Anda di halaman 1dari 125

12100118707 R. Aliya Tresna M. Dj.

SMF RADIOLOGI
PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RS R. Syamsudin, SH
2019
DAFTAR ISI:
1. Analisis alat alat radiologi
2. Kasus-kasus emergency pada Radiologi
3. Ekspertise normal bagian thorax
4. Prosedur pemeriksaan radiologi
5. Atelectasis paru
6. Gambaran radiologi tuberculosis paru
7. kriteria pemilihan radiologi (hilmi)
8. FAST dan EFAST
1. ANALISIS ALAT ALAT
RADIOLOGI
Keuntungan : biaya murah, cepat, sederhana,
X-RAY tersedia banyak
Kerugian : terdapat efek paparan sinar, hanya
menampilkan 2 dimensi, gambaran anatomi
• Definisi : Suatu pemeriksaan sederhana tampak tumpeng tindih
menggunakan sinar X-ray dengan berbagai Pemeriksaan radiografi :
posisi. Dapat dilakukan dengan 1. Tanpa kontras : foto thoraks, kepala, tulang
belakang, tulang panggul & ekstremitas, foto
menggunakan kontras atau tanpa kontras. polos abdomen
• Foto Polos dan Foto dengan Kontras 2. Dengan kontras : esofagografi, esofago-maag-
duodenografi, barium follow through, colon
• Memanfaatkan pancaran sinar-X untuk inloop, pielografi, histerosalphingografi
menggambarkan struktur dada,
abdomen, tulang, dsb
• Media kontras yang sering digunakan
adalah barium sulfat
• Prinsip dasar foto polos Sinar X
ditembakkan ke tubuh -> ditangkap oleh
film
• Densitas Foto X-Ray
USG
• Definisi : USG (Ultrasonografi) merupakan salah
satu alat pemeriksaan diagnostik yang
menggunakan gelombang suara ultrasonik untuk
menghasilkan gambaran mengenai bentuk, gerak,
ukuran suatu organ tubuh.
• Menggunakan gelombang suara berfrekuensi
tinggi untuk memperlihatkan berbagai struktur
seperti abdomen, pelvis, leher, dan jaringan lunak
perifer
• Prinsip dasar USG Gelombang suara dipancarkan
ke tubuh -> memantul dan kembali -> ditangkap
oleh monitor
• Pemakaian klinis: Digunakan untuk menemukan
dan menentukan letak massa dalam rongga perut /
panggul, membedakan kista dengan massa padat,
mempelajari pergerakan organ maupun
pergerakan dan pertumbuhan janin.
Kegunaan :

CT-SCAN a) Untuk memidai struktur otak : otak, leher, abdomen,


pelvis dan tungkai
b) Untuk staging tumor primer (pd kolon & paru), untuk
• Definisi : CT-Scan merupakan pemeriksaan mengetahui adanya penyebaran, menentukan
sinar-x yang lebih canggih dengan bantuan kelayakan operasi, atau dasar kemoterapi
c) Perencanaan radioterapi
komputer, sehingga memperoleh gambaran d) Mendapatkan detail anatomis yg tepat
yang lebih detail. Dapat dilakukan dengan Pemakaian klinis:
kontras dan tanpa kontras. Dapat digunakan untuk melihat berbagai organ tubuh
seperti tulang – tulang kepala, otak, jantung dan paru,
perut, pada berbagai kasus seperti kecelakaan (trauma),
• Mendapatkan potongan melintang densitas
tumor, infeksi, dan lain – lain.
dan citra terkomputerisasi dari pancaran sinar-
X
• Prinsip dasar CT-Scan
Sinar X ditembakkan melingkat ke seluruh tubuh -
> ditangkap oleh detektor -> diolah oleh
komputer

• Densitas pada CT-Scan


MRI
• Definisi : MRI (Magnetic Resonance Imaging)
merupakan suatu alat diagnostik mutakhir untuk
memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan
menggunakan medan magnet yang besar dan
gelombang frekuensi radio, tanpa sinar X
ataupun zat radioaktif.
• Pemakaian klinis: Digunakan untuk menilai
anatomi jaringan lunak, seperti otak, sumsum
tulang belakang, susunan saraf. Selain itu, dapat
juga untuk menilai jaringan lainnya seperti otot,
ligamen, tendon, tulang rawan, ruang sendi.
Indikasi : screening pd wanita usia > 50 th,

MAMOGRAFI screening pd wanita usia > 35 th yg punya resiko,


screening pd wanita yg punya keluarga dgn RW
kanker payudara, pemeriksaan pd wanita dgn FR
• Definisi : Mamografi adalah tindakan histopatologi yg ditemukan pd tindakan bedah
memeriksa payudara dengan bantuan sebelumnya, pemeriksaan pd wanita dgn keluhan
simptomatik dgn usia 35 th yg memiliki benjolan
sinar-X dalam dosis rendah. pd payudara
• Tujuan: adalah untuk mengetahui ada
tidaknya proses keganasan di payudara
atau menemukan ada tidaknya proses lain
selain keganasan sebelum timbulnya
gejala. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendeteksi dini tumor payudara pada
wanita, tanpa disertai keluhan atau yang
disertai keluhan
DENTAL
PANORAMIC X-RAY X-RAY
Definisi : pemeriksaan
panorama x-ray gigi Definisi :Dental X Ray atau
dengan 2 dimensi, pesawat roentgen gigi yang
memberikan pencitraan berguna membuat
seluruh mulut dalam satu radiografi gigi dan jaringan
gambar, termasuk gigi, mulut.
rahang atas, dan bawah
serta struktur di sekitarnya
FLOUROSCOPY

