Anda di halaman 1dari 27

Kuliah 4

Aktor-aktor dalam penganggaran (legislatif)

1. DPR, dasar hukum:


Pasal 23 ayat (3) UUD 1945,
UU No. 27 tahun 2009 dan ,
UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan
negara.
Alat kelengkapan DPR
(1) Badan (Panitia) Anggaran , tugas:
- menyusun usulan anggaran,
- menetapkan pendapatan negara bersama pemerintah dengan
mengacu pada usulan komisi terkait,
- membahas RUU APBN bersama presiden atau menteri dengan
mengacu pada keputusan rapat kerja komisi dan pemerintah
mengenai alokasi anggaran untuk fungsi, program dan kegiatan
kementerian/lembaga;
- Melakukan sinkronisasi terhadap hasil pembahasan di komisi
mengenai RKA-KL, membahas laporan realisasi dan prognosi APBN
dan membahas pokok-pokok penjelasan atas RUU
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
lanjutan
• Badan Anggaran hanya membahas alokasi
anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi.
• Anggota komisi yang berada dalam Badan
Anggaran harus mengupayakan alokasi
anggaran yang diputuskan komisi dan
menyampaikan hasilnya kepada asal komisinya
(Pasal 107 UUNo. 27 tahun 2009)
Lanjutan
2. Komisi, tugas:
• Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai
penyusunan rancangan APBN yang termasuk dalam ruang
lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah
• Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul
penyempurnaan RAPBN, membahas dan menetapkan
anggaran untuk fungsi, program dan kegiatan
kementerian/lembaga yang menjadi mitra kerja komisi
• Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan ke Badan
Anggaran untuk disinkronisasi dan menyempurnakannya
kembali sebagai bahan akhir penetapan APBN
DPRD
-Berdasarkan UU No 17/2003 tidak berbeda dengan DPR,
membahas RKA –SKPD dalam Pembicaraan
Pendahuluan.
- UU No. 32/2004 : mengabaikan proses di atas,
pembahasan di DPRD dilakukan setelah kepala daerah
menyampaikan nota keuangan dalam pembahasan
RAPBD. Selain itu RAPBD yang telah disepakati DPRD
tidak otomatis ditetapkan menjadi Perda, Rancangan
Perda APBD harus dievaluasi oleh pemerintahan yang
lebih tinggi. Kabupaten/kota dievaluasi oleh gubernur.
Propinsi dievaluasi Menteri Dalam Negeri.
Pembahasan Anggaran di tingkat DPRD
• Forum Rapat Kerja atau Dengar Pendapat dengan Komisi.
• Perbincangan hingga tingkat unit cost.
• Permendagri No. 13 tahun 2006 tidak memberi
kesempatan kepada Komisi untuk turut serta membahas
hasil kerja masing-masing SKPD yang menjadi mitra
komisi yang bersngkutan apakah sudah sesuai dengan
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon
Anggaran (PPA).
• Tugas penyesuaian dilakukan oleh TAPD dan PPKD
(Pejabat Pengelola Anggaran) dari pemerintah daerah.
Lanjutan
• Anggota DPRD memiliki kesempatan untuk
mengkaji APBD dalam rapat pembahasan RAPBD.
• Tetapi waktu tidak cukup tersedia.
• Kapasitas anggota DPRD tidak seluruhnya
memiliki kemampuan dalam membaca dan
menganalisis APBD secara detail.
• Keputusan akhir menjadi domain pemerintah
yang lebih tinggi.
Aktor dalam Eksekutif
• UU no. 17 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan kepala pemerintahan.
• Untuk membantu presiden, sebagian dari kekuasaan tsb.
Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola
Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kemenrterian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Lanjutan
• UU no. 17 tahun 2003 secara tegas menyatakan bahwa
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian
dari kekuasaan kepala pemerintahan.
• Untuk membantu presiden, sebagian dari kekuasaan tsb.
Dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola
Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kemenrterian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Menteri Keuangan/Badan Keuangan Daerah
1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
2. Menyusun rancangan APBN/APBD dan rancangan perubahan APBN/D;
3. Mengesahkan dokumen pelaksanan anggaran;
4. Melakukan perjanjia internasional di bidang keuangan (khusus
Menkeu);
5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara/daerah yang telah
ditetapkan undang-undang;
6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara/daerah
7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/D;
8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan
ketentuan undang-undang
Pengguna Anggaran/Departemen/SKPD

• Menyusun rancangan anggaran lembaga


yang dipimpinnya;
• Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
• Melaksanakan anggaran lembaga yang
dipimpinnya;
• Melaksanakan pemungutan penerimaan
negara bukan pajak dan menyetorkan ke kas
negara;
Lanjutan
• Mengelola piutang milik kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawab lembaga yang
dipimpinnya;
• Menyusun dan menyampaikan laporan
keuangan lembaga yang dipimpinnya;
• Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi
tanggung jawabnya
Lembaga di Luar Eksekutif dan Legislatif
1. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK):
- Melakukan audit rekening pemerintah
2. Masyarakat sipil
- Pada saat proses formulasi: mengawasi penerimaan
anggaran pemerintah, penyusunan anggaran
partisipatif dan penentuan prioritas anggaran.
- Pada saat pembahasan dan penetapan anggaran,
peran kerja anggaran untuk upaya transparansi
anggaran, pemeriksaan kewajaran anggaran dan uji
publik anggaran.
Lanjutan
- Pada tahap pelaksanaan anggaran: melakukan
audit sosial, penelusuran anggaran dan
pemantauan tender
- Pada tahap pertanggung jawaban:
melaporkan bentuk penyimpangan anggaran.
Pendekatan dalam Perencanaan Anggaran
(UU No 25/2004)
• Politik: Perencanaan harus mencerminkan
penjabaran dari agenda presiden/kepala daerah
terpilih pada perencanaan jangka menengah.
• Teknokratik: mempergunakan kerangka pikir
ilmiah yang dikuasai oleh masing-masing lembaga
atau satuan kerja yang sesuai dengan fungsinya.
• Partisipatif: mengisyaratkan perlunya keterlibatan
pemangku kepentingan dan masyarakat dalam
penyusunan rencana .
Lanjutan
• (Top down) atas bawah dan (bottom – up)
bawah atas, dilakukan berdasarkan jenjang
pemeritahan yang disinkronkan melalui
musrenbang.
Perencanaan pembangunan nasional
1. Perencanaan jangka panjang 20 tahunan atau yang
disebut Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Daerah
(RPJP/D)
2. Perencanaan jangka menengah 5 tahunan atau yang
disebut Rencana Pembangunan Jangka
Menengah/Daerah (RPJM/D).
3. Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian/Lembaga/SKPD dan rencana tahunan atau
yang disebut Rencana Kerja Pemerintah/Daerah (RKP/D)
dan Rencana Kerja (Renja) Kementerian/Lembaga/SKPD.
Telaah kritis
• Perencanaan merupakan wilayah eksekutif.
• RPJP/D ditetapkan dengan undang-undang/
Perda.
• RPJM/D dan RKP/D ditetapkan bersama legislatif melalui
Undang-undang dan Perda
Titik kelemahan:
1. Secara hirarkhis, derajat hukum dokumen anggaran (APBN/D)
memiliki derajat lebih tinggi dari pada dokumen perencanaan.
Artinya akan sulit dokumen perencanaan yang memiliki derajat
hukum lebih rendah dijadikan acuan dokumen anggaran yang
memiliki derajat hukum lebih tinggi.
2. Baik eksekutif & legislatif memiliki mekanisme
saluran aspirasi yang berbeda dalam
perencanaan. Legislatif, mempergunakan masa
reses untuk menjaring aspirasi pada daerah
pemilihannya dan isu-isu yang berhubungan
dengan konstituen dan program partai politiknya.
Sedang eksekutif mempergunakan mekanisme
musrenbang dan pendekatan teknokratis melalui
kementerian dan lembaga di lingkungannya.
• Inkonsistensi antara kebijakan perencanaan dan
kebijakan alokasi anggaran, juga disebabkan
ketidaksinkronkan antara lima pendekatan yang
dipergunakan, yaitu teknokratis, politik, top
down, bottom up dan partisipatif.
• Beberapa ahli menyebutkan bahwa salah satu
kelemahan mendasar pada penganggaran
adalah keterputusan dan keterpisahan antara
kebijakan, perencanaan dan alokasi anggaran.
Perencanaan Penganggaran Nasional

• Perencanaan pembangunan nasional dimulai


dari tingkat pemerintahan yang rendah, mulai
dari desa sampai pemerintah pusat.
• Pada praktiknya musrenbang nasional pada
setiap level pemerintahan dan menghasilkan
Rencana Kerja Pemerintah(RKP), tidak serta
merta mampu mengakomodasi seluruh usulan
daerah baik kabupaten/kota yang berjumlah
lebih dari 400 dan 33 propinsi
Lanjutan
• Musrenbang nasional yang terkait dengan kebutuhan daerah
adalah sebatas melakukan sinkronisasi prioritas pembangunan
nasional dengan daerah, klarifikasi dana dekonsentrasi, tugas
pembantuan dan dana alokasi khusus yang akan dikucurkan ke
daerah.
• RKP ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden.
• Meskipun PP No. 20/2004 mengatur peran DPR dalam
pembahasan RKP. RKP juga memuat soal kebijakan umum dan
prioritas anggaran maka RKP dapat dibahas kembali oleh DPR.
• RKP yang digunakan adalah RKP hasil pembahasan dengan DPR.
Permasalahan dalam Perencanaan
Penganggaran Daerah
• Masyarakat apatis untuk mengikuti
musrenbang.
• Usulan musrenbang jarang terakomodasi
dalam APBD
• Usulan musrenbang lebih berbentuk daftar
belanja yang tidak realistis dan tanpa prioritas
• Tidak ada informasi diterima atau ditolaknya
usulan musrenbang
• Musrenbang sebatas formalitas.
Lanjutan
• Jadwal pelaksanaan tidak diumumkan.
• Tidak ada informasi mengenai program
prioritas daerah.
• Tidak ada informasi mengenai pagu
indikatif/plafon anggaran pada saat
musrenbang.
• SKPD mendominasi pelaksanaan musrebang
• Usulan musrenbang banyak yang hilang pada
saat proses yang lebih tinggi
Lanjutan
• Tidak ada delegasi musrenbang yang dapat
terlibat sampai proses penganggaran.
• Hanya elite-elite lokal, tokoh-tokoh
masyarakat tertentu yang terlibat dalam
musrebang.
• Kurang keterlibatan kelompok perempuan dan
masyarakat miskin.
• DPRD jarang hadir dalam musrenbang
kecamatan.
Lanjutan
• Masa reses tidak sinkron dengan pelaksanaan
musrenbang kecamatan, sehingga hasil
penjaringan aspirasi yang dibawa oleh DPRD
dengan musrenbang tidak sinkron.
• Pembahasan anggaran tertutup dari akses publik
• Tidak dilakukan konsultasi publik terhadap
RAPBD.
• Warga sulit mengakses RAPBD.
• DPRD tidak mendapatkan RKA SKPD.

Anda mungkin juga menyukai