Anda di halaman 1dari 30

BAB I

GAMBARAN EKG NORMAL

INTERPRETASI EKG
Secara stematis, interpretasi EKG dilakukan dengan menentukan:
1) Ritme atau irama jantung
2) Frekuensi (laju QRS)
3) Morfologi gelombang P (cari tanda kelainan atrium kiri atau atrium kanan)
4) Interval PR
5) Kompleks QRS:
- Aksis jantung
- Amplitudo (cari tanda hipertrofi ventrikel kiri/ventrikel kanan)
- Durasi
- Morfologi (ada atau tidak gelombang Q patologis atau gelombang R tinggi
di VI)
6) Segmen ST (apakah ada tanda iskemia, injuri atau infark miokard)
7) GelombangT
8) Interval QT
9) Gelombang U

1) Menentukan irama jantung


Karakteristik sinus ritme
- Laju : 60-100x/menit.
- Ritme : Interval P-P reguler, interval R-R reguler.
- Gelombang P : Positif (upright) di sadapan II, selalu diikuti QRS.
- PR Interval : 0,12-0,20 detik dan konstan dari beat to beat.
- Durasi QRS : <0,10 detik kecuali ada gangguan konduksi intraventrikel.

1
2) Menentukan frekuensi jantung (laju QRS)
Ada 3 metode yaitu:
 Tiga ratus (300) dibagi jumlah kotak besar antara R-R.
 Seribu lima ratus (1500) dibagi jumlah kotak kecil antara R-R.
 Hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik, kemudian dikalikan 10, atau
dalam 12 detik dikalikan dengan 5.

Pada keadaan fibrilasi atrial, perhitungan laju QRS menggunakan metode 3.

2
3) Morfologi gelombang P
Berbagai morfologi gelombang P dapat dilihat pada gambar di bawah:

4) Menentukan interval PR
5) Analisis kompleks QRS
Analisis kompleks QRS terdiri dari:
 Menentukan aksis jantung. Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan
menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rata-
rata di sadapan I sebagai sumbu X dan sedapan aVF sebagai sumbu Y
(gambar 3-5). Aksis normal berkisar antara -30° ! ir-pai +110° (gambar 3-6).
Beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk irse-entukan aksis jantung
adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung
(Aksis) berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan
sadapan II positif : aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka
deviasi aksis ke kiri (LAD=left axis deviation), berada pada sudut -30°
sampai -90°.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis
ke kanan (RAD=right axis deviation) berada pada sudut +110° sampai
+180°.
d. Bila hasil hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi
aksis kanan atas, berada pada sudut -90° sampai +180°. Disebut juga
daerah no man's land.

3
 Hitung durasi kompleks QRS.
 Evaluasi ada tidaknya tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri/kanan serta cari
apakah terdapat morfologi blok cabang berkas kiri atau blok cabang berkas
kanan.
 Evaluasi ada tidaknya gelombang Q patologis.
6) Analisis segmen ST, gelombang T, interval QT dan gelombang U

4
BAB II
GAMBARAN EKG
PADA ISKEMIA, INJURI, DAN INFARK MIOKARD

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu sindrom klinis yang terdiri dari
angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) tanpa elevasi segmen ST
dan IMA disertai elevasi segmen ST. Keadaan ini ditandai dengan
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh
darah koroner menyediakan oksigen yang cukup untuk metabolisme miokard.
Mekanisme dasar SKA berupa ruptur plak aterosklerosis diikuti pembentukan
trombus akut pada arteri koroner yang terlibat. Proses trombosis akut tersebut
dapat menyebabkan oklusi total arteri koroner dan pasien mengalami SKA disertai
elevasi segmen ST (terdapat elevasi segmen ST pada EKG), sedangkan jika
sumbatannya non oklusif (tidak oklusi total) akan menyebabkan presentasi klinis
SKA tanpa elevasi segmen ST (tidak dijumpai elevasi segmen ST pada EKG).

Segmen ST dan gelombang T pada iskemia miokard


Segmen ST dan gelombang T terbentuk akibat aktivitas listrik yang timbul
sewaktu repolarisasi cepat ventrikel. Proses repolarisasi ini memerlukan suplai
oksigen yang konstan untuk menghasilkan energi. Pada keadaan penyempitan
pembuluh darah koroner, akan terjadi penurunan aliran darah (iskemia) dan
daerah yang mengalami iskemia tentunya tidak dapat membentuk energi untuk
repolarisasi, sehingga arah gelombang T akan bergerak menjauh meninggalkan
daerah iskemia. Pada EKG Keadaan iskemia tersebut bisa dilihat berupa adanya
inversi gelombang T maupun depresi segmen ST, tergantung beratnya iskemia
serta timing pengambilan EKG. Spesifisitas perubahan segmen ST pada iskemia
tergantung morfologinya. Diduga terdapat iskemia miokard, jika depresi segmen
ST lebih dari 0,5 mm (setengah kotak kecil), terletak dibawah garis baseline (garis
isoelektris) dan 0,04 detik dari J point serta dijumpai di dua atau lebih sadapan
yang berhubungan. Sedangkan inversi gelombang T dianggap bermakna jika
dalamnya > 0,2 mV (lebih dari dua kotak kecil).

5
Pada uji latih jantung dengan beban (misalnya treadmill test), jika terdapat
depresi segmen ST tipe horizontal atau downslope sebesar 1 mm dan 80 milidetik
(0,08 detik) dari J point, maka disebut respon iskemia positif.

Bentuk segmen ST pada keadaan iskemia bisa bervariasi. Bentuk segmen ST


yang paling tinggi sensitivitasnya untuk mendeteksi adanya iskemia miokard
adalah depresi segmen ST tipe downslope.
Untuk penentuan ada tidaknya iskemia miokard, depresi segmen ST memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dibanding inversi gelombang T. Jika
pada satu rekaman EKG terdapat depresi segmen ST dan juga inversi gelombang
T, maka yang lebih bermakna adalah depresi segmen ST. Perubahan segmen ST
dan gelombang T memiliki spesifisitas rendah pada pasien dengan kelainan EKG
saat istirahat berupa gambaran blok cabang berkas kiri dan kanan serta hipertrofi
ventrikel kiri.

Perubahan EKG pada injuri miokard


Sel miokard yang mengalami injuri tidak akan berdepolarisasi sempurna,
secara elektrik lebih bermuatan positif dibanding daerah yang tidak mengalami
injuri dan pada EKG tampak gambaran elevasi segmen ST pada sadapan yang

6
berhadapan dengan lokasi injuri. Pada pasien dengan nyeri dada, jika dijumpai
elevasi segmen ST di dua atau lebih sadapan yang berhubungan, maka harus
dipikirkan bahwa pasien sedang mengalami serangan jantung akut (IMA disertai
elevasi segmen ST) dan terjadi sumbatan total (100%) di arteri koroner, sehingga
diperlukan segera terapi reperfusi untuk mengembalikan aliran darah koronernya.
Elevasi segmen ST bermakna jika elevasi >1 mm (1 kotak kecii) pada sadapan
ekstremitas dan >2 mm pada sadapan prekordial di dua atau lebih sadapan yang
menghadap daerah anatomi jantung yang sama. Perubahan segmen ST,
gelombang T dan kompleks QRS pada injuri dan infark mempunyai karakteristik
tertentu sesuai waktu dan kejadian selama infark. Jika elevasi segmen ST menetap
beberapa bulan setelah infark miokard, maka harus dipikirkan adanya aneurisma
ventrikel.

Perubahan EKG pada infark miokard lama


Infark miokard berarti kematian sel otot jantung akibat terhentinya aliran darah
ke otot jantung yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Sel infark yang tidak berfungsi
tidak mempunyai respons stimulus listrik sehingga arah arus yang menuju daerah
infark akan bergerak meninggalkan daerah yang nekrosis tersebut dan
memberikan gambaran defleksi negatif berupa gelombang Q patologis dengan
karakteristik durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik dan dalamnya harus
minimal sepertiga tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama.

7
Konsep resiprokal
Pada sadapan dengan arah berlawanan dari daerah injuri menunjukkan gambaran
depresi segmen ST dan disebut perubahan resiprokal (mirror image). Perubahan
ini dijumpai pada dinding jantung berlawanan dengan lokasi infark (75% dijumpai
pada infark inferior dan 30% pada infark anterior). Perubahan ini terjadi hanya
sebentar di awaI infark dan jika ada berarti dugaan kuat adanya suatu infark akut.
Jika pada suatu rekaman EKG dijumpai elevasi segmen ST dan juga depresi
segmen T, maka elevasi segmen ST dianggap sebagai proses primernya.

8
BAB II
KONSEP DILATASI DAN HIPERTROFI RUANG JANTUNG

Perubahan morfologi ruang jantung dapat dideteksi dengan pemeriksaan EKG


karena peningkatan massa ruang jantung menyebabkan peningkatan 5 listrik di
EKG. Pembesaran ruang jantung merupakan mekanisme kompensasi akibat
peningkatan beban volume atau beban tekanan berlebihan. Dilatasi merupakan
peningkatan diameter ruang jantung akibat beban volume berlebihan, sedangkan
hipertrofi merupakan peningkatan ketebalan ruang akibat jantung beban tekanan
berlebihan. Biasanya perubahan morfologi ruang jantung didasari oleh proses
mekanik lama, baik akibat kelainan jantung bawaan kelainan yang didapat.
Keadaan hipertrofi dan dilatasi dapat dikenali pada EKG dengan pola yang hampir
sama

A. PEMBESARAN ATRIUM
Setengah gelombang P pertama merupakan refleksi impuls listrik yang
berasal berasal dari nodus SA yang menstimulasi atrium kanan, sedangkan
setengah gelombang P kedua (downslope) timbul akibat stimulasi atrium kiri.

Pembesaran atrium dijumpai pada keadaan patologis (sesuai dengan urutan


insiden penyakit)
1. Stenosis katup atrioventrikular, misalnya hipertrofi atrium kiri karena
stenosis mitral.
2. Regurgitasi katup atrioventrikular, seperti hipertrofi atrium kanan karena
insufisiensi trikuspid.
3. Akibat sekunder hipertensi pulmoral, seperti hipertrofi atrium kanan karena
penyakit paru difus.

9
4. Penyakit jangtung bawaan, seperti hipertrofi atrium kanan karena defek
septum atrial.
5. Akibat sekunder hipertrofi ventrikel, seperti hipertrofi ventrikel kiri pada
penyakit hipertensi.
6. Kardiomiopati

1) Pembesaran atrium kiri


Peningkatan tekanan (akibat stenosis mitral) atau peningkatan volume
(akibat regurgitasi mitral) di atrium kiri menyebabkan atrium kiri
berkompensasi dengan cara berdilatasi.
Kelainan bentuk EKG terjadi pada bagian akhir gelombang P. Impuls
berjalan dari atrium kanan yang ukurannya normal, selanjutnya bergerak ke
atrium kiri yang membesar. Bentuk gelombang P akan melebar dan
berlekuk karena diperlukan waktu lebih lama untuk mendepolarisasi otot
atrium kiri yang membesar. Kelainan atrium kiri memberi informasi klinis
penting tentang kelainan jantung kiri.
Karakteristik pembesaran atrium kiri:
- Durasi gelombang P >0,11 detik.
- Gelombang P berlekuk (notched) di sadapan I, II, aVL, disebut P mitral.
- Gelombang P bifasik di sadapan VI dengan bagian inversi yang lebih
dominan dan lebar >0.04 detik.

2) Pembesaran atrium kanan


Karakteristik pembesaran atrium kanan:
- Gelombang P yang tinggi (>2,5 mm) di sadapan II, III, aVF, disebut P
pulmonal.
- Gelombang P bifasik di sadapan VI dan dominan defleksi positif.

10
B. PEMBESARAN VENTRIKEL
Hipertrofi ventrikel terjadi akibat beban tekanan berlebih pada satu maupun
kedua ventrikel, sedangkan dilatasi ventrikel terjadi akibat beban volume
berlebih. Kelainan EKG pada hipertrofi ventrikel disebabkan oleh:
- Penebalan massa otot. Peningkatan tegangan listrik timbul akibat pe-
ningkatan massa otot dan penebalan otot ventrikel.
- Hipertrofi menyebabkan peningkatan amplitudo QRS disertai depresi
segmen ST dan inversi gelombang T yang asimetris disebut ventricular strain.

1) Hipertrofi ventrikel kiri


Peningkatan tekanan di ventrikel kiri menyebabkan penebalan konsentris
dinding ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi. Peningkatan
penebalan otot ventrikel menyebabkan ukuran kavitas ventrikel mengecil,
dijumpai pada keadaan hipertensi, stenosis aorta, atau kardiomiopati
obstruktif kronik. Tetapi, jika terjadi peningkatan volume di ventrikel kiri
(misal pada regurgitasi aorta atau regurgitasi mitral), maka kavitas ventrikel
kiri meningkat karena terjadi dilatasi. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri di
EKG timbul akibat peningkatan massa ventrikel kiri serta tidak dapat
membedakan apakah penyebabnya akibat beban tekanan atau beban volume
berlebih.
Penyebab hipertrofi ventrikel kiri antara lain hipertensi (esensial, renal
ataupun hormonal), penyakit katup aorta (stenosis aorta maupun insufisiensi
aorta), regurgitasi mitral, penyakit jantung koroner kronik, hipertrofi karena
kelainan nutrisi (beri-beri, miokarditis kronik), penyakit jantung bawaan
(duktus arteriosus parsisten, koarktasio aorta dan atresia trikuspid). Keadaan
ini juga dapat terjadi orang normal yang melakukan latihan berat, antara lain
atlet dan pelari marathon.
Kriteria EKG hipertrofi ventrikel kiri:
a. Sadapan prekordial:
- Tinggi gelombang R di V5 atau V6 >27 mm. Dalamnya gelombang S
di VI + tinggi gelombang R di V5 atau V6 >35 mm.

