Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

PEREKAMAN EKG DAN INTERPRETASI

OLEH

Muhammad Habibullah

(2020242015)

DOSEN PEMBIMBING

Ns. IDA SURYATI, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2021/2022
A. Konsep Teori
1. Definisi
Menurut Klabunde, R. E (2011) jurnal yang berjudul Identifikasi Kelainan
Jantung Menggunakan Pola Citra Digital Elektrokardium. Elektrokardium (EKG)
adalah suatu gambaran dari potensi listrik yang dihasilkan oleh aktivitas listrik
otot jantung yang diambil dengan elektrokardiograf yang ditampilkan melalui
monitor atau dicetak pada kertas. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter ahli
untuk menentukan kondisi jantung pasien.
Elektrokardiografi (EKG) atau Electrocardiography (ECG) merupakan suatu
alat yang digunakan untuk merekam sinyal biologi yang terbentuk sebagai hasil
dari aktivitas listrik jantung . Sinyal ini diambil dengan cara memasangkan
elektroda pada titik tertentu pada bagian tubuh pasien. Hasil rekaman EKG
mempunyai bentuk yang spesifik sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk
menentukan kondisi kesehatan jantung seseorang oleh dokter ahli jantung. Sinyal
EKG mempunyai tegangan sampai 0,3mV dan rentang frekuensi antara 0,03 – 100
Hz. Sinyal ini dideteksi dan direkam menggunakan perangkat elektrokardiografi.
Pada dasarnya EKG terdiri dari banyak gelombang, yang tiap gelombang
mewakilkan satu denyut jantung (satu kali aktifitas listrik jantung).
Tindakan perekaman EKG merupakan suatu tindakan merekam aktivitas
listrik melalui elektrode yang ditempatkan pada titik-titik tertentu pada ektremitas
dan dada, yang kemudian akan direkam oleh sebuah mesin EKG. Elektrode dapat
berupa piringan, lempengan metal, atau cups penghisap. Perekaman EKG 12 lead
memberikan gambaran yang lebih lengkap daripada sebuah strip irama.
Perekaman EKG merupakan salah satu pemeriksaan diagnostik penunjang yang
penting untuk mendiagnosis berbagai kelainan pada jantung.

2. Tujuan perekaman EKG


Perekaman ekg dilakukan untuk mengetahui :
a. Kelainan-kelainan pada irama jantung (aritmia/disaritmia)
b. Kelainan-kelaina miokardium sperti infark, hipertropi atrial dan ventrikel
c. Pengaruh atau efek obat-obatan jantung
d. Adanya gangguan-gangguan elektrolit
e. Adanya perikaditis

Sedangkan menurut (Diklat PJT, 2005) tujuan dari perekaman EKG yaitu :

a. Mengetahui adanya kelainan-kelainan irama jantung dan otot jantung


b. Mengetahui pengaruh/efek obat-obat jantung
c. Mengetahui adanya ganguan-gangguan elektrolit
d. Memperkirakan adanya pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
e. Menilai fungsi pacu jantung.
3. Kelainan kompleks pada beberapa penyakit
Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara
kompleks EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan
adanya gambaran EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu
sebagai patokan, maka berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada
beberapa penyakit.
a. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P
pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai
dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I
dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. Gambaran ini
menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis.
Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi,
runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi
dan bifasik pada sandapan VI dan V2.
Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat
berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat”
yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi
digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P
disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P,
kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV
nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk
kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir.
Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks
QRS adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial
takikardi yang timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit
jantung hipertensi (PJH).
Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan
lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium
yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
b. Kelainan interval P-R
Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P
diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan
pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. Pada AV blok
tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatannormal, tetapi
tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T
dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau
memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti
terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung
ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok
jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari
gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium dan ventrikel.
Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA.
Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa
kelainan bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma
WPW.
c. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan
dalamnya >2 mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang
sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q
di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
d. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III
yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis
deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan,
stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale. Sedangkan
gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya
dengan menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1
dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5
atau V6 menunjukkan adanya LVH.
e. Kelainan kompleks QRS
Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS
lebar dan atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal.
Ditemukan pada PJK, PJR (Penyakit Jantung Rematik).
Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan
bentuk tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung
2:1, 3:1, blok komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk,
yaitu pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium,
takikardi ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit JantungKoroner), PJH
(Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark
miokard, intoksikasi digitalis.
Irama QRS tidak tetap. Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih
cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular
premature beat”. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama
kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana
sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
f. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu,
sebaiknya dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada
suatu seri perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-
T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang
pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T pada
3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan
yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi
segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan
adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat
diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan
aVF. Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan
akan tampak elevasi di hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada
V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan

g. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada
ventrikel. Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap
sandapan.  Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I
atau II dengan gelombang R menyolok.
 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi
8 mm pada sandapan I,II, III.

Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka


dalam menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan
mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak
dapat dibuat atas dasar perubahan - perubahan yang tidak khas. Adanya
gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas,
menandakan adanya iskemi miokard.Kadang-kadang gelombang T sangat
tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif
pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih
rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi
koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali
aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi
dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding
posterior.

h. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T
pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya
hipokalemi.
4. Prinsip perekaman EKG
a. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap
kompleks QRS didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau
tidak, maka berarti bukan irama sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu
aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama
jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.
b. Laju QRS (QRS rate)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min,
kurang dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut
takikardia sinus. Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh
takikardia supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau takikardia
ventrikular (kompleks QRS lebar).
Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan
juga laju gelombang P (atrial rate). EKG normal selalu regular. Irama yang
tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana banyak
ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus
syndrome.
c. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30°
disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan
bila lebih dari +180° disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada
kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.

d. Interval-PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut
blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.
e. Morfologi
 Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada
P-pulmonal atau P-mitral.
 Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction
(tentukan bagian jantung mana yang mengalami infark melalui
petunjuk sandapan yang terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R
dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan
V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark
dinding posterior).
Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang
S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel
kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada
right bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol
ventrikel.
 segmen ST Elevasi
segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana
dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan
iskemia.
 Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T
terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu
aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.
 Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

B. Bahan dan perlengkapan


1. Alat perekam EKG dan kertas EKG siap pakai.
2. Jelly EKG
3. Tissue
4. Waslap/ handuk kecil (bila perlu)
5. Air dalam ember ((bila perlu)
6. Alat cukur ((bila perlu)
7. Kapas Alkohol (bila perlu)
8. Kelambu

C. Petunjuk umum
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan
jantung, IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh
obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti
penyakit jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.
1. Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak
1 mm. Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur
sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik.
“Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter
(10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
2. Kompleks Elektrokardiografi Normal.
Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar
(5mm) ; huruf kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5
mm).
Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium.
Gelombang Q (q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh
depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi positif pertama (R).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi
ventrikel. Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari
depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave)
defleksi yang dihasilkan sesudah gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah
gelombang T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi
repolarisasi lambat pada sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).
3. Nilai Interval
Normal Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama
ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60
detik akan memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama
ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya
10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka
frekwensi jantung adalah 120 per menit. Interval P-P : pada sinus ritme interval P-
P akan sama dengan interval R-R. Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau
bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka interval P-P diukur
dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi atrial per
menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio
ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
sebagian depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripadanodus atrio
ventrikuler. Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q.
Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik. Interval QRS : Interval ini adalah
pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel. Diukur dari permulaan
gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas nilai
normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3,
interval ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan
gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole
elektrik. Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik
pada wanita. Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai
akhir gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.
4. Segmen Normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction (J) : adalah
titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen RS-T (segmen S-
T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini biasanya
isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam
prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian garis dasar (base
line) antara akhir gelombang T dan permulaan gelombang P (segmen T-P).
D. Prosedur Kerja
1. Persiapan pasien
a. Identifikasi identitas pasien dan kebutuhan perekaman EKG
b. Jaga privasi pasien
c. Jelaskan pada pasien untuk melepas perhiasan atau aksesories elektronika atau
berbahan metal/ besi, baju akan dibuka, prosedur yang akan dilakukan kurang
lebih selama 15 menit, tidak terasa sakit.
d. Atur posisi pasien untuk senyamannya dan beritahu pasien untuk rileks/ tidak
bergerak dan bicara selama dilakukan perekaman
e. Tulis nama, usia, jenis kelamin, keluhan, tekanan darah, dan obat yang
digunakan saat sebelum dilakukan perekaman.
2. Pelaksanaan
a. Ganti baju pasien dengan baju tindakan atau buka pakaian bagian atas
b. Bersihkan daerah yang akan dipasang sadapan dan berikan jelly EKG.
c. Pasang sadapan ekstrimitas sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada
mesin perekam, contohnya Lihat Gambar
 Putih/ RA di lengan kanan
 Hitam/ LA di lengan kiri
 Merah/ LL di kaki kiri
 Hijau/ RL di kaki kanan
d. Pasang sadapan precordial sesuai warnanya atau kode yang terdapat pada
mesin perekam, contohnya Lihat Gambar. hasil perekaman akan
memunculkan gambaran EKG sesuai sadapannya (V1-V6).
 Merah/ V1 di sela tulang iga ke 4 samping kanan garis sterna
 Kuning/ V2 di sela tulang iga ke 4 samping kiri garis sterna
 Hijau/ V3 di titik tengah antara V2 dan V4
 Ungu/ V4 di sela tulang iga kiri ke 5 lurus dengan pertengahan
klavikula.
 Coklat/ V5 garis ketiak/ aksilla depan sejajar dengan V4
 Hitam / V6 garis ketiak/ aksilla tengah sejajar dengan V5
e. Nyalakan mesinnya dengan menekan tombolnya, kemudian amati apakah
setingan mesin sudah tepat dan gambaran EKG yang jelek (tidak seharusnya)
 Mode yang digunakan manual/ otomatis
 Tentukan kalibrasi yang digunakan 0,5 X, 1 X, 2X, dan atau lebih.
 Kecepatan apakah sudah sesuai 25 mm/ detik.
 Mesin EKG yang model lama apakah jarum perekam udah di
tengah
 Bila gambaran EKG Jelek , periksa apakah ada sadapan yang
kurang tepat pemasangannya.
f. Tekan tombol start (prosedur ini disesuaikan dengan mesin yang digunakan,
jadi mohon dibaca prosedur pemakaian alat yang ada di setiap mesin).
3. Penutup
a. Matikan mesin, dan rapikan peralatan (lepas alat dari pasien dan bersihkan
jelly yang nempel di alat sampai bersih)
b. Rapikan pasien dengan membersihkan bekas jelly dan merapikan baju.
c. Tuliskan tanggal, jam, nama, umur, tekanan darah, dan berat badan pada
lembaran EKG atau buku menempelkan hasil rekaman.
LAPORAN PENDAHULUAN

