Emergensi Komprehensif
Difokuskan pada penanggulangan
gawatdarurat yang menjadi penyebab
utama kematian ibu dan/atau neonatus
Cakupan area PONEK mencakup sekitar
60% dari penyebab utama kematian ibu:
perdarahan 27%, partus macet 15%,
eklampsia 11% infeksi 7% dan 42% dari
penyebab utama kematian neonatal: asfiksia
22%, prematuritas 15% kejang 5%
* Pelayanan obstetri dan neonatal
regional merupakan upaya penyediaan
pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir
secara terpadu dalam bentuk
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit
dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Dasar (PONED) di tingkat
Puskesmas. Rumah Sakit PONEK 24 Jam
merupakan bagian dari sistem rujukan
dalam pelayanan kedaruratan dalam
maternal dan neonatal, yang sangat
berperan dalam menurunkan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir. Kunci
keberhasilan PONEK adalah
ketersediaan tenaga kesehatan yang
sesuai kompetensi, prasarana,sarana
dan manajemen yang handal.
PENATALAKSANAAN
KEGAWATDARURATAN MEDIK
LATAR BELAKANG
Pivoting
Hindari Pulling
4P
Pusshing
PENATALAKSANAA DISTOSIA BAHU
Kesiapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan.
Mengosongkan kandung kemih
Lakukan episiotomi.
Maneuver Mc Robert NB: Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu
anterior terbebas dari simfisis pubis
Provider Assisted Tahan fundus, putar bahu belakang (dorong bagian anterior bahu) ke arah depan. NB: Jangan
mendorong fundus uteri
Maneuver Woods ( “Wood crock screw maneuver” )
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 180 derajat secara “crock screw” maka bahu anterior
yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas. Maneuver Wood. Tangan kanan penolong
dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior
terbebas dari tepi bawah simfisis pubis
Melahirkan bahu belakang
masukan tangan mengikuti lengkung sakrum sampai jari penolong mencapai fosa
antecubiti, dengan tekanan jari tengah lipat lengan bawah kearah dada, setelah
terjadi fleksi tangan keluarkan lengan dari vagina (menggunakan jari telunjuk untuk
melewati dada dan kepala bayi atau seperti mengusap muka bayi) kemudian tarik
bahu belakang dan seluruh lengan belakang dapat di lahirkan, bahu depan dapat lahir
dengan mudah setelah bahu dan lengan belakang di lahirkan
Perawatan pasca tindakan
PRE EKLAMPSIA / EKLAMPSIA
Hipertensi sebelum dan yang diinduksi oleh kehamilan
dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi
Hipertensi dapat timbul sejak sebelum hamil atau timbul
pertamakali setelah kehamilan 20 minggu
Preeclampsia terjadi pada 7% - 9% dari keseluruhan
kehamilan dan sekitar separuhnya tetap hipertensi
setelah persalinan
KEHAMILAN & HIPERTENSI
LEBIH SERING PADA PRIMIGRAVIDA & GRANDE MULTI
RISIKO MENINGKAT PADA:
• Massa plasenta besar (gemeli, penyakit trofoblas)
• Hidramnion
• Diabetes mellitus
• Isoimunisasi rhesus
• Faktor herediter
• Gangguan vaskuler plasenta
TIPE HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
• Sebelum 20 minggu
– Hipertensi Kronik Hipertensi tanpa proteinuria yang
timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan
– Hipertensi Kronik dengan superimposed preeclampsia
Hipertensi Kronik yang dalam perkembangan selanjutnya
timbul proteinuria (terjadi pada 25% kasus Hipertensi
Kronik)
• Setelah 20 minggu:
– Hipertensi Gestasional Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul
setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan
– Preeklampsia Ringan Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan protein uria 1 + atau 2 + dimana
diastolik tidak melebihi 90 mmHg dan
– Preeklampsia Berat Hipertensi yang timbul setelah 20 minggu disertai
protein uria ≥ 3 + dan diastolik ≥ 110 mmHg, tidak ada/disertai gejala sentral
dan/atau organ
– Eklampsia Pasien preeklampsia yang mengalami kejang terkait dengan
komplikasi hipertensi dalam kehamilan
PRE EKLAMPSIA RINGAN
Pre eklampsia ringan biasanya terjadi menjelang waktu
perkiraan persalinan.
Usia > 38 mgg : diakhirinya kehamilan akan
menghasilkan hasil akhir janin dan ibu yang lebih baik
PENATALAKSANAAN PRE EKLAMPSIA
RINGAN
Rawat inap di rumah sakit
Bedrest
Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Retensio plasenta
lahir Inversio uteri akibat tarikan perdarahan
Kontraksi uterus tergantung jenis retensio lanjutan
(lemah pada adhesiva dan kuat pada
inkarserata)
Plasenta atau sebagainan selaput amnion Uterus berkontraksi dengan baik tetapi Tertinggalnya sebagian plasenta
tidak lengkap ukurannya segera mengecil
Perdarahan segera bila diameter fragmen Infeksi sisa plasenta
plasenta yg tertinggal cukup besar Perdarahan lanjut
Perdarahan lanjut bila diameter sisa plasenta
relatif kecil
Tidak terdapat penonjolan suprasimfisis Neurogenik syok pucat dan limbung Inversio uteri
ataupun pada perut bawah
Uterus tidak teraba saat palpasi lumen
vagina terisi massa kenyal dengan
menampakkan plasenta dan bagian fetal dan
tali pusat (bila belum terlepas)
1. Penolong berdiri di depan vulva, Membasahi tangan kanan dengan larutan antiseptik,
Menyisihkan kedua labia mayora ke arah lateral dengan ibu jari dan jari telunjuk.
2. Memasukkan tangan yang lain secara obstetrik ke dalam introitus vagina (bila perlu berikan
analgesik).
3. Mengubah tangan obstetrik menjadi kepalan dan letakkan dataran punggung jari telunjuk
hingga kelingking pada forniks antyerior dan dorong segmen bawah rahim ke
kranioanterior.
4. Meletakkan telapak tangan luar pada dinding perut, upayakan untuk mencakup bagian
belakang korpus uterus seluas atau sebanyak mungkin.
5. Melakukan kompresi uterus dengan mendekatkan telapak tangan luar dengan kepalan
tangan dalam forniks anterior.
6. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi demikian hingga kontraksi uterus benar-benar
membaik kemudian lanjutkan langkah berikutnya.
7. Amati apakah uterus berkontraksi, jika :
8. YA, maka lanjutkan KBI selama 2 menit, kemudian keluarkan tangan perlahan-lahan lalu
pantau kala IV dengan ketat.
9. TIDAK, maka lanjutkan langkah berikutnya yaitu KAA
KBI
PENATALAKSANAAN
ATONIA UTERI (4)
KAA (Kompresi Aorta Abdominalis)
1. Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien sehingga pada
ketinggian yang sama dengan pinggul penolong
2. Tungkai diletakkan pada dasar yang rata dengan sedikit fleksi pada artikulasio coxae
3. Raba pulsasi arteri fermoralis pada paha yaitu pada perpotongan garis lipat paha
dengan garis horizontal yg melalui titik 1 cm diatas dan sejajar dengan tepi atas
simfifis ostium pubis. Pastikan arteri tersebut teraba dengan baik
4. Kepalkan tangan pada umblikus kearah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus
5. Dengan tangan kana yang lian, raba pulsasi arteri fermoralis untuk mengetahui
cukup tidaknya komprensi
6. Jik pulsasi masih teraba, artinya tekanan kompresi masih belum cukup
7. Jika kepalan tangan mencapai aorta abdominalis, maka pulsasi arteri fermoralis akan
berkurang/terhenti
8. Jika perdarahan pervaginam berhenti, pertahankan posisi tersebut dan pemijatan
uterus (dengan bantuan sisten) hingg uterus berkontraksi dengan baik
9. Jika perdarahan masih berlanjut, lakukan histerektomi supravaginal (tindakan ini
dilakukan di rumah sakit).
KAA