• Definisi :Untuk mengamati


citra sinar x-ray dari tubuh
pasien melalui monitor secara
langsung dan dinamik dengan
paparan sinar x-ray secara
kontinyu kepada pasien.
2. KASUS-KASUS
EMERGENCY DARI
KEPALA SAMPAI KAKI
1.Mata
1.Trauma Enviromental
•Glaukoma akut sudut tertutup
•Luka tembak
•Orbital perforation/penetration • Frostbite
•Traumatic brain injury
•Retinal detachment • Electrick shock
•Fraktur
•Spinal injury • Accidental hipotermia
GI •Chest trauma • Radiation injuries
•Head injury
•Appendisitis
•Biliary colic 1.Kehamilan
•Small bowel obstruction 1.Paru-paru dan saluran nafas
•Crohn disease • Kehamilan ektopik
•Asfiksia • Eklamsia
•Serangan Asma • HEELP sindrom
Genitourinari •Pneumothorax • Abrupsi plasenta
•Respiratory failure
•Akut prostatitis • Shoulder Distosia
•Parafimosis • Ruptur uterine
•Testicular torsion inflamatory
•Priapism
•Anafilaksis 1.Psikiatri
•Renal failure
•SLE
•DIC • Percobaan bunuh diri
Jantung dan pembuluh darah • Psikotik
Endokrin • Agitasi psikomotor
•ACS
•Aneurisma aorta
•DKA 1.Saraf
•Cardiac arrest
•ARF
•Cardiac arytmia
•Thyroid storm • Stroke
•Hipertensi emergensi
•Gangguan keseimbangan asam dan
•Cardiac tamponade • Status epilepticus
basa
•Embolisme paru •Hepatic encephalopathy • Subdural hematoma
•Diseksi aorta •Adrenal crisis • Perdarahan subarachnoid
•Hipovolemia
3. EKSPERTISE NORMAL
BAGIAN THORAX
SYARAT FOTO THORAX IDEAL (LAYAK
DIBACA)
1. Posisi : PA, skapula terbuka, clavicula mendatar, gas di dalam gaster dekat dengan diafragma
2. Marker : nama, umur, jenis kelamin, alamat, R/L
3. Simetris : jarak clavicula kanan-kiri ke proc. spinosus vertebrae = SAMA
4. Inspirasi cukup : terlihat costae anterior ke-6, posterior ke-10
5. Kondisi cukup : ICS vertebrae thorakalis 1-4 (di belakang jantung) jelas, yang lain kabur
6. Mencangkup seluruh rongga thoraks
7. Tidak ada artefak, seperti kalung atau benda asing lainnya
8. Tidak goyang, foto tidak kabur
9. Pencucian baik : warna foto hitam abu-abu
KOMPONEN FOTO THORAX YANG DICARI

1. Corakan bronkovaskuler
2. Kesuraman homogen
3. Garis-garis fibrotik
4. Kalsifikasi
5. Cavitas
SISTEMATIKA PEMBACAAN FOTO THORAX
e) Mediastinum superior : trakea, bronkus
1. Foto .... Posisi ...
f) Jantung : CTR, bentuk, posisi
2. Layak dibaca / tidak ?
a) CTR = Cardio-Thorax Ratio
3. Periksa : b) CTR = (A + B / C) X 100 %

a) Soft tissue c) Normal CTR : 45 – 50 % g)


g) Aorta : bentuk, posisi (normal atas
b) Tulang-tulang : klavikula, skapula, costae,
jantung)
sternum, vertebrae
h) Hilus paru : normal bentuk V, 1/3 medial
c) Diafragma : bentuk, posisi
i) Fissura interlobaris
d) Sinus costophenicus : normal tajam
j) Paru : ruang ICS kanan-kiri simetris,
penarikan organ -, radiolusen -, infiltrat -,
corakan bronkovaskuler, fibrotik -,
kalsifikasi
FOTO THORAX NORMAL

Foto thorax normal memberikan gambaran :


1. Paru radiolusen
2. Vaskuler paru 2/3 medial
3. Hilus dekstra lebih rendah dibandingkan hilus sinistra
4. Letak diafragma dextra lebih tinggi dibandingkan sinistra
5. Sinus lancip
6. Lapisan pleura tidak tampak
7. Iga depan seperti huruf V
8. Iga belakang seperti huruf A
PENILAIAN FOTO JANTUNG
a. Situs Kedudukan organ di dada dan di bawah diafragma periksa d. Apeks
letak jantung dan lambung
a. Dekstrocardia : fundus lambung di kanan, apex jantung di
Apeks tertanam : sudut cardiophrenicus > 90oC
kanan -> LVH
b. Dekstroversi : fundus lambung di kiri, apex jantung di kiri Apeks terangkat : sudut cardiophrenicus <
c. Levoversi : fundus lambung di kanan, apex jantung di kiri 90oC -> RVH
b. Bentuk tulang punggung e. Aorta dan pembuluh darah besar
Kifosis dan scoliosis bisa mengubah bentuk dan kedudukan jantung
Elongasi aorta
c. Penilaian Cardiomegali
Cara : hitung perbandingan panjang atrium
Menilai cardiomegali dextra dengan aorta
(CTI) CTI = (𝑨+𝑩) / 𝑪
Keterangan : Normal : panjang atrium dextra = aorta
A : jarak terpanjang antara batas jantung kanan dengan Tanda : Aoorta lebih panjang dari atrium dextra
garis tengah
Dilatasi aorta
B : jarak terpanjang antara batas jantung kiri dengan garis
tengah Cara : hitung dari garis midline ke knot aorta
C : panjang diafragm Tanda : panjang > 4 cm
4. PROSEDUR
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
COLON IN LOOP

• Definisi
• Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan radiografi dari usus besar dengan menggunakan
media kontras yang dimasukkan per anal
• Indikasi
• Colitis: peradangan pada mucosa colon.
• Polip, lesi, tumor, carsinoma
• Diverticulitis
• Megacolon
• Invaginasi: masuknya lumen usus bagian proximal ke dalam usus bagian distal yang diameternya
lebih besar
• Tujuan : Untuk menggambarkan usus besar yang berisi media kontras sehingga dapat
memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang terjadi baik pada mucosanya
maupun yang tedapat pada lumen usus.
• Metode Pemeriksaan
• Metode kontras tunggal
• Metode kontas ganda
• Metode satu tahap: pemasukan media kontras negatif (-) dilakukan setelah pemasukan
media kontras positif (+) tanpa evakuasi terlebih dahulu.
• Metode dua tahap: pemasukan media kontras negatif (-) dilakukan setelah pemasukan
media kontras positif (+) setelah evakuasi terlebih dahulu
PROSEDUR PEMERIKSAAN
1. Metode Kontras Tunggal

• a) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan, dibuat foto pendahuluan.

• b) Kemudian miring ke arah kiri, sehingga bagian tubuh kanan terangkat dengan kemiringan
35°- 40°, lutut kanan fleksi dan diletakkan di depan lutut kiri yang diatur sedikit fleksi.

• c) Irigator dipasang dengan tinggi kira-kira 24 inci di atas ketinggian anus, volume BaSO₄
kira- kira 2000 mL.

