Anda di halaman 1dari 70

PEMICU 8 –BLOK SIS SARAF DAN

JIWA
FALENISSA INCA B
LEARNING ISSUE
1. Menjelaskan kelainan otot LMN
2. Menjelaskan motor neuron LMN
3. Menjelaskan neuromuscular junction LMN
4. Menjelaskan saraf spinal LMN
5. Menjelaskan radikulopati LMN
6. Menjelaskan reffered pain LMN
7. Menjelaskan syndrom horner
LI 1 – KELAINAN OTOT LMN
1. MIOSITIS

• Miositis adalah istilah yang digunakan untuk


mewakili inflamasi idiopatik
• Myopathies, penyakit langka yang didominasi
kekebalan dimediasi dan menyebabkan
kelemahan otot rangka.
• Jika tidak diobati, myositis dapat
menyebabkan morbiditas dan bahkan
kematian

http://www.myositis.org/storage/documents/Publications_for_website/2014_-_Myositis_101_ForDocs_small.pdf
• Kata myositis secara harfiah berarti radang
otot.
• Miopati inflamasi idiopatik, penyakit kerangka
langka otot
• Penyakit ini adalah polymyositis,
dermatomiositis, dermatomiositis remaja, dan
inklusi myositis.

Sumber : http://www.myositis.org/storage/documents/Publications_for_website/2014_-_Myositis_101_ForDocs_small.pdf
• Penyebab berbagai bentuk myositis tidak
diketahui.
• Polymyositis dan dermatomiositis (dewasa
dan remaja) diyakini  lingkungan yang
menyebabkan autoimun pada individu yang
rentan secara genetis.

Sumber : http://www.myositis.org/storage/documents/Publications_for_website/2014_-_Myositis_101_ForDocs_small.pdf
2. RABDOMIOLISIS

Definisi
• Rabdomiolisis : cedera jaringan otot rangka yang berakibat terlepasnya
komponen serat otot (elektrolit, mioglobin, kreatin kinase, dan protein
sarkoplasma lainnya) ke cairan ekstrasel dan sirkulasi.

Etiologi
• Fisik : cedera otot akibat trauma (contoh: crush injury, latihan fisik yang
berat, cedera listrik bertegangan tinggi)
• Non-fisik : (contoh: obat-obatan dan toksin, infeksi, miopati metabolik,
serta gangguan endokrin dan elektrolit).
• Walaupun penyebab rabdomiolisis sangat bervariasi, gambaran
histologik yang ditemukan umumnya berupa hilangnya inti serat otot dan
corak serat, tanpa disertai adanya sel-sel radang

Sumber : Wangko S. Rhabdomyolisis. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 5, Nomor 3, November 2013, hlm. 157-164
Patofisiologi
• Mekanisme yang berperan dalam patofisiologi
rabdomiolisis ialah: perubahan metabolisme
sel, cedera reperfusi, dan sindroma
kompartemen (compartment syndrome)

Sumber : Wangko S. Rhabdomyolisis. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 5, Nomor 3, November 2013, hlm. 157-164
Gambaran klinis
• Gejala spesifik : Kelemahan anggota gerak, mialgia, pembengkakan
dan disfungsi otot, kaku dan kesemutan, serta urin berwarna teh
atau coklat kemerahan (mioglobinuria).
• Gejala non-spesifik : diakibatkan oleh nekrosis jaringan otot atau
akibat keadaan yang menyebabkan rabdomiolisis, berupa malaise,
demam, nyeri perut, mual dan muntah, serta koma.
• Gejala awal sulit dikenal pada pasien dengan gangguan mental,
intoksikasi, gangguan elektrolit, atau ensefalopati uremik.

• PF : tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa kering, turgor kulit


berkurang, dan keterlambatan pengisian kapiler)

Sumber : Wangko S. Rhabdomyolisis. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 5, Nomor 3, November 2013, hlm. 157-164
Diagnosis
• Perlu dipertimbangkan bila berhadapan dengan kasus trauma,
cedera akibat bencana alam (contoh: tertimbun tanah longsor,
crush injury), atau imobilisasi yang berkepanjangan.

