Anda di halaman 1dari 28

2.2.4.

2 Gambaran Elektrokardiogram Iskemia Miokard


a) Q Patologis
Gelombang Q merupakan defleksi negatif pertama pada kompleks QRS, yang
terbentuk akibat adanya shift depolarisasi septal dari kiri ke kanan. Normalnya kedalaman
gelombang Q tidak lebih dari 0.1 mV atau terkadang ada beberapa sumber yang
menyatakan tidak lebih dari 1/3 atau 1/4 gelombang R, serta durasi tidak lebih dari 0.04 sec
(Delewi, dkk, 2013).

Bila gelombang Q melebihi kedalaman 0.1 mv dan durasi lebih 0.04 sec dikatakan
sebagai Q Patologis (Delewi, dkk, 2013).

Gelombang Q patologis dianggap sebagai tanda ECG klasik dari nekrosis dan
mewakili daerah miokardium yang tidak dapat depolarisasi. Munculnya gelombang Q pada
ECG merupakan nilai prognosis penting untuk dokter. Beberapa post-mortem dan
resonansi magnetik jantung (CMR) menunjukkan bahwa lebih besar pada MI Q-gelombang
(Delewi, dkk, 2013).(Delewi et al., 2013)
Berbagai definisi untuk gelombang Q patologis telah diterbitkan selama bertahun-
tahun. Penelitian sebelumnya mendefinisikan gelombang Q patologis sebagai lebih dari
0,04 s durasi dan dengan amplitude lebih dari 25% dari gelombang R yang sesuai, kriteria
yang digunakan sejak 1934. Pada tahun 1999, TIMI (Trombolisis Pada Infark Miokardial)
simpatisan mengklasifikasikan gelombang Q sebagai patologis jika mereka berlangsung
selama lebih dari 0,03 (Delewi, dkk, 2013).

b) ST elevasi dan ST depresi


ST Segmen merupakan segmen waktu di antara gelombang QRS dan gelombang T .
ST Segmen mempresentasikan waktu diantara depolarisasi ventrikel dan repolarisasi
ventrikel (Knot, dkk, 2012).

Segmen ST normalnya Flat, isoelektrik diantara akhir gelombang S (J Point) dan awal
gelombang T. Penyebab kelainan ST Segmen Utama (Elevasi atau Depresi) adalah Iskemia
dan Infark Miokardium (Knot, dkk, 2012).
ST-Segmen Elevation (STEMI) dan ST-Segmen Depresi Myocardial Infarctions
(STDMI) memiliki patogenesis umum, yaitu pecah plak rentan, diikuti oleh pembentukan
trombus luminal. Trombosis dapat menyebabkan perubahan cepat dalam keparahan
stenosis arteri koroner, yang dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah total atau total.
Trombus mungkin benar-benar menutup arteri koroner epikardial utama dalam kasus
STEMI, atau menyebabkan oklusi pembuluh darah parsial atau intermittent pada kasus
infark miokard non-ST (NSTEMI) (Andrews <i>et al.</i>, 2000)(Knot et al., 2012) (Knot,
dkk, 2012).

Klasifikasi pasien dengan infark miokard akut (AMI), berdasarkan rekaman baseline
electrocardiographic (ECG), memiliki implikasi praktis untuk pedoman dan dalam praktek
klinis terutama, karena mengacu pada penggunaan terapi reperfusi. Pemisahan STEMI dari
jenis infark miokard akut lainnya memiliki akar historisnya di era trombolitik (Knot, dkk,
2012).

ST Elevasi Merupakan Peningkatan Segmen ST di atas Garis Isoelektrik Baseline


yang diukur dari J Point (awal dari akhir kompleks QRS) (Knot, dkk, 2012).

Penyebab ST Elevasi diantaranya adalah Infark Miokardium, Benign Early


Repolarization, Myopericarditis, Left Bundle Branch Block, Left Ventricular Hyperthropy,
Aneurisma Ventrikel, Hiperkalemia, dan penyebab lain seperti Hipotermi, Sindrom
Brugada, Perdarahan Intrakranial atau Subarakhnoid (Knot, dkk, 2012).

