zat besi dari saluran cerna karena konsumsi susu
sapi dalam jumlah besar, dan infeksi cacing (hookworm)
Etiologi Anemia pada Bayi dan Anak-anak
Usia Tipe Anemia
Mikrositik Normositik Makrositik
Neonatus Talasemia alfa Kehilangan darah akut Aplasia kongenital
Isoimunisasi (hemolisis dimediasi antibodi)
Anemia hemolitik kongenital (sferositosis, G6PD)
Infeksi kongenital (parvovirus B19)
Bayi dan balita Anemia defisiensi besi Infeksi yang berlangsung Defisiensi folat atau vitamin
Infeksi yang berlangsung Kehilangan darah akut B12
Talasemia Anemia defisiensi besi Hipotiroidisme
Penyakit sel sabit Hipersplenisme
Defek enzim eritrosit (G6PD, defisiensi piruvat kinase) Aplasia kongenital
Defek membran eritrosit (sferositosis, eliptositosis)
Anemia hemolitik akuisita
Anemia hemolitik autoimun
Hipersplenisme
Eritroblastopenia transien pada anak
Kelainan sumsum tulang (leukemia, mielofibrosis)
Anak-anak yang Anemia defisiensi besi Kehilangan darah akut Defisiensi folat atau vitamin
lebih tua dan remaja Anemia penyakit kronik Anemia defisieni besi B12
Talasemia Anemia penyakit kronik Hipotiroidisme
Anemia hemolitik akuisita
Penyakit sel sabit
Kelainan sumsum tulang (leukemia, mielofibrosis)
Diagnosis Kulit
Organ
Pucat
Temuan Klinis

Kuku Koilonikia
 Terdeteksi melalui skrining rutin pada usia Muskuloskeletal Penurunan kapasitas aktivitas & olahraga
12 bulan/lebih awal pada anak dengan Kardiovaskular Peningkatan curah jantung, takikardi,
risiko tinggi (masalah makan, kardiomegali, gagal jantung
pertumbuhan yang tidak adekuat, dan Gastrointestinal Hilang nafsu makan, Glositis atrofikans,
Stomatitis angularis, disfagia, pica,
konsumsi besi dari makanan yang tidak Enteropati sensitif gluten, Sindrom
mencukupi) Plummer-Vinson
 Anamnesis awal harus mencakup riwayat Imunitas Penurunan resistensi terhadap infeksi
medis secara keseluruhan, seperti Disfungsi limfosit T dan PMN
prematuritas, berat badan lahir rendah, Sistem Saraf Pusat Iritabiliti – malaise, sinkop, papilledema,
pseudotumor serebri, palsi N.VI, Restless
pola makan anak, adanya penyakit- leg syndrome, Breath holding spell, Sulit
penyakit kronik, riwayat anemia di berkonsentrasi dan menerima pelajaran,
keluarga, dan latar belakang etnis masalah kepribadian, penurunan fungsi
persepsi, Retardasi perkembangan motor
dan mental
Peningkatan Intoksikasi zat besi
penyerapan logam
berat
Pemeriksaan penunjang
 Darah lengkap
 Apusan darah tepi

Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%) Mean Corpuscular


Volume (uM3)
Usia (tahun)
Rerata Batas Rerata Batas Rerata Batas
Bawah bawah Bawah
0,5 – 1,9 12,5 11,0 37 33 77 70
2-4 12,5 11,0 38 34 79 73
5–7 13,0 11,5 39 35 81 75
8 – 11 13,5 12,0 40 36 83 76
12 – 14
Perempuan 13,5 12,0 41 36 85 78
Laki-laki 14,0 12,5 43 37 84 77
15 – 17
Perempuan 14,0 12,0 41 36 87 79
Laki-laki 15,0 13,0 46 38 86 78
18 – 49
Perempuan 14,0 12,0 42 37 90 80
Laki-laki 16,0 14,0 47 40 90 80
Parameter Laboratorium Pembeda ADB dengan Anemia Mikrositik Lainnya