PP :
• Kadar mioglobin serum dan urin
• Pemeriksaan elektrolit
• Pemeriksaan enzim : enzim kreatin kinase (CK), laktat
dehidrogenase (LDH)

Sumber : Wangko S. Rhabdomyolisis. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 5, Nomor 3, November 2013, hlm. 157-164
LI 2 – MOTOR NEURON LMN
1. POLIOMIELITIS
• Poliomielitis : penyakit infeksi akut yang
menyerang SSP. Kerusakan pada motoneuron di
medulla spinalis memperlihatkan paralisis.
Penyakit ini disebabkan oleh poliovirus.
• Poliomyelitis (polio) adalah penyakit virus yang
sangat menular, terutama pada anak.
• Virus ini ditularkan oleh orang-ke-orang
menyebar terutama melalui jalur fekal-oral atau
kontaminasi air/makanan dan menyerang usus,
dapat pula menyerang sistem saraf dan dapat
menyebabkan kelumpuhan.
• Gejala awal polio  demam, kelelahan, sakit
kepala, muntah, kekakuan pada leher, dan nyeri
pada tungkai. Dalam sebagian kecil kasus,
penyakit ini menyebabkan kelumpuhan, yang
sering permanen.
• Tidak ada obat untuk polio & hanya dapat
dicegah dengan imunisasi.

Sumber : http://www.who.int/topics/poliomyelitis/en/ http://posyandu.org/imunisasi-polio.htl


Epidemiologi
• Penyakit terjadi pada semua usia, lebih
sering pada anak-anak dibanding
dewasa.
• Pada populasi yang terisolasi (mis.
Eskimo), poliomielitis sama rata pada
semua usia.
• Pada kondisi yang padat, higienis dan
sanitasi yang buruk, poliovirus
mengembangkan dirinya pada populasi
tersebut.

Etiologi Virus classification


• virus polio tahan terhadap
Group: Group IV
alkohol dan lisol namun peka ((+)ssRNA)
terhadap formaldehide. Family: Picornaviridae
Ketahanan virus di tanah dan
air tergantung pada Genus: Enterovirus
kelembaban dan suhu, dalam Species: Poliovirus
tinja tahan sampai berbulan-
bulan.
Patofisiologi
• Virus polio adalah virus RNA yang ditularkan melalui rute oral-
fekal atau dengan menelan air yang terkontaminasi.
• Masa inkubasi virus polio adalah 5-35 hari.
• Partikel virus awalnya masuk ke dalam saluran nasofaring dan
GI, kemudian menyerang jaringan limfoid, dengan hematologi
berikutnya menyebar.
• Setelah periode viremia, virus menjadi neurotropik dan
menghasilkan kehancuran motor neuron di cornu anterior dan
batang otak. Penghancuran neuron motorik mengarah ke
pengembangan paralysis.

http://emedicine.medscape.com/article/967950-overview#a5
Manifestasi klinik
• Poliomielitis Abortif: tipe yang paling sering timbul. Pasien tampak
sakit minor, dengan gejala demam, malaise, sakit kepala, nausea,
muntah, konstipasi. Pasien sembuh sendiri dalam beberapa hari.
• Poliomielitis Nonparalitik (meningitis aseptik): tambahan seperti
gejala diatas, terdapat kaku dan nyeri pada leher serta punggung.
Penyakit menetap 2-10 hari, sembuh komplit.
• Poliomielitis Paralisik: komplain predominan berupa paralisis karena
kerusakan LMN. Bisa juga karena invasi batang otak. Perbaikan
maksimal hingga 6 bulan.
• Progressive Postpoliomyelitis Muscle Atrophy: kelanjutan dari paralisis
dan kerusakan otot setelah pasien mengalami poliomielitis paralitik.
Pemeriksaan lab
• Spesimen cairan cerebrospinal (CSF), stool, dan tenggorokan  kultur
virus
• Pemeriksaan liquor cerebrospinalis:
– Pleositosis (leukosit pada CSF > 7sel/mm3)
– kadar protein LCS ↑ (3-4mgg) berkisar antara 30-120 mg/100ml tapi jarang
melampaui 150 mg/100ml. kadar glukosa dan elektrolit normal
– Pada stadium preparalitik atau paralitik dini banyak ditemukan leukosit PMN
tetapi setelah 72 jam banyak ditemukan limfosit.
• Peningkatan 4 x (igG) titer antibodi / + (igM) titer selama tahap akut