• d) Rectal tube dioleskan vaselin, dimasukkan melalui anal ke dalam rectum.

• e) Klem irigator dibuka, barium akan mengalir masuk ke dalam rectum


• f) Dengan dikontrol fluoroscopy, dibuat spot view untuk daerah yang dicurigai ada kelainan.

• g) Bila pengisian BaSO₄ telah mencapai illeocaecal, klem ditutup kembali, dibuat foto full filling
dari colon.

• h) Pasien disuruh evakuasi di kamar kecil atau bila menggunakan irigator set disposable, bags
direndahkan sehingga barium akan keluar dan ditampung dengan receiver.

• i) Setelah evakuasi, dibuat foto post evakuasi.

• j) Posisi-posisi yang dibuat:

• - Posisi AP/PA

• Pasien diposisikan supine/prone di atas meja pemeriksaan.

• CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP berada pada MSL setinggi Crista Illiaca
KRITERIA GAMBAR :

• Seluruh usus besar tergambar termasuk flexura.


• Columna vertebralis pada pertengahan film.
• - Posisi LAO
• Pasien diposisikan LAO 45° di atas meja pemeriksaan.
• CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada kira-kira 2 inci ke
arah kanan dari MSL setinggi Crista Illiaca
• Kriteria Gambar: tampak gambaran flexura lienalis dan colon descendens.
• - Posisi RAO
• Pasien diposisikan RAO 35°-45° di atas meja pemeriksaan.
• CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada kira-kira 2 inci ke arah kiri
dari MSL setinggi Crista Illiaca.
• Kriteria Gambar: tampak gambaran flexura hepatica, colon ascendens, caecum, colon
sygmoid.
• - Posisi PA Axial
• Pasien diposisikan prone di atas meja pemeriksaan.
• CR 30°-45° caudally dengan CP pada MSL setinggi SIAS.
• Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.
• Kriteria Gambar: tampak daerah rectosygmoid dengan superposisi yang lebih kecil
dibandingkan gambaran posisi PA.
• - Posisi AP Axial
• Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan
• CR 30°-40° cranially dengan CP pada tepi bawah symphisis pubis.
• Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.
• Kriteria Gambar: tampak gambaran daerah rectosygmoid dengan superposisi leebih kecil
dibandingkan dengan posisi AP.
• - Posisi Lateral
• Pasien diposisikan laretal recumbent pada sisi kiri atau kanan di atas meja pemeriksaan.
• CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP pada Mid Axillary Plane 5-7 cm di atas symphisis
pubis.
• Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.
• Kriteria Gambar: tampak rectum pada pertengahan kaset dan kedua femur superposisi
METODE KONTRAS GANDA
• a) Metode Satu Tahap
• - Dibuat foto pendahuluan Abdomen posisi AP.
• - Prosedur pemasukan media kontras positif (+) sama dengan metode kontras tunggal.
• - Klem selang irigator dibuka, media kontras positif (+) akan mengalir, kira-kira 300-
350 mL masuk ke dalam rectum dikontrol dengan fluoroscopy.
• - Bila media kontras positif (+) telah mencapai colon transversum, klem ditutup , meja
• pemeriksaan diposisikan horizontal, lalu pompakan udara dengan menggunakan
Regular
• Sphygmomanometer Bulb dengan memposisikan pasien lateral kiri, LAO, prone, RAO,
lateral kanan, RPO, dan supine, masing-masing 7 pompaan.
• - Foto-foto dibuat dengan posisi AP/PA, LAO, RAO, AP/PA axial, lateral
• b) Metode Dua Tahap
• - Prosedur awal pemasukan media kontras positif (+) dan pengambilan foto sama
dengan metode satu tahap.
• - Bila media kontras telah mencapai illeocaecal, klem selang irigator ditutup,
kemudian dibuat foto “full filling” dengan posisi pasien supine.
• - Kemudian pasien evakuasi ke kamar kecil atau enema bag direndahkan posisinya
sampai lebih rendah dari meja pemeriksaan, media kontras dari dalam colon akan
mengalir kembali ke dalam enema bag.
• - Setelah colon kosong, pompakan udara melalui anus, sampai terjadi distensi usus.
• - Dibuat foto evakuasi dengan posisi pasien supine
APPENDICOGRAFI
• Definisi :
• Pemeriksaan Appendicografi adalah pemerikasaan radiografi dari appendiks
vermiformis dengan pemasukan media kontras positif (+) melalui mulut.
• Tujuan Pemeriksaan:
• Untuk memperlihatkan atau menilai kelainan-kelainan yang terjadi pada appendiks
vermiformis melalui pengisian media kontras ke dalam lumen appendiks
• Indikasi Pemeriksaan : Appendisitis
PROSEDUR PEMERIKSAAN
• PA/AP PROJECTION

• Posisi Pasien : Pasien pada posisi pone atau supine, dengan bantal di kepala.

• Posisi Objek :

• MSP berada di tengah-tengah meja pemeriksaan

• Pastikan tidak ada rotasi

• Central Ray :

• CR tegak lurus terhadap kaset

• CR setingi iliac crest

• SID minimal 100 cm

• Struktur yang tampak :

• Colon bagian transversum harus diutamaka terisi barium.pada posisi PA dan terisi udara pada posisi AP dengan teknik double
contrast.

• Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexure olic kiri.


RPO (RIGHT POSTERIOR OBLIQUE)
• Posisi Pasien : 35 to 45o menuju right dan left porterior oblique (RPO atau LPO), dengan bantal pada bantal

• Posisi Objek :

• Letakan bantal di atas kepala.

• Flexikan siku dan letakan di depan tubuh pasien

• Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdominal margins kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah
meja pemeriksaan

• CENRAL RAY :

• CRtegak lurus terhadap IR

• Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi iliac crest dan sekitar 2,5 cm lateral menuju garis midsaggital plane (MSP).