Parameter ADB Talasemia alfa atau beta Anemia akibat Penyakit Kronis
Hemoglocin   
MCV   N/
RDW  N/ minimal N-
Eritrosit  N- N-
Feritin serum  N 
TIBC  N 
Saturasi transferin  N 
FEP  N 
Reseptor transferin  N 
Konsentrasi Hb retikulosit  N N-

Perhitungan indeks Mentzer (MCV/hitung eritrosit) akan membantu membedakan talasemia dari
anemia defisiensi besi. Indeks Mentzer <13 mengarahkan ke diagnosis talasemia, sedangkan >13
mengarah pada defisiensi besi.
Diagnosis banding

Diagnosis banding pada anemia mikrositik yang tidak berespon terhadap suplementasi besi oral:
 Compliance yang rendah (intoleransi besi murni agak jarang didapatkan)
 Dosis obat yang tidak tepat
 Malabsorpsi besi suplemental
 Adanya kehilangan darah yang terus berlangsung, termasuk dari traktus gastrointestinal, menstruasi, dan
pulmonal
 Infeksi atau penyakit inflamasi yang berlangsung yang menghambat respon terhadap besi
 Defisiensi vitamin B12 atau folat
Tatalaksana
 Anak usia <6 tahun dianggap menderita anemia jika kadar Hb nya <9,3 gram/dL
 Pengobatan dengan menggunakan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari kemudian kontrol dan obat diberikan hingga 2 bulan
 Dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk menyembuhkan anemia dan 1-3 bulan setelah
kadar Hb kembali normal untuk mengembalikan persediaan besi tubuh
 Dosis suplemen besi elemental harian adalah 4-6 mg/kgBB/hari
 Ferous fumarat : 33% merupakan besi elemental
 Ferous glukonas : 11,6% merupakan besi elemental
 Ferous sulfat : 20% merupakan besi elemental
 Anemia penyakit kronik  mengendalikan penyakit yang mendasari, pemberian
suplementasi asam lemak tidak jenuh omega-3, agen stimulan eritropoietin, terapi
dengan besi, dan transfusi sel darah merah pada kondisi-kondisi anemia yang berat
 Pada anemia berat harus dilakukan transfuse PRC
Pencegahan
Pencegahan primer :
• Mempertahankan ASI eksklusif hingga enam bulan
• Menunda pemakaian susu sapi hingga usia satu tahun
• Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada waktunya (sejak
enam bulan hingga satu tahun)
• Pemberian vitamin C seperti jeruk saat makan dan mengonsumsi preparat besi untuk
meningkatkan absorpsi besi, serta menghindari bahan yang menghambat absorpsi besi
seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan
• Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang
mengandung kadar besi yang berasal dari hewani
• Pendidikan kebersihan lingkungan
Pencegahan sekunder :
• Skrining ABD
• Suplementasi zat besi
TINJAUAN PUSTAKA
“GIZI BURUK”
Definisi
 Gizi buruk  edema pada kedua kaki atau adanya
severe wasting (BB/TB < 70% atau < -3SD), atau
ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus atau marasmik- kwashiorkor)
 Gizi kurang  status gizi dengan anak tampak
kurus, dengan BB/PB atau BB/TB anak <-2 SD,
atau 80% median

Etiologi
 Diet  tidak tercukupi terutama protein dan
karbohidrat
 Penyakit/infeksi
 Sosial ekonomi yang rendah
 Kepadatan penduduk
Patofisiologi
 Faktor yang berperan : tubuh sendiri (host), kuman penyebab (agent), dan lingkungan
(environment), diet
 Asupan energi dan protein yang tidak adekuat mengakibatkan hilangnya jaringan
fungsional pada tubuh. Kekurangan nutrien membuat tubuh menggunakan cadangan
energi dan menjaga protein pool, dengan cara mengurangi metabolisme basal melalui
penurunan sekresi faktor anabolik dan meningkatkan hormon katabolic
 Marasmus adalah suatu bentuk compensated malnutrition, yaitu sebuah mekanisme
adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama
Diagnosis
■ Berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri
■ Pengukuran dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (TB) (BB/PB atau
BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak <6
tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak >5 tahun.
■ Anak gizi kurang jika BB/PB atau BB/TB anak <-2 SD atau 80% median
■ Anak didiagnosis gizi buruk apabila terdapat indikator berikut:
 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)
 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau
marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD.