ST Depresi merupakan Penurunan Segmen ST di bawah Garis Isoelektrik Baseline yang


diukur dari J Point (awal dari akhir kompleks QRS) (Knot, dkk, 2012).
Depresi Segmen ST :
ST Depresi : Upsloping (A), Downsloping (B), Horizontal (C)

Penyebab ST Depresi diantaranya yaitu Iskemia Miokardium / NSTEMI, Reciprocal dari


STEMI, Gangguan Konduksi (LBBB, RBBB, Sindrom WPW), Hipertrofi Ventrikel
(LVH, RVH), Drugs (Intoksikasi Digitalis), Hipokalemia, dan Perdarahan Subarachnoid
(Knot, dkk, 2012).

c) T inversi
Gelombang T merupakan Defleksi positif setelah tiap gelombang QRS yang
mempunyai makna sebagai repolarisasi ventrikel. Karakteristik Gelombang T yang normal
yaitu positif di semua lead kecuali aVR dan V1, amplitudo umumnya tidak melebihi 2/3
gelombang R atau < 5 mm di limb lead dan < 15 mm di prekordial lead, durasi mengacu
pada interval QT (Said, 2015)
T-wave inversion ditemukan pada 1% pasien yang dirawat ke unit perawatan koroner
dan pada 14% pasien dengan angina tidak stabil. Sudah dinyatakan bahwa inversi
gelombang-T pada sadapan prekordial yang tepat adalah relative langka (0,5%) pada
populasi umum dan tidak terkait dengan hasil yang merugikan. Kecenderungannya untuk
inversi gelombang-T menurun dengan bertambahnya usia. Biasanya pada wanita, T-wave
di V3 mungkin terbalik secara dangkal. Tetapi pada pria dewasa, itu dianggap patologis
jika gelombang-T terbalik pada V3-6. Itu T-wave di V1 dapat dibalik secara normal pada
usia berapa pun dan di V2 kadang-kadang biasanya negative (Said, 2015).

Umumnya, gelombang-T negatif dalam memimpin aVR, V1 dan Ⅲ. Inversi T-

gelombang raksasa dalam precordial mengarah terlihat dalam patologi yang berbeda,
seperti iskemia dinding miokard anterior pada pasien dengan sindrom koroner akut,
hipertrofik apical kardiomiopati, gangguan serebral dan pulmonal dan negara-negara pasca-
mondar-mandir atau takiaritmia (Said, 2015).
Inversi Gelombang T normal pada anak-anak, abnormalitas sekunder dari bundle
branch block dan hipertrofi ventrikel, iskemia dan infark miokardium, myoperikarditis,
penggunaan digoxin, dan penyakit sistem saraf pusat (perdarahan subarachnoid) (Said,
2015).
Inversi gelombang T pada Infark Miokard
(Said, 2015).

2.2.4.2 Gambaran Elektrokardiogram Perubahan Struktur Jantung


a) LVH (Left Ventricular Hypertrophy)

(1. Jantung Normal 2. Jantung Dengan LVH)


Hipertrofi ventrikel kiri atau Left Ventricular Hyperthropy (LVH) singkatnya
merupakan penebalan atau penambahan massa otot atau miokardium dari ventrikel kiri
sebuah jantung (Hampton, 2013).

Di dalam EKG, akibat adanya penambahan massa otot ventrikel kiri akan terjadi
penambahan kekuatan voltase arus listrik jantung pada bagian ventrikel sebelah kiri
sehingga terjadi peninggian amplitudo dari gelombang R pada lead dada sebelah kiri (I,
aVL, V5, V6) dan peninggian kedalaman dari gelombang S pada lead dada sebelah
kanan (III, aVR, V1, V2), meningkatnya waktu depolarisasi ventrikel dibandingkan
dengan otot yang tidak menebal (pelebaran pada kompleks QRS), terganggunya fase
repolarisasi (abnormalitas dari gelombang ST-T), aksis arus listrik akan dominant ke arah
ventrikel kiri atau dikenal dengan istilah Left Axis Deviation, serta pada beberapa kasus
bisa saja terdapat pemebsaran atrium kiri atau Left Atrial Enlargement (Hampton, 2013).