• SID minimal 100 cm

• STRUKTUR YANG TAMPAK

• LPO – colic flexura hepatic kanan dan ascending & recto sigmoid portions harus tampak terbuka tanpa
superimposition yang significant. RPO- colicflexure kiri dan descending portions harus terlihat terbuka tanpa
superimposition yang significant.
FISTULOGRAPHY

• Definisi
• Fistulografi adalah pemeriksaan radiologi pada fistula dengan menggunakan media
kontras positif.
PROSEDUR PEMERIKSAAN

• Membuat foto pendahuluan sebelum MK dimasukkan ke dalam saluran fistula


dengan proyeksi AP. Memasukan MK dengan kateter atau abocath melalui muara dari
fistula biasanya diikuti dengan menggunakan fluoroskopi.
• Lakukan pemotretan pada saat MK penuh saluran fistula. Hal ini dapat dilihat pada
layar fluoroscopi dan ditandai dengan keluarnya MK melalui muara fistula (Ballinger,
1995). Jumlah MK yang dimasukkan tergantung seberapa luas fistula tersebut
• Proyeksi AP
• Proyeksi AP dilakukan sebelum dan sesusah pemasukan MK kedalam saluran fistula.
Pasien supine diatas meja pemeriksaan. Kedua tangan diatas dada dan kedua kaki
lurus. Pelvis diataur simetris terhadap meja pemeriksaan. Kedua kaki diendorotasi 15°
-20° kecuali ada fraktur atau dislokasi hip joint.
• CR vertikal tegak lurus kaset. CP pada pertengahan kedua SIAS. FFD 100 cm dan
ekspose pada saat pasien diam
• Kriteria : tampak pelvis tidak rotasi, daerah proksimal femur, trokhanter mayor dan
minor, sakrum dan kogsigis segaris dengan simpisis pubis, foramen obturatorium
simetris, kedua spina iliaka sejajar
• Proyeksi Lateral
• Pasien tidur miring disalah satu sisi yang akan difoto, kedua lengan ditekuk keatas
untuk bantalan kepala. MSP sejajar meja pemeriksaan dan bidang axial
dipertengahan meja pemeriksaan.
• CR vertikal tegak lurus kaset. CP pada daerah perianal kira-kita MAL setinggi 2-3
inchi diatas simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam
• Kriteria : tampak pelvis dan daerah proksimal femur, sakrum dan kogsigis, bagian
belakang ischium dan illium saling superposisi, lingkar fossa yang besar berjarak
sama dari lingkar fossa yang kecil
• Proyeksi Oblik
• Pasien prone kemudian dirotasikan kesalah satu sisi yang diperiksa untuk
menunjukkan letak fistula ± 45°. Lengan yang dekat dengan film diatur dibawah
kepala untuk bantalan sedangkan yang lain menyilang didepan tubuh. Kaki yang
dekat dengan film menempel meja pemeriksaan, kaki yang lain ditekuk untuk
menopang tubuh. Pelvis diatur 45° terhadap meja pemeriksaan.
• CR vertikal tegak lurus kaset. CP pada daerah perianal kira-kita MAL setinggi 2-3
inchi diatas simpisis pubis. FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasien diam
• Kriteria : tampak hip joint dan femur superposisi, kedua iliaka tidak berjarak sama,
tampak foramen obturatorium tidak simetris, sakrum dan kogsigis tidak segaris
dengan simpisis pubis
• Proyeksi Chassard-Lapine Method
• Pasien duduk diatas meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus kebawah menggenggam
lutut. Pasien membungkukkan punggung semaksimal mungkin sampai simpisis pubis
menyentuh meja pemeriksaan. Sudut yang dibentuk antara pelvis dengan sumbu
vertikal ± 45°.
• CR vertikal tegak lurus kaset. CP melalui lumbosakral menembus trokhanter mayor.
FFD 90 cm dan ekspos pada saat pasiem diam.
• Kriteria : tampak kaput femur, asetabulum, keseluruhan pelvis sampai bagian
proksimal dari femur, pelvis tidak mengalami rotasi, kedua trokhanter mayor berjarak
sama dari pertengahan kaset atau sakrum
• Proyeksi Taylor
• Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan kedua tangan diletakkan diatas dada
dan kedua kaki lurus. Pelvis diatur sehingga tepat AP. Kedua krista iliaka kanan dan
kiri berjarak sama terhadap meja pemeriksaan dan MSP berada dipertengahan meja
pemeriksaan.
• CR menyudut 30° chepalad. CP pada 2 inchi di bawah batas atas dari simpisis pubis.
FFD 90 cm dan ekspos pada saat diam.
• Kriteria : tampak tulang pubis dan iskhium mengalami magnifikasi, tampak tulang
pubis superposisi dengan sakrum dan kogsigis, tampak foramen obturatorium
simetris, tampak tulang pubis dan ischium dekat dengan film dan tampak hip joint.
ESOPHAGOGRAPHY

• Definisi
• Pemeriksaan Oesofagografi adalah pemeriksaan radiografi dari oesofagus dengan
menggunakan media kontras per oral.
• Media Kontras yang Digunakan
• 1) Media kontras positif (+): BaSO₄ dengan viscositas 1:1 atau 1:2.
• 2) Media kontras negatif (-): kristal-kristal CO₂, misalnya es gas
INDIKASI PEMERIKSAAN

• 1) Disfagia: kesulitan menelan.


• 2) Akhlasia Oesofagus: kelainan neomuskular yang menyebabkan kegagalan gerak
oesofagus.
• 3) Varises Oesofagus: pelebaran pembuluh darah vena pada oesofagus.
• 4) Massa (tumor)
• 5) Striktura Oesofagus: penyempitan pada oesofagus.
• 6) Divertikula: terbentuknya kantong-kantong kecil pada dinding oesofagus yang
mengarah ke bagian luar
KRITERIA GAMBARAN

• 1) Gambaran umum: tampak gambaran oesofagus terisi BaSO₄ meliputi bagian


proximal sampai ke distal.
• 2) Posisi AP/PA: oesofagus terisi BaSO₄ superposisi dengan Columna Vertebrae
Thoracal.
• 3) Posisi Oblique: oesofagus tergambar di antara Columna Vertebrae Thoracal
dengan jantung.
• 4) Posisi Lateral: bagian proximal oesofagus tidak superposisi dengan gambaran
lengan
OESOFAGUS MAAG-DUODENUM (OMD)

• Definisi
• Pemeriksaan OMD adalah teknik pemeriksaan secara radiologi saluran pencernaan
atas dari organ oesofagus maag duodenum menggunakan media kontras barium
swallow dan barium meal,kemudian diamati dengan fluoroscopy.
INDIKASI PEMERIKSAAN
• 1) Ulcus Pepticum: peradangan dari dinding mucosa, biasanya terjadi pada curvatura
major.
• 2) Diverticula: penonjolan keluar dari maag yang membentuk kantung (banyak terjadi
pada fundus).
• 3) Hematemesis: pendarahan.
• 4) Ulcers: erosi dari mucosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet, rokok, bakteri)
• 5) Gastritis: peradangan yang terjadi pada gaster (baik akut maupun kronik).
• 6) Tumor: biasanya terjadi pada gaster atau duodenum.
• 7) Carsinoma: tumor, benjolan yang merupakan pertumbuhan jaringan.
• 8) Hernia hiatal: sebagian lambung tertarik ke atas diafragma karena oesofagus yang
pendek.
• 9) Stenosis pylorus: penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus
PROYEKSI PA
• a) Pasien prone di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala rileks.
• b) MSL kira-kira 7 cm di sebelah kanan garis tengah meja pemeriksaan.
• c) CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP setinggi Pylorus, kira-kira setinggi
pertengahan
• Processus Xypoideus dengan Umbilicus.
• d) Bila pasien erect, CP kira-kira 3 inci di bawah titik tersebut.
• Kriteria Gambar:
• - Diafragma harus tergambar untuk memperlihatkan BaSO₄ di dalam oesofagus bagian
distal.
• - Seluruh gambaran gaster dan duodenum harus tercakup.
• - Tidak terjadi rotasi tubuh
PROYEKSI RAO
• a) Pasien diposisikan RAO, dengan sisi kiri oblique 40°-70°.
• b) Sisi kiri tubuh diganjal oleh spons.
• c) Lengan kiri diangkat dan diletakkan di bagian kepala, lengan kanan lurus di samping
tubuh, lutut kiri sedikit fleksi.
• d) MSL berada kira-kira 7 cm di sebelah kanan garis tengah meja pemeriksaan.
• e) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada Pylorus.
• Kriteria Gambar:
• - Oesofagus distal dan fundus harus tergambar.
• - Antrum Pyloricum, Bulbus Duodeni terisi oleh BaSO₄.
• - Duodenal Loop (lengkungan Duodenal) harus saat posisi terbuka
PROYEKSI LATERAL
• a) Pasien diposisikan lateral recumbent pada sisi kanan tubuh.
• b) Pertengahan antara Mid Axillary Line dan tepi anterior Abdomen diletakkan pada
garis tengah meja pemeriksaan.
• c) Kedua lutut fleksi dan superposisi.
• d) Lengan fleksi pada siku dan diletakkan di atas kepala.
• e) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada Pylorus.
• Kriteria Gambar:
• - Seluruh lambung tergambar.
• - Antrum Pyloricum dan Bulbus Duodeni terisi BaSO₄.
PROYEKSI LPO
• a) Pasien diposisikan semisupine dengan sisi kanan diangkat kira-kira 20° dan diganjal
spons.
• b) MSL ditempatkan pada garis tengah meja pemeriksaan.
• c) Lengan kiri lurus, lengan kanan di depan dada.
• d) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP pada crista illiaca.
• Kriteria Gambar:
• - Gambar harus mencakup seluruh gaster, oesofagus bagian distal, Duodenal Loop.
• - Fundus terisi BaSO₄, sedangkan bagian Antrum Pyloricum dan Bulbus Duodeni terisi
media kontras negatif (-)
PROYEKSI AP

• a) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.


• b) Pertengahan antara MSL dengan sisi kiri tubuh berada pada garis tengah meja
pemeriksaan.
• c) CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP pada Pylorus.
• Kriteria Gambar:
• - Seluruh gaster dan Duodenal Loop terlihat.
• - Tampak gambaran kontras ganda pada Pylorus dan Bulbus Duodeni.
HISTEROSALPINGOGRAFI

• Definisi
• Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada daerah uterus,
tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media kontras positif. Pemeriksaan ini
biasanya sering dilakukan pada ibu-ibu dengan indikasi Infertil baik primer maupun
sekunder. Akan tetapi juga bisa dilakukan untuk indikasi-indikasi lain yang tentunya
merupakan kelainan pada organ reproduksi wanita.
• Indikasi :
• Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
• Sterilitas primer maupun sekunder untuk melihat normal tuba (paten tidaknya tuba),
• Fibronyoma pada uteri,
• Hypoplasia endometri,
• Perlekatan-perlekatan dalam uterus,adenomiosis.
PROSEDUR PEMERIKSAAN
• 1. Pelaksanaan Pemeriksaan HSG
• Sebaiknya pemeriksaan HSG dilaksanakan pada masa Subur / Fertile efektifnya yaitu
10 hari setelah HPHT (Hari Pertama Haid Terahir). Akan tetapi pada prakteknya tidak
pasti sperti itu. Untuk pasien dengan siklus haid Normal ( Haid 7 hari) maka
pemeriksaan dilakukan 10-14 hari setlah HPHT. Dan untuk pasien dengan siklus haid
tidak Normal maka pemeriksaan dilakukan 3-4 hari setelah haid selesai
2. PERSIAPAN PASIEN
• Persiapan penderita untuk pemeriksaan HSG adalah sebagai berikut :
• Penderita sejak hari pertama menstruasi yang terakhir sampai hari kesepuluh tidak
diperkenankan melakukan persetubuhan (koitus) terlebih dahulu.
• Pada pemeriksaan sebaiknya rektum dalam keadaan kosong, hal ini dapat dilakukan
dengan memberi penderita tablet dulcolak suposutoria beberapa jam sebelum
pemeriksaan atau sebelum lavemen.
• Untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit, atas perintah dokter penderita dapat diberi
obat penenang, dan anti spasmodik.
• Sebelum pemeriksaan yang dilakukan penderita untuk buang air kecil terlebih dahulu
untuk menghindari agar penderita tidak buang air selama jalannya pemeriksaan
sehingga pemeriksaan tidak terganggu dan berjalan lancar.
• Berikan penjelasan pada pasien maksud dan tujuan pemeriksaan yang akan dilakukan,
serta jalannya pemeriksaan agar pasien merasa aman dan tenang sehingga dapat diajak
kerjasama demi kelancaran pemeriksaan.
3.PEMASUKAN MEDIA KONTRAS
• Pemasukan media kontras bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan HSG Set dan dengan Katerer. Media
kontras yang dipakai adalah media kontras positif jenis Iodium water soluble yang sering digunakan adalah
Urografin 60%, Urografin 76 %.

• 1. Pemasukan media kontras menggunakan HSG Set

• Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina diberikan menggunakan desinfektan, diberi juga obat
antiseptik daerah cervix.

• Spekulum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan HSG Set masuk kemudian bagian dalam
vagina dibersihkan dengan betadin, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta
arah uteri.

• Siapkan HSG set yang telah dimasuki media kontras, sebelum dimasukkan terlebih dahulu semprotkan
media kontras sampai keluar dari ujung HSG set..

• Dengan bantuan long forcep, HSG set dimasukan perlahan ke ostium uteri externa.

• Pasien diposisikan ditengah meja pemeriksan dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 6 ml
atau lebih

• Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil
radiografinya
• 2. Pemasukan media kontras menggunakan Kateter
• Setelah pasien diposisikan lithotomi, daerah vagina diberikan menggunakan desinfektan, diberi juga obat
antiseptik daerah cervix.
• Spekulum digunakan untuk membuka vagina dan memudahkan kateter masuk kemudian bagian dalam vagina
dibersihkan dengan betadin, kemudian sonde uteri dimasukan untuk mengukur kedalaman serta arah uteri.
• Spuit yang telah terisi media kontras dipasang pada salah satu ujung kateter, sebelumnya kateter diisi terlebih
dahulu dengan media kontras sampai lumen kateter penuh.
• Dengan bantuan long forcep, kateter dimasukan perlahan ke ostium uteri externa
• Balon kateter diisi dengan air steril kira-kira 3 ml sampai balon mengembang diantara ostium interna &
externa, balon ini harus terkait erat pd canalis servicalis, kemudian spekulum dilepas.
• Pasien diposisikan ditengah meja pemeriksan dan mulai disuntikan media kontras jumlahnya sekitar 6 ml atau
lebih
• Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopii, atur proyeksi yang akan dilakukan serta ambil
radiografinya
• Balon dikempeskan dan kateter dapat ditarik secara perlahan
• Setelah semua proyeksi dilakukan kemudian daerah vagina dibersihkan.
PROYEKSI AP
• Proyeksi AP ini digunakan untuk plan foto, proyeksi setelah dimasukannya media
kontras,dan post miksi. Prosedurnya sebagai berikut:
• Posisi Pasien : pasien tidur supine di atas meja pemeriksaan untuk plan foto dan post miksi,
lakukan posisi Lithotomi saat pemasukan HSG Set atau kateter dan untuk proyeksi AP
setelah pemasukan media kontras.
• Posisi Objek : Daerah pelvis true AP dan atur MSP tbuh pada pertengahan kaset atau meja
pemeriksaan. Atur kaset pada posisi membujur.
• Central Ray :Vertical tegak lurus film
• Central Point: 5 cm proximal symphisis phubis
PROYEKSI OBIQUE
• Proyeksi Oblique ini digunakan untuk proyeksi setelah dimasukannya media kontras pada vagina.
Prosedurnya sebagai berikut:
• Posisi Pasien: Pasien tidur semi supine ke salah satu sisi tubuh (LPO atau RPO)
• Posisi Objek : Atur daerah pelvis posisi oblik kira-kira 45 derajat. Atur kaset pada posisi membujur.
• Central Ray :Vertical tegak lurus film
• Central Point: 5 cm proximal symphisis pubis
• – RPO : 2 cm kearah kiri dari MSP
• – LPO : 2 cm kearah kanan dari MSP
• Kriteria radiograf:
• Hal berikut ini perlu dibuktikan dengan jelas:
• Daerah panggul 2 inci (5 cm) di atas simfisis pubis terpusat pada film radiografi
• Semua media kontras terlihat, termasuk setiap daerah “tumpahan”
• Sebuah skala pendek dari kontras pada radiografi
5. ATELEKTASIA PARU
ATELEKTASIS

• Atelektasis adalah hilangnya volume di sebagian atau seluruh paru-paru, biasanya


menyebabkan peningkatan densitas paru-paru yang terlibat.
• Paru normalnya muncu “hitam/lusen) pada chest radiograph karena berisi udara.
Ketika densitas cairan atau jaringan lunak tersubsitusi udara atau ketika udara diparu
teresorbsi (seperti pada atelektasis), bagian paru tersebut akan menjadi lebih putih
(lebih opaque)
TANDA-TANDA ATELEKTASIS

• Displacement (shift) dari interlobar fissures (major & minor) ke arah area atelektasis
• Peningkatan densitas pada paru yang terkena
• Displacement (shift) dari struktur moile di thorax.
• Trakea : normalnya berada di midline, biasanya ada deviasi
• Jantung: normalnya min 1 cm border jantung kanan terproyeksi ke spine kanan. Bila atelektasis
biasanya jantung akan shift ke 1 sisi
• Hemidiafragma: normalnya sisi kanan lebih tinggi dari sisi kiri, bila ada atelektasis bisa
“displaced upward”

• Overinflasi pada lobus ipsilateral yang tidak terkena atau paru kontralateral : terjadi
overinflasi karena usaha untuk kompensasi dari volume loss
SHIFT TRACHEA
DISPLACED HEART HEMIDIAFRAGMA
BORDER “UPWARD”
TIPE ATELEKTASIS
1. Subsegmental Atelectasis (discoid
atelectasis / platelike atelectasis)
• Subsegmental A. Menghasilkan densitas
yang berbentuk linear dalam ketebalan
yang berbeda-beda biasanya paralel
dengan diafragma. Tersering di basis paru.
• Sering terjadi pada pasien “splinting”, yang
tidak menarik nafas panjang, seperti pasien
post operasi / nyeri dada pleuritik
• Subsegmental A. Bukan disebabkan
obstruksi bronkial. Lebih dikarenakan
deaktivasi surfaktan  kolapsnya airspace
di distribusi nonsegmental / nonlobar.
2. Compressive Atelectasis
• Hilangnya volume karena kompresi pasif
paru yang disebabkan oleh:
• Poor inspiratory effort yang menyebabkan
ada atelektasis pasif pada basis paru
• Efusi pleura besar, pneumotorax besar, lesi
(spt massa besar di paru)