Status Gizi Menurut Waterlow


Status Gizi BB/TB (% median) BB/TB WHO 2006 IMT CDC 2000
Obesitas >120 >+3 > P95
Overweight >110 >+2 hingga +3 SD P85-95
Normal >90 +2 SD hingga -2 SD
Gizi kurang 70-90 <-2 SD hingga -3 SD
Gizi buruk <70 <-3 SD
Pemeriksaan Lab Anak dengan Gizi Buruk

Variabel Darah atau Plasma Informasi yang Diperoleh


Hemoglobin, hematokrit, hitung Derajat dehidrasi dan anemia,
eritrosit, mean corpuscular tipe anemia (besi/folat dan
volume defisiensi vitamin B12,
hemolisis, malaria)
Glukosa darah Hipoglikemia
Elektrolit dan alkalinitas

Natrium Hiponatremia, tipe dehidrasi

Kalium Hipokalemia

Klorida, pH, bikarbonat Alkalosis atau asidosis


metabolik

Total protein, transferin, Derajat defisiensi protein


(pre)albumin
Kreatinin Fungsi ginjal
CRP, hitung limfosit, serologi, Adanya infeksi bakteri, virus,
apusan darah tipis dan tebal atau parasit seperti malaria
Pemeriksaan feses Adanya parasit
Alur Pemeriksaan dan Tindak Lanjut Gizi Buruk
Tatalaksana

Langkah-langkah Melakukan Asuhan Nutrisi Pediatrik


Kriteria pemulangan anak gizi buruk
■ Anak dapat dipulangkan jika BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis, serta
memenuhi kriteria pulang sebagai berikut:
 Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
 BB/PB atau BB/TB > -3 SD
 Komplikasi sudah teratasi
 Ibu telah mendapat konseling gizi
 Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama dua minggu berturut-turut
 Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

Komplikasi
■ Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batita  gang. pertumbuhan & perkembangan
otak, otot, komposisi tumbuh, dan metabolic programming dari glukosa, lemak, dan protein
■ Dampak jangka panjangnya  gang. kognitif, menurunnya prestasi akademik, menurunnya
kekebalan tubuh dan produktivitas kerja
■ Kondisi gizi kurang dan gizi buruk meningkatkan risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner,
hipertensi, kanker, stroke, dan penuaan dini
TINJAUAN PUSTAKA
“SPEECH DELAY”
Definisi
 Speech  produksi verbal dari suatu bahasa, sedangkan bahasa adalah jenis proses
konseptual dari komunikasi
 Bahasa meliputi bahasa reseptif (pemahaman) dan ekspresif (kemampuan mentransfer
informasi, perasaan, pikiran, dan ide)

Prevalensi dan faktor risiko


 Prevalensi speech delay pada anak-anak usia 2-7 tahun berkisar dari 2,3-19% di dunia
 Faktor risiko paling banyak dilaporkan  riwayat gangguan bicara & berbahasa di
keluarga, jenis kelamin laki-laki, prematuritas, dan berat lahir yang rendah
 Selain itu  tingkat pendidikan orang tua, sakit pada masa kanak-kanak, urutan
kelahiran yang semakin belakang, dan ukuran keluarga yang lebih besar
Usia Reseptif Ekspresif

6 bulan Menoleh pada suara mainan Tertawa, bernyanyi (cooing)

9 bulan - Babbles, mengucapkan satu suku kata, mengucapkan “mama”


atau “papa”, kata-kata non-spesifik lain

12 bulan Mengikuti satu perintah Babbles, mengikuti kata-kata dan suara, mengucapkan satu
kata, melambaikan “bye-bye”

15 bulan - Mengucapkan satu - tiga kata, melambaikan “bye-bye”

18 bulan Menunjuk sedikitnya 1 bagian tubuh Mengucapkan 3 – 6 kata

2 tahun Menunjuk 2 gambar Mengkombinasikan kata-kata


Mengikuti dua perintah Menyebut nama satu gambar
2,5 tahun Menunjuk 6 bagian tubuh Mengenali 2 tindakan
Menyebut nama satu gambar
3 tahun - Memahami dua kata sifat, menyebut nama empat gambar,
menyebut nama satu warna, semua perkataannya dapat
dimengerti

