Anda di halaman 1dari 80

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO

DENGAN PROFIL KLINIS EPILEPSI


PADA ANAK PALSI SEREBRAL

M. Luthfi Suhaimi

Proposal Tesis
LATAR BELAKANG

Anak palsi serebral

Peningkatan risiko epilepsi

Mekanisme epilepsi sama


dengan populasi umum
Epilepsi pada penderita palsi serebral bervariasi, sekitar 15-60%

Surveillance of Cerebral Palsy in Europe (SCPE) :


 Bervariasinya profil klinis dan
prevalensi epilepsi pada anak
palsi serebral, sehingga
menjadi hal yang menarik
untuk dipelajari lebih lanjut.
Rumusan Masalah

 Bagaimanakah hubungan faktor


risiko dengan profil klinis epilepsi
pada anak palsi serebral di Poliklinik
Rawat Jalan, Rawat Inap dan Bagian
Rehabilitasi Medis RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Tujuan Umum :

 Mengetahui hubungan faktor


risiko dengan profil klinis epilepsi
pada anak palsi serebral
Tujuan Khusus :
 Mendapatkan profil klinis epilepsi
pada anak palsi serebral
 Mendapatkan prevalensi epilepsi

pada anak palsi serebral


 Menganalisis hubungan faktor

risiko dengan profil klinis epilepsi


pada anak palsi serebral
Manfaat Penelitian
 Meningkatkan pengetahuan tentang
profil klinis epilepsi pada anak palsi
serebral.
 Bahan penelitian selanjutnya.
 Dasar tindakan preventif dan rehabilitatif
pada anak palsi serebral dengan epilepsi.
 Dasar dalam memprediksi terjadinya
epilepsipada anak palsi serebral.
TINJAUAN PUSTAKA

Epilepsi Berulangnya kejang


(ILAE) tanpa pencetus

sindrom klinis kelainan neurologis


Palsi serebral karena kerusakan jaringan otak,
menetap (tidak progresif)
MEKANISME EPILEPSI
Aktivitas badai listrik
serangan epilepsi;
a)Terlokalisir pada
kelompok neuron
tertentu
b)Menjalar sampai
daerah tertentu, meluas
melibatkan seluruh otak
c) Menjalar ke seluruh
otak
Palsi Serebral

Spasme
adductor
FAKTOR RISIKO (1)

 Asfiksia perinatal penyebab palsi serebral


terbanyak
 Ditemukan pada; presentasi bayi abnormal,
CPD, partus lama, dan persalinan dengan
tindakan forsep dan vakum ekstraksi
 Asfiksia kerusakan otak
FAKTOR RISIKO (2)

 Infeksi SSP

Lagunju melaporkan 73,7% penderita epilepsi


dengan palsi serebral terjadi setelah infeksi
SSP
 Kejang neonatal dan/atau kejang
pertama usia ≤1 tahun
 Riwayat epilepsi dalam keluarga
PROFIL KLINIS (1)

 Tipe epilepsi yg sering pada palsi


serebral : kejang umum atau parsial
umum sekunder.
 Sulaiman (Saudi) : tonik-klonik 65%.
 Aneja (India) : tonik-klonik 32,9%, mioklonik
30,6%.
 Singhi (India) : mioklonik 32%.
PROFIL KLINIS (2)

 Kejang pertama pada usia ≤1


tahun
 Rahmat : 86%.
 Lagunju : 77,4%.
 Bruck : 74,2%; rata-rata usia 12,59 bulan.
 Gururaj : 78,6%, epilepsi tanpa palsi serebral
4,1%.
PROFIL KLINIS (3)

 Terapi farmakologi
 Keberhasilan terapi ∞ kepatuhan minum obat
 Bruck : monoterapi.
 Singhi : monoterapi, 58,1% kejang terkontrol
Berbeda dg
 Kwong KL : politerapi, sulit mengontrol
kejang pada penderita palsi serebral
PROFIL KLINIS (4)

