Anda di halaman 1dari 40

FARMAKOEPIDEMIOL

OGI
Cross-Sectional
Oleh Kelompok 3
Afrah hafizah (1601003)
Lusi asmarani dewi (1601022)
Septhreza ummizry (1601047)
Tengku zata hulwani (1601056)
Desi tri rahmadani (1601094)
Winda sari (1601129)
Monica sari (1801130)
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Wardatul Jannah (1801136)
Tiara Tri Agustini, M.Farm, Apt  
Sub Bahasan
1 Pengertian studi cross sectional

2 tujuan studi cross sectional

3 jenis studi cross sectional

4 Ciri-ciri studi cross sectional

5 Langkah-langkah studi cross sectional

6 Kelebihan studi cross sectional

7 kelemahan studi cross sectional


4
8 jurnal studi cross sectional
APA ITU
Cross sectional? suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan
efek, dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya
diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau
variabel subjek pada saat pemeriksaan.
Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek
penelitian diamati pada waktu yang sama.
Desain ini dapat mengetahui dengan jelas
mana yang jadi pemajan dan outcome, serta
jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya
(Notoatmodjo, 2002).
Cross sectional
Dalam studi cross-sectional, variabel bebas atau
faktor resiko dan tergantung (efek) dinilai secara
simultan pada satu saat; jadi tidak ada follow-up
pada studi cross-sectional.

Dengan studi cross-sectional diperoleh prevalens


penyakit dalam populasi pada suatu saat; oleh
karena itu studi cross-sectional disebut pula sebagai
studi prevalens(prevalence studi).

Dari data yang diperoleh, dapat dibandingkan


prevalens penyakit pada kelompok dengan resiko,
dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa
resiko (Sastroasmoro, 1995)
ALUR STUDI CROSS SECTIONAL
Desain Studi Cross Sectional
Faktor
Studi saat tertentu Penyakit
Resiko (+)
Faktor
Resiko (-)

Total Pulasi sampel Penyakit (+)


Faktor
Resiko
Penyakit (-)
Uji Skrining
Berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan
pada studi cross sectional seperti yang terlihat pada
diagram diatas :

1. Memilih populasi penelitian dan menentukan besar ukuran


sampel
2. Mengidentifikasi faktor resiko dan penyakit dalam waktu
yang bersamaan dengan menggunakan uji skrining
3. Mengelompokkan sampel menjadi kelompok penyakit dan
kelompok faktor resiko
4. Menganalisis kelompok penyakit yang memiliki faktor resiko
(+) dan yang tidak memiliki faktor (-)
Hasil Pengamatan Studi Cross Sectional
Efek
TABEL 2X2
  Ya Tidak Jumlah
A = subjek dengan
factor resiko yang
Ya a B a+b mengalami efek
Faktor resiko
B = subjek dengan
Tidak c D c+d
factor resiko yang tidak
mengalami efek
C = subjek tanpa factor
jumlah a+c b +d a+b+c+d
resiko yang mengalami
efek
Rasio prevalens dihitung dnegan membagi prevalens efek pada kelompok D = subjek tanpa faltor
dengan factor resiko dengan prevalens efek pada kelompok tanpa factor resiko yang tidak
resiko.
RP = a/ (a+b) : c/ (c+d) mengalami efek
Perbandingan 3 desain studi observasional
ARAH PENGUSUTAN STATUS PAPARAN DAN
PENYAKIT
MASALAH PENELITIAN DAN DESAIN
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian crossesctional menurut Budiarto (2004) yaitu
sebagai berikut:

01 Mencari prevalensi serta Memperkirakan adanya


indisensi satu atau 02 hubungan sebab akibat pada
penyakit-penyakit tertentu
beberapa penyakit
tertentu yang terdapat di dengan perubahan yang
masyarakat. jelas

Menghitung besarnya
03 resiko tiap kelompok,
resiko relatif, dan resiko
atribut.
Ciri-Ciri Penelitian Cross Sectional

Pengumpulan data dapat


Pengumpulan data dilakukan
diarahkan sesuai dengan
pada satu saat atau satu
kriteria subjek studi. Misalnya
periode tertentu dan
hubungan antara Cerebral
pengamatan subjek studi
Blood Flow pada perokok,
hanya dilakukan satu kali
bekas perokok dan bukan
selama satu penelitian
perokok.