11
- Depresi segmen ST dan inversi gelombang T asimetris di V5 dan V6
(verticular strain)
b. Sadapan ekstremitas:
- Jantung horizontal: tinggi gelombang R di aVL >11 mm.
- Jantung vertikal: tinggi gelombang R di aVF >20 mm. Keadaan ini
memiliki nilai diagnostik yang rendah karena hal ini bisa juga terjadi
pada hipertrofi ventrikel kanan.
c. Sadapan standar: sama dengan sadapan ekstremitas.
Kriteria minimal tinggi gelombang R di aVL >11 mm atau tinggi
gelombang R di V5 atau V6 >27 mm atau dalamnya gelombang S di VI
+ tinggi gelombang R di V5 atau V6 > 35 mm. Kriteria ekuivokal: terdapat
tanda ventricular strain.

2) Hipertrofi Ventrikel Kanan


Tekanan di ventrikel kanan (misal pada stenosis mitral, penyakit paru
akut maupun kronik seperti emfisema, bronkitis kronik, bronkiektasis,
tuberkulosis, emboli paru dan hipertensi pulmonal primer) menyebabkan
peningkatan massa ventrikel kanan sedangkan peningkatan volume di
ventrikel kanan (akibat regurgitasi atau shunt intrakardiak seperti defek
septum atrial) akan menyebabkan dilatasi ventrikel kanan.
Pada keadaan normal, ventrikel kanan lebih kecil dari ventrikel kiri
sehingga untuk melihat kelainan EKG akibat hipertrofi ventrikel kanan
diperlukan aktivitas listrik melebihi aktivitas listrik ventrikel kiri.
Karakteristik hipertrofi ventrikel kanan:
- Deviasi aksis kanan (tanda awal).
- Gelombang R yang tinggi disertai depresi segmen ST dan gelombang T
terbalik di sadapan II, III, aVF. Sadapan aVR sering menunjukkan
tingginya gelombang R yang dapat berupa qR, QR, atau hanya kompleks
R.

12
- Gelombang R yang tinggi terlihat pada VI. Pada VI, rasio R/S >1 atau
durasi gelombang R lebih dari 0,03 detik. Durasi QRS bisa melebar,
menyerupai pola blok berkas cabang.
- Gelombang S menetap (persistent S) di sadapan V5 dan V6.

3) Kombinasi hipertrofi ventrikel kiri dan kanan


Keadaan ini bisa dinilai dari EKG walaupun spesifisitas dan
sensitifitasnya sangat rendah. Kriteria kompleks QRS kadang hilang oleh
karena terjadi gaya listrik yang seimbang akibat pembesaran ventrikel kanan
dan kiri. Beberapa penulis mengatakan bila terdapat kriteria hipertrofi
ventrikel kiri dengan aksis mencapai +90°, diduga terdapat hipertrofi
biventrikel.

13
BAB III
ARITMIA

Kelainan irama jantung dibagi atas dua kelompok besar yaitu irama jantung
yang terlalu lambat (bradi-aritmia) dan irama jantung yang terlalu cepat (taki-
aritmia). Bradi-aritmia terjadi karena gagalnya pembentukan impuls di nodus
SA dan konduksi listrik yang tidak normal ke ventrikel. Sedangkan mekanisme
yang mendasari taki-aritmia adalah gangguan automaticity, triggered activity
dan re-entry.

A. ARITMIA ATRIAL
Gelombang P merupakan depolarisasi atrium dan berbentuk positif (upright)
serta pada EKG timbul sebelum tiap kompleks QRS jika stimulus dimulai dari
nodus SA. Jika irama dimulai di tempat lain di atrium maka konfigurasinya akan
berbeda.

1. Disritmia atrial. Disritmia atrial merupakan kelainan pembentukan dan


kelainan konduksi impuls listrik di atrium.
Mekanisme yang mendasari adalah:
1) Gangguan automaticity (sel miokard di atrium mengeluarkan impuls
sebelum impuls normal dari nodus SA). Penyebab tersering adalah
iskemia miokard, keracunan obat, dan ketidakseimbangan elektrolit.
2) Triggered activity (kelainan impuls listrik yang kadang muncul saat
repolarisasi, saat sel sedang "tenang" dan dengan stimulus satu impuls
saja sel-sel miokard "tersentak" beberapa kali). Penyebab tersering
adalah hipoksia, peningkatan katekolamin, hipo-magnesemia, iskemia,
infark miokard dan obat yang memperpanjang repolarisasi.
3) Re-entry (keadaan dimana impuls kembali menstimulasi jaringan yang
sudah terdepolarisasi melalui mekanisme sirkuit, blok unidirectional
dalam konduksi serta perlambatan konduksi dalam sirkuit). Penyebab
tersering adalah hiperkalemia dan iskemia miokard.