Pencitraan
• MRI berguna dalam menilai sejauh mana lesi.
• MRI mengungkapkan sinyal perubahan bilateral substantia nigra dan
cornu anterior dari sumsum tulang belakang yang menjadi petanda
diagnostik pada anak dengan poliomyelitis.

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/967950-workup#c7
Diferensial diagnosa
• Meningitis TBC (gejalanya mirip poliomielitis nonparalitik)
• Sindroma Guillain-Barre
• Mielitis tranversa
• Encephalitis
• Meningitis purulenta
• Lymphocytic choriomeningitis
• Neurosyphilis
Penatalaksanaan
Tirah baring total pada semua Poliomielitis
• Poliomielitis paralitik bentuk spinal:
– tirah baring total dan pengobatan simptomatis
– Lengan dan tangan di beri splint sedang untuk menghindari
drop foot dan papan penyangga pada telapak kaki agar
selalu dalam posisi dorsoflexi.
– Fisioterapi sebaiknya dilakukan setelah 2 hari demam
hilang.
– Bila terjadi kegagalan pernafasan diperlukan respiratoar
• Paralisis bulbaris:
– kebutuhan cairan diperhatikan
– Sekresi faring dapat menyebabkan aspirasi
– bila ada disfagia diberikan sonde lambung
Prognosis Pencegahan
• Sindrom Vaksin Polio :
postpoliomyelitis (20-
40 tahun kemudian)
• Inactivated poliovirus
vaccine (IPV)
diberikan parenteral
• Bulbar paralytic
poliomyelitis 
kematian 60% • Oral attenuated
poliovirus vaccine
• poliomielitis (OPV)
inapparent / abortive
poliomyelitis 
sembuh tanpa gejala
sisa yang signifikan
2 macam vaksin polio :
• IPV (Inaktivated Polio Vaccine, vaksin salk)
– mengandung virus polio yang sudah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan.
• OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin)
– mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan
dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
– Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, dan bentuk monovalen (MOPV)
efektif melawan 1 jenis polio.

• Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali dengan interval


4-6 minggu.
• Kekebalan aktif didapatkan sesudah infeksi
asimptomatis atau pemberian vaksin polio.
• Kekebalan pasif diperoleh dari ibu secara transplasenta
atau pemberian gamma globulin.
• Indonesia telah dinyatakan bebas polio bersama dengan negara-negara anggota Badan Kesehatan
Dunia (World Health Organization) di Asia Tenggara pada bulan Maret 2014. Untuk mempertahankan
keberhasilan tersebut, dan untuk mewujudkan Dunia Bebas Polio, Indonesia perlu melakukan
imunisasi polio tambahanPekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio yang dilaksanakan tanggal 8-15
Maret 2016.
• Apakah imunisasi polio oral (OPV) aman?
Imunisasi polio oral merupakan imunisasi yang sangat aman. Imunisasi polio telah digunakan pada sekitar
2,5 miliar anak di seluruh dunia. Imunisasi polio ini juga telah menurunkan angka kejadian penyakit polio
sekitar 99%.
• Bagaimana pemberian imunisasi polio oral?
Imunisasi polio oral diberikan melalui tetesan, sebanyak 2 tetes ke dalam mulut anak. Anak akan menyukai
imunisasi ini karena rasa yang manis.
• Apa manfaat PIN polio bagi anak?
PIN Polio akan meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap polio, Semoga virus polio ini juga dapat
dibasmi, sehingga tidak ada lagi anak di seluruh dunia yang lumpuh akibat penyakit polio.

http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/apa-yang-perlu-diketahui-orangtua-tentang-pekan-imunisasi-nasional-polio-20
2. ALS

• Amyotrophic lateral Sclerosis (ALS) : penyakit motor neuron yang


menyebabkan gangguan fungsi ektremitas dan bulbar yang ukup jarang terjadi.

