didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan sosial. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, tanya jawab antara guru dan peserta didik, Latar belakang
penemuan dan inkuiri. Konsep yang dipakai
sebagai upaya pemecahan permasalahan itulah yang dimaksud dengan model pembelajaran.
. MODEL PEMBELAJARAN SOSIAL
model pembelajaran bermain peran,
model pembelajaran simulasi sosial dan model pembelajaran telaah kajian yurisprudensi. Model Pembelajaran Sosial Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain Bermain peran adalah sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok. Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain Terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya. Keempat asumsi tersebut sebagai berikut: Pertama, secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini”. mengenai situasi kehidupan nyata. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Ketiga, model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya. Prosedur atau Hakikat Model Pembelajaran Bermain Peran Pertama, pemanasan. Guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Selanjutnya menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai contoh. Hal ini bisa dari imajinasi siswa atau sengaja sudah dipersiapkan oleh guru. Contoh, guru menyediakan suatu cerita untuk dibacakan di depan kelas. Pembacaan cerita berhenti jika cerita sudah menjadi jelas. Kemudian dilanjutkan dengan pengajuan pertanyaan oleh guru yang membuat siswa berfikir tentang hal tersebut dan memprediksi akhir dari cerita. Langkah kedua, memilih pemain (partisipan). Siswa dan guru membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya.Dalam pemilihan pemain ini bisa dilakukan oleh guru atau siswa sendiri yang menetapkan siapa yang akan memainkan peran siapa dalam ide cerita yang akan dimainkan. Menyerahkan kepada siswa untuk menentukan peran masing-masing adalah lebih baik, namun jika siswa fasif dan tidak mau memerankan sebagai siapa saja barulah guru yang menetapkannya.Contoh seorang guru menunjuk siswa untuk berperan sebagai seorang ayah yang galah dan berkumis tebal, guru menunjuk seorang anak untuk memerankan seperti ilustrasi di atas. Langkah ketiga menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa dimana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penata panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas sekenario (tanpa dialok lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran. Misalnya siapa dulu yang muncul, kemudian diikuti oleh siapa, dan seterusnya. Sementara penataan panggung yang lebih kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya bukan kemewahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri. Langkah keempat, menyiapkan pengamat. Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat namun demikian, penting untuk dicatat bahwa pengamatan disini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran. Untuk itu, walaupun mereka ditugaskan sebagai pengamat, guru sebaiknya memberikan tugas peran terhadap mereka agar dapat terlibat aktif dalam permainan peran tersebut. Langkah kelima, memberlakukan ( Permainan peran dimulai). Permainan peran dilaksanakan secara sepontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan. Bahkan, mingkin ada yang memaikan peran yang bukan perannya. Jika permainan peran sudah terlalu jauh keluar jalur, guru dapat menghentikannya untuk segera masuk kelangkah berikutnya. Langkah keenam, diskusi dan evaluasi. Guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran- peran yang dilakukan. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran. Atau bahkan alur ceritanya akan sedikit berubah. Apapun hasil diskusi dan evaluasi tidak jadi masalah. Setelah diskusi dan evaluasi selesai, langkah ketujuh, yaitu permainan peran ulang. Seharusnya, pada permainan peran kedua yang akan berjalan lebih baik. Siswa dapat memainkan perannya lebih sesuai dengan sekenario. langkah kedelapan, pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas. Mengapa demikian karena pada saat permainan peran dilakukan, banyak peran yang melampaui batas kenyataan. Misalnya seorang siswa memainkan peran sebagai pembeli. Dia membeli barang lain, seorang siswa memerankan peran orang tua yang galak. Kegalakan yang dilakukan orang tua ini dapat dijadikan bahan diskusi langkah kesembilan, siswa diajak untuk berbagi pengalaman tentang tema permainan yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan Model Pembelajaran Simulasi Sosial Model pembelajaran simulasi sosial merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip cybernetic (cabang dari psikologi). Psikologi cybernetic menganalogikan manusia sebagai suatu sistem kontrol yang menggerakkan jalannya tindakan dan membenarkan arah atau mengoreksi tindakan tersebut dengan pengertian umpan balik TAHAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIAL Orientasi: Menjelaskan pokok-pokok dari tema simulasi dan konsep yang akan dituangkan dalam simulasi yang akan ditangani Memberi contoh dalam simulasi dan permainan. Memberikan penjelasan awal. TAHAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIAL Partisipasi dalam latihan: Penerapan sekenario (peraturan-peraturan, prosedur, penilaian, tipe keputusan yang akan diambil). Menunjuk peranan. Meningkatkan sesi yang praktis. TAHAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI SOSIAL Pelaksanaan Simulasi: 1. Melaksanakan kegiatan simulasi dan pengadministrasian pemain. 2. Mendapatkan umpan balik dan evaluasi dari penampilan efek-efek keputusan, serta menjelaskan penyimpangan-penyimpangan konsep. 3. Melanjutkan simulasi. PEMANTAPAN: 1. kejadian dan persepsi. 2. Menyimpulkan kesukaran dan pengamatan. 3. Proses analisa. 4. Membandingkan kegiatan simulasi dengan dunia nyata. 5. Menghubungkan kegiatan simulasi dengan isi pelajaran. 6. Menilai dan merencanakan kembali simulasi. PEMANTAPAN: 1. Menyimpulkan kejadian dan persepsi. 2. Menyimpulkan kesukaran dan pengamatan. 3. Proses analisa. 4. Membandingkan kegiatan simulasi dengan dunia nyata. 5. Menghubungkan kegiatan simulasi dengan isi pelajaran. 6. Menilai dan merencanakan kembali simulasi. Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi model pembelajaran telaah jurisprudensial melatih siswa untuk pekah terhadap permasalahan sosial, mengambil posisi (sikap) terhadap permasalahan tersebut, serta mempertahankan sikap tersebut dengan argumentasi yang relefan dan valid. Model Pembelajaran Telaah Yurisprudensi Model ini juga dapat mengajarkan siswa untuk dapat menerima atau menghargai sikap orang lain terhadap suatu masalah yang mungkin bertentangan dengan sikap yang ada pada dirinya. Prosedur Pembelajaran Model Jurisprudensi Pada tahap pertama, guru memperkenalkan kepada siswa materi-materi kasus dengan cara membaca cerita, menonton film yang menggambarkan konflik nilai, atau mendiskusikan kejadian-kejadian hangat dalam kehidupan sekitar, kehidupan sekolah atau sesuatu kemunitas masyarakat. Prosedur Pembelajaran Model Jurisprudensi Langkah kedua yang termasuk ke dalam tahap orientasi adalah mengkaji ulang fakta- fakta dengan menggambarkan peristiwa dalam kasus, menganalisis siapa yang melakukan apa, dan mengapa terjadi seperti demikian. Prosedur Pembelajaran Model Jurisprudensi ketiga, siswa diminta untuk mengambil posisi (sikap atau pendapat) terhadap isu tersebut dan menyatakan sikapnya. Misalnya dalam kasus bayaran uang sekolah, siswa mennyatakan sikapnya bahwa seharusnya pemerintah tidak menentukan besarnya biaya sekolah yang harus diberlakukan untuk setiap sekolah karena hal itu melanggar hak otonomi sekolah. Pada tahap keempat, sikap (posisi atau pendapat) siswa digali lebih dalam. Guru sekarang memainkan peran ala sokrates. Memperdebatkan pendapat yang diajukan siswa dengan pendapat-pendapat konprontatif. Dalam hal ini siswa diuji konsistensi dalam mempertahankan sikap atau pendapat yang telah diambilnya. Disini siswa dituntut untuk mengajukan argumentasi logis dan rasional yang dapat mendukung pernyataan (posisi) yang telah dibuatbya. Tahap kelima adalah tahap penentuan ulang akan posisi (sikap) yang telah diambil siswa. Dalam tahap ini sikap (posisi) yang telah diambil siswa mungkin konsisten (tetap bertahan) atau berubah (tidak konsisten), tergantung dari hasil atau argumentasi yang terjadi pada tahap keempat. Jika argumen siswa kuat, mungkin konsisten. Jika tidak, mungkin siswa mengubah sikapnya (posisinya). Tahap keenam adalah pengujian asumsi faktual yang mendasari sikap yang diambil siswa. Dalam tahap ini guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pernyataan sikap tersebut relevan dan syah (valid). Tahap keenam adalah pengujian asumsi faktual yang mendasari sikap yang diambil siswa. Dalam tahap ini guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung pernyataan sikap tersebut relevan dan syah (valid).