Temuan EKG pada LVH umumnya berupa (Hampton, 2013) :


1. Gelombang R yang tinggi pada V5 dan V6
2. Gelombang S yang dalam pada V1 dan V2
3. Pelebaran kompleks QRS ( umumnya < 0.12 s kecuali ada gangguan konduksi )
4. Depresi Segmen ST dan Inversi gelombang T atau dikenal dengan Strain Pattern
5. Left Axis Deviation
6. Kadang ditemukan Left Atrial Enlargement
Perlu diingat bahwa EKG tidak sensitif dalam menilai pembesaran jantung, karena
banyak hal yang dapat mempengaruhi ketinggian voltase dari kompleks QRS bukan hanya
LVH ataupun RVH sendiri. Kadang – kadang ada gambaran EKG yang menunjukkan LVH
namun setelah dikonfrimasi dengan echocardiography tidak menunjukkan hal tersebut
(Hampton, 2013).
Terdapat beberapa kriteria dalam mendiagnosis LVH pada EKG dengan tingkat
sensitifitas dan spesifitas yang berbeda antara lain sebagai berikut (Hampton, 2013) :
1. Kriteria Sokolow + Lyon
Gelombang S V1/V2 + Gelombang R V5/V6 > 35 mV (Sen 22 %, Spec 100%) dan
atau gelombang R aVL > 11mV (Sen 11 %, Spec 100%). Bila memenuhi salah satu kriteria
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pada ekg tersebut terdapat LVH (Hampton, 2013).

LVH pada kriteria Sokollow Lyon

Perhatikan Gelombang R di V5 dan V6 serta S di V1 dan V2. Bila dijumlahkan


Gelombang S di V2 dan R di V5 maka hasilnya didapatkan sebesar 35 kotak kecil atau
setara dengan 35 mV. Sesuai kriteria Sokollow Lyon maka pada ekg ini didapatkan
LVH. Terdapat juga ST depresi dan Inversi T di Lead V5,V6,I dan aVL yang dinamakan
Strain Pattern pada LVH (Hampton, 2013).

2. Kriteria Cornell
Gelombang S V3 + R aVL > 28 mm pada Laki-Laki (Sen 42 %, Spec 96 %) dan atau
gelombang S V3 + R aVL > 20 mm pada Perempuan (Sen 42 %, Spec 96 %) (Hampton,
2013).

LVH pada kriteria Cornell

Pada contoh gambar diatas, ditemukan gelombang R pada aVL dan S pada V3, yang
bila dijumlahkan R aVL + S V3 maka hasilnya didapatkan lebih dari 28 kotak kecil atau
setara dengan 28 mV. Hal ini sesuai dengan kriteria Cornell maka pada ekg ini terdapat
LVH. Pada Gambar EKG ini juga terdapat Left Axis Deviation yang biasa ditemukan pada
LVH (Hampton, 2013).

b) LAE (Left Atrial Enlargement)


Pembesaran atrium kiri atau Left Atrial Enlargement (LAE) singkatnya merupakan
pembesaran ukuran dari rongga atrium kiri jantung akibat adanya tekanan atau volume
yang berlebihan pada atrium kiri (Hampton, 2013).

Pada elektrokardiografi gelombang P merupakan gelombang yang kecil yang muncul


ketika atrium mengalami depolarisasi. Oleh karena massa otot atrium kecil maka amplitude
gelombang P normalnya tidak melebihi 2.5 mm dan lebarnya tidak melebihi 0.11 sec
(Hampton, 2013).
Adanya pembesaran dari atrium baik kiri maupun kanan akan memberikan gambaran
gelombang P yang abnormal, pada kasus LAE akan memberi gambaran P-Mitral yang akan
dijelaskan dibawah (Hampton, 2013).
Beberapa Penyebab LAE yaitu klasik ditemukan pada mitral stenosis, hipertensi yang
berat, severe aorta stenosis, severe mitral regurgitation, kardiomiopati hipertrofik, dan
mitral valve prolapse (Hampton, 2013).

Temuan EKG pada LAE umumnya berupa (Hampton, 2013) :


1. Durasi gelombang P pada standar lead melebihi 0.11 sec ato kurang lebih 2,5 mm
2. Terdapat notch pada gelombang P, umumnya terlihat pada lead II. Biasa disebut
dengan P-Mitral
3. Durasi komponen negatif dari gelombang P di lead V1 melebih 0.04 sec atau kurang
lebih 1mm
4. Amplitudo komponen negatif dari gelombang P di lead V1 melebihi 1mm

Contoh LAE pada EKG (Hampton, 2013) :


Pada gambar diatas perhatikan gelombang P di lead II dan V1, terlihat durasi
gelombang P di lead II mencapai 0,12 sec disertai notch (P-Mitral). Komponen defleksi
negatif gelombang P di lead V1 mencapai 1mm dalam amplitudo dan 0.04 sec dalam
durasi, maka kesemua temuan ini sugestif terhadap pembesaran atrium kiri.

c) RVH (Right Ventricular Hypertrophy)

( 1. Jantung Normal 2. Jantung Dengan RVH )


