Anda di halaman 1dari 37

SGD KGD LBM 6

GITTY R
1. Kenapa pasien mengalami muntah
hebat, bingung , gelisah dan keringat
• patofisiologi muntah ?
dingin
Faring,esophagus,lambung,bagian atas usus halus  Sinyal sensori 
Imouls saraf ditransmisikan  Oleh serabut aferen vagal maupun
saraf simpatis  Ke nucleus yang tersebar dibatang otak(pusat
m,untah)  Saraf-saraf kranialis v,vi,ix,xii  Impuls motorik 
Traktus gastrointestinal  Terjadi muntah  Timbul efek:1. bernafas
dalam, 2.naiknya tulang lidah dan laring untuk tarik sfingter
esophagus bagian atas terbuka, 3.penutupan glottis untuk cegah
aliran muntah masuk paru, 4.angkat palatum molle untuk tutupi
nares posterior  Kontraksi diafragma dan kontraksi semua otot
dinding abdomen  Memeras perut diantara diafragma dan otot
abdomen  Tekanan intragastrik meningkat  Sfingter
esophagus bagian bawah relaksasi secara lengkap  Pengeluaran isi
lambung melalui esophagus  Muntah
• 1. Muntah Ringan (Mild) : Bila muntah
1-2 kali sehari
• 2. Muntah Sedang (Moderate) : Bila muntah
3-7 kali sehari
• 3. Muntah Berat (Higt) : Bila muntah
>8 kali sehari
• . Apa dampak muntah hebat sebanyak 5 kali , 1 gelas tiap muntah?
• Jawab :
• Kehilangan cairan elektrolit (hiponatremia dan hipokalemia)
• Dehidrasi (Pada sinta sudah terlihat kelopak mata cekung dan turgor kulit
menurun )
• Kejang
• Terjadi perubahan pH tubuh
• Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada
tubuh. Hal ini terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada
pemasukan (misalnya minum). Gangguan kehilangan cairan tubuh ini
disertai dengan gangguan keseimbangan zat elektrolit tubuh.
• Dehidarasi terjadi karena:
• kekurangan zat natrium;
• kekurangan air;
• kekurangan natrium dan air.
2. kenapa pasien mengalami sesak
nafas dan nyeri ulu hati
Nyeri Ulu hati
• Overdosis morfin inhibisi ACHE Akumulasi ACH 
mengikat reseptor muskarinik  respon parasimpatis 
memacu gerakan peristaltik lambung, sekresi HCL ,  nyeri
ulu hati

Sesak Nafas
• Overdosis morfin inhibisi ACHE Akumulasi ACH 
mengikat reseptor muskarinik  respon parasimpatis 
vasokontriksi bronchial bronchospasme  sesak nafas
• Penggunaan morfin berlebihan Jumlah
Asetilkolin meningkat  Gangguan sy.syaraf
aktivitas kolinergik terus-menerus  Berikatan
dgn reseptor simpatis& parasimpatis  ada
gangguan nikotinik dan muskarinik, nikotinik
(otot pernafasan meningkat  bronkosfasme 
sesak nafas) kalau dari muskarinik (impuls
Aferen n.Vagus di gastrointestinal bawa ke pusat
muntah  Pusat muntah teraktivasi 
MUNTAH  Output > Input  DEHIDRASI 
Kompensasi tubuh  otot pernafasan
meningkat  bronkosfasme  sesak nafas )
3. Bagaimana interpretasi dari
pemeriksaan fisik yang ada di skenario
Kasus Interpretasi
Konjungtiva palpebra pucat (-) Normal
Kelopak mata cekung (+) Dehidrasi
Pupil miosis abnormal, terjadi kontriksi pupil
Tremor lidah (-) Normal

Mekanisme kelopak mata cekung :

Akumulasi ACH  mengikat reseptor muskarinik  GIT  mual dan muntah 


kehilangan cairan elektrolit  dehidrasi  kelopak mata cekung

Mekanisme pupil miosis :

Akumulasi ACH  mengikat reseptor muskarinik respon saraf para simpatis


mata  kontriksi pupil  miosis
Menurut aksinya klasifikasi racun
A. Racun Korosif
Agen pengiritasi yg sangat aktif menghasilkan peradangan dan ulserasi
jaringan (asam dan asa kuat)

B. Racun Iritan (timbul gejala sakit di perut dan muntah)


1) Anorgnaik
Logam : arsen, merkuri, timbal, tembaga
Non logam : fosfor, clorin, bromin, iodin
2) Organik
Tumbuhan : minyak jarak
Hewan : ular, laba laba, kalajengking
3) Mekanik : debu berlian, bubuk kaca
C. Saraf
Biasanya mengenai SSP timbul gejala : sakit kepala,
ngantuk, pusing, derilium, stupor, koma dan kejang
• Serebral : Opium, alkohol, agen sedatif, agen hipnotik
dan anestesi
• Spinal : Strychinine
• Periferal : Curare
D. Jantung L digitalis, rokok
E. Asphixiant : gas batubara, CO, CO2
F. Lain lain : analgetik, antipiretik, anti depressan
Klasifikasi Keracunan Self Poisoning

Attempted Suicide

Cara terjadinya Accidental Poisoning

Homicidal Poisoning

Ketergantungan Obat

Akut

Cepat lambatnya proses

Kronis

Organ yg Terkena

Bahan Kimia
CARA TERJADINYA
1) Self poisoning (meracuni diri)
• Ingin bunuh diri dengan tujuan hanya menarik perhatian
• Memiliki pengetahuan bahwa tidak berbahaya bahi tubuh

2) Attempted Suicide
• Benar-benar ingin bunuh diri
• Berakhir kematian

3) Accidental Poisoning
Murni kecelakaan dan tidak disengaja
Biasanya pada anak <5th

4) Homicidal Poisoning (akibat pembunuhan)


Tindakan kriminal : diracuni

5) Ketergantungan obat
Terjadi akibat toleransi obat sehingga perlu peningkatan dosis  peningkatan
dosis tidak terukur/terkendalitimbul overdosis yg fatal
CEPAT LAMBATNYA PROSES
1. Fase akut
• Terjadi dengan cepat dan segera setelah menelan/ kontak
dengan zat racun (insektisida, makanan, pestisida)
• Percobaan bunuh diri & dosis berlebihan
• Tanda gejala : stupor.koma jika intoksikasi berat, RR 2-
4x/mnt, pernafasan mungkin berupa Cheyne Stoke
• TD mula2 baik turunsyok
• Pin point pupil
• Urin sangat kurang karena pelepasan ADH dan turunnya
TD
• Suhu turun
• Akral dingin
• Tonus otot rangka menurun
• Mandibula dalam keadaan relaksasi & lidah dpt sumbat
jalan napas
2. Fase kronis
• Gejala muncul relative lama sehingaa sering dengan
kehilangan kesadaran
• Yg sering : bromid, salisilat, fenitoin, digitalis karena tidak
diawasi
• Timbul morfinisme, fenomena berikut :
- Habituasi
Perubahan psikis emosional menjadi ketagihan
- Ketergantungan fisik
kebutuhan morfin karena faal dan biokimia tubuh
tidak berfungsi lagi tanpa morfin
- Adanya toleransi
timbul thd efek depresi tapi tidak timbul saat efek
eksitasi, miosis dan efek pada usus
• Timbul setelah 2-3minggu
ORGAN YANG TERKENA
• Hepar : hepatotoksik
• Saraf : neurotoksik
• Ginjal : nefrotoksik
• Jantung :kardiotoksik

BAHAN KIMIA
Alkohol, logam berat, organofosfat, fenol
Indikasi morfin dan opioid lain terutama diidentifikasikan untuk
meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar dosis
yang diperlukan.

Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai :


a) Infark miokard
b) Neoplasma
c) Kolik renal atau kolik empedu
d) Oklusi akut pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner
e) Perikarditis akut, pleuritis dan pneumotorak spontan
f) Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah.
g) Rasa sakit hebat yang terkait dengan laba-laba janda hitam envenomation,
ular berbisa envenomation, atau gigitan atau sengatan lainnya.
h) Sakit yang disebabkan oleh cedera korosif pada mata, kulit, atau saluran
pencernaan.
i) Edema paru akibat gagal jantung kongestif. Kimia-diinduksi edema paru
noncardiogenic bukan merupakan indikasi untuk terapi morfin.
Kontraindikasi
A. Diketahui hipersensitif terhadap morfin.
B. Pernapasan atau depresi sistem saraf pusat dengan
kegagalan pernapasan yang akan datang, kecuali pasien
diintubasi atau peralatan dan personil terlatih berdiri
untuk intervensi jika diperlukan.
C. Dugaan cedera kepala. Morfin dapat mengaburkan atau
menyebabkan depresi sistem saraf pusat berlebihan
Cara kerja morfin
• Farmakokinetika
• Fase Absorpsi
• Kebanyakan analgesik opioid diabsorpsi dengan baik pada
pemberian subkutan dan intramuskular yang sama baiknya
dengan absorpsi dari permukaan mukosa hidung atau
mulut dan saluran cerna. Selain itu, absorpsi transdermal
fentanil menjadi cara pemberian yang penting. Akan tetapi,
walaupun absorpsi melalui saluran cerna mungkin cepat,
ketersediaan hayati dari beberapa senyawa yang dilakukan
dengan cara ini mungkin berkurang karena metabolisme
first-pass yang jelas dengan glukoronidasi dalam hati. Oleh
karena itu diperlukan dosis oral yang jauh lebih tinggi untuk
memperoleh
• efek terapi daripada dosis yang diperlukan bila
digunakan cara pemberian parenteral. Karena
jumlah enzim yang dapat memberikan respons
pada reaksi ini sangat bervariasi pada individu –
individu yang berlainan, maka dosis oral yang
efektif dari suatu senyawa mungkin sulit
ditentukan. Kodein dan oksikodon mempunyai
rasio potensi oral : parenteral yang tinggi karena
konjugasinya dicegah oleh gugusan metil pada
gugusan hidroksil aromatik.
• (Boyer, 2018; Harrison, 2016)
• Fase Distribusi
• Ambilan opioid oleh berbagai organ dan jaringan adalah merupakan fungsi faktor
fisiologik dan kimia. Meskipun semua opioid terikat pada protein – protein plasma
dengan berbagai tingkat afinitas, senyawa – senyawa ini dengan cepat
meninggalkan darah dan terlokalisasi dengan konsentrasi tertinggi di jaringan –
jaringan yang perfusinya tinggi seperti di paru, hati, ginjal, dan limpa. Walupun
konsentrasi obat di otot rangka dapat sangat rendah, jaringan ini merupakan
tempat simpanan utama untuk obat karena masanya yang lebih besar. Walaupun
demikian, akumulasi dalam jaringan lemak juga penting, terutama pada
pemakaian dosis tinggi opioid yang sangat lipofilik, yang lambat dimetabolisme
seperti pada fentanil. Kadar opioid – opioid dalam otak biasanya relatif rendah
dibanding dengan diorgan – organ tubuh lain karena adanya sawar darah otak.
Namun demikian , sawar darah otak lebih mudah dilewati oleh senyawa – senyawa
hidroksil aromatik yang disubstitusi pada atom C3, seperti pada heroin dan kodein.
Tampaknya lebih banyak kesulitan untuk memperoleh kadar dengan senyawa –
senyawa amfoter (misalnya obat – obat yang mempunyai sifat – sifat asam dan
basa) seperti morfin. sawar ini pada neonatus masih belum sempurna.
Penggunaan analgesik opioid untuk analgesia obstetri dapat menimbulkan depresi
pernapasan pada bayi baru lahir. (Harrison, 2916)
• Metabolisme
• Sebagian besar opioid – opioid dikonversi menjadi metaboit – metabolit polar,
sehingga mudah disekresi oleh ginjal. Senyawa yang mempunyai gugusan hidroksil
bebas seperti morfin dan levorfanol dengan mudah dikonjugasi dengan asam
glukoronat. Senyawa – senyawa bentuk ester (seperti meperidin dan heroin) lebih
cepat dihidrolisis oleh esterase yang umum terdapat dalam jaringan. Heroin
(diasetilmorfin) dihidrolisis menjadi monoasetilmorfin dan akhirnya jadi morfin,
yang kemudian di konjugasi dengan asam glukoronat. Metabolit yang dikonjugasi
dengan glukoronat ini bersifat polar diperkirakan tidak aktif, tetapi penemuan
terakhir menunjukkan bahwa morfin-6-glukoronid mempunyai sifat – sifat
analgesik yang yang mungkin lebih besar dari morfin sendiri. Akumulasi metabolit
aktif ini dapat dijumpai pada pasien – pasien gagal ginjal serta dapat
memperpanjang dan lebih kuat efek analgesiknya meskipun yang masuk ke SSP
tebatas. Opioid juga mengalami N-dimetilasi oleh hati, tetapi ini hanya sebagian
kecil saja. Akumulasi metabolit meperidin, normeperidin, dapat ditemukan pada
pasien – pasien fungsi ginjal yang menurun atau pasien yang menerima obat
dalam dosis yang jauh lebih tinggi. Dalam konsentrasi yang cukup tinggi, metabolit
dapat menimbulkan kejang terutama pada anak.
• Ekskresi
• Metabolit polar opioid diekskresi terutama
melalui ginjal. Sebagian kecil opioid diekskresi
dalam bentuk tidak berubah. Konjugasi
glukoronid juga diekskresi kedalam empedu,
tetapi sirkulasi enterohepatik hanya
merupakan bagian kecil dari proses ekskresi.
(Boyer, 2018)
• Gejala Intoksikasi Morfin
• Gejala kelebihan dosis
• Pupil mata sangat kecil (pinpoint), pernafasan satu- satu dan coma (tiga gejala
klasik). Bila sangat hebat, dapat terjadi dilatasi (pelebaran pupil). Sering disertai
juga nausea (mual). Kadang-kadang timbul edema paru (paru-paru basah). Dikenal
dengan nama Triad Morfin (Harrison, 2016)
• Gejala toksik akut morfin
• Stupor, coma; RR 2-4x/menit; Cyanosis ; Pin-point pupil; Urine formation menurun;
Temperatur tubuh menurun; Konvulsi (biasa terjadi pada anak-anak) (Harrison,
2016)
• Gejala–gejala lepas obat
• Agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala. Bila pemakaian sangat
banyak (dosis sangat tinggi) dapat terjadi konvulsi(kejang) dan koma, keluar
airmata (lakrimasi), keluar air dari hidung(rhinorhea), berkeringat banyak, cold
turkey, pupil dilatasi, tekanan darah meninggi, nadi bertambah cepat, hiperpirexia
(suhu tubuh sangat meninggi), gelisah dan cemas, tremor, kadang-kadang psikosis
toksik (Harrison, 2016).
Nalokson Sebagai First of Choices
Terapi Intoksikasi Morfin
Algoritma Terapi Pasien Intoksikasi
Morfin