PENGAMBILAN DARAH ARTERI DAN INTERPRETASI ANALISA GAS DARAH

OLEH

Muhammad Habibullah

(2020242015)

DOSEN PEMBIMBING

Ns.Ida Suryati,M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


A. PENGAMBILAN DARAH ARTERI
1. PENGERTIAN
Pengambilan darah arteri adalah suatu tindakan untuk mengambil darah arteri
yaitu pembuluh darah yang berasal dari bilik jantung yang berdinding tebal dan
kaku.Sedangkan analisa gas darah adalah prosedur untuk menilai tekanan parsial
oksigen,karbondioksida dan pH (konsentrasi ion hydrogen) di darah arteri.
Mengambil sampeldarah arteri membutuhkan suntikan perkutan pada arteri
brachialis, radial atau femoralis.Juga bisa didapatkan dari arterial line.

2. TUJUAN
Pengambilan darah arteri dilakukan untuk pemeriksaan analisa gas darah yang
digunakan untuk mendiagnosa dan mengevaluasi penyakit pernafasan serta
kondisi yang mempengaruhi seberapa efektif paru-paru mengirimkan oksigen ke
darah dan mengeleminasi karbondioksida dari darah. Nilai kadar normal
pemeriksaan AGD :
a. Tekanan parsial oksigen (PO2) : 75-100 mmHg
b. Tekanan parsial karbondioksida (PCO2) : 35-45 mmHg
c. pH normal : 7,35-7,45
d. Saturasi oksigen (SaO2) : 94-100%
e. Kandungan oksigen (O2CT) : 15-23 volume%
f. Konsentrasi Bikarbonat (HCO3-) : 22-26 millimols per liter (mEq/liter)

Perubahan pH disebabkan oleh :

a. Fungsi pernafasan abnormal


b. Fungsi ginjal abnormal
c. Jumlah asam atau basa yang berlebihan.

3. INDIKASI
Pada pasien dengan penyakit paru, bayi prematur dengan penyakit paru,Diabetes
Melitus berhubungan dengan kondisi asidosis diabetic.

4. KONTRAINDIKASI
Pada pasien dengan penyakit perdarahan seperti hemofilia dan trombosit rendah.

5. KOMPLIKASI
Pengambilan darah arteri akan minimal terjadi jika dilakukan dengan benar.
Namun dapat terjadi perdarahan atau perdarahan yang tertunda atau memar
padaarea tusukan jarum atau yang jarang terjadi, kerusakan sirkulasi di sekitar
area tusukan.

6. PERALATAN
a. AGD kit :
1) Spuit spesifik untuk mengambil darah yang digunakan untuk analisa gas
darah.
2) Jarum 20 G 1 ¼ “
3) Jarum 22 G 1”
4) 1 ml ampul carian heparin (1:1000)
b. Sarung tangan
c. Spuit 5 ml dan 10 ml
d. Alcohol or poviodine-iodine pad
e. 4x4 gauze pads6
f. Penutup karet untuk spuit
g. Tas plastik atau wadah berisi es
h. Label
i. Format permintaan laboratorium
Banyak fasilitas kesehatan yang menggunakan AGD kit yang terdiri atas
semua yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur ini termasuk tempat yang
sudah berisi es untuk membawa sampel ke laboratorium. Namun jika tidak
ada, gunakan basin emesis yang bersih dan mangkuk styrofoam untuk
meletakkan es didalamnya, atau tas plastik untuk membawa sampel ke lab.
7. LOKASI PENGAMBILAN ARTERI
Lokasi Pengambilan Darah Arteri yaitu mengidentifikasi arteri untuk pengambilan
sampel.Arteri yang paling sering untuk pengambilan sampel termasuk arteri
radialis, arteri brachialis, dan arteri femoralis. Dari ketiganya, arteri radial adalah
area yang paling disukai karena tiga faktor utama :
a. mudah untuk mengakses
b. arteri radial adalah arteri dangkal dan karena itu lebih mudah untuk diraba,
stabil, dan mudak ditusuk
c. memiliki jaminan aliran darah.Jika kerusakan pada arteri radial terjadi atau
menjadi terhambat, arteri ulnaris akan memasok darah ke jaringan biasanya
dipasok oleh arteri radial. Untuk menilai arteri radial untuk sampling, harus
melakukan tes Allen dimodifikasi untuk menjamin patensi arteri ulnaris.

Adapun cara melakukan tes Allen adalah sebagai berikut :

a. Melenyapkan denyut radial dan ulnar secara bersamaan dengan menekan di kedua
pembuluh darah di pergelangan tangan.
b. Minta pasien untuk mengepalkan tangan dan melepaskannya sampai kulit terlihat
pucat.
c. Lepaskan tekanan arteri ulnaris sementara mengompresi arteri radial. Perhatikan
kembalinya warna kulit dalam waktu 15 detik.

