Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN ARDS

Kelompok 1

Eka lola
Emelina
Fitri andalia
Gita sri wulandari
Khairun nisya
Lia irawati
Nur ifrina adina
Poppy christin
DEFINISI

Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem


pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal
(PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang
adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan
kerusakan paru total akibat berbagai etiologi. Keadaan ini
dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis, pneumonia
viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok
yang berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam,
transfuse darah masif, kardiopulmonal, keracunan O2 ,
perdarahan  pankreatitis akut, inhalasi gas beracun, serta
konsumsi obat-obatan tertentu. 
EPIDEMIOLOGI

ARDS (juga disebut syok paru)


Akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat,sindrom ini
mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun,
dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS.
Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk
trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau
kimia, gangguan metabolic toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan
dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis
dengan intubasi dan ventilasi mekanik. Penderita yang bereaksi baik
terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa
kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang menjalani terapi
ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan
parut di paru-parunya. Jaringan paru tertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.
ETIOLOGI

1. Depresi Sistem saraf pusat

2. Kelainan neurologis primer

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks

4. Trauma

5. Penyakit akut paru


PATOFISIOLOGI
 
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal
nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara). Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan
pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat
pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
MANIFESTASI KLINIS

1. Peningkatan jumlah
pernapasan
2. Klien mengeluh sulit
bernapas, retraksi dan sianosis 6. Terdapat retraksi
3. Pada Auskultasi mungkin interkosta
terdapat suara napas 7. Sianosis
tambahan 8. Hipoksemia
4. Penurunan kesadaran 9. Auskultasi paru: ronkhi
mental basah, krekels, stridor,
5. Takikardi, takipneaTakikardia wheezing. Ronchi basah
yang
dan kering yang terdengar
menandakanupayajantungunt
ukmemberikanlebihbanyaklagi dan terjadi karena
oksigenkepadaseldan organ penumpukan cairan di
dalam paru-paru.
vital.
10. Auskultasi jantung : BJ
normal tanpa murmur atau
gallop     
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK

8. Sinar-X
9. EKG
1. Pemeriksaan fungsi 10. Pemeriksaan hasil Analisa
ventilasi Gas Darah
2. Pemeriksaan status 11. Pemeriksaan Rontgent
oksigen Dada
3. Pemeriksaan status asam- 12. Tes Fungsi paru
basa
4. Arteri gas darah (AGD)
5. Oksimetri nadi
6. Pemantauan CO2 tidal
akhir (kapnografi)
7. Hitung darah lengkap,
serum elektrolit, urinalisis
dan kultur (darah, sputum)
PENATALAKSANAAN MEDIS

•Terapi Oksigen
•Ventilasi Mekanik
•Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
•Memastikan volume cairan yang adekuat
•Terapi Farmakologi
•Pemeliharaan Jalan Napas
•Pencegahan Infeksi
•Dukungan nutrisi
PENDEKATAN TERAPI TERKINI
UNTUK ARDS

1. Pengidentifikasian dan terapi penyebab


dasar ARDS.
2. Menghindari cedera paru sekunder
misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi
nosokomial atau toksisitas oksigen.
3. Mempertahankan penghantaran oksigen
yang adekuat ke end-organ dengan cara
meminimalkan angka metabolik.
4. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler
serta keseimbangan cairan tubuh.
5. Dukungan nutrisi.
TERAPI NON
FARMAKOLOGIS

pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi volume tidal rendah (4-6 mL/kgBB)
dan PEEP yang adekuat, kedua pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan
oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmHg) dengan tingkat FiO2 aman, menghindari
barotrauma (tekanan saluran napas <35cmH2O atau di bawah titik refleksi dari
kurva pressure-volume) dan menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi: ekspirasi lebih tinggi
atau kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi dan hiperkapnea yang
diperbolehkan).
Selain pengaturan ventilasi dengan cara diatas, masih ada lagi teknik pengaturan
ventilasi untuk ARDS (strategi ventilasi terkini) meliputi high frequency ventilation
(HVF), inverse ratio ventilation (IRV), airway pressure release ventilation (APRV),
prone position, pemberian surfaktan eksogen, ventilasi mekanik cair dan
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) serta extracorporeal
carbon dioxide removal (ECCO2R).
Terapi Farmakologis

Pilihan terapi farmakologis pada manajemen ARDS masih sangat terbatas.


Penggunaan surfaktan dalam manajemen ARDS pada anak-anak memang
bermanfaat, namun penggunaanya pada orang dewasa masih kontroversi. Studi
review yang dilakukan Cochrane dkk tidak menemukan manfaat penggunaan
surfaktan pada ARDS dewasa.
Beberapa randomized controlled study dan studi kohort mendukung penggunaan
kortikosteroid sedini mungkin dalam penatalaksanaan ARDS berat. Kortikosteroid
seperti methiprednisolon diberikan dengan dosis 1mg/kg.bb/hari selama 14 hari lalu
ditapering off.
Pemberian nitrit okside inhalasi (iNO) dan prostasiklin (PGI2) mungkin dapat
menurunkan shunt pulmoner dan afterload ventrikel kanan dengan menurunkan
impedansi arteri pulmoner. 40-70% ARDS mengalami perbaikan oksigenasi dengan
iNO. Penambahan almitrin intravena mempunyai dampak aditif pada perbaikan
oksigenasi. Sementara pemberian PGI2 dengan dosis sampai 50 ng/kg.bb/menit
ternyata memperbaiki oksigenasi sama efektifnya dengan iNO pada pasien ARDS.
KOMPLIKASI

