Pasal 23 ayat (3) UUD 1945, UU No. 27 tahun 2009 dan , UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Alat kelengkapan DPR (1) Badan (Panitia) Anggaran , tugas: - menyusun usulan anggaran, - menetapkan pendapatan negara bersama pemerintah dengan mengacu pada usulan komisi terkait, - membahas RUU APBN bersama presiden atau menteri dengan mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan pemerintah mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program dan kegiatan kementerian/lembaga; - Melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi mengenai RKA-KL, membahas laporan realisasi dan prognosi APBN dan membahas pokok-pokok penjelasan atas RUU pertanggungjawaban pelaksanaan APBN lanjutan • Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi. • Anggota komisi yang berada dalam Badan Anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan komisi dan menyampaikan hasilnya kepada asal komisinya (Pasal 107 UUNo. 27 tahun 2009) Lanjutan 2. Komisi, tugas: • Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan rancangan APBN yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah • Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBN, membahas dan menetapkan anggaran untuk fungsi, program dan kegiatan kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi • Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan ke Badan Anggaran untuk disinkronisasi dan menyempurnakannya kembali sebagai bahan akhir penetapan APBN DPRD -Berdasarkan UU No 17/2003 tidak berbeda dengan DPR, membahas RKA –SKPD dalam Pembicaraan Pendahuluan. - UU No. 32/2004 : mengabaikan proses di atas, pembahasan di DPRD dilakukan setelah kepala daerah menyampaikan nota keuangan dalam pembahasan RAPBD. Selain itu RAPBD yang telah disepakati DPRD tidak otomatis ditetapkan menjadi Perda, Rancangan Perda APBD harus dievaluasi oleh pemerintahan yang lebih tinggi. Kabupaten/kota dievaluasi oleh gubernur. Propinsi dievaluasi Menteri Dalam Negeri. Pembahasan Anggaran di tingkat DPRD • Forum Rapat Kerja atau Dengar Pendapat dengan Komisi. • Perbincangan hingga tingkat unit cost. • Permendagri No. 13 tahun 2006 tidak memberi kesempatan kepada Komisi untuk turut serta membahas hasil kerja masing-masing SKPD yang menjadi mitra komisi yang bersngkutan apakah sudah sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran (PPA). • Tugas penyesuaian dilakukan oleh TAPD dan PPKD (Pejabat Pengelola Anggaran) dari pemerintah daerah. Lanjutan • Anggota DPRD memiliki kesempatan untuk mengkaji APBD dalam rapat pembahasan RAPBD. • Tetapi waktu tidak cukup tersedia. • Kapasitas anggota DPRD tidak seluruhnya memiliki kemampuan dalam membaca dan menganalisis APBD secara detail. • Keputusan akhir menjadi domain pemerintah yang lebih tinggi. Aktor dalam Eksekutif • UU no. 17 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan kepala pemerintahan. • Untuk membantu presiden, sebagian dari kekuasaan tsb. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kemenrterian negara/lembaga yang dipimpinnya. Lanjutan • UU no. 17 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan kepala pemerintahan. • Untuk membantu presiden, sebagian dari kekuasaan tsb. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kemenrterian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri Keuangan/Badan Keuangan Daerah 1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro; 2. Menyusun rancangan APBN/APBD dan rancangan perubahan APBN/D; 3. Mengesahkan dokumen pelaksanan anggaran; 4. Melakukan perjanjia internasional di bidang keuangan (khusus Menkeu); 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara/daerah yang telah ditetapkan undang-undang; 6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara/daerah 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/D; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang Pengguna Anggaran/Departemen/SKPD
• Menyusun rancangan anggaran lembaga
yang dipimpinnya; • Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; • Melaksanakan anggaran lembaga yang dipimpinnya; • Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkan ke kas negara; Lanjutan • Mengelola piutang milik kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab lembaga yang dipimpinnya; • Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan lembaga yang dipimpinnya; • Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya Lembaga di Luar Eksekutif dan Legislatif 1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK): - Melakukan audit rekening pemerintah 2. Masyarakat sipil - Pada saat proses formulasi: mengawasi penerimaan anggaran pemerintah, penyusunan anggaran partisipatif dan penentuan prioritas anggaran. - Pada saat pembahasan dan penetapan anggaran, peran kerja anggaran untuk upaya transparansi anggaran, pemeriksaan kewajaran