 EEG
 Penegakan diagnosis tidak selalu
tergantung EEG
 Kulak : 92,7% penderita palsi serebral
dengan epilepsi mempunyai kelainan EEG
KERANGKA KONSEP
Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara


faktor risiko dengan profil
klinis epilepsi pada anak
palsi serebral
Desain Penelitian
Observasional, cross-sectional

Observasi dilakukan saat pemeriksaan dengan

cara pendekatan dan pengumpulan data


sekaligus pada satu saat.
Pengumpulan data dilakukan melalui

wawancara langsung dengan panduan


kuesioner yang diisi oleh peneliti.
Poliklinik Rawat Jalan, Rawat Inap dan Bagian

Rehabilitasi Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang


Juli sampai September 2018.
Populasi dan Sampel
Seluruh pasien anak palsi serebral yang terdaftar

di Poliklinik Rawat Jalan, Rawat Inap dan Bagian


Rehabilitasi Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Consecutive sampling

Kriteria inklusi :
 Usia pasien antara 1 bulan sampai 18 tahun.
 Menderita palsi serebral.
Kriteria eksklusi : orang tua menolak ikut serta
dalam penelitian
 Variabel bebas : epilepsi

 Variabel tergantung : persalinan


dengan tindakan, berat badan lahir
rendah
Alur penelitian
Definisi operasional
Epilepsi
Definisi : dua kejang tanpa pencetus
yang terjadi dalam rentang waktu lebih
dari 24 jam
Cara ukur : data rekam medis,
wawancara
Alat ukur : deskripsi kejang, EEG
Hasil ukur : tipe kejang

Skala ukur : nominal


Definisi operasional
Persalinan dengan tindakan
Definisi : persalinan pervaginam yang
tidak dapat berjalan normal secara spontan
Cara ukur : data rekam medis, wawancara

Alat ukur : klasifikasi tindakan


Hasil ukur : forsep dan vakum ekstraksi,

lain-lain (normal, sc)


Skala ukur : nominal
Definisi operasional
Berat badan lahir rendah
Definisi : bayi yang lahir dengan berat
kurang dari 2500 gram.
Cara ukur : data rekam medis,
wawancara
Alat ukur : timbangan
Hasil ukur : < 2500 gram, ≥ 2500 gram

Skala ukur : ordinal


Prosedur Penelitian
 Membuat kuesioner dan informed

consent.
Sampel diambil secara consecutive

sampling.
Melakukan pengumpulan data.

Melakukan pengolahan data.

Melakukan intepretasi data.


Pengolahan dan Analisis
Data
 Data karakteristik dinyatakan dalam
bentuk jumlah dan persentase
 Data diolah menggunakan program
komputer SPSS.
 Uji statistik Chi-square test dan Fisher
exact test, dengan batas kemaknaan p
<0,05.
 Disajikan dalam bentuk tabel dan
gambar.
Dummy table (1)
Dummy table (2)
Kuesioner
Kuesioner
(sambungan)
TERIMA
KASIH
Manifestasi Klinis Epilepsi
Parsial sederhana Parsial kompleks
 Sentakan-sentakan  Dapat diawali

satu bagian tubuh kejang parsial


tanpa terganggunya sederhana, diikuti
kesadaran. gangguan
 Lama 10-20 detik kesadaran.
 Dapat berupa gejala  Lama 1-2 menit