• Diagnosa MND menurut kriteria daripada El Escorial untuk diagnosis


Amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
• 1. Definiti ALS: meliputi tanda UMN dan LMN pada regio bulbar dan minimal 2
regio spinal, atau tanda UMN dan LMN pada 3 regio spinal.
• 2. Kemungkinan besar ALS (probable ALS) : meliputi tanda UMN dan LMN pada
minimal 2 regio (beberapa tanda UMN harus restoral terhadap tanda LMN)
• 3. Kemungkinan ALS (possible ALS) : meliputi tanda UMN dan LMN hanya pada
1 regio atau hanya tanda UMN pada minimal 2 regio atau tanda LMN rostral
terhadap tanda UMN.
• 4. Curiga ALS (suspected ALS) : meliputi tanda LMN pada minimal 2 regio.

Sumber : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/19666/Amyotrophic%20Lateral%20Sclerosis%20%28ALS%29%20%20Sebuah
%20laporan%20kasus%20dan%20tinjauan%20pustaka.p
Diagnostik untuk MND

• 1. Anamnesa: adanya kelemahan yang progresif.


• 2. Pada pemeriksaan neurologis dijumpai : adanya gangguan motorik, tidak ada
gangguan sensorik, tidak ada gangguan fungsi otonom, didapat salah satu atau
keduanya dari tanda-tanda LMN (atrofi, fasikulasi) dan tanda-tanda UMN
(peninggian refleks tendon pada ekstremitas yang atrofi, refleks patologis yang
positif).
• 3. Pemeriksaan penunjang :meliputi pemeriksaan laboratorium dengan hasil
kadar protein dalam CSS normal atau sedikit meninggi, enzim CPK meningkat
(pada 70% kasus), EMG: terdapat adanya potensial denervasi dan otot-otot yang
dipersarafi oleh dua atau lebih akar safar pada setiap tiga daerah atau lebih
(ekstremitas, badan, kranium). Biasanya terdapat potensial sinkron, kadang-
kadang terdapat giant potential.KHS: normal dan biopsi otot : terdapat gambaran
histologis yang sesuai dengan atrofi neurogen serta biopsi saraf: tidak terdapat
kelainan pada saraf.

Sumber : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/19666/Amyotrophic%20Lateral%20Sclerosis%20%28ALS%29%20%20Sebuah
%20laporan%20kasus%20dan%20tinjauan%20pustaka.p
LI 3 – NMJ LMN
1. MYASTHENIA GRAVIS

Patofisiologi
- Reaksi imun (MG)  menurunnya reseptor Ach
- Reaksi Lambert Eato/ Aminoglikosida AB  blok Ca
channels
- Reaksi toksin botulinum  gangguan pelepasan Ach

Sumber : Lange 8th Edition. Chapter 9.


Gejala Persen Pasien
(%)
diplopia 41
Tanda dan gejala ptosis 25
dysarthria 16
- Reumathoid Arthritis Lower extremity weakness 13
Generalized weakness 11
- SLE
dysphagia 10
- Fluctuating weakness Upper extremity weakness 7
- Kelemahan otot volunter Masticatory weakness 7
- Predileksi kelemahan otot
; occular, masticatory,
facial, pharyngeal,
laryngeal, etc.

Sumber : Lange 8th Edition. Chapter 9.


Diagnosis
Pemberian edrophonium (Tensilon) test
- IV 10mg (1mL)  2mg inisial dan bila
ditoleransi dengan baik dilanjutkan dengan
8mg 30 detik kemudian.
- Perbaikan kekuatan otot (berlangsung 5
menit)  (+)

Sumber : Lange 8th Edition. Chapter 9.


Urutan pilihan terapi
- Antikolinesterase : pyridostigmine 60mg 4dd1
- Thymectomy : <60th, efeknya tidak seketika
- Kortikosteroid: tidak memberikan respon
positif pada 2 terapi di atas. Dimulai dengan
60-100mg/d oral. Taper off s.d 5-15mg/d

Sumber : Lange 8th Edition. Chapter 9.


Terapi non-farmakologi
• Fungsi mengunyah dan menelan pada pasien MG umumnya
terganggu
• Biasanya muncul saat pasien kelelahan  berikan makanan padat
sebelum istirahat / lelah
• Diutamakan porsi kecil dan frekuensi lebih sering
• Pada pasien yang diterapi dengan antikolinesterase, berikan makanan
segera setelah minum obat agar fungsi menelannya maksimal
• Aktivitas fisik harus dibatasi sebelum makan untuk memaksimalkan
kekuatan untuk makan
• Jangan memberi makan saat pasien mulai lelah  risiko aspirasi
• Pemasangan selang NGT berguna pada keadaan krisis
• Setelah selang dilepas: pantau fungsi menelan dan risiko aspirasi
dengan cinefluoroscopy
Prognosis
• Pada umumnya pasien dapat ditangani dengan
terapi farmakologi.
• Penyakit dapat berakibat fatal o.k komplikasi
misalnya pneumonia aspirasi.

Sumber : Lange 8th Edition. Chapter 9.


LI 4 – SARAF SPINAL LMN
2. CTS

Carpal Tunnel Syndrome (terowongan karpal)

 Kompresi n.medianus pada pergelangan tangan


saat saraf melalui terowongan karpal, dapat terjadi :
– Secara tersendiri  co: pekerjaan dengan banyak
menggunakan tangan
– Gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif 
co: DM
– Saat terowongan karpal penuh dengan jaringan lunak
yang abnormal
• Gambaran klinis
– Nyeri di tangan/lengan
– Pengecilan dan kelemahan otot-otot
– Hilangnya sensasi pada tangan
– Parastesia seperti kesemutan

• Terapi
– Konservatif
• Bidai (min. 4-6 minggu), farmakoterapi (gol kortikosteroid,NSAID,
injeksi kortikosteroid [langsung atau proksimal])  gejala ringan &
sedang
– Bedah
• Open carpal tunnel release & endoscopic carpal tunnel release
Pemeriksaan

• Manuver Phalen
– Hiperfleksi pergelangan tangan selama 30 –
60 detik
• Tinel’s Sign
– Mengetuk dengan lembut daerah volar
pergelangan tangan, tepatnya pada transverse
carpal ligament
– Abnormal  rasa geli di distal n. medianus
• Durkan Compression Test
– Menekan dengan lembut langsung pada
daerah carpal tunnel  paresthesia dalam 30
detik / <
3. TTS

• Tarsal tunnel  celah sempit berisi arteri,


vena, tendon, and nervus di bawah flexor
retinaculum
• Definisi  adanya tekanan pada bagian
posterior nervus tibia atau yg berhubungan
dgn cabang dari nervus yang melewati
bagian bawah flexor retinaculum
Etiologi
• Ekstrinsik • Etiologi : disebabkan oleh hal2 yg
– Contoh: trauma eksternal karena memberikan kompresi nervus
crush injury, stretch injury, fraktur, tibia posterior :
dislokasi dari pergelangan kaki dan • Org dengan telapak kaki yang
hindfoot, dan terkilirnya datar  because the outward
pergelangan kaki yang parah tilting of the heel that occurs with
“fallen” arches can produce strain
• Intrinsikneuropati • Pembesaran abnormal dari
– Contoh: ada massa, tumor lokal, struktur berada di dalam tunel.
bony prominences, venous plexus (co: varicose vein, ganglion cyst,
dalam kanal tarsal swollen tendon)
– Ketegangan saraf disebabkan oleh • Trauma (co: ankle
kaki valgus dapat menyebabkan spraininflamasi 
gejala yang sama pada pembengkakan  kompresi pada
circumferential nerve compression nervus)
• Penyakit sistemik (co: diabetes
atau arthritis  pembengkakan)
Patofisiologi