anggaran dan uji publik anggaran. Lanjutan - Pada tahap pelaksanaan anggaran: melakukan audit sosial, penelusuran anggaran dan pemantauan tender - Pada tahap pertanggung jawaban: melaporkan bentuk penyimpangan anggaran. Pendekatan dalam Perencanaan Anggaran (UU No 25/2004) • Politik: Perencanaan harus mencerminkan penjabaran dari agenda presiden/kepala daerah terpilih pada perencanaan jangka menengah. • Teknokratik: mempergunakan kerangka pikir ilmiah yang dikuasai oleh masing-masing lembaga atau satuan kerja yang sesuai dengan fungsinya. • Partisipatif: mengisyaratkan perlunya keterlibatan pemangku kepentingan dan masyarakat dalam penyusunan rencana . Lanjutan • (Top down) atas bawah dan (bottom – up) bawah atas, dilakukan berdasarkan jenjang pemeritahan yang disinkronkan melalui musrenbang. Perencanaan pembangunan nasional 1. Perencanaan jangka panjang 20 tahunan atau yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Daerah (RPJP/D) 2. Perencanaan jangka menengah 5 tahunan atau yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah/Daerah (RPJM/D). 3. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga/SKPD dan rencana tahunan atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah/Daerah (RKP/D) dan Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga/SKPD. Telaah kritis • Perencanaan merupakan wilayah eksekutif. • RPJP/D ditetapkan dengan undang-undang/ Perda. • RPJM/D dan RKP/D ditetapkan bersama legislatif melalui Undang-undang dan Perda Titik kelemahan: 1. Secara hirarkhis, derajat hukum dokumen anggaran (APBN/D) memiliki derajat lebih tinggi dari pada dokumen perencanaan. Artinya akan sulit dokumen perencanaan yang memiliki derajat hukum lebih rendah dijadikan acuan dokumen anggaran yang memiliki derajat hukum lebih tinggi. 2. Baik eksekutif & legislatif memiliki mekanisme saluran aspirasi yang berbeda dalam perencanaan. Legislatif, mempergunakan masa reses untuk menjaring aspirasi pada daerah pemilihannya dan isu-isu yang berhubungan dengan konstituen dan program partai politiknya. Sedang eksekutif mempergunakan mekanisme musrenbang dan pendekatan teknokratis melalui kementerian dan lembaga di lingkungannya. • Inkonsistensi antara kebijakan perencanaan dan kebijakan alokasi anggaran, juga disebabkan ketidaksinkronkan antara lima pendekatan yang dipergunakan, yaitu teknokratis, politik, top down, bottom up dan partisipatif. • Beberapa ahli menyebutkan bahwa salah satu kelemahan mendasar pada penganggaran adalah keterputusan dan keterpisahan antara kebijakan, perencanaan dan alokasi anggaran. Perencanaan Penganggaran Nasional
• Perencanaan pembangunan nasional dimulai
dari tingkat pemerintahan yang rendah, mulai dari desa sampai pemerintah pusat. • Pada praktiknya musrenbang nasional pada setiap level pemerintahan dan menghasilkan Rencana Kerja Pemerintah(RKP), tidak serta merta mampu mengakomodasi seluruh usulan daerah baik kabupaten/kota yang berjumlah lebih dari 400 dan 33 propinsi Lanjutan • Musrenbang nasional yang terkait dengan kebutuhan daerah adalah sebatas melakukan sinkronisasi prioritas pembangunan nasional dengan daerah, klarifikasi dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan dana alokasi khusus yang akan dikucurkan ke daerah. • RKP ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden. • Meskipun PP No. 20/2004 mengatur peran DPR dalam pembahasan RKP. RKP juga memuat soal kebijakan umum dan prioritas anggaran maka RKP dapat dibahas kembali oleh DPR. • RKP yang digunakan adalah RKP hasil pembahasan dengan DPR. Permasalahan dalam Perencanaan Penganggaran Daerah • Masyarakat apatis untuk mengikuti musrenbang. • Usulan musrenbang jarang terakomodasi dalam APBD • Usulan musrenbang lebih berbentuk daftar belanja yang tidak realistis dan tanpa prioritas • Tidak ada informasi diterima atau ditolaknya usulan musrenbang • Musrenbang sebatas formalitas. Lanjutan • Jadwal pelaksanaan tidak diumumkan. • Tidak ada informasi mengenai program prioritas daerah. • Tidak ada informasi mengenai pagu indikatif/plafon anggaran pada saat musrenbang. • SKPD mendominasi pelaksanaan musrebang • Usulan musrenbang banyak yang hilang pada saat proses yang lebih tinggi Lanjutan • Tidak ada delegasi musrenbang yang dapat terlibat sampai proses penganggaran. • Hanya elite-elite lokal, tokoh-tokoh masyarakat tertentu yang terlibat dalam musrebang. • Kurang keterlibatan kelompok perempuan dan masyarakat miskin. • DPRD jarang hadir dalam musrenbang kecamatan. Lanjutan • Masa reses tidak sinkron dengan pelaksanaan musrenbang kecamatan, sehingga hasil penjaringan aspirasi yang dibawa oleh DPRD dengan musrenbang tidak sinkron. • Pembahasan anggaran tertutup dari akses publik • Tidak dilakukan konsultasi publik terhadap RAPBD. • Warga sulit mengakses RAPBD. • DPRD tidak mendapatkan RKA SKPD.