Case Dr. Lie
Case Dr. Lie
Riwayat perinatal:
• Pasien merupakan anak ke 7 dari 8 bersaudara.
• Pasien lahir cukup bulan (38 minggu) dengan persalinan normal dibantu bidan. BBL 3200
gram, PBL 49cm.
• Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol kehamilan setiap bulan di puskesmas.
• Keadaan setelah lahir bayi sehat, langsung menangis, kemerahan, tonus otot baik,
bergerak aktif, kuning (-), sianosis (-)
Riwayat imunisasi:
• Hep B: usia 0, 2, 3, 4 bulan
• BCG: usia 1 bulan, scar (+)
• Polio: usia 0, 2, 3, 4 bulan
• DPT/Hep B/Hib : usia 2, 3, 4 bulan
• Campak : -
• Kesan : Imunisasi dasar pasien tidak lengkap sesuai usia.
Kesan: Pasien tidak dapat makan dengan baik sehingga tidak memenuhi
kebutuhan kalori harian
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 18 Juni 2019 pada pukul 11.00 WIB
Pemeriksaan umum
• Keadaan umum: Tampak lemas • Tanda vital
• Kesadaran PGCS (E3M4V2) - somnolen TD :100/60 mmHg
• Skala nyeri (Wong Baker Faces) : 6 HR : 123x/menit, regular, isi cukup
RR : 24x/menit, regular
• Kurva CDC :
Suhu : 36,6°C aksila
BB = 15 kg
TB = 130 cm
BB/U: BB/U: < P5 (51,7% )
TB/U: P10 sampai P25 (102,3%)
BBI: 27 kg, WL: 55%, status gizi buruk
• Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, distribusi merata, mudah dicabut, kulit
kepala tidak ada kelainan
• Mata : pupil bulat, isokor, bentuk simetris, diameter 3mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+), mata
cekung (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : bentuk normal, deviasi (-), deformitas (-/-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-)
• Mulut : gigi karies (-), atrofi papil lidah (-), uvula di tengah, faring simetris (+), tonsil T1/T1,
hiperemis (-),
• Telinga : normotia, tidak ada nyeri tekan, sekret (-/-), membran timpani intak
• Leher : trakea di tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
• Thorax :
Paru-paru
Inspeksi : bentuk normal, dada simetris, retraksi (-), iga gambang (+/+)
Palpasi : stem fremitus sama kuat
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
Palpasi : pulsasi iktus kordis teraba di ICS IV parasternal line sinitra
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak datar, jejas (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) 6 x/ menit, bruit (-)
Palpasi : supel, turgor kulit cepat kembali , massa (-), NT (-)
Perkusi : timpani (+) di keempat kuadran
• Tulang Belakang : dalam batas normal, kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
• Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-),
• Kulit: dalam batas normal, sianosis (-),
• Anus dan Genitalia : Tidak diperiksa
• KGB: Tidak terdapat pembesaran KGB.
Pemeriksaan neurologis
• Refleks fisiologis: biceps (+/+), triceps (+/+), patella (+/+), achiles (+/+)
• Refleks patologis: babinski -/-, chaddock -/-, schaeffer -/-, Gordon -/-
• Meningeal sign: kaku kuduk (-), Brudzinsky I – IV (-)
• Normotoni, normotrofi
• Kekuatan otot 5555/5555/5555/5555.
• Kesan N. VII : wajah simetris.
• N. XII : posisi lidah saat dijulurkan lurus.