Jika tes Allen adalah negatif untuk kedua tangan dan arteri radial tidak dapat
diakses,maka arteri brakialis dapat digunakan. Potensi untuk mendapatkan sampel vena
lebih besar bila menggunakan arteri brakialis karena ada pembuluh darah besar terletak di
dekat arteri brakialis. Selain itu, saraf medial terletak sejajar dengan arteri brakialis dan
akan menyebabkan rasa sakit pasien jika Anda secara tidak sengaja mengenainya dengan
jarum.Arteri femoralis adalah area sampling arteri yang paling tidak disukai karena
merupakan arteri relatif dalam; terletak berdekatan dengan saraf femoralis dan vena, dan
tidak memiliki jaminan aliran darah. Tusukan dari arteri femoralis biasanya digunakan
untuk situasi muncul atau untuk pasien hipotensi parah yang memiliki perfusi perifer
yang buruk.
8. PROSEDUR TINDAKAN
a. Cek identitas pasien.Beritahu pasien bahwa anda akan melakukan
pengambilan sampel AGD dan jelaskan tujuan serta prosedurnya. Beritahukan
bahwa specimen akan diambil dari arteri, jaga privasi klien, dan atur posisi
klien dalam posisi supinasi atau semi fowler.
b. Siapkan peralatan. Beri label syringe dengan nama pasien, nomor ruangan,
nama dokter, tanggal dan waktu pengambilan, inisial pelaksana AGD. Beri
heparin pada spuit
c. Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan untuk meminimalkan
penyebaran mikroorganisme
d. Membersihkan kulit di area tusukan dengan kapas alcohol. Tangan klien harus
ditekuk sedikit atau letakkan handuk kecil yang digulung di bawah
pergelangan tangan. Hal ini membawa arteri radial lebih dekat ke permukaan.
Ekstensi berlebihan pada pergelangan tangan harus dihindari karena dapat
menutup jalan denyut nadi.
e. Palpasi denyutan dengan telunjuk dan jari tengah. Setelah menemukan sensasi
denyutan terkuat, sedikit fiksasi arteri dengan telunjuk dan jari tengah. Hal ini
akan mencegah arteri berubah posisi ketika dilakukan tusukan.
f. Suntikan harus dengan sudut 45° atau kurang di tangan berlawanan, seperti
memegang pensil atau sebuah anak panah. Penempatan paralel dekat jarum
tersebut akan meminimalkan trauma arteri dan memungkinkan serat otot polos
untuk menutup lubang tusukan setelah jarum ditarik.
g. Sementara memfiksasi arteri dan dengan sudut jarum mengarah ke atas,
masukkan jarum ke tepat di bawah permukaan kulit. Sekarang dorong jarum
perlahan-lahan sampai terlihat denyut berkedip darah di pusat jarum. Berhenti
dan pertahankan posisi ini sampai terkumpul 2-4 cc darah dalam alat suntik.
h. Jika jarum masuk terlalu jauh, tarik perlahan-lahan sampai mengalir darah ke
jarum suntik. Seharusnya tidak perlu ada aspirasi darah ke jarum suntik sebab
tekanan arteri akan mengisi otomatis alat suntik. Hanya dalam jika digunakan
jarum gauge kecil(misalnya 25 gauge), atau pasien hipotensi, sebaiknya
dilakukan aspirasi jarum suntik.
i. Setelah mendapatkan jumlah darah yang diinginkan, tarik jarum dan terapkan
tekanan ke area tusukan dengan ukuran 4 × 4. Setelah tekanan diterapkan
selama 2 menit, periksa area untuk perdarahan, aliran, atau rembesan darah.
Jika ada, terapkan tekanan sampai pendarahan terhenti. Waktu kompresi lama
akan diperlukan untuk pasien pada terapi antikoagulan atau yang memiliki
gangguan perdarahan.
j. Lepaskan jarum dari alat suntik. Jarum tidak boleh disumbat, bengkok, atau
sengaja dirusak karena bahaya tusukan diri. Semua jarum harus ditempatkan
dalam wadah tahan tusukan (umumnya dikenal sebagai wadah benda tajam).
k. Sangat penting bahwa gelembung udara yang dikeluarkan dari spuit gas darah
karena dapat mengubah hasil gas darah. Pegang jarum suntik tegak lurus dan
tekan jarum suntik dengan lembut sehingga gelembung udara naik ke bagian
atas jarum suntik sehingga dapat dikeluarkan.
l. Cap jarum suntik dan letakkan spuit dalam kantong es (mendinginkan sampel
akan mencegah metabolisme lebih lanjut dari darah). Pasang slip laboratorium
untuk tas,dan bawa sampel ke laboratorium. Jika akan menganalisis sampel,
harus dilakukan sesegera mungkin.
m. Lepaskan sarung tangan dan lakukan cuci tangan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme

B. INTERPRETASI ANALISA GAS DARAH


1. PENGERTIAN
Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah
arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan
memantau respirasi klien dan metabolisme asam-basa, serta homeostatis elektrolit.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi. Istilah-istilah penting yang
harus diketahuidalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, pH, PCO2. HCO3-,
PO2 dan SaO2.
pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah.
pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketika
konsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH
normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga
7,41 pada vena.
PCO2 merupakan ukuran tekanan parsial CO2 dalam darah. PCO2 menunjuk
kankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak
CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF
merupakan stimulus utama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2naik,
maka pernapasan akan terstimulasi. Jika PCO naik terlalu tinggi dan paru-paru
tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2
dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.
Kebanyakan CO2 dalam darah berbentuk HCO3-(asam bikarbonat).HCO3- adalah
ukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh
ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk
menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3- dalam
darah adalah 21-28mEq/L.
Tekanan parsial oksigen, PO2 secara tidak langsung menunjukkan nilai O2 dalam
darah. PO2 menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2 juga
merupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen
yang digunakan. Nilai normal dari PO2 adalah 80-100 mmHg pada arteri dan 40-
50 mmHg pada vena.Saturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan
hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2 ialah 95%. Sedangkan
pada orang dewasa 95% sampai100%.