14
2. Kompleks Atrial Prematur. Penyebab tersering adalah mekanisme re-
entry.
- Laju : biasanya 60-100x/menit, bisa saja lambat, jika lebih dari
100x/menit disebut takikardia atrial.
- Irama : bisa ireguler.
- Gel. P : ukuran, bentuk, arah bisa berubah dari beat to beat.
- Interval PR : bervariasi
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.

3. Takikardia supraventrikular (SVT=supraventricular tachycardia)


atau takikardia Atrial. Jalur re-entry pada takikardia supraventrikular
dijumpai di nodus AV (50%), jalur asesoris lain (40%) serta di atrium atau
nodus SA (10%).
Karakteristik
- Laju : 100-250x/menit.
- Irama : reguler.
- Gel. P : kadang gelombang P tumpang tindih dengan gelombang
T dan disebut gelombang P'.
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan konduksi
intraventrikel.

15
4. Kepak atrial (atrial flutter). Kepak atrial klasik diakibatkan adanya
sirkuit re-entry yang khas serta kebanyakan melibatkan atrium kanan.
Kelainan pada EKG biasanya dilihat pada lead II.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 250-450x/menit.
- Irama : irama atrial teratur tetapi irama ventrikel bisa teratur atau
tidak bergantung konduksi atau blok atrioventrikular.
- Gel. P : tidak bisa diidentifikasi dan berbentuk gigi gergaji
(sawtooth appearance).
- Interval PR : tidak bisa diukur.

5. Fibrilasi atrial (AF=atrial fibrillation). Depolarisasi muncul di banyak


tempat di atrium, menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi
dengan frekuensi tinggi. Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang
dekat dengan atrium (biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab
utama.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 400-600x/menit, laju ventrikel bervariasi.
- Irama : irama ventrikel tidak teratur (jarak R-R ireguler)

16
- Gel. P : tak dapat diidentifikasi, garis baseline bergelombang.
- Durasi QRS : 0,10 detik atau kurang, kecuali ada perlambatan
konduksi intraventrikel.

6. Sindrome Wolff Parkinson White (WPW). Suatu sindrom pre-eksitasi,


konduksi impuls antegrade berjalan selain dari jalur konduksi normal juga
melalui jalur tambahan lain. Jalur tambahan tersebut mempunyai konduksi
lebih cepat sehingga membuat beberapa bagian dari ventrikel
terdepolarisasi secara dini, yang menghasilkan pemendekan interval PR
dan timbul gelombang delta pada kompleks QRS di EKG.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial 60-100x/menit.
- Irama : teratur.
- Interval PR : kurang dari 0,22 detik.
- Durasi QRS : lebih dari 0,12 detik dan dijumpai gelombang delta pada
kompleks QRS.

17
A. ARITMIA VENTRIKEL
Pada keadaan tertentu (iskemia atau infark miokard), daerah di ventrikel
menjadi mudah terangsang dan bisa menimbulkan gangguan irama dengan
mekanisme re-entry, automaticity maupun triggered activity. Depolarisasi
ventrikel abnormal akan diikuti repolarisasi ventrikel yang abnormal juga
sehingga dijumpai perubahan pada gelombang T dan segmen ST.

1. Kontraksi ventrikel prematur (PVC =premature ventricular


contraction) atau ventricular extra systole (VES). Keadaan ini muncul
dari suatu lokasi di ventrikel yang ter”iritasi”. Mekanisme dasar berupa
peningkatan automaticity atau re-entry di ventrikel. Perdefinisi, PVC
adalah denyutan prematur yang muncul lebih dini dari denyutan yang
diharapkan. Biasanya gelombang T menunjukkan arah yang berlawanan
dengan arah kompleks QRS.
Berbagai bentuk dan tipe PVC antara lain:
 PVC tipe uniformis atau multiformis. Jika denyutan dini berasal dari
lokasi anatomi yang sama dan bentuk PVC sama disebut uniformis dan
jika bentuknya berbeda pada satu sedapan disebut multiformis
walaupun belum tentu berasal dari lokasi yang berbeda.

