Anda di halaman 1dari 32

KUSTA

Rohana Sari Suaib

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


Rumah Sakit Umum Bahteramas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
Kendari
2018
Pendahuluan
Sinomim : Kusta = Lepra = Morbus Hansen

Kusta adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan


oleh Mycobacterium leprae dan bersifat intraseluler
obligat.

Saraf perifer sebagai afinitas pertama lalu kulit, mukosa


traktus respiratorius bagian atas dan organ lain kecuali
susunan saraf pusat
KUSTA
KUSTA

PENYAKIT
INFEKSI
MENAHUN

KUTUKAN
BUKAN
BUKAN
PENYAKIT
PENYAKIT TURUNAN
Epidemiologi
Dunia : terutama di Asia, Afrika, Amerika latin

Indonesia : terutama di Jawa, Sulawesi, Maluku dan Papua

Insiden tertinggi pada kelompok umur 25 - 35 tahun

Lebih banyak pada lak-laki dari pada


perempuan dengan perbandingan 2 : 1

Terutama di daerah tropis dan subtropis

Pada umumnya penderita dengan tingkat sosial


ekonomi yang rendah
Etiologi
 Disebabkan : Mycobacterium leprae
 Ditemukan GH Armauer Hansen (1873)
 Sifat :
 Bentuk batang
 Gram positif
 Ukuran 3-8 µm x 0,5 µm
 Tahan asam dan alkohol
 Hidup dalam sel terutama bersuhu dingin
 Berkelompok/tersebar satu-satu
 Tidak dapat dikultur dalam medium
buatan
Mycobacterium leprae
Patogenesis

Bila kuman Mycobacterium leprae masuk kedalam tubuh, dapat


timbul gejala klinis sesuai dengan kerentanan orang tersebut.

Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler


penderita.

Bila pada sistem imunitas seluler baik, akan tampak gambaran


klinis kearah tuberkuloid. Namun jika pada sistem imunitas seluler
rendah akan memberikan gambaran lepromatous
Klasifikasi

Klasifikasi Ridley-Jopling Klasifikasi Klasifikasi


Madrid
(1962) WHO (1988)

• Tuberculoid (TT) • Pausibasilar (PB) : Kusta • Tuberculoid


• Borderline Tuberculoid (BT) tipe TT, BT, I dengan BTA • Borderline
• Borderline-borderline (Mid- negatif. • Lepromatosa
borderline = BB) • Multibasilar (MB) : Kusta

• Borderline-lepromatous (BL) tipe BB, BL, LL dengan BTA

• Lepromatosa (LL) positif


Gejala Klinis

• Bentuk : makula, infiltrat, papul, nodus


• Jumlah : satu, beberapa, banyak
• Distribusi : simetris, asimetris
• Permukaan : halus, berkilat, kering bersisik
• Batas : jelas, tidak jelas
Kelainan • Anastesia : jelas, tidak jelas, tidak ada
Kulit
Gejala Klinis
Gejala kerusakan saraf
perifer
N. ulnaris Perlu dinilai
N. medianus

N. radialis

N. poplitea lateralis

N. tibialis posterior Pembesaran


N. facialis Konsistensi
N. trigeminus Nyeri +/-
N. Auricularis magnus
Gejala Klinis
Gejala - gejala kerusakan saraf perifer :

• Anastesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis


• Clawing kelingking dan jari manis
N. Ulnaris • Atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis
medial

• Anastesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah
• Tidak mampu adduksi ibu jari
N. Medianus • Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah
• Ibu jari kontraktur
• Atrofi atot tenar dan kedua otot lumbrkalis lateral

• Anastesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk


N. Radialis • Tangan gantung (wrist drop)
• Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan
Gejala Klinis
Gejala - gejala keruskan saraf perifer :

• Anastesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis


N. Poplitea lateralis • Kaki gantung (foot drop)
• Kelemahan otot peroneus

• Anastesia telapak kaki


N. Tibialis posterior • Claw toes
• Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

• Cabang temporal dan zygomatik menyebabkan lagoftalmus


N. Facialis • Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi
wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

Anastesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata


N. Trigeminus
Gejala Klinis
Gambaran klinis, bakteriologi dan imunologi kusta pausibasilar (PB)
Gejala Klinis
Gambaran klinis, bakteriologi dan imunologi kusta multiibasilar (MB)
Gejala Klinis
Gambaran diagnosis klinis menurut WHO (1995)
Gejala Klinis