2. TUJUAN
a. Mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh
b. Mengetahui kadar oksigen dalam tubuh
c. Mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh
d. Mengetahui efektivitas ventilasi dan respirasi

3. INDIKASI
a. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
b. Pasien deangan edema pulmo
c. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
d. Infark miokard
e. Pneumonia
f. Klien syok
g. Post pembedahan coronary arteri baypass
h. Resusitasi cardiac arrest
i. Klien dengan perubahan status respiratori
j. Anestesi yang terlalu lama

4. KONTRAINDIKASI
a. Denyut arteri tidak terasa
b. Modifikasi Allen tes negatif
c. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer
pada tempat yang akan diperiksa
d. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan
antikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.
5. KOMPLIKASI
a. Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
b. Perdarahan atau hematoma
c. Cidera saraf
d. Arteriospasme atau spasme pembuluh arteri
e. Emboli udara atau bekuan darah
f. Anaphilaksis yang timbul dari anastesi lokal
g. Kontaminasi

6. ALAT DAN BAHAN


a. Disposibel spuit 2.5 cc
b. Perlak/alas
c. Heparin
d. Kapas alcohol
e. Bak spuitf. Bengkok
f. Penutup udara dari karet
g. Wadah berisi es (baskom atau kantong plastik)
h. Label untuk menuliskan status klinis pasien yang meliputi : nama, tanggal
danwaktu, apakah menerima O2, bila ya berapa liter dan dengan rute apa
i. Sarung tangan
7. ASPEK KEAMANAN DAN KESELAMATAN
a. Pasien di usahakan dalam keadaan tenang dan tidak takut/gelisah dengan
posisi berbaring.Apabila pasien dalam keadaan takut/gelisah akan
menyebabkanhiperventilasi.
b. Pengambilan astrup dilakukan 20 menit setelah pemberian oksigen pada
pasien yang sedang diberi terapi oksigen dan cantumkan kadar oksigen yang
diberikan.
c. Perlu diperhatikan adanya perdarahan dan hematoma akibat pengambilan
darah terutama pada pasien yang sedang mendapat terapi antikoagulan.
d. Jika AGD dilakukan bersamaan dengan rencana pemeriksaan spirometri,
darah arteri diambil sebelum pemeriksaan spirometri dilakukan (bertujuan
untuk menentukan diagnosa gagal napas)
e. Suhu tubuh pasien waktu pengambilan darah harus dicantumkan pada formulir
permohonan pemeriksaan.

8. PROSEDUR TINDAKAN
a. Beritahu pasien tujuan dari pengambilan darah
b. Ukur suhu tubuh pasien
c. Pasang alas/ perlak pada lokasi yang akan diambil darah
d. Pasang sarung tangan
e. Usahakan agar lengan dalam posisi abduksi dengan telapak tangan menghadap
ke atas dan pergelangan tangan ekstensi 30
f. Agar jaringan lunak terfiksasi oleh ligamen dan tulang. Bila perlu bagian
bawah pergelangan dapat diganjal dengan bantal kecil.
g. Jari pemeriksa diletakkan di atas arteri radialis (proksimal dari lipatan kulit di
pergelangan tangan) untuk meraba denyut nadi agar dapat memperkirakan
letak dan kedalaman pembuluh darah
h. 0,2 ml heparin diaspirasikan ke dalam spuit sehingga dasar spuit basah oleh
heparin dan kemudian kelebihan heparin dibuang melalui jarum, dilakukan
perlahan sehingga pangkal jarum penuh dengan heparin dan tidak ada
gelembung udara
i. Pastikan denyutan dari arteri terbesar kemudian dengan menggunakan tangan
kiri antara telunjuk dan jari tengah beri batas daerah yang akan ditusuk dan
titik maksimum denyutan ditemukan.
j. Lakukan tindakan asepsis/antisepsis, bersihkan daerah tersebut dengan kapas
alcohol
k. Setelah dilakukan asepsis, jarum 5-10 mm ditusukkan pada daerah distal dari
jari pemeriksa yang menekan arteri ke arah proksimal. Jarum ditusukkan
membentuk sudut 30o(45o pada arteri radialis dan 90o pada arteri femoralis)
dengan permukaan lengan dengan posisi lubang jarum/ bevel menghadap
keatas
l. Jarum yang masuk ke dalam arteri akan menyebabkan torak semprit terdorong
oleh tekanan darah.
m. Pada pasien hipotensi, torak semprit dapat ditarik perlahan, indikasi satu-
satunya bahwa darah tersebut darah arteri adalah adanya pemompaan darah ke
dalam spuit dengan kekuatan sendiri
n. Setelah jumlah darah yang diperlukan terpenuhi (minimal 1 ml), cabut jarum
dengan cepat dan di tempat tusukan jarum lakukan penekanan dengan jari
selama 5 menit untuk mencegah keluarnya darah dari pembuluh arteri
(10sampai 15 menit untuk pasien yang mendapat antikoagulan)
o. Gelembung udara harus dibuang keluar spuit, lepaskan jarum dan tempatkan
penutup udara pada spuit, putar spuit diantara telapak tangan untuk
mencampurkan heparin.
p. Spuit diberi label dan segera tempatkan dalam es/air es atau termos berisi air
es(semprit dibungkus plastik agar air tidak masuk ke dalam semprit, keadaan
dingin bertujuan memperkecil terjadinya perubahan biokimia (metabolisme
seldarah), untuk selanjutnya spuit dibawa ke laboratorium
q. Bereskan alat
r. Lepas sarung tangan