Hipertrofi ventrikel kanan atau Right Ventricular Hyperthropy (LVH) singkatnya
merupakan penebalan atau penambahan massa otot atau miokardium dari ventrikel kanan
sebuah jantung (Hampton, 2013).
Di dalam EKG, akibat adanya penambahan massa otot ventrikel kanan akan terjadi
penambahan kekuatan voltase arus listrik jantung pada bagian ventrikel sebelah kanan
sehingga terjadi peninggian amplitudo dari gelombang R pada lead dada sebelah kanan
(V1 dan V2), peninggian kedalaman dari gelombang S pada lead dada sebelah Kiri (V5 dan
V6), meningkatnya waktu depolarisasi ventrikel dibandingkan dengan otot yang tidak
menebal (Pelebaran pada kompleks QRS), terganggunnya fase repolarisasi (Abnormalitas
dari gelombang ST-T), aksis arus listrik akan dominant ke arah ventrikel kanan atau
dikenal dengan istilah Right Axis Deviation, serta pada beberapa kasus bisa saja terdapat
pemebsaran atrium kiri atau Right Atrial Enlargement (Hampton, 2013).
Beberapa Penyebab RVH yaitu hipertensi pulmonal, mitral stenosis, penyakit paru –
paru yang kronik, penyakit jantung bawaan (Tetralogy of Fallot, ASD, dll), stenosis
pulmonal, dan arrythmogenic right ventricular dysplasia (Hampton, 2013).

Temuan EKG pada RVH umumnya berupa (Hampton, 2013) :


1. Gelombang R yang Dominan pada V1 dan V2 ( > 7 mm / Rasio gelombang R/S > 1 )
2. Gelombang S yang dalam pada V5 dan V6
3. Pelebaran kompleks QRS ( umumnya < 0.12 s kecuali ada gangguan konduksi )
4. Depresi Segmen ST dan Inversi gelombang T atau biasa dikenal dengan Strain Pattern
pada Lead V1, V2 dan II, III, aVF
5. Right Axis Deviation
6. Kadang ditemukan Right Atrial Enlargement dan Right Bundle Branch Block yang
inkomplit

Contoh RVH pada EKG (Hampton, 2013) :

Pada gambar diatas, perhatikan rasio gelombang R/S di lead V1. Bila dibagi antara
gelombang R = 9 mm dan gelombang S = 0.5 mm maka 9/0.5 = 18 > 1 maka ratio R/S di
V1 > 1, rerdapat Right Axis Deviation. Terdapat juga ST depresi dan Inversi T di Lead V1-
3, II, III, aVF yang dinamakan Strain Pattern pada RVH. Terdapat gambaran rSR’ di V1
dan V2 dan S dalam di I, aVL yang merupakan gambaran Right Bundle Branch Block yang
inkomplit. Terdapat gelombang P yang tinggi di lead II > 2,5 mV yang merupakan
gambaran Right Atrial Enlargement. Karena berbagai temuan yang sangat mengindikasikan
ekg ini ke RVH maka kesimpulannya pada ekg ini didapatkan RVH (Hampton, 2013).
Pada gambar diatas, perhatikan rasio gelombang R/S di lead V1, bila dibagi antara
gelombang R = 7 mm dan gelombang S = 0.5 mm maka 7/0.5 = 14 > 1 maka ratio R/S di
V1 > 1, gelombang S di lead V5 dan V6 yang dalam. Terdapat Right Axis Deviation.
Terdapat juga ST depresi dan Inversi T di Lead V1-3, II, III, aVF yang dinamakan Strain
Pattern pada RVH. Terdapat gelombang P yang lebar di lead II > 2,5 mV dan deleksi
negative yang dominan pada lead V1 yang merupakan gambaran Left Atrial Enlargement.
EKG ini diambil dari pasien dengan Mitral Stenosis yang mempunyai RVH (Hampton,
2013).

d) RAE (Right Atrial Enlargement)