• Kesan: dalam batas normal.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Laboratorium tanggal 18 Juni 2019
Eritrosit 3,20 juta/uL (L) Normal: 3,70-5,20
Haemoglobin 5,1 g/ dL (L) 10,7-14,7
hematokrit 18,2 % (L) 31,0-43,0
Trombosit 396 ribu/uL 150-440
Leukosit 11,7ribu/uL 4,5-13,5
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 0% 0-3 %
Batang 1% 0-6 %
Segmen 86 % (H) 50-70 %
Limfosit 10 % (L) 20-40 %
Monosit 3% 0-8 %
LED 40 mm/jam (H) 0-20 mm/jam
MCV/VER 56,9 fl (L) Normal: 78-102
MCH/HER 15,9 pg/ dL (L) 25-33 pg
MCHC/KHER 28% (L) 31-37%
Kalium darah 2,5 mmol/L (LL) 3,5-5,0 mmol/L
Natrium darah 137 mmol/L 136-146 mmol/L
Chlorida darah 103 mmol/L 98-106 mmol/L
Calsium darah 0,82 mmol/L (LL) 1,15-1,29 mmol/L
Ureum darah 12 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin darah 0,6 mg/dl 0,1-1,5 mg/dl
GDS 143 mg/dl 70-199 mg/dl
pH 7,45 Normal: 7,35-7,45
pco2 29 mmHg (L) 35-45
PO2 210 mmHG(H) 80-100
hco3 20 mmol/L (L) 21-28%
Total co2 21 mmol/L 21-30
Base excess -3 mmol/L (L) -2-(2)
so2 100% >95%
RESUME
Telah diperiksa seorang pasien anak perempuan usia 9 tahun 9 bulan dengan keluhan
kejang selama lebih dari 30 menit tanpa berhenti. Saat kejang, ibu pasien mengatakan gigi
pasien gemeletuk, mata pasien mendelik ke atas, kelonjotan pada seluruh badan termasuk
tangan dan kaki. Saat kejang pasien tidak sadar. Ibu pasien tidak yakin hal apa yang
memicu kejang tersebut, dan kejang ini tidak membaik dengan berbagai upaya ang telah
dilakukan ibu pasien sehingga ibu pasien membawa pasien ke IGD, kejang berhenti setelah
diberikan beberapa obat melalui infus, namun ibu pasien mengaku tidak mengetahui obat
apa yang dimasukan. Setelah kejang pasien tampak lemas dan agak mengantuk. Keluhan
kejang ini disertai demam yang suhunya 38,5 C terukur saat di IGD. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik didapatkan KU lemas, kesadaran somnolen, febris, konjungitva anemis
(+/+), rambut pasien mudah dicabut dan iga gambang (+/+). Dari hasil lab didapatkan
anemia, penurunan eritrosit, hematokrit, MCV, MCH dan MCHC. Didapatkan juga jumlah
netrofil meningkat dengan limfositopenia, peningkatan LED, hipokalemi, hipokalsemi, serta
kesan asidosis metabolik.
DIAGNOSIS,
TATALAKSANA,SARAN,
MONITORING, PROGNOSIS
Diagnosis
■ Diagnosis Utama:
– Status epileptikus
■ Diagnosis Tambahan
– Anemia gravis ec. susp defisiensi besi dd kecacingan.
– Gizi buruk.
– Asidosis metabolik.
■ Diagnosis Banding:
– Muscle twitching ec hipokalemia
– Kejang demam kompleks
– Thalasemia
Tatalaksana
Farmakologi:
• Diazepam supp 10 mg 2x
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) 3 mg 2x (6 mkD)
• Fenitoin IV 20 mg/kg 300 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% habis dalam 20 menit.
Non-farmakologi :
• Transfusi PRC 150cc/24 jam
• Pemberian cairan 1250cc/24jam
– IVFD RL 500cc + Kaen3B 500cc/24 jam
– Pemberian cairan oral on demand
• Pemberian makanan tinggi kalori dan protein
– Keb kalori : 1050 kkal/hari
– Keb protein : 15 g/hari
– Nasi lunak + lauk bervariasi 3x sehari .
– Selingan snack buah 2 x sehari.
Saran pemeriksaan lanjutan:
• EEG
• Apusan darah tepi
• Elektrolit
• Pemeriksaan feses
• AGD
Monitoring
• Observasi TTV, input dan output cairan tiap 3 jam
• Monitor balance cairan 24 jam
Prognosis
• Ad vitam : ad bonam
• Ad sanationam : dubia ad malam
• Ad functionam : dubia ad bonam.
TINJAUAN PUSTAKA
“STATUS EPILEPTIKUS”
Definisi
■ Epilepsi kejang spontan yang terjadi sebanyak ≥ dua kali dengan jarak lebih dari 24 jam
■ Menurut International League Against Epilepsy (ILAE), epilepsi adalah penyakit otak yang
ditandai oleh:
Minimal terjadi dua bangkitan kejang spontan dengan jarak lebih dari 24 jam.