4 tahun - Mendefinisikan lima kata


Menyebut nama empat warna
Semua perkataannya dapat dimengerti

Milestone Perkembangan Bicara dan Berbahasa Anak-anak


Gangguan bicara dan berbahasa pada anak-anak

Kelainan Temuan Klinis Tatalaksananya dan Prognosis


Primer (tidak berkaitan dengan kondisi lainnya)
Keterlambatan bicara Keterlambatan bicara. Intervensi terapi berbahasa biasanya efektif diberikan.
dan bahasa Anak memiliki pemahaman, inteligensi, Prognosis sangat baik. Anak-anak biasanya memiliki
pendengaran, hubungan aemosional, dan kemampuan bicara yang normal pada usia awal
artikulasi yang normal. sekolah.
Gangguan berbahasa Keterlambatan bicara. Intervensi aktif diperlukan karena kelainan ini tidak
ekspresif. Anak memiliki pemahaman, inteligensi, dapat membaik sendiri.
pendengaran, hubungan emosional, dan artikulasi Intervensi terapi berbahasa juga efektif dilakukan.
yang normal.
Kelainan berbahasa ekspresif sulit dibedakan
pada usia dini dari keterlambatan perkembangan
bicara dan bahasa lainnya.
Kelainan bahasa reseptif. Keterlambatan bicara, dan juga artikulasi yang Efek terapi bicara-bahasa jauh lebih sedikit
sedikit, agrammatic, dan kurang jelas. dibandingkan kelompok-kelompok lain. Intervensi yang
Anak-anak mungkin tidak melihat atau menunjuk berlangsung lebih dari 8 minggu lebih efektif.
objek atau orang-orang yang disebut orang tua Pada anak-anak ini, jarang untuk mengembangkan
(menunjukkan defisit pada pemahaman). kapasitas bahasa oral yang normal.
Anak-anak memiliki respons yang normal terhadap
stimulus auditori nonverbal.
Sekunder (terkait kondisi lainnya)
Autism spectrum disorder Anak-anak memiliki berbagai kelainan bicara, termasuk Anak-anak harus dirujuk untuk penilaian
keterlambatan bicara (terutama dengan disabilitas perkembangan.
intelektual), ekolalia tanpa membentuk bahasa sendiri, Anak-anak akan menerima manfaat dari intervensi
kesulitan menginisiasi dan mempertahankan percakapan, intensif dini yang berfokus pada peningkatan
pronoun reversal, dan regresi bicara dan bahasa. komunikasi.
Anak-anak mengalami gangguan komunikasi, gangguan Program pelatihan bahasa terbukti membantu
interaksi sosial, dan perilaku repetitif / circumscribed komunikasi anak-anak.
interests.
Cerebral palsy Keterlambatan bicara pada anak dengan cerebral palsy Layanan terapi bicara-bahasa dapat mencakup
dapat disebabkan kesulitan koordinasi atau spastisitas otot perkenalan sistem komunikasi augmentatif dan
lidah, ketulian, disabilitas intelektual, atau defek korteks alternatif, seperti simbul atau speech synthesizers,
serebri. memperbaiki bentuk komunikasi yang natural, dan
melatih partner komunikasi.
Apraksia bicara masa Apraksia bicara adalah masalah fisik dimana anak-anak Banyak teknik terapi bicara-bahasa telah digunakan.
kanan-kanak kesulitan menciptakan suara dengan urutan yang benar,
dan sulit dimengerti.
Anak-anak berkomunikasi dengan gestur, namun kesulitan
berbicara (menunjukkan motivasi untuk berkomunikasi,
namun kekurangan kemampuan berbicara).
Disartria. Disartria adalah masalah fisik saat anak-anak mengalami Studi-studi observasional kecil menunjukkan bahwa untuk
kesulitan bicara, yang berkisar dari artikulasi yang sedikit beberapa anak, terapi bicara-bahasa dapat dikaitkan dengan
slurred dan suara berfrekuensi rendah, hingga perubahan-perubahan positif pada inteligensi dan kejelasan
ketidakmampuan mengucapkan kata-kata apapun. berbicara.
Anak-anak berkomunikasi dengan gestur, namun memiliki
kesulitan berbicara (menunjukkan motivasi untuk
berkomunikasi, namun kesulitan berbicara).
Ketulian setelah Keterlambatan bicara. Anak-anak dengan gangguan pendengaran harus dirujuk
awitan bicara Anak-anak mungkin mengalami distorsi suara bicara dan pada dokter THT.
pola prosodik (intonasi, laju, ritme, dan volume bicara). Intervensi dini yang berfokus pada keluarga memperbaiki
Anak-anak mungkin tidak melihat atau menunjuk pada perkembangan bahasa (verbal dan/atau sign) dan kognitif.
objek atau orang yang disebut orang tua (menunjukkan
defisit pemahaman).
Anak memiliki kemampuan komunikasi visual yang normal.
Disabilitas intelektual Keterlambatan bicara. Anak-anak harus dirujuk untuk penilaian perkembangan.
Penggunaan gestur yang terlambat dan ada keterlambatan
pada semua aspek perkembangan.
Anak mungkin tidak melihat/menunjuk objek atau orang
yang disebut orang tua (menunjukkan defisit pemahaman).
Mutisme selektif Anak-anak dengan mutisme selektif menunjukkan Anak harus dirujuk ke ahli patologi bicara-Bahasa dan pada
kegagalan berbicara pada situasi sosial yang spesifik (yang terapis untuk terapi perilaku dan kognitif, yang bersifat
ada ekspektasi untuk berbicara (contoh: di sekolah)). efektif.
Intervensi gabungan : modifikasi perilaku, partisipasi
keluarga, keterlibatan sekolah, dan pada kasus-kasus yang
parah, tatalaksana dengan fluoksetin.
Tatalaksana
 Tujuan tatalaksana  mengajari anak strategi untuk memahami bahasa verbal dan
menghasilkan perilaku komunikatif yang baik, dan membantuorang tua memahami cara-
cara mendukung perkembangan kemampuan bicara anak mereka.
 Terapi bicara-bahasa sangat efektif, terutama untuk anak-anak dengan kelainan bahasa
ekspresif primer