Pembesaran atrium kanan atau Right Atrial Enlargement (LAE) singkatnya merupakan
pembesaran ukuran dari rongga atrium kanan jantung akibat adanya tekanan atau volume
yang berlebihan pada atrium kanan (Hampton, 2013).
Pada elektrokardiografi gelombang P merupakan gelombang yang kecil yang muncul
ketika atrium mengalami depolarisasi. Oleh karena massa otot atrium kecil maka amplitude
gelombang P normalnya tidak melebihi 2.5 mm dan lebarnya tidak melebihi 0.11 sec
(Hampton, 2013).
Adanya pembesaran dari atrium baik kiri maupun kanan akan memberikan gambaran
gelombang P yang abnormal, untuk RAE sendiri gambaran khasnya berupa gelombang P
pulmonal yang akan dijelaskan di bawah (Hampton, 2013).
Beberapa Penyebab RAE yaitu penyakit paru kronik, hipertensi pulmonal, stenosis
trikuspid, penyakit jantung kongenital (Hampton, 2013).
Temuan EKG pada RAE umumnya berupa (Hampton, 2013) :
1. Voltase gelombang P pada lead II atau aVF melebihi 2.5 mm atau 0.25 mV (P-
Pulmonal)
2. Voltase gelombang P pada lead V1 atau V2 melebihi 1.5 mm atau 0.15 mV
3. Durasi gelombang P < 0,12 sec kecuali terdapat juga pembesaran atrium kiri
4. Biasanya juga ditemukan gambaran RVH

Contoh RAE pada EKG (Hampton, 2013) :

Pada gambar diatas, perhatikan gelombang P di lead II dan V1, terdpat voltase
gelombang P di lead II lebih dari 2.5 mm (P-Pulmonal), terdapat gelombang R yang tinggi
di lead prekordial kiri sugestif RVH. Kesemua temuan ini sugestif terhadap pembesaran
atrium kanan (Hampton, 2013).

2.2.4.3 Gambaran Elektrokardiogram Gangguan Konduksi Jantung


Bundle Branch Block (Blokade cabang berkas) adalah perubahan dari konduksi
ventrikel yang dapat menyebabkan Dissynchrony Ventrikel dan Heart Failure (HF).
Biasanya untuk melihat ventrikel abnormal ini konduksi dengan Heart Failure (gagal
jantung), karena BBB dan HF sebagian besar disebabkan oleh etiologi yang sama; sekitar
sepertiga dari pasien dengan ini komorbiditas memiliki BBB yang diidentifikasi oleh
kompleks QRS, dan sebagian besar kasus ada blokade cabang bundel kiri (LBBB) (Duraes,
dkk, 2016) (Durães et al., 2016).
BBB biasanya muncul dari proses degenerative sistem konduksi jantung dan
dibuktikan oleh hubungan eratnya dengan penyakit kardiovaskular yang berdegenerasi
salah satu ventrikel: HF, infark miokard (MI), cor pulmonale, sindrom Brugada, atau apa
pun yang mengubah fungsi ventrikel. Walaupun itu juga dapat terjadi pada pasien tanpa
penyakit jantung yang mendasarinya. Penyebab umum RBBB termasuk MI, hipertensi
jantung penyakit, dan penyakit paru-paru, seperti emboli paru dan penyakit paru obstruktif
kronik (Duraes, dkk, 2016).
ECG dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis noninvasive gangguan konduksi
dan aritmia. Sensitivitasnya dan spesifisitas lebih tinggi untuk diagnosis aritmia dan
gangguan konduksi daripada perubahan struktural atau metabolic. RBBB, dalam sebagian
besar kasus, memiliki penyebab patologis, tetapi itu juga dapat ditemukan pada individu
yang sehat. Di sisi lain, LBBB adalah paling sering disebabkan oleh penyakit arteri
koroner, hipertensi penyakit jantung, atau kardiomiopati dilatasi. Ini tidak biasa untuk
LBBB ada tanpa adanya penyakit organik. Jadi, untuk sepenuhnya mengevaluasi pasien
untuk kecurigaan kelainan yang terkait yang mungkin menjadi penyebab BBB, dokter
dapat menjalankan tes lain, sebagai pemeriksaan fisik, foto toraks dan ekokardiografi.
Baru-baru ini, Strauss dkk. telah menyarankan perubahan dalam kriteria untuk definisi
LBBB. Ia menganggap bahwa sekitar sepertiga pasien didiagnosis berdasarkan kriteria saat
ini, berdasarkan durasi QRS interval ≥120 ms, tidak benar-benar memiliki LBBB penuh.
Dia membuktikan bahwa dengan kriteria yang diusulkan barunya, spesifisitas bisa
meningkat hingga maksimum (Duraes, dkk, 2016).

a) LBBB (Left Bundle Brach Block )


Left Bundle Branch Block adalah adanya Blok atau hambatan pada cabang berkas kiri
ventrikel yang menyebabkan terhambatnya aktivasi depolarisasi dari ventrikel
kanan (Duraes, dkk, 2016).
Adanya hambatan pada aktivasi ventrikel kiri menyebabkan adanya gelombang R
sekunder (R') di lead prekordial sebelah kiri dan gelombang S yang lebar dan dalam di lead
prekordial kanan
Terhambatnya aktivasi ventrikel kiri juga menyebabkan gangguan repolarisasi
sekunder pada lead prekordial sebelah kiri seperti ST depresi dan Inversi gelombang T
(Duraes, dkk, 2016).
Penyebab LBBB diantaranya normal variant (<1%), iskemia miokardium dan infark
miokard, Left Ventricular Hyperthrophy (HT, Stenosis Aorta), Kardiomiopati (Duraes,
dkk, 2016).
Pada LBBB, penyebab paling umum termasuk arteri coroner penyakit, hipertensi, dan
kardiomiopati. Di antara pasien dengan nyeri dada dan MI, LBBB berkisar antara 1% dan
9%; LBBB kebanyakan mengaburkan MI akut diagnosis dalam kriteria EKG, menutupi
elevasi S-T segmen. LBBB juga memiliki hubungan erat dengan HF, terkait dengan sekitar
25% dari kasus, dan ini dikenal sebagai memburuk faktor dari fraksi fraksi ventrikel kiri
(Duraes, dkk, 2016).
Karakteristik EKG LBBB (Duraes, dkk, 2016) :
1. Gelombang R yang tinggi dan lebar pada lead lateral (V5, V6, I, aVL) yang biasa
disertai notching atau membentuk huruf M

2. Gelombang S yang lebar dan dalam di lead V1-V3

3. Apabila durasi gelombang QRS > 120 ms atau 3 kotak kecil dikatakan Complete
LBBB, sebaliknya dikatakan Incomplete LBBB
4. Abnormalitas ST/T, bisa terdapat ST elevasi di lead prekordial kiri dan T inversi serta
ST depresi di lead lateral
5. Tidak terdapat gelombang Q pada lead lateral
Contoh pertama gambar EKG LBBB (Duraes, dkk, 2016) :

Pada gambar diatas terdapat gelombang R yang lebar dan notching pada lead lateral
(V5,V6, I), tampak Gelombang S yang lebar dan dalam di lead V1-V3. Kompleks QRS
melebar (> 120 ms), terdapat ST elevasi V1-V3 dan ST depresi V5-V6. Irama ireguler yang
tidak berpola tanpa ada gelombang P yang jelas. Kesimpulan Atrial Fibrilasi dengan
Complete Left Bundle Branch Block (Duraes, dkk, 2016).

Contoh kedua gambar EKG LBBB (Duraes, dkk, 2016) :


Pada gambar diatas terdapat gelombang R yang lebar dan notching pada lead lateral
(V4-V6, I, aVL), tampak Gelombang S yang lebar dan dalam di lead V1-V3. Kompleks
QRS melebar (> 120 ms), terdapat ST elevasi V1-V3 dan ST depresi dan inversi T di lead
V4-V6, I, aVL. Kesimpulan Complete Left Bundle Branch Block (Duraes, dkk, 2016).

b) RBBB (Right Bundle Brach Block )

Right Bundle Branch Block adalah adanya Blok atau hambatan pada cabang berkas
kanan ventrikel yang menyebabkan terhambatnya aktivasi depolarisasi dari ventrikel
kanan (Duraes, dkk, 2016).

Adanya hambatan pada aktivasi ventrikel kanan menyebabkan adanya gelombang R


sekunder (R') di lead prekordial sebelah kanan dan gelombang S yang lebar dan dalam di
lead lateral (Duraes, dkk, 2016).
Terhambatnya aktivasi ventrikel kanan juga menyebabkan gangguan repolarisasi
sekunder pada lead prekordial sebelah kanan seperti ST depresi dan Inversi gelombang T
(Duraes, dkk, 2016).
Penyebab RBBB yaitu, normal variant, Penyakit Jantung Kongenital (ASD, VSD,
ToF), penyakit jantung reumatik, kardiomiopati, myoperikarditis, iskemia miokardium dan
infark miokard, emboli paru atau akut cor pulmonale (duraes, dkk, 2016).
Pada pasien yang mengalami emboli pulmoner, RBBB dapat ditemukan dalam 6% -
67% dari kasus; RBBB baru juga biasanya terkait ke MI anterior yang lebih besar dan itu
terjadi pada 3% -7% kasus MI. Di Brugada's Syndrome, blockade cabang berkas kanan
adalah salah satu kriteria yang mendasari patofisiologi; tampak berkaitan dengan cacat
pada saluran natrium jantung. Itu signifikansi klinis mengidentifikasi sindrom ini terletak
pada utamanya penyebab kematian: kematian jantung mendadak yang disebabkan oleh
ventrikel takikardia (Duraes, dkk, 2016).