18
 PVC Tipe “R on T”. Gelombang R dari PVC jatuh pada gelombang T
denyutan sebelumnya.

 PVC tipe berpasangan (couplets). Terdapat dua PVC berurutan, jika


lebih dari tiga PVC sekaligus disebut salvo/run VT.

 PVC Tipe Bigeminal. Satu PVC di antara dua kompleks QRS normal.

 PVC Tipe Trigeminal. Satu PVC di antara tiga kompleks QRS normal.

19
 PVC Tipe Quadrigeminal. Satu PVC di antara empat kompleks QRS
normal.

2. Accelerated Idioventricular Rhytm. Irama ini sering dijumpai sebagai


pertanda keberhasilan terapi reperfusi pada pasien IMA disertai elevasi ST
dan onset < 12 jam.
Karakteristik:
- Laju : 41-100x menit.
- Irama : reguler.
- Gel. P : Tidak ada
- Durasi QRS : >0.12 detik, arah gelombang T berlawanan dengan
kompleks QRS.

3. Takikardia Ventrikel (VT = ventricular tachycardia). Keadaan ini


ditandai dengan lebih dari tiga PVC berurtan dengan laju lebih dari
100x/menit . Jika muncul kurang dari 30 detik disebut nonsustained VT,
jika lebih dari 3 detik disebut sustained VT.
Berbagai bentuk dan tipe VT antara lain;

20
 VT tipe monomorfik. Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan
amplitudo yang sama berasal dari fokus tunggal atau jalur re-entry.

 VT tipe polimorfik. Kompleks QRS dari VT mempunyai bentuk dan


amplitudo yang tidak sama, terdapat beberapa fokus jalur yang berbeda.
Takikardia ventrikel tipe polimorfik yang timbul pada interval QT yang
memanjang disebut Torsade de pointes.

4. Fibrilasi ventrikel (VF=ventricular fibrillation). Terjadi akibat re-entry


wavelet multipel di ventrikel. Pada VF tidak ada depolarisasi ventrikel
yang terorganisasi sehingga tidak ada kontraksi miokard yang efektif dan
tidak ada pulsasi nadi, terdiri dari VF kasar (coarse) dan VF halus (fine).
VF merupakan aritmia yang fatal dan harus segera diterminasi.

21
5. Kepak ventrikel (ventricular flutter). Selama proses kepak ventrikel,
otot ventrikel berdepolarisasi dalarn pola sirkular. Penyebab utama adalah
mekanisme re-entry dengan frekuensi 300 kali per menit.

6. Asistol. Pada asistol sama sekali tidak ada aktivitas listrik ventrikel.

B. IRAMA JUNCTIONAL
Daerah antara nodus AV sampai ke sebelum percabangan berkas His disebut
atrioventrikular (AV) junction. Irama yang berasal dari AV junction disebut
disritmia junctional.
Beberapa tipe irama junctional antara lain:
1. Junctional escape beats. Irama ini terjadi karena pengambilalihan fungsi
pacu jantung (escape pacemaker) oleh AV junction akibat kegagalan nodus
SA membentuk impuls.
Karakteristik:
- Laju : bergantung irama dasar.
- Irama : reguler, timbul terlambat, biasanya muncul
setelah episode sinus arrest.

22
- Gelombang P : bisa tidak ada.
- Kompleks QRS : sempit, depresi segmen ST.

2. Irama junctional dan takikardia junctional. Irama ini terjadi pada sel
pacu jantung di berkas His. Jika laju >100x/menit disebut takikardia
junctional dan jika <60x/menit disebut irama junctional.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi.
- Irama : teratur.
- Gelombang P : biasanya tidak ada.
- Kompleks QRS : sempit (<0,10 detik), kecuali ada gangguan
konduksi.

23
BAB III
GANGGUAN KONDUKSI

Untuk mempermudah pemahaman maka pembahasan dilakukan sistematis


berdasarkan lokasi gangguan konduksi di tingkat nodus SA. nodus AV, serta
berkas His.

A. TINGKAT NODUS SA
1. Blok Sinoatrial. Pada keadaan ini sel pacemaker di nodus SA memulai
suatu impuls, tetapi konduksi impuls diblok saat impuls keluar dari nodus
SA.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi karena ada pause.
- Irama : ireguler.
- Gel. P : normal.
- Interval PR : normal.
- Durasi QRS : normal, kecuali ada gangguan konduksi intraventrikel.

2. Sinus Arrest. Terjadi gangguan automatisasi nodus SA dan sel pacemaker


gagal membentuk impuls listrik pada satu atau lebih denyutan. Jika tidak
ada sel lain yang bertindak sebagai pacemaker (biasanya di "junction" atau
ventrikel) maka keadaan akan berlanjut menjadi asistol dan henti jantung.
Karakteristik:
- Laju : bervariasi karena ada pause.
- Irama : ireguler.
- Gel. P : normal.

24
- Interval PR : normal.
- Durasi QRS : normal.

B. TINGKAT NODUS AV
1. Blok Atrioventrikular (Blok AV). Jaringan konduksi khusus yang
menghubungkan konduksi listrik antara atrium dan ventrikel disebut AV
junction. Setiap gangguan konduksi impuls pada nodus AV dan sistem
His-Purkinje disebut blok AV. Interval PR merupakan kunci untuk
membedakan tipe blok AV serta analisis lebar kompleks QRS merupakan
kunci penentu lokasi blok.
Blok AV dibagi atas:
a. Blok AV derajat satu: Terjadi keterlambatan transmisi impuls dari
nodus SA ke ventrikel akibat perlambatan konduksi di nodus AV, tetapi
bukan diblok.
Karakteristik:
- Laju : sesuai irama sinus atau kecepatan atrial.
- Irama : biasanya teratur.
- Gelombang P : normal.
- Durasi QRS : biasanya normal.
- Interval PR : konstan dan lebih dari 0,20 detik.
Konduksi impuls normal ke atrium, tetapi transmisi impuls memanjang
lebih dari normal pada nodus AV dan konduksi normal ke ventrikel.
Blok AV derajat satu tidak berbahaya, karena setiap impuls mencapai
ventrikel dengan kecepatan konduksi di ventrikel normal.

b. Blok AV derajat dua: Mekanisme dasar berupa satu atau beberapa


impuls dari atrial tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga tidak

25
membentuk kompleks QRS pada EKG. Jika bloknya terjadi pada nodus
AV maka bloknya adalah blok derajat dua tipe satu dan jika bloknya
terjadi di bawah atau setelah nodus AV (berkas His atau berkas cabang)
disebut blok AV derajat dua tipe dua. Kunci penilaian adalah konstan
tidaknya interval PR serta ada QRS missing (gelombang P yang tidak
diikuti kompleks QRS).
 Blok AV derajat dua tipe satu (Mobitz tipe I atau Wenckebach).
Saat Impuls dari sinus dihantarkan melalui nodus AV akan terjadi
perlambatan hantaran yang semakin besar (Interval PR semakin lama
semakin panjang) sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan
dan tidak diikuti oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi
pada nodus AV sehingga gelombang QRS normal.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama : irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P : bentuk normal, beberapa gelombang P tidak
diikuti kompleks QRS.
- Durasi QRS : biasanya normal.
- Interval PR : tidak konstan, semakin lama semakin
memanjang.
Kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi jika rasio
konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan
penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, infark miokard akut inferior, penyakit katup aorta
serta efek obat-obat yang memperlambat konduksi AV (penghambat
beta, antagonis kalsium, dan digitalis).

 Blok AV derajat dua tipe dua (Mobitz tipe II). Keadaan ini timbul
jika impuls di atrium gagal dihantarkan ke ventrikel tanpa penundaan
konduksi yang progresif. Lokasi blok konduksi terletak di bawah
nodus AV dan sering pada distal berkas His di berkas cabang.

26
Karakteristik:
- Laju : laju ventrikel lebih lambat
- Irama : irama ventrikel ireguler
- Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P tidak
diikuti kompleks QRS (ada QRS missing).
- Durasi QRS : biasanya melebar karena blok pada cabang
berkas.
- Interval PR : konstan
Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV dengan
kompleks QRS sempit (lokasi blok di nodus AV), tetapi jika blok
AV pada infark miokard akut anterior biasanya menunjukkan
kompleks QRS lebar (lokasi blok di infranodus/berkas cabang).

c. Blok AV derajat tiga (blok AV total/komplit): Impuls dari atrium


tidak dihantarkan ke ventrikel sehingga atrium dan ventrikel mengalami
depolansasi secara terpisah satu dengan yang lain.
Karakteristik:
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama : teratur, tidak ada hubungan antara irama atrial
dan ventrikel
- Gelombang P : normal.
- Durasi QRS : bergantung lokasi escape pacemaker, durasi QRS
normal bila irama dari junctional dan melebar bila terdapat
ventricular escape rhythm.
- Interval PR : tidak ada.
Jika pasien simtomatik, terapi awal berupa injeksi sulfas atropin secara
intravena dan pemasangan pacu jantung sementara (transkutan) serta
cari penyebab dasar (misal infark miokard akut, efek obat-obatan dan
lain-lain). Jika kelainan menetap maka diatas, dengan implantasi pacu
jantung menetap. Kelainan ini bisa juqa dijumpai pada pasien usia tua
akibat degeneratif nodus AV.