• Ketika disebabkan oleh poor inspiratory


effort, atelektasis pasif bisa mimik penyakit
airspace di basis.  cek posisi lateral ntuk
konfirmasi
• Round atelectasis: biasanya terlihat di
perifer basis paru dan berkembang dari
penyakit pleural (spt terpapar asbestor / TB)
3. Obstructive Atelectasis
• Obstruksi bronkus dari malignancy atau
mucus plugging.
• Berhubungan dengan resorpsi udara dari
alveoli melalui capillary bed, lesi
obstruksi bagian distal dari bronchial
tree. Membutuhkan 18-24 jam untuk
seluruh paru untuk kolaps
• Bagian yang terkena akan lebih opaque.
Karena pleura parietal dan viseral tetap
kontak satu sama lain  ada tarikan pada
struktur mobile dari thoraks ke area
atelektasis
6. GAMBARAN RADIOLOGI
TUBERCULOSIS PARU
GAMBARAN TUBERKULOSIS

1. PRIMARY PULMONARY TUBERCULOSIS


o Sedikit pasien yang memiliki manifestasi
klinis
o Predileksi: upper lobes
o Infiltrat di apex paru, Tampak bercak
berawan disertai kavitas pada kedua lapang
paru, Cor : bentuk dan ukuran dalam batas
normal, Kedua sinus dan diafragma baik,
Tulang-tulang yang tervisualisasi intak

o Menyertai TB aktif : caverna / kavitas,


atelektasis, fluido thorax, dan pneumothorax
72
2. POSTPRIMARY TUBERCULOSIS o Penyembuhan biasanya muncul
(“REACTIVATION TB”) dengan fibrosis dan kontraksi
o Kasus terbanyak TB pada dewasa o Kavitasi umum terjadi pada
dikarenakan akibat reaktivasi postprimary tuberculosis tetapi
infeksi fokus primer yang jarang pada primary TB. Lokasi
didapatkan saat anak-anak. kavitasi biasanya di lobus atas 
o Predileksi: segmen apikal dan bilateral, thin-walled, smooth inner
segmen posterior lobus atas dan margin, dan no air-fluid level.
segmen superior lobus bawah o Transbronchial spread (dari 1
o Pathologic hallmarks postprimary lobus atas ke lobus bawah
TB: caseous necrosis & tubercle berlawanan atau lobus lainnya di
(akumulasi makrofag mononuklear, paru) harus pikirkan infeksi oleh
Langhans giant cells yang dikelilingi Mycobacterium tuberculosis.
oleh limfosit dan fibroblast) 73
o Pola distribusi postprimary
tuberculosis=
1. Bilateral upper lobe cavitary
disease paling umum 
kavitasi biasanya berdinding
tipis, halus pada margin
dalam, dan tidak ada air-fluid
level (Fig.5-18)
2. Dapat ada berupa
pneumonia
3. Transbronchial spread dari
1 lobus atas ke lobus bawah
berlawanan/ lobus lainnya di
paru (Fig. 5-19)
4. Bronchiectasis biasanya
asimptomatik (Fig. 5-20) 74
5. Bronchostenosis: disebabkan oleh fibrosis (dapat menyebabkan distorsi
bronkus dan atelektasis beberapa tahun setelah infeksi awal) dan striktur –
“middle lobe syndrome”
6. Tuberculoma (solitary pulmonary nodule): bisa pada penyakit primary/
postprimary  lesi bulat/ oval, kecil, bayangan diskret di sekitar lesi – “satellite”
lesion
7. Pembentukan efusi pleura pada postprimary TB hampir selalu berarti
penyebaran langsung penyakit ke dalam rongga pleura dan harus dianggap
sebagai empyema – prognosis lebih buruk daripada efusi pleura dari bentuk
primer

75
3. MILIARY TUBERCULOSIS membesar sampai 2-3 mm jika
dibiarkan tidak diobati. Ketika diobati,
o Onset: perlahan (insidious)
pembersihan cepat
o Jarang terjadi, tetapi jika pernah,
o Hasil penyebaran secara hematogen
sembuh dengan adanya kalsifikasi
yang luas terhadap basil tuberkel
o Manfes umum: demam, menggigil,
keringat malam
o Dapat muncul sebagai manifestasi dari
primary atau postprimary TB, tetapi
tampilan klinis dapat tidak muncul
selama beberapa tahun setelah infeksi
awal
o Miliary nodule  ukuran 1 mm, dapat
76
7. KRITERIA PEMILIHAN
RADIOLOGI
X-RAY JANTUNG

PARU-PARU
CT scan
JANTUNG CONT.
CT scan
CT SCAN CONT.
CT SCAN CONT.
CT SCAN CONT.
CT SCAN CONT.
NUCLEAR
8. FAST DAN EFAST
Focused Assessment Sonography in Trauma dan Extended
FAST
FAST

Merupakan pemeriksaan USG serial untuk mengetahui apakah ada atau tidak ada
cairan maupun udara di:
1. Daerah anatomis potensial (pericardium, pleural space, dan kantung morrisson.
2. Daerah anatomis tertentu (pelvis, posteroinferior thorax, recessus splenorenal)
INDIKASI FAST

• Trauma tumpul abdomen


• Trauma penetrasi stabil
• Penilaian tingkat cairan bebas intraperitoneal, pericardial, dan rongga pleura.
• Trauma extraabdomen (orthopaedic, spinal, chest) yang memerlukan operasi darurat
• Trauma abdomen dengan hemodinamika tidak stabil.
MANFAAT DARI PEMERIKSAAN FAST
MELIPUTI BERIKUT INI:
• Mengurangi waktu untuk diagnosis cedera perut akut pada Trauma tumpul abdomen
• Membantu akurat mendiagnosis hemoperitoneum
• Membantu menilai tingkat hemoperitoneum di trauma tumpul abdomen secara non-invasif
• Dapat diintegrasikan ke dalam survei primer atau sekunder dan dapat dilakukan dengan cepat,
tanpa melepas pasien dari arena klinis
• Dapat diulang untuk pemeriksaan serial
• Aman pada pasien hamil dan anak-anak, karena membutuhkan radiasi kurang dari CT
• Mengarah ke DPL lebih sedikit; dalam pengaturan klinis yang tepat, dapat menyebabkan scan CT
lebih sedikit (pasien yang dirawat di layanan trauma dan menerima pemeriksaan abdominal).
TEKNIK PEMERIKSAAN