Pengambilan darah arteri brachialis :


a. Arteri brachialis letaknya lebih dalam dar arteri radialis, Pengambilannya
harus hati-hati dan memperhatikan letak syaraf, agar tidak menciderai nervus
medianus yang dekat dengan srteri brachialis
b. Lengan pasien dalam keadaan ekstensi maksimal, siku di hiperekstensikan
setelah meletakkan bantal/handuk di bawah siku
c. Raba denyut arteri brachialis dengan jarid.Lakukan tindakan asepsis
d. Tusukkan jarum dengan sudut 45o dan lubang jarum menghadap ke atas, 5-
10mm dari distal jari pemeriksa yang menekan pembuluh darah
e. Setelah pengambilan, tekan daerah tusukan selama 5 menit atau sampai
perdarahan berhenti.
f. Hal-hal penting yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan
Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi
heparin.Rasional: untuk mencegah darah membeku.
g. Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri,
berikan anestesi lokal. Rasional: meskipun pengambilan darah arteri
menyakitkan, sebisa mungkin kenyamanan klien harus tetap terjamin.
h. Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui
kepatenan arteri. Rasional: apabila tes Allen yang dilakukan negatif akan
tetapi tetap dipaksakan mengambil darah arteri lewat radialis, trombosis dapat
terjadi dan berisiko mengganggu viabilitas tangan.
i. Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat
darahyang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
Rasional:untuk mengetahui tindakan yang dilakukan telah tepat dan
mengurangi risikosalah diagnosis.
j. Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah
tercampur rata dan tidak membeku. Rasional: jika terjadi pembekuan maka
tidak akan didapatkan hasil yang diharapkan dari pemeriksaan AGD yang
dilakukan.
k. Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih
derasdaripada vena). Rasional: untuk mencegah pembentukan hematoma.
l. Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup
ujung jarum dengan karet atau gabus. Rasional: udara bebas dapat
mempengaruhi nilai O2 pada AGD arteri.
m. Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil. Rasional: untuk
mengetahui apakah klien mengalami demam atau tidak. Apabila terdapat
demam dapat mengindikasi adanya infeksi patogen.
n. Penusukan tepat pada arteri ditandai dengan darah yang keluar berwarna segar
dan memancar.
o. Spesimen dimasukkan ke dalam kantong es bila tempat pemeriksaan
jauh.Rasional: suhu yang rendah menurunkan metabolism sel darah yang
mungkin merubah nilai pH, PCO2,PO2 dan HCO3-
p. Daerah/lokasi pengambilan darah arteri harus bergantian. Rasional: mencegah
kerusakan pembuluh arteri karena seringnya insersi di tempat yang sama.
q. Hindarkan pengambilan darah pada arteri femoralis. Rasional: arteri femoralis
terletak sangat dalam di bawah kulit dan arteri femoralis merupakan salah satu
pembuluh arteri utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
r. Hindari melakukan aspirasi yang bertujuan untuk mengeluarkan udara pada
spuit yang berisi darah. Rasional: udara bebas dapat mempengaruhi nilai O2
pada AGD arteri.
s. Segera kirim ke laboratorium
t. Nilai normal hasil analisi gas darah arteri
u. Hal-hal penting yang harus dicatat setelah tindakan (dokumentasi) : Nama
pasien,Usia,Keterangan klien menggunakan alat bantu oksigenasi atau
tidak,Waktu dilakukannya prosedur,Jenis pemeriksaan yang dilakukan

9. KOMPETENSI YANG DIMILIKI


Bila menggunakan arteri radialis, sebelumnya dilakukan tes Allen untuk
pemeriksaansistem kolateral pembuluh darah/arteri radialis.Uji Allen :
a. Pasien diminta untuk mengepalkan tangan dengan kencang
b. Menekan kedua arteri radialis dan ulnaris dengan jari
c. Pasien diminta membuka dan mengepal beberapa kali hingga jari-jari
pucat,kemudian biarkan telapak tangan terbuka
d. Pemeriksa melepaskan tekanan/sumbatan arteri ulnaris, telapak tangan akan
pulih warnanya dalam 1 sampai 3 detik (paling lama 15 detik) bila darah dari
arteri ulnaris mengisi pembuluh kapiler tangan yang menandakan adanya
sirkulasi kolateral.
e. Kaji potensi kedua arteri dengan cara tersebut bergantian.
f. Bila terdapat gangguan kolateralisasi pada arteri ulnaris (uji Allen negatif),
arterir adialis tidak boleh digunakan untuk pengambilan darah arteri.