• Hipotensi.
• Penurunankeluaran urine.
• Asidosismetabolic.
• Asidosisrespiratorik.
• MODS.
• Febrilasiventrikel.
• Ventricular arrest
KASUS

Ny. N dirawat di ruang intensive hari ke-3. Klien memiliki riwayat


pneumonia kronik. Pada saat pengkajian klien mengalami gagal nafas,
kemudian dipasang intubasi dan pemasangan ventilator. Kesadaran
somnolen. Pasien harus bedrest total, ketidakmampuan pasien
mengakses toilet, pasien tidak mampu memakai dan melepas pakaian
sendiri, ketidakmampuan pasien mengakses makanan,dll. RR: 28x/ menit
dengan PEEP. Tekanan Darah: 100/70 mmHg. Nadi: 85x/ menit.
Pemeriksaan fotothorax: edema di semua lung paru dekstra-sinistra.
Leukosit: 14.000 mmᶟ. Hasil AGD: pH 7,47 mmHg, PaO²: 70 mmHg, PcO²:
32 mmHg, SaO²: 90%, HCOᶟ: 23 mmHg.
No Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. DS: ARDS Gangguan pertukaran gas


DO: RR: 28x/ menit dengan  
PEEP. Tekanan Darah: Mekanisme kompensasi
100/70 mmHg. Nadi: 85x/ oleh jantung & paru
menit. Hasil AGD: pH 7,47  
mmHg, PaO²: 70 mmHg,
PcO²: 32 mmHg, SaO²: 90%, Sesak napas, hiperkapnea,
HCOᶟ: 23 mmHg. Kesadaran perubahan AGD
somnolen.  
Gangguan pertukaran gas
2. DS: Proses inflamasi di Resiko infeksi
DO: Pemeriksaan fotothorax: membran kapiler alveolar
edema di semua lung paru  
dekstra-sinistra. Leukosit:
14.000 mmᶟ. Inflamasi terus berlanjut
 

WBC ≥ 12000
 
Sepsis
3. DS: ARDS Intoleransi Aktivitas
 
DO: Kesadaran somnolen.
Penurunan suplai oksigen
Pasien terpasang ventilator. ke otak
Pasien harus bedrest total,  

ketidakmampuan pasien Penurunan kesadaran


 
mengakses toilet, pasien Ketidakmampuan
tidak mampu memakai dan memenuhi kebutuhan
perawatan diri
melepas pakaian sendiri,  
Intoleransi aktivitas
ketidakmampuan pasien
mengakses makanan.
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA INTERVENSI ( NOC) RASIONAL


KEPERAWATAN
Gangguan pertukaran 1. Kaji status pernapasan , catat 1. Agar mengetahui apakah
gas peningkatan respirasi dan hipoksemia dan
perubahan pola napas. peningkatan usaha nafas
2. Kaji adanya sianosis dan 2. Selalu berarti bila
Observasi kecenderungan diberikan oksigen
hipoksia dan hiperkapnia (desaturasi 5 gr dari Hb)
3. Berikan istirahat yang cukup sebelum cyanosis muncul
dan nyaman 3. Untuk menyimpan tenaga
4. Berikan humidifier oksigen pasien, mengurangi
dengan masker CPAP jika ada penggunaan oksigen
indikasi 4. Untuk memaksimalkan
5. Berikan obat-obat jika ada pertukaran oksigen secara
indikasi seperti steroids, terus menerus dengan
antibiotik, bronchodilator dan tekanan yang sesuai
ekspektorant 5. Untuk mencegah kondisi
6. Auskultasi bunyi jantung, lebih buruk pada gagal
jumlah,irama dan denyut nafas.
jantung 6. Untuk mengetahui apakah
ada bunyi yang abnormal
Resiko infeksi 1. Kaji tanda-tanda infeksi ; suhu 1. Untuk mengetahui tanda
tubuh, nyeri, perdarahan, dan infeksi dan perubahan
pemeriksaan laboraturium, suhu , nyeri , perdarahan
radiologi serta mengetahui hasil
2. Batasi pengunjung bila perlu abnormal yang terjadi
3. Cuci tangan setiap sebelum pada pasien
dan sesudah tindakan 2. Untuk menurunkan
keperawatan pemajanan terhadap
4. Memantau jumlah WBC patogen infeksi lain
5. Pertahankan teknik asepsis 3. Untuk menurunkan
pada pasien yang beresiko tambahan infeksi
4. Memulihkan kondisi
pasien
5. Memberikan antibiotic
yang sesuai
Intoleransi aktivitas 1. Berikan lingkungan tenang 1. Menurunkan stres dan
dan batasi pengunjung rangsangan yang
selama fase akut sesuai berlebihan
indikasi dorong penggunaan 2. Agar tidak terjadi
manajemen stres dan kekakuan pada sendi-
pengalih yang tepat sendi pasien
2. Berkolaborasi dengan ahli 3. Agar tidak terjadi luka
terapis fisik dekubitus pada punggung
3. Lakukan perubahan posisi pasien
pada pasien

Anda mungkin juga menyukai