motorik atau  Terkadang disertai


somatosensorik aura
Diagnosis epilepsi
 Epilepsi merupakan diagnosis klinis,
dapat ditegakan jika klinisi melihat
serangan
Tata laksana : OAE
Mekanisme kerja OAE
Tipe CP
 Spastik
 Terbanyak; 70-80% kasus palsi serebral.
 Kelumpuhan tidak hanya mengenai
lengan dan tungkai, tetapi juga otot-otot
leher yang berfungsi menegakan kepala.
 Terdapat peninggian tonus otot,
menetap dan tidak hilang meskipun
penderita dalam keadaan tidur.
Spastik
 Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada
suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang
khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur,
misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi
siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta
jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari
melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap
aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki
dalam fleksi plantar dan telapak kaki berputar ke
dalam.
 Kerusakan biasanya terletak di traktus
kortikospinalis.
Spastik
 Monoplegia/monoparesis adalah kelumpuhan
keempat anggota gerak, tetapi salah satu
anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya;
 Hemiplegia/hemiparesis adalah kelumpuhan
lengan dan tungkai dipihak yang sama;
 Diplegia/diparesis adalah kelumpuhan keempat
anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari
pada lengan;
 Quadriplegia adalah kelumpuhan keempat
anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama
hebatnya dibandingkan dengan tungkai
Atetoid
 10-15% penderita palsi
 Khas : sikap abnormal dengan gerakan-
gerakan yang tidak terkontrol, berkurang
dalam keadaan tenang atau sedang tidur.
 Selain tangan dan kaki juga pada lidah,
bibir, mata, dan sebagainya.
 Kerusakan di ganglia basal
 Campuran gejala spastik dan atetoid
atau atetoid dan ataksia.
Ataksia
 jarang, hanya <5%
 Kerusakan di serebelum sehingga terjadi
gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan dan adanya nistagmus.
Kehilangan keseimbangan tampak bila
mulai belajar duduk. Mulai berjalan
sangat lambat dan semua pergerakan
canggung dan kaku
Diagnosis palsi serebral
 Diagnosis dini dan tepat terkait lesi otak
Tata Laksana Palsi Serebral
Fenitoin
 Pilihan pertama untuk kejang umum, kejang
tonik-klonik, tetapi kurang baik untuk
pengobatan jangka panjang karena banyak efek
samping dan memiliki range terapi sempit.
 Efek samping : depresi pada SSP, sehingga
mengakibatkan lemah, kelelahan, gangguan
penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi
korteks dan mengantuk.
 Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh
dan nistagmus.
Karbamazepin
 Pilihan pertama pada terapi kejang
parsial dan tonik-klonik.
 Efek samping : gangguan penglihatan
(penglihatan berganda), pusing, lemah,
mengantuk, mual
Asam valproat
 Pilihan pertama untuk terapi kejang parsial,
kejang absens, kejang mioklonik, dan kejang
tonik-klonik.
 Efek samping : gangguan pencernaan, termasuk
mual, muntah, dan anoreksia.
 Efek samping lain : pusing, gangguan
keseimbangan tubuh, dan tremor.
 Gangguan kognitif ringan.
 Efek samping berat : hepatotoksik.
 Interaksi dengan OAE lain, menghambat
metabolisme fenitoin, dan karbamazepin
Benzodiazepin
 Efek samping : cemas, kehilangan
kesadaran, pusing, depresi, mengantuk,
kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual
Fenobarbital
 Kejang parsial dan kejang tonik-klonik.
 Toksisitasnya rendah
 Efek sedasi serta kecenderungannya
menimbulkan gangguan perilaku pada
anak (hiperaktivitas)
 Efek samping SSP merupakan hal yang
umum terjadi; kelelahan, mengantuk,
sedasi, dan depresi.
EEG
EEG abnormal
 Asimetris irama dan voltase gelombang pada
daerah yang sama dikedua hemisfer otak,
 Irama gelombang tidak teratur atau irama
gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya
 Gelombang yang biasanya tidak terdapat
pada anak normal seperti gelombang tajam,
paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksismal.
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1. Karakteristik subjek penelitian