LAPORAN PENDAHULUAN

TEKNIK FISIOTERAPI DADA

OLEH

Muhammad Habibullah

2020242015

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Ida Suryati, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

TAHUN 2020/2021

A. Pengertian
Fisioterapi dada merupakan salah satu tindakan untuk membantu mengeluarkan dahak
di paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu yang terbaik untuk
melakukan fisioterapi dada yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sebelum
tidur pada malam hari. Fisioterapi dada adalah tindakan dengan melakukan teknik
clapping (menepuk - nepuk), teknik vibrasi (menggetarkan) dan postural drainase
pada pasien dengan gangguan system pernafasan di daerah dada.
Dalam memberikan fisioterapi pada anak-anak harus diingat keadaan anatomi dan
fisiologi anak seperti pada bayi yang belum memiliki mekanisme batuk yang baik
sehingg amereka tidak dapat membersihkan jalan nafas secara sempurna. Sebagai
tambahan dalam memberikan fisioterapi harus didapatkan kepercayaan dari anak –
anak Karena anak – anak sering tidak kooperatif.
1. Perkusi
Perkusi atau disebut juga dengan clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti
sekuat – kuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk
seperti mangkuk. Tujuannya adalah secara mekanik dapat melepaskan secret
yang melekat pada dinding bronkus.
2. Vibrasi
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dalam klien. Vibrasi ini digunakan setelah
perkusi untuk meningkatkan turbelensi udara sekresi dan melepaskan mucus
yang kental
3. Postural drainase
Postural drainase yaitu salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai sekmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi.
B. Tujuan
1. Untuk mencegah dan mengatasi hipoksis
2. Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
3. Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelectasis
4. Memperbaiki pergerakan dan aliran secret

A. Alat dan bahan


1. Stetoskop
2. Selimut
3. Bantal
4. Segelas air hangat
5. Sputum pot
6. Handukkecil
7. Tempat duduk ataukursi
B. Keselamatankerja
1. Perkusi tidak boleh dilakukan pada daerah yang mudah terjadicedera. Seperti
mamae, sternum, dan ginjal
2. Saat melakukan tindakan perkusi, vibrasi dan postural drainase harus
diperhatikan tekanannya jangan sampai menimbulkan fraktur
3. Sebelum melakukan fisioterapi dada sebaiknya apabila belum minum air
hangat anjurkan untuk minum air hangat untuk membantu mengencerkan
sekretnya
C. Prosedur kerja tindakan
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur kepada pasien dan keluarganya
3. Kaji status pasien
 Analisa kelayakan prosedur
 Modifikasi rencana bila diperlukan
4. Sediakan bantal,
5. Nebulisasi jika diperlukan
6. Pilih postural drainase yang tepat yaitu dengan melakukan aukultasi bagian
paru anak untuk melihat letak sputum
7. Atur posisi anak dengan menempatkan anak diatas pangkuan dan letkakkan
handuk atau bantal dibawah punggung
8. Lakukan Teknik perkusi dan clapping dengan cara memposisikan telapak
tangan seperti mangkuk selama kurang lebih selama 1-2 menit
9. Minta anak menarik nafas dan lakukan vibrasi saat mengeluarkan nafas
10. Ulangi sampai pernafasan 3 kali. Jika anak sudah mengerti perintah berikan
pujian
11. Minta untuk Tarik nafas dalam dan batuk untuk mengeluarkan secret. Jika
dalam posisi berbaring tidak bisa batuk ganti dalam posisi duduk
12. Aukultasi kembali untuk memastikan pembersihan secret
13. Resposisi, perkusi dan vibrasi area pada posisi draina sesesuai ketentuan hasil
aukultasi tersebut dimana letak secret

14. Tindakan dapatdiulangi setelah pasien istirahat


15. Evaluasi setelah melakukan tindakan
16. Lakukan dokumentasi pada catatan perawatan
LAPORAN PENDAHULUAN KMB

POSTURAL DRAINAGE

OLEH

Muhammad Habibullah

(2020242015)

DOSEN PEMBIMBING

Ns. IDA SURYATI,M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA


2021/2022

A. Konsep dasar
1. Definisi
Suatu bentuk pengaturan posisi pasien untuk membantu pengaliran mucus
sehingga mucus akan berpindah dari segmen kecil ke segmen besar dengan
bantuan gravitasi dan akan memudahkan mucus di ekspectorasikan dengan
bantuan batuk.
Dalam pelaksanaannya postural drainage ini selalu disertai dengan tapotement
atau tepukan dengan tujuan untuk melepaskan mucus dari dinding saluran napas
dan untuk merangsang timbulnya reflek batuk, sehinggga dengan reflek batuk
mucus akan lebih mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih maka pernapasan
akan menjadi normal dan ventilasi menjadi lebih baik. Jika saluran napas bersih
dan ventilasi baik maka frekuensi batuk akan menurun. (Dhaenkpedro,2010 ).
Postural drainge adalah posisi teraputik pada pasien untuk memungkinkan
sekresi paru-paru mengalir berdasarkan gravitasi kedalam brokus mayor dan
trakea. Postural drainage menggunakan posisi khusus untuk mengalirkan sekresi
dengan menggunaka pengaruh gravitasi, tindakan postural drainage dilakukan 2-3
kali perhari tergantung seberapa banyak penumpukan yang terjado. Waktu terbaik
melakukan tindakan postural drainage adalah sebelum sarapan, sebelum makan
siang, sore hari atau sebelum tidur, penting diingat agar tindakan tersebut tidak
dilakukan pada pasien selesai makan karena dapat merangsang muntah
(Somantri,2008 dalam Febrina,2015)
Drainage postural adalah tindakan dengan menempatkan pasien dalam
berbagai posisi untuk mengalirkan sekret di saluran pernapasan. Tindakan ini di
ikuti dengan melakukan clapping dan juga vibrasi