Prognosis
 Mengalami gangguan bicara dan berbahasa pada usia 2,5-5 tahun  kesulitan
membaca pada masa sekolah dasar
 Gangguan bicaranya menetap hingga ≥ 5,5 tahun  kesulitan fokus dan kesulitan social
 Gangguan bicara dan berbahasanya menetap hingga usia 7,5-13 tahun  gangguan
menulis (ejaan dan tanda baca)
 Prognosis terbaik dimiliki anak-anak dengan developmental speech delay
Red Flag yang menandakan perlunya penilaian bicara-bahasa segera
Usia Reseptif Ekspresif
12 bulan - Tidak melakukan babble, tidak menunjuk atau
mengarahkan
15 bulan Tidak melihat atau menunjuk pada 5-10 objek atau Tidak menggunakan setidaknya 3 kata
orang saat disebut orang tua
18 bulan Tidak mengikuti satu perintah Tidak mengucapkan “mama”, “papa”, atau nama-nama
lainnya
2 tahun Tidak menunjuk pada gambar atau anggota tubuh Tidak menggunakan setidaknya 25 kata
saat disebut
2,5 tahun Tidak berespon secara verbal atau Tidak menggunakan frasa dua kata, termasuk kombinasi
mengangguk/menggeleng terhadap pertanyaan kata benda – kata kerja
3 tahun Tidak memahami presposisi atau kata-kata aksi Tidak menggunakan setidaknya 200 kata.
Tidak meminta benda dengan kata-kata.
Mengulang frasa sebagai respon terhadap pertanyaan
(ekolalia).
Usia - Mengalami regresi atau kehilangan kemampuan
berapapun bicara/bahasa sebelumnya.
TERIMA
KASIH 

Anda mungkin juga menyukai