Tidak Total
Karakteristik Epilepsi
epilepsi
Insiden 39 (65%) 21 (35%) 60 (100%)
Jenis kelamin  
  Laki-laki (L) 19 (48,7%) 8 (38%) 27 (45%)
  Perempuan (P) 20 (51,3%) 13 (62%) 33 (55%)
Usia (bulan)  
  1 - ≤12 3 (7,7%) 10 (47,6%) 13 (21,7%)
  >12 - ≤60 21 (53,8%) 6 (28,6%) 27 (45%)
  >60 15 (38,5%) 5 (23,8%) 20 (33,3%)
Lingkar kepala  
  Microcephal 33 (84,6%) 9 (43%) 42 (70%)
  Normocephal 6 (15,4%) 9 (43%) 15 (25%)
Tabel 5. 2. Profil subjek yang menderita
epilepsi
Profil Epilepsi
Riwayat
keluarga
epilepsi
  Tidak 33 (84,6%)
Ya 6 (15,4%)
Tipe kejang
  Fokal 9 (23,1%)
Sindrom
2 (5,1%)
epilepsi
  Umum 28 (71,8%)
Pengobatan
epilepsi
  Monoterapi 19 (48,7%)
Tabel 5. 3. Faktor risiko epilepsi pada anak
palsi serebral
Tidak 95% Prevalence
Faktor risiko Epilepsi p value
epilepsi CI* ratio
Asfiksia neonatal      
  Asfiksia 15 (75%) 5 (25%) 0,87-
0,39 1,25
  Tidak asfiksia 24 (60%) 16 (40%) 1,79
Cara persalinan      
  Vakum 1 (50%) 1 (50%) 0,19-
1 0,76
  Spontan/SC 38 (65,5%) 20 (34,5%) 3,09
Berat badan lahir      
  BBLR 11 (73,3%) 4 (26,7%) 0,80-
0,54 1,18
  BBLC 28 (62,2%) 17 (37,8%) 1,72
Usia kehamilan      
  Kurang bulan 10 (71,4%) 4 (28,6%) 0,76-
0,75 1,13
  Cukup bulan 29 (63%) 17 (37%) 1,69
Infeksi SSP      
  Ya 4 (26,7%) 11 (73,3%) 0,15-
n/a 0,34
  Tidak 35 (77,8%) 10 (22,2%) 0,80

Kejang pertama      
  Neonatal 6 (85,7%) 1 (14,3%)
n/a n/a n/a
PEMBAHASAN
perempuan : laki
Rerata usia : 49,42 laki
bulan
1,2 : 1
•usia termuda 9 bulan
•usia tertua 16 tahun
•terbanyak usia 12
 Asfiksia merupakan suatu keadaan yang
dapat menyebabkan otak dalam kondisi
hipoksia, iskemia, dan hiperkapnia,
sehingga dapat terjadi kerusakan otak.
 Kerusakan otak menyebabkan terjadinya
palsi serebral di kemudian hari dan bila
mengenai area tertentu seperti korteks
serebri dan lobus temporal akan
menyebabkan terjadinya epilepsi.
 Pada penelitian ini ditemukan 75% subjek (15
dari 20) yang menderita epilepsi dan palsi
serebral memiliki riwayat asfiksia neonatal

 artinya pada riwayat asfiksia neonatal


memiliki risiko 1,25 kali lipat menderita
epilepsi dibandingkan yang tidak mengalami
asfiksia,
 namun tidak ditemukan perbedaan yang
bermakna secara statistik (p value 0,39).
Riwayat kelahiran

1 pasien yang lahir secara vakum


ekstraksi, sedangkan sisanya lahir
secara spontan pervaginam dan section
caesarea
 Berat badan lahir rendah pada 11 subjek
(23,5%).
Infeksi SSP
Riwayat kejang pertama

 Rahmat dkk10  15 dari 92 (16,3%)


subjek palsi serebral spastik dengan
epilepsi mengalami kejang pertama
pada usia ≤1 bulan
 Riwayat kejang pertama pada periode neonatal
meningkatkan risiko kematian dan sering
dihubungkan dengan terjadinya sekuele
neurologis berupa epilepsi dan palsi
serebral.

Karena otak masih dalam proses


perkembangan  setiap gangguan
akan menyebabkan kerusakan otak.
20, 29
Riwayat epilepsi dalam keluarga

 Pada penelitian ini didapatkan 6 subjek


(15,4%) yang memiliki riwayat kejang
pada anggota keluarga.

 Riwayat epilepsi dalam keluarga


meningkatkan risiko seseorang untuk
menderita epilepsi.
>>
Pengobatan
PENUTUP
Saran

Anda mungkin juga menyukai