Perhitungan perkiraan
Tidak terdapat kelompok
JENIS PENELITIAN
Cross-Sectional Study atau juga disebut Studi Potong Lintang
mempunyai 2 jenis studi, yaitu:
Studi potong lintang Studi potong lintang
01
Deskriptif analitik
02

03
meneliti prevalensi penyakit ,
● ●
mengumpulkan data prevalensi paparan dan
penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-
paparan atau keduanya, pada perbedaan penyakit antara kelompok terpapar
suatu populasi tertentu. dan kelompok tak terpapar, dalam rangka
meneliti hubungan antara paparan dan

Contoh : penelitian persentase penyakit.
bayi yang mendapat ASI ●
Contoh : beda proporsi pemberian ASI eksklusif
eksklusif disuau komunitas, berdasar pada pelbagai tingkat pendidikan ibu,
Beda kadar kolestrol siswa SMP daerah kota
penelitian prevalens asma pada dan desa, beda prevalens penyakit jantung
anak sekolah di Jakarta. reumatik siswa lelaki dan perempuan
Langkah-langkah Penelitian Cross Sectional

Merumuskan pertanyaan
penelitian beserta hipotesis Menetapkan subyek penelitian
yang sesuai
Merumuskan pertanyaan penelitian
dan hipotesis

 Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus


dikemukakan dengan jelas.
 Dalam studi cross sectional analitik hendaklah
dikemukakan hubungan antar variabel yang diteliti.
 Misalnya, pertanyaan penelitian yang akan dijawab
adalah apakah terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan orangtua anak dengan kejadian enuresis
pada anaknya.
Mengidentifikasi variabel
penelitian

 Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevales


harus diidentifikasi dengan cermat.
 Untuk ini perlu ditetapkan definisi operasional yang
jelas mana yang termasuk dalam faktor resiko yang
ingin diteliti, faktor resiko yang tidak akan diteliti, serta
efek.
 Faktor yang merupakan resiko namun tidak diteliti
perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan atau paling
tidak dikurangi pada waktu pemilihan subyek penelitian
Menetapkan subyek penelitian

 Menentukan sampel dan


memperkirakan besar sampel,
besar sampel harus diperkirakan
dengan formula yang sesuai
 Dalam menetapkan subyek penelitian, harus  Penetapan besar sampuntuk
diupayakan agar variabilitas faktor resiko penelitian cross sectional yang
cukup besar sehingga generalisasi hasilnya mencari rasio prevalens sama
lebih mudah, namun variabilitas variabel dengan penetapan besar sampel
luar (variabel yang tidak diteliti) dibuat untuk studi kohort yang mencari
minimum. resiko relatif.
 Menetapkan populasi penelitian bergantung
kepada tujuan penelitian, maka ditentukan
dari populasi-terjangkau mana subyek
penelitian yang akan dipilih, apakah dari
rumah sakit / fasilitas kesehatan, atau dari
masyarakat umum.
Your Picture Here
Melaksanakan pengukuran
 Pengukuran efek (penyakit).
 Terdapatnya efek atau penyakit tertentu
dapat ditentukan dengan kuesioner,
pemeriksaan fisis ataupun pemeriksaan
khusus, bergantung pada karakteristik
penyakit yang dipelajari.
 Cara apapun yang dipakai, harus ditetapkan
kriteria diagnosisnya dengan batasan
operasional yang jelas.
Your Picture Here
 Pengukuran faktor resiko
 penetapan faktor resiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara,
bergantung pada sifat faktor resiko; dapat digunakan kuesioner,
catatan medik, uji laboratorium, pemeriksaan fisis, atau prosedur
pemeriksaan khusus.
 Oleh karena itu maka jenis studi ini lebih tepat untuk mengukur
faktor resiko yang tidak berubah, misalnya golongan darah,
jenis kelamin, atau HLA.
Menganalisis data

Hal yang terakhir inilah yang lebih sering dihitung


dalam studi cross sectional untuk mengidentifikasi
faktor resiko.
• risiko relatif pada studi cross sectional adalah
perbandingan antara prevalens penyakit (efek)
pada kelompok dengan risiko dengan prevalens
efek pada kelompok tanpa resiko.
• Pada studi cross sectional ini, risiko relatif yang
diperoleh buka risiko relatif yang murni.
• Risiko reatif yang murni hanya dapat diperoleh
dengan penelitian kohort, dengan membandingkan
insiden penyakit pada kelompok dengan resiko
dengan insiden penyakit pada risiko dalam periode
waktu tertentu
Menganalisis data
(lanjutan)

Pada studi cross sectional, estimasi risiko relatif


dinyatakan dengan Rasio Prevalens (RP).