Karakteristik EKG RBBB, yaitu (Duraes, dkk, 2016) :


1. Adanya gelombang R' sekunder pada lead prekordial kanan ( V1-2 ) atau kita kenal
sebagaigelombang rSR' atau "M" Shaped QRS complex.
2. Adanya gelombang S yang lebar dan dalam pada lead lateral (V5-6, I, aVL)

3. Apabila durasi gelombang QRS > 120 ms atau 3 kotak kecil dikatakan Complete
RBBB, sebaliknya dikatakan Incomplete RBBB
4. Abnormalitas sekunder ST/T ( ST depresi atau T inversi ) pada lead prekordial sebelah
kanan
5. Axis jantung seharusnya normal
 Bila terdapat Left Axis Deviation, pikirkan kemungkinan Left Anterior Hemiblok
 Bila terdapat Right Axis Deviation, pikirkan kemungkinan Left Posterior
Hemiblok

Contoh gambar pertama EKG RBBB (Duraes, dkk, 2016) :

Pada gambar diatas, terdapat gelombang rSR' pada lead V1 - V3 seperti huruf M atau
biasa dikenal dengan Rabbit Ear Appereance, terdapat gelombang S yang lebar dan dalam
pada lead V5 - V6. Durasi QRS lebih dari 120 ms (Kompleks QRS melebar), inversi
gelombang T pada lead V1 - V3 yang sekunder karena RBBB, Axis Jantung, Left Axis
Deviation, Kemungkinan LAFB. Kesimpulan Complete Right Bundle Branch Block + Left
Anterior Fasicular Block (Duraes, dkk, 2016).
Contoh gambar kedua EKG RBBB (Duraes, dkk, 2016) :

Pada gambar diatas, terdapat gelombang rSR' pada lead V1 - V3 seperti huruf M atau
biasa dikenal dengan Rabbit Ear Appereance, terdapat gelombang S yang lebar dan dalam
pada lead V5 - V6, I, aVL. Durasi QRS lebih dari 120 ms (kompleks QRS melebar), inversi
gelombang T pada lead V1 - V3 yang sekunder karena RBBB. Kesimpulan Complete Right
Bundle Branch Block (Duraes, dkk, 2016).