• Kerusakan lokal pada saraf di salah satu sisi di


sepanjang jalurmengganggu keseluruhan
fungsi sel saraf (axonal flow)sel-sel saraf
menjadi lebih rentan terhadap trauma
kompresi di bagian distal
• Jika aliran axoplasm terhalangi, saraf jaringan
yang berada distal dari sisi yang mengalami
kompresi akan kekurangan gizi dan lebih
rentan terhadap cedera
Gejala

• Kesemutan dan rasa terbakar di atas telapak kaki terjadi


setelah berdiri atau berjalan untuk waktu yang lama.
• Nyeri di pergelangan kaki atau kaki dan dapat menyebar
ke bagian proximal sepanjang nervus sciatic.
• Tekanan di saraf bagian inferior malleolar menghasilkan
rasa sakit, yang menyebar ke distribusi terminal dari saraf.
• Biasanya tidak ada defisit motor.
• Gangguan motor dengan atrofi resultan dari otot intrinsik,
dan kelainan gaya berjalan (misalnya, overpronation dan
lemas karena pain with weight bearing)
Diagnosis
Anamnesa
• Penyakit sistemik, cth: diabetes, hipotiroid
• Penggunaan obat2an, cth: nitrous oxide, colchicine, metronidazole, lithium,
phenytoin, cimetidine, chloroquine, amitriptyline, thalidomide, pyridoxine
• Konsumsi vitamin
• Riwayat keluarga

Pemeriksaan fisik
• Dapat menunjukkan penurunan kepekaan terhadap sentuhan ringan, tajam,
dan suhu pada pasien dengan neuropati sensorimotor simetris distal.

Pemeriksaan Radiologi
• Hilangnya kepadatan tulang, penipisan falang, atau bukti neuroarthropathy
Treatment

• NSAID.
• Injection of the tarsal tunnel with a corticosteroid and
local anesthetic
• Physical therapy
• If symptoms persist >6 months or muscle weakness
develops, surgical release of the posterior tibial nerve
(tarsal tunnel release) may be indicated. In this
procedure the laminate ligament is cut, allowing the
nerve to expand. Endoscopic tarsal tunnel release may
be an option in some cases.
4. PERONEAL PALSY

• Peroneal palsy ditandai dengan penurunan


fungsi sensorik dan motorik pada tungkai
bawah dan kaki akibat lesi pada nervus
peroneal. Nama lain dari penyakit ini adalah
peroneal neuropati atau peroneal nerve injury
• Jarang menyerang anak-anak

Sumber : Agarwal, P. 2012. Peroneal Mononeuropathy


Etiologi

• Peroneal palsy dapat terjadi sekunder terhadap


trauma langsung, kompresi, cedera peregangan,
iskemia, infeksi, atau penyakit inflamasi. Peroneal
nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk
bersilang kaki, beberapa pekerjaan yang memerlukan
berjongkok atau bersujud, seperti bertani, penambang
• Duduk bersilang kaki  saraf peroneal terjepit antara
caput fibula dan condylus femur externa serta patella
• Lemak hilang  mengurangi proteksi thdp saraf 
mudah terjepit
Tanda dan Gejala
• Dropfoot (tdk bs dorsoflexi) • Berdasarkan lokasi lesi :
• Caput fibula  lesi N. peroneal
• Kram pada malam hari superficial dan profunda 
(anterior tungkai bawah) paralise jari kaki, ggn dorsofleksi
kronis • N. Tibialis anterior  apabila
tertekan pada pergelangan kaki,
• Nyeri di lokasi kompresi dan dpt menyebabkan anterior tarsal
terjadi di awal perjalanan tunnel syndrome  gejala parese
dan atropi pada M.extensor
penyekit saja  akut digitorum brevis
• Gangguan sensorik • N. peroneus superficialis  Lesi
(misalnya, kesemutan, mati bisa pada kaput fibula atau lebih
distal  Menimbulkan parese dan
rasa) di lateral tungkai atropi pada M.Peronei dan
bawah gangguan eversi kaki