• prevalens adalah perbandingan antara jumlah subyek dengan


penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh
subyek yang ada.
• Rasio prevalens dihitung dengan cara sederhana, yakni
dengan menggunakan tabel 2 x 2.
• Rasio prevalens dapat dihitung dengan formula berikut
RP = a/(a+b) : c/(c+d)
a/(a+b) = proporsi (prevalens) subyek yang mempunyai faktor
risiko yang mengalami efek
c/(c+d) = proporsi (prevalens) subyek tanpa faktor risiko yang
mengalami efek
Interprestasi hasil
Bila nilai risiko prevalens = 1 berarti variabel yang diduga sebagai
faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya dalam terjadinya
1 efek, atau dengan kata lain ia bersifat netral
Bila rasio prevalensnya > 1 dan rentang interval kepercayaan
2 tidak mencakup angka 1, berarti variabel tersebut merupakan
faktor risiko timbulnya penyakit.
Apabila nilai rasio prevalensnya <1 dan rentang nilai interval
3 kepercayaan tidak mencakup angka 1, maka berarti faktor
yang diteliti justru akan mengurangi kejadian penyakit; bahkan
variabel yang diteliti merupakan faktor protektif
Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1,
maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut
4 mungkin nilai prevalensnya=1, sehingga belum dapat disimpulkan
bahwa faktor yang dikaji tersebut merupakan faktor risiko atau
faktor protektif.
Kelebihan cross-sectional
Studi cross sectional
memungkinkan penggunaan
populasi dari masyarakat umum,
tidak hanya para pasien yang Relatif murah dan hasilnya
mencari pengobatan, hingga 01 02 cepat dapat diperoleh
generalisasinya cukup memadai
Dapat dipakai sebagai dasar
untuk penelitian selanjutnya 06 03Dapat dipakai untuk meneliti
banyak variabel sekaligus
yang bersifat lebih konklusif
Jarang terancam loss to follow- up
Dapat dimasukkan ke dalam tahapan
05 (drop
04 out) dan Membangun hipotesis
pertama suatu penelitian kohort atau
dari hasil analisis
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit
sekali menambah biaya
kekurangan cross-sectional
Studi prevalens lebih banyak menjaring
Sulit untuk menentukan sebab subyek yang mempunyai masa sakit ya ng
panjang daripada yang mempunyai masa sakit
akibat karena pengambilan data
yang pendek, karena inidivi du yang cepat
risiko sembuh atau cepat meninggal mempunyai
dan efek dilakukan pada saat yang 01 02
kesempatan yang leb ih kecil untuk terjaring
bersamaan (temporal relationship dalam studi
tidak jelas)
Dibutuhkan jumlah subjek
Tidak menggambarkan 06 03yang cukup banyak, terutam a
perjalanan penyakit bila variabel yang dipelaja ri banyak

Tidak menggambarkan perjalan an


Tidak praktis untuk meneliti kasus yang 05 04
penyakit, insidensi maupun prognosis
jarang
Contoh soal

Dari hasil pemeriksaan 100 orang yang berobat kebagian


penyakit dalam di sebuah rumah sakit A, didapat hasil
pemeriksaan gula darah dan berat badan sebagai berikut :
lanjutan
Berdasarkan contoh diatas pertanyaa 1 :

Berapa pesentase orang obesitas yang menyandang diabetes


dan berapa persentase penyandang diabetes yang
mengalami obesitas

Jawab:
Persentase orang obesitas yang menyndang diabetes adalah
20/50x100%=40%
Persentase penyandang diabetes yang mengalami obesitas
adalah 20/25x100%=80%
lanjutan
Berdasarkan contoh diatas pertanyaa 2 :