(Boyer, 201
VI. Diagnosis
No. Kriteria Diagnostik untuk Intoksikasi Opioid
1. Pemakaian opioid yang belum lama
2. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologi yang bermakna secara
klinis (misalnya euphoria awal diikuti oleh apati, disfotia, agitasi atau
retardasi psikomotor, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi
sosial atau pekkerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian opioid
3. Kontraksi pupil dan satu (atau lebih) tanda berikut :
a. Mengantuk atau koma;
b. Bicara cadel;
c. Gangguan atensi atau daya ingat.
4. Gejala tidak khas karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik
dieterangkan oleh gangguan mental lain
VII. Prinsip Penatalaksanaan Kasus
Keracunan
1. Penatalaksanaan Kegawatan
2. Penilaian Klinis
3. Dekontaminasi
4. Pemberian Antidotum
5. Suportif, konsultasi dan rehabilitasi
VIII. Penatalaksanaan Intoksikasi Opiat
IX. Protokol, penanganan overdosis
opiat di igd
X. Pengobatan
1. nalokson. Dosis dewasa = 0,4-2,0 mg
2. Edema paru = nalokson + oksigen (dan
tambahan alat bantu respirator bila diperlukan)
3. Hipotensi  berikan cairan IV yg adekuat 
pertimbangkan pemberian dopamin dosis= 2,5
mcg/KgBB/menit
4. Jangan dicoba untuk muntah
5. Kumbah lambung
6. Activated Charcoal
7. Bila kejang  diazepam IV 5-10mg

Anda mungkin juga menyukai