Sumber : Baima, J. & Krivickas, L. 2008. Evaluation and Treatment of Peroneal Neurophaty. Curr Rev Musculoskelet Med. 1(2): 147–153
Diagnosis
• Examination of the legs may show:
– Loss of muscle control in the lower legs and feet
– Atrophy of the foot or foreleg muscles
– Difficulty lifting up the foot and toes and making toe-out movements
• Tests of nerve activity include:
– Electromyography (EMG, a test of electrical activity in muscles)
– Nerve conduction tests
– MRI
– Nerve ultrasound
– What other tests are done depend on the suspected cause of nerve
dysfunction, and the person's symptoms and how they develop. Tests
may include blood tests, x-rays and scans

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1141734-overview
Tatalaksana

• Konservatif yaitu dengan mengistirahatkan kaki


dan menghindari faktor-faktor kompresi
seperti menyilangkan kaki.
• Tindakan bedah diperlukan jika terdapat lesi
akibat terdapat suatu masa yang
mengkrompresi saraf, membebaskan saraf
yang tertambat atau terjepit, dan jika terjadi
trauma terbuka dan tumpul yang berat dan
mengkompresi saraf.
Sumber : Sotaniemi K.A. 1984. Slimmer’s Paralysis—Peroneal Neuropathy During Weight Reduction. J Neurol Neurosurgery
Psychiatry. 47(5):564–6
Komplikasi

• Komplikasi dari penyakit ini yaitu


berkurangnya kemapuan berjalan dan sensasi
serta kelemahan atau paralisis pada tungkai
bawah dan kaki secara permanen

Sumber : Campellone, JV. 2013. Common peroneal nerve dysfunction.


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000791.htm
LI 5 – RADIKULOPATI LMN
1. Guillain-Barre Syndrome (GBS)

• GBS adalah kumpulan gejala klinis akibat


poliradikuloneuropati akut yg ditandai
kelemahan saraf motorik (kadang sensorik dan
otonom) bersifat progresif, simetris dengan
penurunan reflek fisiologis
• Insidensi gbs 0,6-1,9 kasus per 100.000 orang
pertahun

Sumber : Buku neurologi dasar


Etiologi
– Gangguan autoimun  inflamasi dan destruksi myelin
– Penyakit sistemik
• Onset GBS : 1-4 minggu setelah penyakit infeksius muncul

Gejala
– Paralisis motorik akut dan cepat
– Ascending paralysis
– Glove stocking (sensasi kesemutan pada ekstremitas)
– Refleks fisiologis menurun atau menghilang
– Kadang terjadi paresis nervus kranialis dan atau gangguan
sensoris (hilangnya sensasi nyeri dan suhu)
– Bila mengenai saraf autonom  fluktuasi TD yg tinggi, hipotensi
postural dan distrimia jantung
Tanda dan Gejala

• Nyeri pada GBS sering berat dan • Keluhan yg


terasa di bahu, punggung, paha,
bokong, dan dapat muncul hanya berhubungan dengan
dengan sedikit pergerakan. Nyeri respirasi :
yg dirasakan throbbing. – Dispnea
• Gejala lain yg dpt timbul :
– Nafas pendek
– Takikardia
– Bradikardi – Kesulitan menelan
– Wajah memerah – Gagal nafas
– Hipotensi ortostatik
– Hipertensi paroksismal
– Anhidrosis dan/ diaporesis
– Retensi urin

Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview
Diagnosis
• Albuminositologik pada CSS (peningkatan protein tapi tanpa
peningkatan sel)
• Peningkatan protein > 400mg/L , dan terjadi setelah beberapa hari
• Pada lumbar puncture terdapat sel MN >= 10 sel/lpb
• EEG  prolonged distal latencies, absent F waves, conduction
block, nerve conduction slowing

DD
• Transverse mielitis
• Myastenia gravis
• Miopati

Sumber : Blueprints neurology


KLASIFIKASI SUB TIPE GBS
AIDP AMAN AMSAN MFS
• Kerusakan utama • Kerusakan utama • Kerusakan pada • Area kerusakan
di serabut mielin di akson motorik akson motorik dan utama tidak
• Kelemahan akut • Kelemahan akut sensorik diketahui
tungkai dan otot tungkai dan otot • Kelemahan akut • Kelemahan akut
pernapasan pernapasan tungkai dan otot otot orbitalis
•Gejala dan tanda • Tidak ada kelainan pernapasan (ophthalmoplegia)
sensoris (mati rasa, pada sensoris • Hilangnya
pin and needles) keseimbangan dan
koordinasi (ataksia)