 Bila diketahui proporsi penyandang diabetes yang


menngalami obesitas adalah 0,80, berapa jumlah sampel
yang ideal untuk penelitian lebih lanjut?
Rumus :
n=
Keterangan :
Z = 1,96 (nilai Z pada uji dua ekor)
D = toleransi estimasi
P = proporsi
N = jumlah sampel
lanjutan
Berdasarkan contoh diatas pertanyaa 2 :

Diketahui
  :
p = 0,15
d = 0,1
Z = jumlah sampel
Perhitungan :
n=
n = 0,80 (1-0,80)
n = 46,09
Jawab :
Jumlah sampel yang diperlukan sebanyak 46 orang dengan
estimasi toleransi sebesar 0,001 dan derajat kemaknaan
(level of significant) sebesar 5%
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto E, Anggraeni D. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Notoatmodjo. 202. Metodologi Penelitian Kesehatan. P Rineka Citra : Jakarta
Sastroasmoro, S., Ismael, S. ,1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,cetakan pertama,
Jakarta : Binarupa Aksara
Sayogo, Savitri. 2009. Studi Cross-sectional Atau Potong Lintang. Jakarta: Universitas Indonesia.
ANALISA
JURNAL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


GANGGUAN
KESEHATAN MENTAL PADA LANSIA: STUDI CROSS
SECTIONAL
PADA KELOMPOK JANTUNG SEHAT SURYA GROUP KEDIRI

Elys Oktaviana, Ika Ratna Hidayati, Liza


Pristianty
Latar Belakang

 Lansia merupakan kelompok usia yang rentan


mengalami perubahan-perubahan akibat proses
penuaan.
 Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan
permasalahan yang dapat mempengaruhi kualitas
hidup lansia.
 Salah satu permasalahan yang sering dijumpai pada
lansia selain permasalahan fisiologis adalah
permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan
 Depresi merupakan salah satu  Tingginya prevalensi dan dampak

permasalahan kesehatan mental  yang ditimbulkan akibat masalah keseha

atau psikologis yang sering an mental pada lansia memerlukan upaya

dijumpai pada lansia. khusus untuk mengatasi masalah tersebut.

 Studi lain yang melibatkan  Oleh karena itu, perlu mengetahui faktor-

lansia sebanyak 1088 lansia di faktor yang berhubungan dengan kesehatan

Jakarta menyatakan bahwa mental pada lansia sebagai dasar

prevalen-si depresi pada lansia penentuan intervensi untuk menurunkan

adalah sebanyak 21%. prevalensi gangguan kesehatan mental


Tujuan Metode

Menganalisis prevalensi  Pendekatan cross-sectional dilakukan pada anggota

gangguan kesehatan mental Kelompok Jantung Sehat Surya Group di Kota Kediri,
sebanyak 40 orang.
dan
 Variabel bebas meliputi karakteristik responden, fungsi
faktor-faktor yang
keluarga, kesehatan fisik, hubungan sosial, dan
berhubungan dengan lingkungan sedangkan variabel terikat adalah kesehatan
gangguan kesehatan mental mental.
pada lansia anggota  Variabel kesehatan mental dinilai dengan intsrumen

Kelompok Jantung Sehat WHOQOL-BREF.


 Analisis statistik menggunakan uji Chi Square.
Surya Group di Kota Kediri.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini, antara lain :
 Usia lebih dari 60 tahun
 Bersedia menjadi responden
 Pendidikan minimal SMP atau sederajat.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini
dilakukan secara purposive, yaitu keseluruhan
populasi yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan
sampel, yaitu sebanyak 40 orang
Hasil
Setelah dilakukan analisis univariat pada tiap
variabel, kemudian dilakukan analisis bivariat antara
variabel bebas, yaitu karakteristik responden (jenis
kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, dan bentuk
keluarga), fungsi keluarga, kesehatan fisik,
hubungan sosial, dan lingkungan dan variabel
terikat, yaitu kesehatan mental.
 Prevalensi
gangguan
kesehatan
mental pada
lansia sebanyak
25%.
 Variabel yang
berhubungan
dengan
kesehatan
mental (p<0.05)
adalah jenis
kelamin, fungsi
keluarga,
kesehatan fisik,
Kesimpulan

Terdapat hubungan antara jenis kelamin,


fungsi keluarga, kesehatan fisik, dan
lingkungan dengan kesehatan mental. Perlu
adanya penentuan gangguan kesehatan
mental yang spesifik.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai