Anda di halaman 1dari 40

Pelayanan Obstetri Neonatal

Emergensi Komprehensif
 Difokuskan pada penanggulangan
gawatdarurat yang menjadi penyebab
utama kematian ibu dan/atau neonatus
 Cakupan area PONEK mencakup sekitar
60% dari penyebab utama kematian ibu:
 perdarahan 27%, partus macet 15%,
eklampsia 11% infeksi 7% dan 42% dari
penyebab utama kematian neonatal: asfiksia
22%, prematuritas 15% kejang 5%
* Pelayanan obstetri dan neonatal
regional merupakan upaya penyediaan
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir
secara terpadu dalam bentuk
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit
dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar (PONED) di tingkat
Puskesmas. Rumah Sakit PONEK 24 Jam
merupakan bagian dari sistem rujukan
dalam pelayanan kedaruratan dalam
maternal dan neonatal, yang sangat
berperan dalam menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci
keberhasilan PONEK adalah
ketersediaan tenaga kesehatan yang
sesuai kompetensi, prasarana,sarana
dan manajemen yang handal.
PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN MEDIK
LATAR BELAKANG

 Pengenalan gejala dan tanda yang dapat mengancam


keselamatan jiwa dan upaya mempertahankan
kehidupan
 Tujuannya mampu untuk mengenali dan menatalaksana
kegawatdaruratan medik obstetrik dan neonatal :
1. Stabilisasi dan rujukan
2. Terapi cairan
3. Transfusi darah
Stabilisasi

Elemen-elemen penting dalam stabilisasi


pasien adalah :
Menjamin kelancaran jalan nafas,
pemulihan sistem respirasi dan sirkulasi
Mengganti cairan tubuh yang hilang
Menghentikan sumber perdarahan
Mempertahankan suhu tubuh
Mengatasi rasa nyeri atau gelisah
TERAPI CAIRAN
 Kondisi gawatdarurat umumnya memerlukan
restorasi cairan
 Restorasi segera dengan larutan isotonik yang
dianjurkan:
1. Ringer Laktat
2. NaCl fisiologis/garam fisiologis
 Larutan glukosa tidak dapat menggantikan
garam atau elektrolit yang dibutuhkan selama
penggantian cairan yang hilang
Untuk pemberian cairan infus, perhatikan :
1. Jumlah cairan yang akan diberikan
2. Lamanya pemberian per unit cairan
3. Ukuran atau diameter tabung dan kecepatan tetesan
TRANFUSI DARAH

 KONDISI YANG MEMERLUKAN TRANSFUSI


DARAH DIANTARANYA ADALAH :
1. Perdarahan pascapersalinan yang disertai dengan syok
2. Kehilangan banyak darah selama prosedur operasi
3. Anemia berat
 Sebelum transfusi darah dilakukan
 Pada saat transfusi diberikan
PEMANTAUA  15 menit setelah transfusi darah berjalan
N TRANSFUSI  Setiap jam selama transfusi darah

 Setiap jam dalam 4 jam pertama setelah


transfusi darah
PERSALINAN ABNORMAL
 DEFINISI
Partograf merupakan salah satu instrumen
yang dapat digunakan untuk mengenali
persalinan abnormal.
Temuan partograf
• Pembukaan serviks tidak mengalami kemajuan
• Pembukaan serviks maju tetapi tidak disertai
dengan penurunan
• Pembukaan serviks tidak maju tetapi
penurunan mengalami kemajuan
• Grafik garis pembukaan menyilang ke arah kanan
garis waspada
• Kontraksi tidak membaik dan diikuti dengan tidak
majunya pembukaan dan penurunan
• DJJ > 160 atau < 100 x/mnt
Distosia Bahu

 disebabkan oleh deformitas panggul atau ukuran ekstrim tubuh bayi


sehingga bahu gagal melipat mengikuti sumbu panggul.
 fase aktif dan kala II yang singkat (multipara), menyebabkan penurunan
kepala terlalu cepat tanpa diikuti dengan melipatnya bahu saat melalui
pintu atas panggul sehingga proses lahirnya tubuh bayi menjadi terhenti
 Distosia bahu adalah suatu keadaan dimana setelah kepala dilahirkan,
bahu anterior tidak dapat lewat di bawah simfisis pubis. Kondisi ini
merupakan kegawatdaruratan obstetri karena bayi dapat meninggal jika
tidak segera dilahirkan dalam waktu 8-10 menit
FAKTOR RISIKO

 MAKROSOMIA > 4,000 g


– Taksiran berat janin pada kehamilan ini
– Riwayat persalinan dengan bayi makro-
somia
– Riwayat keluarga dengan Makrosomia
• DIABETES GESTASIONAL
• MULTIPARITAS
• PERSALINAN LEWAT BULAN / POSTERM
Prognosis
KOMPRESI TALI PUSAT
KERUSAKAN PLEKSUS BRAKHIALIS
ERB-DUCHENE PALSY
PARALISIS KLUMPKE
PATAH TULANG – FRAKTUR KLAVIKULA –
FRAKTUR HUMERUS
ASFIKSIA JANIN
KEMATIAN BAYI
 KONDISI VITAL IBU DAPAT
BEKERJA SAMA
 MASIH MEMILIKI
KEMAMPUAN MENGEDAN
SYARAT  JALAN LAHIR DAN PINTU
BAWAH PANGGUL NORMAL
 BAYI HIDUP
 BUKAN MONSTRUM /
KELAINAN KONGENITAL
SYARAT
Panic

Pivoting
Hindari Pulling
4P

Pusshing
PENATALAKSANAA DISTOSIA BAHU
 Kesiapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
 Mengosongkan kandung kemih
  Lakukan episiotomi.
 Maneuver Mc Robert NB: Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu
anterior terbebas dari simfisis pubis
 Provider Assisted Tahan fundus, putar bahu belakang (dorong bagian anterior bahu) ke arah depan. NB: Jangan
mendorong fundus uteri
 Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 180 derajat secara “crock screw” maka bahu anterior
yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Maneuver Wood. Tangan kanan penolong
dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior
terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
  Melahirkan bahu belakang
masukan tangan mengikuti lengkung sakrum sampai jari penolong mencapai fosa
antecubiti, dengan tekanan jari tengah lipat lengan bawah kearah dada, setelah
terjadi fleksi tangan keluarkan lengan dari vagina (menggunakan jari telunjuk untuk
melewati dada dan kepala bayi atau seperti mengusap muka bayi) kemudian tarik
bahu belakang dan seluruh lengan belakang dapat di lahirkan, bahu depan dapat lahir
dengan mudah setelah bahu dan lengan belakang di lahirkan
 Perawatan pasca tindakan
PRE EKLAMPSIA / EKLAMPSIA
 Hipertensi sebelum dan yang diinduksi oleh kehamilan
dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi
 Hipertensi dapat timbul sejak sebelum hamil atau timbul
pertamakali setelah kehamilan 20 minggu
 Preeclampsia terjadi pada 7% - 9% dari keseluruhan
kehamilan dan sekitar separuhnya tetap hipertensi
setelah persalinan
KEHAMILAN & HIPERTENSI
 LEBIH SERING PADA PRIMIGRAVIDA & GRANDE MULTI
 RISIKO MENINGKAT PADA:
• Massa plasenta besar (gemeli, penyakit trofoblas)
• Hidramnion
• Diabetes mellitus
• Isoimunisasi rhesus
• Faktor herediter
• Gangguan vaskuler plasenta
TIPE HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
• Sebelum 20 minggu
– Hipertensi Kronik Hipertensi tanpa proteinuria yang
timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan
– Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi Kronik yang dalam perkembangan selanjutnya
timbul proteinuria (terjadi pada 25% kasus Hipertensi
Kronik)
• Setelah 20 minggu:
– Hipertensi Gestasional Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul
setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan
– Preeklampsia Ringan Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan protein uria 1 + atau 2 + dimana
diastolik tidak melebihi 90 mmHg dan
– Preeklampsia Berat Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu disertai
protein uria ≥ 3 + dan diastolik ≥ 110 mmHg, tidak ada/disertai gejala sentral
dan/atau organ
– Eklampsia Pasien preeklampsia yang mengalami kejang terkait dengan
komplikasi hipertensi dalam kehamilan
PRE EKLAMPSIA RINGAN
 Pre eklampsia ringan biasanya terjadi menjelang waktu
perkiraan persalinan.
 Usia > 38 mgg : diakhirinya kehamilan akan
menghasilkan hasil akhir janin dan ibu yang lebih baik
PENATALAKSANAAN PRE EKLAMPSIA
RINGAN
 Rawat inap di rumah sakit
 Bedrest

 Sering melakukan pengukuran TD

 Pemeriksaan laboraturium (untuk evaluasi)