27
2. Gangguan Konduksi Intraventrikel
Pada keadaan normal, septum intraventrikel bagian kiri akan terstimulasi
pertama sekali, kemudian impuls berjalan untuk menstimulasi septum
kanan sehingga ventrikel kiri dan kanan akan berdepolarisasi secara
bersamaan. Konduksi normal akan menghasilkan kompleks QRS sempit
(durasi QRS <0,12 detik).

C. BLOK CABANG BERKAS (BUNDLE BRANCH BLOCK)


Blok cabang berkas merupakan gambaran konduksi impuls parsial maupun
komplit pada cabang berkas. Hal ini menyebabkan perlambatan eksitasi salah
satu ventrikel sehingga depolarisasi ventrikel tidak simultan. Konduksi di
ventrikel lebih lambat sehingga menghasilkan kompleks QRS yang lebar
(durasi QRS >0,12 detik). Untuk analisis, paling baik dilihat di sadapan VI
dan V6.
Beberapa kelainan blok cabang berkas adalah sebagai berikut:
1. Blok cabang berkas kanan (RBBB=right bundle branch block)
Karakteristik RBBB:
- Pola rSR' di sadapan aVR dan VI.
- Gelombang S lebar (durasi >0,04 detik) dan tumpul (slurred) di
sadapan I, aVL, V5, dan V6.
- Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12
detik (blok tidak komplit).
Pola RBBB sering dijumpai pada pasien stenosis mitral, defek septum
atrial, IMA serta bisa juga suatu variasi normal.

2. Blok cabang berkas kiri (LBBB=left bundle branch block)


Karakteristik LBBB:
- Kompleks QRS lebar dan bertakik (berbentuk huruf M) di sadapan I, aVL,
V5 dan V6.
- Tidak dijumpai gelombang Q di sadapan I, V5, dan V6.

28
- Kadang disertai depresi segmen ST dan gelombang T inversi. di sadapan I,
aVL, V5, dan V6.
- Durasi kompleks QRS >0,12 detik (blok komplit) atau antara 0,10-0,12
detik (blok tidak komplit).

3. Blok hantaran fasikulus


Blok hantaran fasikulus bisa terjadi pada fasikulus anterior kiri dan
fasikulus posterior kiri.
 Blok hantaran fasikulus anterior kiri (left anterior fascicular
block/left anterior hemiblock=LAFB/LAHB). Pada keadaan ini
terjadi hambatan konduksi aliran listrik yang turun ke fasikulus anterior
sehingga aliran listrik akan turun melewati fasikulus posterior kiri ke
permukaan inferior miokard dan terjadilah depolarisasi ventrikel kiri
dengan arah inferior ke superior.
Karakteristik LAFB:
- Deviasi aksis ke kiri (pastikan tidak ada penyebab deviasi aksis lain
seperti hipertrofi ventrikel kiri).
- Durasi QRS normal.
- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T.

 Blok hantaran fasikulus posterior kiri (left posterior fascicular


block/left posterior hemiblock=LPFB/LPHB). Pada keadaan ini
semua aliran listrik turun lewat fasikulus anterior kiri (karena terjadi
hambatan konduksi aliran listrik yang turun ke fasikulus posterior) dan
terjadi depolarisasi ventrikel dengan arah superior ke inferior.
Karakteristik LPFB:
- Deviasi aksis ke kanan (pastikan tidak ada penyebab deviasi aksis
lain seperti hipertrofi ventrikel kanan).
- Durasi QRS normal.
- Tidak ada perubahan segmen ST dan gelombang T.

29
4. Blok hantaran bifasikulus
Pada keadaan ini terjadi kombinasi blok fasikulus anterior kiri maupun
posterior kiri dengan blok cabang berkas kanan.
 Karakteristik blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan blok fasikulus
anterior kiri (LAFB):

Kriteria RBBB Kriteria LAFB

- Pola rSR'di sadapan V1.


- Gelombang S yang slurred di + - Deviasi aksis ke kiri.
sadapan I, aVL, V5 dan V6.

 Karakteristik blok cabang berkas kanan (RBBB) dengan blok fasikulus


posterior kiri (LPFB):

Kriteria RBBB Kriteria LAFB

- Pola rSR' di sadapan VI.


- Gelombang S yang slurred di + - Deviasi aksis ke kanan.
sadapan I, aVL, V5 dan V6.

5. Blok hantaran trifasikulus


Pada keadaan ini terdapat kombinasi blok cabang berkas kanan, blok AV
derajat satu serta blok fasikulus anterior/posterior kiri.

30

Anda mungkin juga menyukai