Posisi pasien
• Posisi pasien sebaiknya diperiksa dalam posisi supine. posisi lain (Trendelenburg, dan dekubitus) dapat memfasilitasi penyatuan
cairan di daerah tergantung, sehingga berpotensi meningkatkan hasil deteksi, dan harus dipertimbangkan jika izin skenario klinis.
Transduser (Probe)
• Pemilihan Probe tergantung pada ukuran pasien. Untuk orang dewasa yang khas, penetrasi gelombang suara harus minimal 20 cm,
oleh karena itu digunakan 2,5-5 MHz, bentuk melengkung pada Probe ini memungkinkan medan pandang jauh lebih luas tetapi
memiliki resolusi yang terbatas. Pada pasien anak, Probe curvilinier dengan frekuensi tinggi memiliki resolusi yang lebih baik dan
masih dapat menghasilkan gelombang suara dengan penetrasi kedalaman yang memadai.
• Longitudinal
Menghadap kepala
• Transverse
menghadap ke arah kanan pasien (jam 9)
LOKASI FAST
EXTENDED FAST

Extended-FAST merupakan versi pemeriksaan lebih luas dari pemeriksaan FAST


standar (Menawarkan informasi tambahan).
Selain pencitraan Abdomen, pemeriksaan E-FAST mencakup:
Pandangan ‘hemitoraks bilateral’ untuk menilai hemotoraks dan pandangan ‘dinding
dada anterior atas bilateral’ untuk menilai pneumotoraks.
Sehingga memungkinkan untuk pemeriksaan kedua paru-paru
• RUQ
• LUQ
LOKASI EFAST
• Subxiphoid / subcostal
• Suprapubic – longitudinal
• Suprapubic – transverse
• Right 3rd to 4th intercostal space, mid
clavicular line, longitudinal
• Left 3rd to 4th intercostal space,
anterior axillary line, longitudinal
1. RUQ - MORISON
• Metode :
• Pasien dalam posisi supinasi
• Transduser diarahkan secara koronal
pada gari midaxillaris, dimulai dari costa
XI atau XII lalu gerakkan ke superior-
inferior dan anterior-posterior
• Identifikasi Morison pouch (ruang
potensial antara hepar dan ginjal kanan)
• Nilai recessus diafragma subdiafragma
kanan
RIGHT UPPER QUADRANT
• 4 review areas
1. Hepato-renal recess (Morrisons
pouch)
2. Inferior pole dari ginjal ke paracolic
gutter kanan
3. Bagian bawah diafragma
4. Kavitas pleura
2. LUQ - SPLENORENAL
• Metode :
• Pasien dalam posisi supinasi
• Transduser diletakkan di garis midaxillaris
hingga axillaris posterior, mengarah ke axilla,
dengan orientasi koronal, mulailah dari costa
XI atau XII gerakkan ke arah anterior-
posterior, superior-inferior
• Identifikasi spleen dan ginjal kiri, diantaranya
terdapat recessus splenorenal yang
merupakan celah potensial
• Evaluasi recessus diafragma dan
subdiafragma kiri
LEFT UPPER QUADRANT
• 4 riview areas
1. Pleural cavity
2. Dibawah diaphragma (perisplenic
space)
3. Diantara spleen dan ginjal kiri
4. Inferior pole ginjal kiri (paracolic
gutter kiri)
TEMUAN ABNORMAL:

• Hemoperitoneum
• Regio anechoic antara hepar dan ginjal kanan atau pada recessus subdiafragma
• Refio anechoic antara spleen dan ginjal kiri atau pada recessus subdiafragma

• Hemotoraks
• Regio anechoic diatas dari diafragma

• Cedera organ padat (hepar / ginjal)


• Hidronefrosis
• Dilatasi sinus renalis dengan bayangan anechoic diantara sinus renal yang lebih terang
3. SUBXIPHOID - CARDIAC
• Metode:
• Pasien dalam posisi supinasi,
pemeriksaan dilakukan dari sisi kanan
pasien.
• Letakkan transduser dibawah
processus xiphoideus secara
horizontal, mengarah ke bahu kiri
• Manipulasi transduser sehingga dapat
terlihat keempat ruang jantung,
indentifikasi juga pericardium dan liver
TEMUAN ABNORMAL :

• Efusi pericardium : terdapat regio anechoic diantara pericardium dan dinding


jantung
• Bekuan pericardial dan bantalan lemak / fat pad
• Asistole
• Aktivitas hiperdinamik jantung : kontraksi berlebihan, kolapsnya ruang jantung ->
takikardia
• Hipovolemia
4. SUPRAPUBIK
• Metode : (sagittal)
• Pasien dalam posisi supinasi
• Indikator transduser mengarah ke kepala
pasien
• Transduser diletakan diatas simfisis pubis,
diarahkan ke pelvis
• Identifikasi VU (triangular jika distensi),
uterus (pear shaped), dan rektum
SUPRAPUBIC - LONG
• Review areas
• Pria
• Retrovesical space

• Perempuan
• Vesicouterine space
• Retrouterine pouch (pouch of douglas)
5. METODE : (TRANSVERSAL)
• Indikator transduser diarahkan ke sisi kanan
pasien
• Transduser diletakan 1-2 cm diatas simfisis pubis,
dengan posisi menghadap ke pelvis
• Identifikasi VU (rectangular jika penuh), uterus
(oval hyperechoic) dan rektum
SUPRAPUBIC TRANS
• Review area
• Dinding kandung kemih posterior
TEMUAN ABNORMAL :

• Hemoperitoneum : regio anechoic antara VU dan uterus atau uterus dan rektum
THORAKS (R-L)
• Metode :
• Pasien dalam posisi supinasi
• Disarankan memakai transduser linear
berfrekuensi tinggi, indicator transduser
diarahkan menghadap kepala pasien
dengan posisi koronal
TEMUAN ABNORMAL :

• Hemothoraks
• Regio anechoic diantara pleural line dan struktur lain, jika terdapat bekuan atau materi
lain tampak sebagai bayangan heterogen

• Pneumothoraks
• Identifikasi tandak tidak ada pneumothoraks -> power slide, seashore sign, cornet tail,
stratosphere sign +
APPENDIX

• Powe slide
• Pergerakan pleura yang meningkat tampak sebagai pendaran warna (color flash) dengan
menggunakan power doppler, probe tidak boleh digerakkan untuk menghindari hasil
positf palsu
• Seashore sign
• Pada M-mode, tampak seperti gambaran ombak di pantai jika terdapat pneumothoraks
akan terdapat gambaran hanya garis panjnag terus
• Comet tail
• Ketika kedua permukaan pleura saling bersentuhan satu sama lain, akan terbentuk
dartefak dengan engan bentuk seperti ekor korme

Anda mungkin juga menyukai