Anda di halaman 1dari 21

Steven Johnson Syndrome

Haryson Tondy Winoto, dr.,Msi.Med.,Sp.A


Bag.IKA Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) :
kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus
yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit
vesikulobulosa, mukosa orifisium serta mata
disertai gejala umum berat.
Sinonimnya :
sindrom de Friessinger-Rendu , eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform
bulosa,sindrommuko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis , dll.

Istilah eritema multiforme yang sering dipakai


sebetulnya hanya merujuk pada kelainan kulitnya
saja.
• Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada
bayi, anak kecil atau orang tua.

• Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ


daripada perempuan.

• Tidak terdapat kecenderungan rasial terhadap


SSJ walaupun terdapat laporan yang
menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi
pada jenis HLA tertentu.
Penyebab

• Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat


disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada
umumnya sering dikaitkan dengan respons imun
terhadap obat.
• Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya :
infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit),
• obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol,
tetrasiklin, digitalis, kontraseptif),
• makanan (coklat),
• fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),
• lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).
Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson
(Dikutip dengan modifikasi dari SL Moschella dan HJ Hurley, 1985)

Herpessimpleks,Mycoplasmapneumoniae,
Infeksiviru
vaksinia
s
koksidioidomikosis,histoplasma
jamur
streptokokus,Staphylococcshaemolyticus,
bakteri
Mycobacteriumtuberculosis,salmonela
parasit
malaria

Obat salisilat,sulfa,penisilin,etambutol,tegretol,
tetrasiklin,digitalis,kontraseptif,klorpromazin,
karbamazepin,kinin,analgetik/antipiretik
Makanan Coklat
Fisik udaradingin,sinarmatahari,sinarX
Lain-lain penyakitkolagen,keganasan,kehamilan
Patogenesis
• belum jelas  sering dihubungkan :
 reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi
kompleks imun) yang disebabkan oleh
kompleks soluble dari antigen atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG
 reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-
type hypersensitivity reactions, tipe IV)
adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T
yang spesifik.
• Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit
dapat ditemukan endapan IgM, IgA, C3, dan
fibrin, serta kompleks imun beredar dalam
sirkulasi
• Gejala prodromal (1-14 hari) : demam,
malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri
dada, muntah, pegal otot dan atralgia 
bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi
gejala tersebut.

• Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula


secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
• Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi,
perdarahan dan kusta berwarna merah.

• Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala


prodormal, muncul pada membran mukosa,
membran hidung, mulut, anorektal, daerah
vulvovaginal, dan meatus uretra.

• Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis


merupakan gambaran utama.
Mata
• konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis,
iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit
dibuka.
• kasus berat : erosi dan perforasi kornea buta.
• Cedera mukosa okuler merupakan faktor
pencetus  ocular cicatricial pemphigoid, (
inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan).
• Waktu yang diperlukan mulai onset sampai
terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi
mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.
Diagnosis
• Diagnosis :
Anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis ditujukan 
trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta
hubungannya dengan faktor penyebab.
Pemeriksaan laboratorium :
• mencari hubungan dengan faktor penyebab
serta untuk penatalaksanaan secara umum

• Rutin : pemeriksaan darah tepi (hemoglobin,


leukosit, trombosit, hitung jenis, hitung
eosinofil total, LED), pemeriksaan imunologik
(kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan C4,
kompleks imun), biakan kuman serta uji
resistensi dari darah dan tempat lesi, serta
pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
• Terapi suportif
 tata laksana standar pada pasien SSJ.
 cairan dan elektrolit, kebutuhan kalori dan
protein yang sesuai secara parenteral.
Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci
mulut dan salep gliserin.
• Infeksi gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular
dalam dua dosis.
Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan
hasil biakan dan uji resistensi kuman dari
sediaan lesi kulit dan darah
• Kortikosteroid  kontroversi
diberikan parenteral, biasanya deksametason
dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus,
kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap
6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-
angsur dan bila mungkin diganti dengan
prednison per oral.
• PenggunaanHuman Intravenous Immunoglobulin
(IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit
SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari
berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).

• Dilakukan perawatan kulit dan mata serta


pemberian antibitik topikal

• Obat atau faktor lain yang diduga sebagai


penyebab harus segera dihentikan atau diatasi

• Antihistamin bila perlu

Anda mungkin juga menyukai