2. Tujuan
a. Untuk mengeluarkan sekret yang terdapat dalam saluran pernapasan
b. Untuk mencegah akumulasi sekret agar tidak terjadi atelektasis
c. Mencegah dan mengeluarkan sekret

3. Indikasi
a. Pasien yang memakai ventilator
b. Pasien yang melakukan tirah baring lama
c. Pasien yang produksi sputum meningkat
d. Pasien dengan batuk yang tidak efektif
e. Pasien dengan atelaksis
f. Pasien dengan abses paru
g. Pasien dengan pneumonia

4. Kontraindikasi
a. Pasien gagal jantung
b. Pasien dengan status asmatikus, renjatan dan perdarahan masif
c. Infeksi paru berat
d. Patah tulang atau bekas operasi
e. Tumor paru yang mungkin adanya keganasan serta adanya kejang rangsang.

B. Bahan dan perlengkapan


1. Bantal 2 atau 3
2. Stetoskop
3. Air hangat dalam gelas dan sedotan
4. Papan pemiring atau pendongak (bila dilakukan di rumah)
5. Tisu wajah
6. Segelas air
7. Wadah dari kaca
8. Kursi
9. Bengkok 2

C. Petunjuk umum
Ada beberapa posisi yang akan dilakukan dalam melakukan postural drainage yaitu :
1. Bronkhus apikal lobus anterior kanan dan kiri dengan klien duduk di kursi
bersandar pada bantal.

2. Bronkhus apikal lobus posterior kanan dan kiri dengan klien duduk di kursi
bersandar ke depan bantal atau meja.
3. Bronkhus apikal lobus anterior kanan dan kiri dengan klien berbaring

4. Bronkhus lobus lingual kiri atas dengan klien berbaring miring kekanan dan
lengan di atas kepala pada posisi trendelenberg, dengankaki tempat tidur
ditinggikan 30 cm. Letakan bantal di belakangpunggung dan klien digulingkan
seperempat putaran ke atas bantal

5. Bronkhus lobus kanan tengah klien berbaring miring ke kiri dantinggikan kaki
tempat tidur 30 cm. Letakan bantal di belakangpunggung dan klien digulingkan
seperempat putaran ke atas bantal
6. Bronkhuslobusanteriorkanandankiribawahklienberbarigterlentangdenganposisitren
delenberg,kakitempattidurditinggikan45-50cm.Biarkanlututmenekukdiatasbantal

7. Bronkhus lobus lateral kanan bawah klien berbaring miring ke kiripada posisi
trendelenberg dengan kaki tempat tidur ditinggikan

8. Bronkhus lobus lateral kiri bawah klien berbaring miring ke kananpada posisi
trendelenberg dengan kaki tempat tidur ditinggikan45-50cm
9. Bronkhus lobus superior kanan dan kiri bawahklien berbaringtengkurapdengan
bantaldi bawahlambung
10. Bronkhusbasalaisposteriorkanandankiriklienberbaringtengkurap dalam posisi
trendelenberg dengan kaki tempat tidurditinggikan45-50 cm

D. Prosedur Kerja
1. Persiapkan pasien
a. Longgarkan seluruh pakaian pasien terutama pada daerah leher dan pinggang
b. Identifikasi pasien yang jelas untuk memastikan pasien yang memperoleh obat
c. Terangkan cara pengobatan kepada pasien
d. Posisi pasien tidur dengan senyaman mungkin
e. Periksa nadi dan tekanan darah
f. Periksa apakah pasien memiliki reflek batuk
2. Persiapan lingkungan
a. Atur pencahayaan
b. Tutup tirai untuk menjaga privasi klien
3. Pelasanaan
a. Terapis harus didepan pasien untuk melihat perubahan ketika dilakukan
tindakan
b. Pilih area yang tersumbat untuk dilakukan tindakan berdasarkan pengkajian
c. Baringkan pasien dalam posisi mendrainase area tersumbat
d. Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 10-15 menit
e. Selama 10-15 menit drainase pada posisi ini, lakukan perkusi dada, dan
berikan vibrasi
f. Setelah itu minta klien untuk duduk dan batuk
g. Berikan tissue untuk membersihkan sputum
h. Minta klien untuk istrirahat terlebih dahulu bila perlu
i. Berikan minum
j. Ulangi langkah yang sudah dilakukan tidak lebih dari 30-60 menit
k. Ulangi pengkajian dada pada semua bidang paru
l. Cucui tangan
m. Dokumentasikan
n. Apabila sputum belum keluar ulangi tindakan yang sudah dilakukan
o. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari
p. Dilakukan sebelim makan pagi dan malam atau 1 s/d 2 jam sesudah makan

Anda mungkin juga menyukai