 Evaluasi janin dengan USG

 Pemberian anti hipertensi methyl dopa dan nifedipine


bila diastolik > 90. hindari pemberian diuretik
 Lahirkan bayi jika sudah cukup umur atau ketika
terdapat tanda-tanda ketidak stabilan ibu atau janin
PRE EKLAMPSIA BERAT
 Pre eklampsia berat biasanya memerlukan persalinan
segera. Penatalaksanaan harus mencakup terapi berikut
ini secara bersamaan
1. Profilaksis kejang
2. Terapi antihipertensi
3. Diakhirinya kehamilan
PRE EKLAMPSIA BERAT (2)
1. Prifilaksis kejang
 Magnesium sulfat (MgSO4) intravena harus diberikan selama persalinan
dan selam evaluasi awal pasien penderita pre eklampsia berat
 Dosis awal : 4 gram MgSO4 diencerkan dalam 10 ml larutan cairan IV,
selama 10 menit dengna tetesan lambat
 Dosis jaga (maintenance) : 1-2 gram/jam dengan tetesan IV lambatyang
dimulai setelah dosis awal dan dilanjutkan selama 24 jam setelah persalinan
atau konvulsi terakhir
 MgSO4 yang diberikan secara parenteral dibersihkan hampir secara total
oleh ekskresi ginjal : keracunan magnersium dihindari dengna memastikan
bahwa sebelum pemberian setiap dosis pasien memiliki:
• Output urine tidak kurang dari 30 ml/jam
• Refleks pattela yang terjaga
• Kecepatan pernafasan diatas 12/mnt
 Kalsium glokonat (1 gram IV yang disuntikan selama beberapa menit)
mungkin diberikan untuk antidot toksisitas MgSO4 terjadi dan harus
tersedia
PRE EKLAMPSIA BERAT (3)
2. Terapi anti hipertensi
 Obat-obatan anti hipertensi mrnjaga agar perdarahan
intrakranial pada ibu tidak terjadi
 Tekanan darah ibu tidak boleh diturunkan hingga lebih
rendah dari 140/90 mmHg karena tekanan yang lebih rendah
akan menurunkan perfusi utero-plasenta
 Obat-obatan yang paling umum digunakan selama
kehamilan:
• Nifedipine
• Labetalol atau atenolol
PRE EKLAMPSIA BERAT (4)
3. Terminasi kehamilan
 Jika ibu tidak sedang dalam proses bersalin, periksa serviks.
Jika serviks dalam kondisi yang matang untuk induksi,
mulailah induksi persalinan
 Jika pasien sedang dalam proses bersalin dan terdapat
kemajuan yang memadai ditinjau dari partograf dan tidak
terdapat komplikasi janin atau ibu lanjutkan percobaan
persalinan per vaginam dengan pemantauan DJJ ketat
 Jika terdapat indikasi obstetri untuk persalinan dengan cara
sesar
EKLAMPSIA
 Kejang dapat terjadi kapan saja dan tidak tergantung
pada berat-ringannya hipertensi
 Sifat kejang tonik-klonik

 Koma setelah kejang dan dapat berlangsung lama


EKLAMPSIA (2)
PERAWATAN KEGAWATDARURATAN EKLAMPSIA

 Kontrol kejang dengan MgSO4


 Lindungi pasien dari kecelakaan selama kejang. Jangan meninggalkan pasien
tanpa ditunggui
 Bersihkan dan lancarkan jalan nafas dengan penghisapan
 Pasang masker oksigen setelah kejang berhenti untuk mengoreksi hipoksia
 Kontrol TD
 Lahirkan bayi
 Batasi pemberian cairan
 Observasi ketat DJJ, TD, RR
 Pada kasus resisten ketika kejang eklamptik tidak berhenti meskipun diberi
regimen penatalaksanaan PEB, berikan 2 gram/jam MgSO4 melalui tetesan IV
lambat
 Diazepam (10mg IV) dapat digunakan satu kali atau fenobarbital (125 mg IV)
dapat digunakan satu kali
 Jika kejang terjadi CT scan harus dilakukan
 Jika penurunan pernafasan terjadi, pasien harus dimasukan ke ICU
PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

Penyebab utama kematian ibu bersalin


PENATALAKSANAAN UMUM
 Ketahui dengna pasti kondisi pasien sejak awal
 Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman

 Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pscapersalinan dan


lanjutkan 4 jam berikutnya
 Selalu siapkan keperluan tindakan kegawatdaruratan

 Segera lakukan penilaian klinik

 Atasi syok jika terjadi

 Pastikan kontraksi berlangsung baik ( beri uterotonika 10 IU IM


dilanjutkan infus 20 IU salam 500 cc RL dengan 40 tetesan per
menit)
 Pastikan plasenta lahir lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir
 Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan spesifik
GEJALA & TANDA PENYULIT DIGNOSIS KERJA
Tak ada penonjolan uterus supra simfisis Syok Atonia uteri
akibat uterus tidak berkontraksi dan lembek Bekuan darah pada serviks atau posisi
(perdarahan pascapersalinan dini) terlentang akan menghambat aliran darah
keluar
Darah segar yang mengalir segera setelah Pucat Robekan jalan lahir
bayi lahir uterus berkontraksi dengan keras Lemah
plasenta lahir lengkap Menggigil
Presyok atau syok

Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Retensio plasenta
lahir Inversio uteri akibat tarikan perdarahan
Kontraksi uterus tergantung jenis retensio lanjutan
(lemah pada adhesiva dan kuat pada
inkarserata)
Plasenta atau sebagainan selaput amnion Uterus berkontraksi dengan baik tetapi Tertinggalnya sebagian plasenta
tidak lengkap ukurannya segera mengecil
Perdarahan segera bila diameter fragmen Infeksi sisa plasenta
plasenta yg tertinggal cukup besar Perdarahan lanjut
Perdarahan lanjut bila diameter sisa plasenta
relatif kecil

Tidak terdapat penonjolan suprasimfisis Neurogenik syok pucat dan limbung Inversio uteri
ataupun pada perut bawah
Uterus tidak teraba saat palpasi lumen
vagina terisi massa kenyal dengan
menampakkan plasenta dan bagian fetal dan
tali pusat (bila belum terlepas)

Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa fragmen plasenta


Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus demam (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan lanjut
Lochia berbau ( bila disertai infeksi)
PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI

 Kenali dan tegakkan diagnosis atonia uteri


 Pasang infus beri uterotonika
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan
 Lakukan uji beku darah untuk konfirmasi sistem
pembekuan darah
 Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih
terjadi perdarahan lakukan tindakan spesifik sbb:
 KBE (kompresi Bimanual Eksterna)
 KBI (Kompresi Bimanual Interna)
 KAA (Kompresi Aorta Abdominalis)
 Tampon Kondom Kateter
PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI (2)
 KBE (kompresi Bimanual Eksterna)
1. Penolong berdiri menghadap pada sisi kanan ibu
2. Tekan ujung jari trelunjuk, tengah dan manis satu tangan diantara
simfisis dan umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus
uterinaik kearah diding abdomen
3. Letakkan sejauh mungkin, telapak tangan lain di korpus uteri bagian
belakang dan dorong uterus kearah korpus depan (ventral)
4. Geser perlahan ujung ketiga jari tangan kearah fundus sehingga
telapak tangan dapat menekan korpus uteri bagian depan
5. Lakukan kompresi uteri dengan jalan menekan dinding belakang dan
dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan
(medekatkan tangan belakang dan depan)
6. Perhatikan perdarahan. Bila perdrahan berhenti pertahankan posisi
tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila
perrdarahan belum berhenti, lanjutrkan kelangkah berikutnya yaiutu
KBI
PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI (3)
 KBI (kompresi Bimanual Interna)

1. Penolong berdiri di depan vulva, Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik,
Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.
2. Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu berikan
analgesik).
3. Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk
hingga kelingking pada forniks antyerior dan dorong segmen bawah rahim ke
kranioanterior.
4. Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian
belakang korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.
5. Melakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar dengan kepalan
tangan dalam forniks anterior.
6. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi demikian hingga kontraksi uterus benar-benar
membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.
7. Amati apakah uterus berkontraksi, jika :
8. YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu
pantau kala IV dengan ketat.
9. TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya yaitu KAA
KBI
PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI (4)
 KAA (Kompresi Aorta Abdominalis)
1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien sehingga pada
ketinggian yang sama dengan pinggul penolong
2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata dengan sedikit fleksi pada artikulasio coxae
3. Raba pulsasi arteri fermoralis pada paha yaitu pada perpotongan garis lipat paha
dengan garis horizontal yg melalui titik 1 cm diatas dan sejajar dengan tepi atas
simfifis ostium pubis. Pastikan arteri tersebut teraba dengan baik
4. Kepalkan tangan pada umblikus kearah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus
5. Dengan tangan kana yang lian, raba pulsasi arteri fermoralis untuk mengetahui
cukup tidaknya komprensi
6. Jik pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup
7. Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri fermoralis akan
berkurang/terhenti
8. Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan
uterus (dengan bantuan sisten) hingg uterus berkontraksi dengan baik
9. Jika perdarahan masih berlanjut, lakukan histerektomi supravaginal (tindakan ini
dilakukan di rumah sakit).
KAA

Anda mungkin juga menyukai