Satu bangkitan kejang spontan (First unprovked seizure/ FUS) yang mempunyai risiko
rekurensi paling sedikit 60% untuk terjadinya kejang berulang dalam 10 tahun terakhir.
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala, tanda klinis (tipe kejang), EEG
(Electroencephalography) yang terjadi bersama-sama
■ Status epileptikus kejang yang berlangsung terus-menerus selama 30 menit atau lebih
atau berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran diantara kejang
■ Status epileptikus kegawatdaruratan dapat terjadi disfungsi kardiorespirasi,
hipertermia, dan kekacauan metabolik yang akan berujung pada cedera neuron yang
ireversibel
Epidemiologi
■ Sekitar 4-10% anak mengalami minimal satu kali kejang (febris atau nonfebris) dalam 16
tahun pertama kehidupan
■ Sekitar 10-20% penderita epilepsi setidaknya akan mengalami satu kali episode status
epileptikus dalam perjalanan penyakitnya
■ Status epileptikus dapat merupakan manifestasi epilepsi pertama kali pada 12% pasien
baru epilepsi.
■ Centers for Disease Control and Prevention (CDC) 2015, 1,2% populasi Amerika Serikat
menderita penyakit epilepsi aktif (sekitar 3,4 juta orang) dimana perbandingannya 3 juta
pada orang dewasa dan 470.000 pada anak-anak. Insiden status epileptikus pada anak
diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000 anak. Status epileptikus lebih sering terjadi pada
usia muda, terutama usia kurang dari 1 tahun dengan estimasi insiden 1 per 1000 bayi.
Etiologi
Etiologi epilepsi :
■ Sekitar 60% kasus merupakan idiopatik
■ Gangguan struktural mutasi gen GPR56, ensefalopati hipoksik-iskemik, trauma kepala,
infeksi.
■ Mutasi genetik meningkatkan risiko namum perlu adanya kontribusi lingkungan (kurang
tidur, stress, dan penyakit)
■ Infeksi adalah neurosisterkosis, tuberkulosis, HIV, malaria serebral, toksoplasmosis serebral
dan infeksi kongenital seperti virus Zika dan sitomegalovirus.
■ Penyakit metabolik perubahan biokimiawi porfiria, uremia, aminoacidopathies, piridoksin
■ Autoimun ditemukan anti-NMDA receptor encephalitis dan anti-LGI1 encephalitis
Etiologi status epileptikus :
■ Infeksi dengan demam (52%) seperti kejang demam, ensefalitis, meningitis
■ Kelainan SSP kronik (395) seperti ensefalopati hipoksik iskemik dan serebral palsi
■ Penghentian obat anti kejang (21%)
■ Lain-lain (<10%).
Etiologi dan Jenis Kejang Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE)
2014
Patofisiologi
■ Ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitasi dan inhibisi
■ Neurotransmiter eksitasi utama adalah neurotran dan asetilkolin, sedangkan
neurotransmiter inhibisi adalah gamma-aminobutyric acid (GABA)
■ Ada 4 tahap terjadinya kejang:
1. Adanya faktor predisposisi (mutasi genetik/ riwayat epilepsi pada keluarga) dan faktor
presipitasi (infeksi, gangguan metabolik, autoimun).
2. Faktor-faktor diatas menyebabkan perubahan pada otak menjadi lebih bersifat
epileptik yang disebut epileptogenesis.
3. Terbentuknya fokus kejang pada otak dimana saraf pada fokus kejang tersebut
mengalami depolarisasi paroksismal sehingga terjadi peningkatan eksitasi dan
penurunan inhibisi.
4. Adanya aktivasi jalur apoptosis pada fokus kejang. Hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan MRI dan ditemukan atrofi dan sklerosis pada hippocampus.
Klasifikasi
Berdasarkan tanda dan gejala yang muncul, kejang dibagi menjadi :
■ Kejang parsial adanya lesi pada satu hemisfer serebrum sehingga kejang hanya terjadi
pada satu sisi/satu bagian tubuh dengan kesadaran masih utuh. Gejala yang muncul dapat
berupa gangguan sensorik ataupun motorik.
– Kejang parsial sederhana kejang satu sisi/satu bagian tubuh tanpa disertai gangguan
kesadaran.
– Kejang parsial kompleks kejang satu sisi atau satu bagian tubuh disertai penurunan
kesadaran.
■ Kejang umum adanya lesi pada kedua hemisfer serebral sehingga kejang terjadi pada
seluruh tubuh disertai penurunan kesadaran.
– Kejang tonik peningkatan rigiditas atau tonus otot.
– Kejang mioklonik kontraksi otot bilateral yang cepat, singkat, berulang.
– Kejang tonik-klonik/grand-mal dimulai fase tonik dan diikuti dengan fase klonik.
– Kejang atonik ditandai dengan hilangnya tonus otot secara mendadak.
■ Kejang absans hilangnya kesadaran sesaat dan mendadak
Diagnosis
Anamnesis meliputi deskripsi kejang, kemungkinan penyebab kejang, dan riwayat
kejang dalam keluarga
Pemeriksaan fisik kesadaran, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan penunjang darah perifer lengkap, CSF, gula darah, elektrolit, AGD, EEG,
CT/MRI
Pada EEG abnormal dapat ditemukan adanya gelombang paku-ombak
Tatalaksana kejang akut dan status epileptikus
Tujuan utama pengobatan status epileptikus:
• Mempertahankan fungsi vital (A, B, C)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang. Tatalaksana penghentian kejang akut dapat dilihat pada
algoritme
Pemberian obat antikejang berdasarkan tipe kejang
• Kejang parsial & epilepsi okskarbazepin dan
karbamazepin
• Kejang absan etosuksimid
• Juvenile myoclonic epilepsy valproat dan
lamotrigine
Penghentian pengobatan anti-kejang diindikasikan
jika telah bebas kejang selama minimal 2 tahun
■ Okskarbazepin anak usia >2 th, dimulai dengan ¼ dosis pemeliharaan dan
ditingkatkan setiap 2-3 hari hingga dosis pemeliharaan 20-40 mg/kg/hari dan dibagi 2
kali/hari.
■ Karbamazepin semua umur , dimulai dengan ¼ dosis pemeliharaan dan ditingkatkan
setiap 2-3 hari hingga dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg/hari dan dibagi 2-3 kali/hari.
■ Etoksusimid diberikan pada anak usia > 3 tahun dengan dosis pemeliharaan 20-30
mg/kg/hari dan dibagi dalam 2-3 kali/hari.
■ Asam valproate anak usia > 2 th, dosis pemeliharaan 15-40 mg/kg/hari dan dibagi
dalam 2-3 kali/hari.
■ Lamotrigin anak usia > 2 th, dosis pemeliharaan 1-15 mg/kg/hari dan dibagi dalam
2-3 kali/hari
■ Diperlukan pertimbangan untuk dilakukan operasi jika pada pasien gagal dengan 2 atau
3 jenis obat anti-kejang dalam 2 tahun sejak onset epilepsi atau segera sebelum 2
tahun
Komplikasi
Proses kontraksi dan relaksasi otot yang terjadi pada status epileptikus konvulsif dapat
menyebabkan kerusakan otot, demam, rabdomiolisis, bahkan gagal ginjal.
keadaan hipoksia akan menyebabkan metabolism anaerob dan memicu asidosis
Kejang juga menyebabkan perubahan fungsi saraf otonom dan fungsi jantung (hipertensi,
hipotensi, gagal jantung, atau aritmia)
Edem otak
Prognosis
Gejala sisa terutama pada pasien dengan status epileptikus defisit neurologis
permanen (37%), disabilitas intelektual (48%).
Sekitar 3-56% pasien status epileptikus mengalami kembali kejang yang lama atau status
epileptikus yang terjadi dalam 2 tahun pertama.
Faktor risiko status epileptikus berulang adalah; usia muda, ensefalopati progresif,
etiologi simtomatis remote, sindrom epilepsi. (3)
TINJAUAN PUSTAKA
“ANEMIA GRAVIS PADA
ANAK”
Definisi
Anemia kondisi saat jumlah sel darah merah tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisiologis tubuh; kadar hemoglobin yang lebih rendah dua standar deviasi dari rerata
untuk usianya
Kuku Koilonikia
Terdeteksi melalui skrining rutin pada usia Muskuloskeletal Penurunan kapasitas aktivitas & olahraga
12 bulan/lebih awal pada anak dengan Kardiovaskular Peningkatan curah jantung, takikardi,
risiko tinggi (masalah makan, kardiomegali, gagal jantung
pertumbuhan yang tidak adekuat, dan Gastrointestinal Hilang nafsu makan, Glositis atrofikans,
Stomatitis angularis, disfagia, pica,
konsumsi besi dari makanan yang tidak Enteropati sensitif gluten, Sindrom
mencukupi) Plummer-Vinson
Anamnesis awal harus mencakup riwayat Imunitas Penurunan resistensi terhadap infeksi
medis secara keseluruhan, seperti Disfungsi limfosit T dan PMN
prematuritas, berat badan lahir rendah, Sistem Saraf Pusat Iritabiliti – malaise, sinkop, papilledema,
pseudotumor serebri, palsi N.VI, Restless
pola makan anak, adanya penyakit- leg syndrome, Breath holding spell, Sulit
penyakit kronik, riwayat anemia di berkonsentrasi dan menerima pelajaran,
keluarga, dan latar belakang etnis masalah kepribadian, penurunan fungsi
persepsi, Retardasi perkembangan motor
dan mental
Peningkatan Intoksikasi zat besi
penyerapan logam
berat
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Apusan darah tepi
Parameter ADB Talasemia alfa atau beta Anemia akibat Penyakit Kronis
Hemoglocin
MCV N/
RDW N/ minimal N-
Eritrosit N- N-
Feritin serum N
TIBC N
Saturasi transferin N
FEP N
Reseptor transferin N
Konsentrasi Hb retikulosit N N-
Perhitungan indeks Mentzer (MCV/hitung eritrosit) akan membantu membedakan talasemia dari
anemia defisiensi besi. Indeks Mentzer <13 mengarahkan ke diagnosis talasemia, sedangkan >13
mengarah pada defisiensi besi.
Diagnosis banding
Diagnosis banding pada anemia mikrositik yang tidak berespon terhadap suplementasi besi oral:
Compliance yang rendah (intoleransi besi murni agak jarang didapatkan)
Dosis obat yang tidak tepat
Malabsorpsi besi suplemental
Adanya kehilangan darah yang terus berlangsung, termasuk dari traktus gastrointestinal, menstruasi, dan
pulmonal
Infeksi atau penyakit inflamasi yang berlangsung yang menghambat respon terhadap besi
Defisiensi vitamin B12 atau folat
Tatalaksana
Anak usia <6 tahun dianggap menderita anemia jika kadar Hb nya <9,3 gram/dL
Pengobatan dengan menggunakan zat besi (tablet besi/folat atau sirup setiap hari)
selama 14 hari kemudian kontrol dan obat diberikan hingga 2 bulan
Dibutuhkan waktu 2-4 minggu untuk menyembuhkan anemia dan 1-3 bulan setelah
kadar Hb kembali normal untuk mengembalikan persediaan besi tubuh
Dosis suplemen besi elemental harian adalah 4-6 mg/kgBB/hari
Ferous fumarat : 33% merupakan besi elemental
Ferous glukonas : 11,6% merupakan besi elemental
Ferous sulfat : 20% merupakan besi elemental
Anemia penyakit kronik mengendalikan penyakit yang mendasari, pemberian
suplementasi asam lemak tidak jenuh omega-3, agen stimulan eritropoietin, terapi
dengan besi, dan transfusi sel darah merah pada kondisi-kondisi anemia yang berat
Pada anemia berat harus dilakukan transfuse PRC
Pencegahan
Pencegahan primer :
• Mempertahankan ASI eksklusif hingga enam bulan
• Menunda pemakaian susu sapi hingga usia satu tahun
• Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada waktunya (sejak
enam bulan hingga satu tahun)
• Pemberian vitamin C seperti jeruk saat makan dan mengonsumsi preparat besi untuk
meningkatkan absorpsi besi, serta menghindari bahan yang menghambat absorpsi besi
seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan
• Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang
mengandung kadar besi yang berasal dari hewani
• Pendidikan kebersihan lingkungan
Pencegahan sekunder :
• Skrining ABD
• Suplementasi zat besi
TINJAUAN PUSTAKA
“GIZI BURUK”
Definisi
Gizi buruk edema pada kedua kaki atau adanya
severe wasting (BB/TB < 70% atau < -3SD), atau
ada gejala klinis gizi buruk (kwashiorkor,
marasmus atau marasmik- kwashiorkor)
Gizi kurang status gizi dengan anak tampak
kurus, dengan BB/PB atau BB/TB anak <-2 SD,
atau 80% median
Etiologi
Diet tidak tercukupi terutama protein dan
karbohidrat
Penyakit/infeksi
Sosial ekonomi yang rendah
Kepadatan penduduk
Patofisiologi
Faktor yang berperan : tubuh sendiri (host), kuman penyebab (agent), dan lingkungan
(environment), diet
Asupan energi dan protein yang tidak adekuat mengakibatkan hilangnya jaringan
fungsional pada tubuh. Kekurangan nutrien membuat tubuh menggunakan cadangan
energi dan menjaga protein pool, dengan cara mengurangi metabolisme basal melalui
penurunan sekresi faktor anabolik dan meningkatkan hormon katabolic
Marasmus adalah suatu bentuk compensated malnutrition, yaitu sebuah mekanisme
adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama
Diagnosis
■ Berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri
■ Pengukuran dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (TB) (BB/PB atau
BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak <6
tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak >5 tahun.
■ Anak gizi kurang jika BB/PB atau BB/TB anak <-2 SD atau 80% median
■ Anak didiagnosis gizi buruk apabila terdapat indikator berikut:
BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)
Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau
marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD.
Kalium Hipokalemia
Komplikasi
■ Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batita gang. pertumbuhan & perkembangan
otak, otot, komposisi tumbuh, dan metabolic programming dari glukosa, lemak, dan protein
■ Dampak jangka panjangnya gang. kognitif, menurunnya prestasi akademik, menurunnya
kekebalan tubuh dan produktivitas kerja
■ Kondisi gizi kurang dan gizi buruk meningkatkan risiko diabetes, obesitas, penyakit jantung koroner,
hipertensi, kanker, stroke, dan penuaan dini
TINJAUAN PUSTAKA
“SPEECH DELAY”
Definisi
Speech produksi verbal dari suatu bahasa, sedangkan bahasa adalah jenis proses
konseptual dari komunikasi
Bahasa meliputi bahasa reseptif (pemahaman) dan ekspresif (kemampuan mentransfer
informasi, perasaan, pikiran, dan ide)
12 bulan Mengikuti satu perintah Babbles, mengikuti kata-kata dan suara, mengucapkan satu
kata, melambaikan “bye-bye”
Prognosis
Mengalami gangguan bicara dan berbahasa pada usia 2,5-5 tahun kesulitan
membaca pada masa sekolah dasar
Gangguan bicaranya menetap hingga ≥ 5,5 tahun kesulitan fokus dan kesulitan social
Gangguan bicara dan berbahasanya menetap hingga usia 7,5-13 tahun gangguan
menulis (ejaan dan tanda baca)
Prognosis terbaik dimiliki anak-anak dengan developmental speech delay
Red Flag yang menandakan perlunya penilaian bicara-bahasa segera
Usia Reseptif Ekspresif
12 bulan - Tidak melakukan babble, tidak menunjuk atau
mengarahkan
15 bulan Tidak melihat atau menunjuk pada 5-10 objek atau Tidak menggunakan setidaknya 3 kata
orang saat disebut orang tua
18 bulan Tidak mengikuti satu perintah Tidak mengucapkan “mama”, “papa”, atau nama-nama
lainnya
2 tahun Tidak menunjuk pada gambar atau anggota tubuh Tidak menggunakan setidaknya 25 kata
saat disebut
2,5 tahun Tidak berespon secara verbal atau Tidak menggunakan frasa dua kata, termasuk kombinasi
mengangguk/menggeleng terhadap pertanyaan kata benda – kata kerja
3 tahun Tidak memahami presposisi atau kata-kata aksi Tidak menggunakan setidaknya 200 kata.
Tidak meminta benda dengan kata-kata.
Mengulang frasa sebagai respon terhadap pertanyaan
(ekolalia).
Usia - Mengalami regresi atau kehilangan kemampuan
berapapun bicara/bahasa sebelumnya.
TERIMA
KASIH