2.2.4.4 Gambaran Elektrokardiogram Perubahan Aksis


a) LAD (Left Axis Deviation) dan RAD (Right Axis Deviation)
Ada lima klasifikasi sumbu listrik utama, yaitu (1) sumbu normal, (2) penyimpangan
sumbu kiri (LAD atau Left Axis Deviation), (3) penyimpangan sumbu kanan (RAD atau
Right Axis Deviation, (4) penyimpangan sumbu ekstrim, dan, (5) sumbu tak tentu. Ada
beberapa ketidaksepakatan pada derajat pasti yang mendefinisikan setiap jenis, tetapi ada
beberapa cutoff umum yang dapat digunakan untuk sumbu QRS (Kashou, 2017).
Sumbu QRS bergerak ke kiri sepanjang masa kanak-kanak dan remaja dan menjadi
dewasa. Saat lahir, sumbu QRS normal terletak di antara +30 derajat dan +190
derajat. Antara usia 8 hingga 16 tahun, sumbu bergerak ke kiri dengan posisi normal antara
0 ° hingga +120 derajat. Sumbu QRS dewasa normal adalah antara -30 derajat dan +90
derajat, yang diarahkan ke bawah dan ke kiri. Jangkauan dewasa ini terkadang
diperpanjang dari -30 derajat hingga +100 derajat (Kashou, 2017).
Klasifikasi sumbu berikut ini dijelaskan berdasarkan pada orang dewasa. Jika sumbu
QRS jatuh antara -30 derajat dan -90 derajat, itu dianggap LAD . Dalam hal ini, vektor
QRS diarahkan ke atas dan ke kiri. Jika sumbu QRS jatuh antara +90 derajat dan 180
derajat, atau lebih dari 100 derajat jika rentang dewasa digunakan,
maka RAD hadir. Vektor QRS akan diarahkan ke bawah dan ke kanan. Jika sumbu QRS
jatuh antara -90 derajat dan 180 derajat, ini akan disebut sebagai penyimpangan sumbu
ekstrim , dimana vektor ventrikel diarahkan ke atas dan ke kanan. Terakhir, jika kompleks
QRS isoelektrik atau equiphasic di semua mengarah tanpa defleksi QRS dominan, itu
dianggap sumbu tak tentu (Kashou, 2017).
Penyebab LAD yaitu variasi normal (fisiologis, seringkali perubahan yang berkaitan
dengan usia), hipertrofi ventrikel kiri, cacat konduksi: blok cabang berkas kiri, blok
fasciculus anterior kiri, dinding infark miokard inferior, sindrom prrexcitation (misalnya,
Wolff-Parkinson-White syndrome), ritme ektopik ventrikel (mis., Ventricular tachycardia),
penyakit jantung kongenital (mis., defek septum atrium primum, defek bantalan
endokardial), hyperkalemia, empisema, pergeseran mekanis, seperti dengan diafragma
kadaluarsa atau meningkat (mis. Kehamilan, asites, tumor perut, organomegali), dan irama
pacemaker yang dihasilkan atau ritme yang serba cepat (Kashou, 2017).
Penyebab RAD yaitu variasi normal (misalnya, anak-anak, dewasa muda), pembalikan
anggota badan (elektroda lengan kiri dan kanan), sindrom kanan overload ventrikel (akut
atau kronis), hipertrofi ventrikel kanan, defek konduksi: blok fasciculus posterior kiri, blok
cabang bundel kanan, dinding lateral myocardial infarction, sindrom prrexcitation
(misalnya, Wolff-Parkinson-White syndrome), ritme ektopik ventrikel (mis., Ventricular
tachycardia), penyakit jantung kongenital (mis., Defek septum atrium septum),
dextrocardia, pneumotoraks kiri, pergeseran mekanis, seperti dengan inspirasi atau
emfisema, kondisi yang menyebabkan regangan ventrikel kanan (misalnya emboli
pulmonal, stenosis pulmonal, hipertensi pulmonal, penyakit paru kronis, dan resultan kor
pulmonale) (Kashou, 2017).
Menentukan ventrikel (QRS) sumbu dalam pengaturan blok cabang bundel
kontroversial. Dengan blok cabang bundel kanan (RBBB), RAD atau LAD dapat
menunjukkan blok bifascicular. Dengan demikian, mengetahui bahwa bagian terminal
kompleks QRS mencerminkan penundaan aktivasi ventrikel kanan dengan RBBB, satu
pendekatan untuk memperkirakan sumbu bidang frontal adalah dengan menggunakan 80-
100 milidetik (ms) defleksi QRS awal, yang terutama mencerminkan ventrikel kiri
pengaktifan. Demikian pula, dengan blok cabang berkas kiri (LBBB) dan penundaan
konduksi intraventrikular lainnya, 80-100 ms awal dari defleksi QRS atau seluruh
kompleks QRS dapat digunakan untuk menentukan sumbu (Kashou, 2017).

Andrews, J. et al. (2000) ‘New Q waves on the presenting electrocardiogram independently


predict increased cardiac mortality following a first ST-elevation myocardial infarction’,
European Heart Journal, 21(8), pp. 647–653. doi: 10.1053/euhj.1999.1908.

Delewi, R. et al. (2013) ‘Pathological Q waves in myocardial infarction in patients treated by


primary PCI’, JACC: Cardiovascular Imaging. Elsevier Inc., 6(3), pp. 324–331. doi:
10.1016/j.jcmg.2012.08.018.

Durães, A. R. et al. (2016) ‘iMedPub Journals Bundle Branch Block : Right and Left Prognosis
Implications Abstract’, 2(1:7), pp. 1–6. doi: 10.21767/2471-8157.100016.

Knot, J. et al. (2012) ‘Comparison of outcomes in ST-segment depression and ST-segment


elevation myocardial infarction patients treated with emergency PCI : data from a multicentre
registry : cardiovascular topic’, Cardiovascular Journal Of Africa, 23(9), pp. 495–500. doi:
10.5830/CVJA-2012-053.

Said, S. A. (2015) ‘Cardiac and non-cardiac causes of T-wave inversion in the precordial leads in
adult subjects: A Dutch case series and review of the literature’, World Journal of Cardiology,
7(2), p. 86. doi: 10.4330/wjc.v7.i2.86.

Anda mungkin juga menyukai