• AIDP : Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy


• AMAN : Acute Motor Axonal Neuropathy
• AMSAN : Acute Motor and Sensory Axonal Neuropathy
• MFS : Miller Fisher Syndrome
• Pemeriksaan neurologis
– Tetraparese simetris proksimal lebih berat daripada distal
– Refleks fisiologis menurun atau menghilang
– Refleks patologis negatif

• Pemeriksaan penunjang
– Lumbal pungsi LCS  disosiasi citoalbumin (protein LCS
meningkat tetapi sel nomal)
– EMG : gambaran dimyelinating dan atau gangguan axonal
• Tata laksana
– Intravenous infussion of human Immunoglobulin
(IVIg) : 0,4 g/ kg BB / hari selama 5 hari

• Prognosis
– 75% sembuh total
– 15% kelemahan ringan atau gejala sisa
– 5-7% meninggal akibat gagal napas dan aritmia
– 3% relaps
2. HERNIA NUCLEUS PULPOSUS (HNP)

• Hernia Nucleus Pulposus (HNP) : turunnya kandungan


annulus fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada
spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan tekanan
dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada
element saraf.

• Umumnya HNP pada lumbal sering terjadi pada L4-L5 dan


L5-S1 
Etiologi
• Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP)
biasanya dengan meningkatnya usia terjadi
perubahan degeneratif yang mengakibatkan
kurang lentur dan tipisnya nucleus pulposus.
• Annulus fibrosus mengalami perubahan
karena digunakan terus menerus. Akibatnya,
annulus fibrosus biasanya di daerah lumbal
dapat menyembul atau pecah.
Manifestasi klinis
• Utama : rasa nyeri di punggung bawah disertai
otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan.

• HNP terbagi atas HNP sentral dan lateral.


1. HNP sentral : paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine.
2. HNP lateral : rasa nyeri dan nyeri tekan yang
terletak pada punggung bawah, di tengah-tengah
area bokong dan betis, belakang tumit.
3. RADIKULO SYNDROME

• Radicular Syndrome : a combination of


changes usually seen with compromise of a
spinal root within the intraspinal canal; these
include neck or back pain and, in the affected
root distribution dermatomal pain,
parasthesia or both decreased deep tendon
reflex, occasionally myotomal weakness
Radicular Syndrome
Arises due to compression or herniation of the
nerve roots are branching of the spinal cord that
transmits signals throughout the body at every
level along the spine

Radicular Syndrome Symptome


Leads to pain and other signs like lack of
sensation, tingling and a sense of weakness felt
in the upper or lower regions of the body like
the arms or legs
Radicular Syndrome Symptomes

Sensory-related symptomes are more prevalens


as compared to motor-related symptomes, and
muscular weakness is generally as indicator of
the increased severity of nerve compression

The nature and kind of pain could differ ranging


from dulling, throbbing pain and complex to
localize , and even sharp-shooting and burning
sensation could be felt
LI 7 – SYNDROM HORNER LMN
1. SYNDROME HORNER

• Lesi di sistem nervus simpatetik


sentral & perifer
• Manifestasi Klinis : Miosis
unilateral dan ptosis ringan
tetapo berespon normal terhadap
cahaya dan akomodasi, anhidrosis

Sumber : lange. Clinical neurology 8th ed. P173


• Defisiensi vitamin B12
• Berhubungan dengan karakteristik polineuropati,termasuk distal
sensorik simetris, mild motor impairement dan hilangnya refleks
tendon.

• Drug Induced and Toxic


• Alkohol
• Obat lain
– Dapsone
– Hydralazine
– Isoniazid
– Fenitoin
– Piridoksin
– Vincristine
• Toxin : hexacarbon, arganofosfat

Anda mungkin juga menyukai