Gambaran Gambaran
klinis tipe TT klinis tipe BB

Your Picture Here Your Picture Here

Gambaran Gambaran
klinis tipe BT klinis tipe BL
Gambaran
klinis tipe LL
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada temuan cardinal sign (tanda utama) menurut WHO yaitu:

Bercak kulit yang Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati

mati rasa rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, suhu, dan nyeri


Dapat/tanpa disertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu:
Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
Penebalan saraf tepi


Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis

Gangguan fungsi otonom: kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu.

Ditemukan kuman Bahan pemeriksaan berasal dari apusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada

tahan asam bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsi saraf.

Diagnosis kusta = 1 cardinal sign (+)


Diagnosis Banding


Makula hipopigmentasi : leukoderma, vitiligo, tinea versikolor dan pitiriasis alba

Plak eritema : tinea korporis, lupus vulgaris, lupus eritematosus, granuloma
Lesi kulit ●
anulare, sifilis sekunder, sarkoidosis, leukemia kutis dan mikosis fungoides
Ulkus : ulkus diabetik, ulkus kalosum, frambusia dan penyakit Raynaud &
Buerger

Neuropati perifer : neuropati diabetik, amiloidosis saraf dan


Gangguan saraf

trauma
Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan bakterioskopik
 Membantu menegakkan diagnosis
 Mycobacterium leprae terlihat merah
solid : batang utuh  hidup
fragmented : batang terputus  mati
granular : butiran  mati
Pemeriksaan Penunjang
Indeks Bakteri:
Kepadatan BTA ( solid + non solid ) pada satu sediaan
Nilai 0 – 6+
1+  1 – 10 BTA dalam 100 LP
2+  1 – 10 BTA dalam 10 LP
3+  1 – 10 BTA dalam 1 LP
4+  11 – 100 BTA dalam 1 LP
5+  101 – 1000 BTA dalam 1 LP
6+  > 1000 BTA dalam 1 LP

Indeks Morfologi:
Persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid
Rumus :
 solid
IM = ------------------------------------------- X 100%
 solid + non solid
Pemeriksaan Penunjang

2. Pemeriksaan histopatologi
– Untuk memastikan gambaran klinis
– Penentuan klasifikasi kusta
3. Pemeriksaan serologi
– Tes ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent Assay)
– Tes MLPA (Mycobacterium leprae Particle Aglutination)
– Tes ML dipstick (Mycobacterim leprae dipstick)
– Tes ML flow (Mycobacterim leprae flow)
Penatalaksanaan
Rehabilitasi medik meliputi : fisioterapi, dan terapi
okupasi.
Non Rehabilitias non medik meliputi : rehabilitasi
Medikamentosa mental, karya dan sosial.
Edukasi kepada pasien, keluarga dan
masyarakat.
Setiap kontrol, harus dilakukan pemeriksaan
untuk pencegahan disabilitas.

Pengobatan Multi Drug Treatment


Medikamentosa
(MDT)
Penatalaksanaan
Multi Drug Treatment (MDT) Tipe Pausibasilar (PB)
Penatalaksanaan
Multi Drug Treatment (MDT) Tipe Multibasilar (MB)
Penatalaksanaan
Pengobatan dengan regimen alternatif

1. Regimen pasien yang tidak dapat mengonsumsi rifampisin


Penatalaksanaan
2. Pasien yang menolak klofazimin
Pengobatan dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari atau minosiklin
100 mg/hari selama 12 bulan atau rifampisin 600 mg/bulan, ofloksasin
400 mg/bulan dan minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan.

3. Pasien yang tidak dapat mengonsumsi DDS


Tidak ada modifikasi lain untuk pasien MB, sehingga MDT tetap dilanjutkan
tanpa dapson selama 12 bulan. Sedangkan untuk pasien PB, dapson
diganti dengan klofazimin dengan dosis sama dengan MDT tipe MB selama
6 bulan.
Indikasi Rawat Inap

Rawat inap diindikasikan untuk pasien dengan :


Efek samping obat berat

Reaksi reversal atau ENL berat

Keadaan umum buruk (ulkus, gangren), atau terdapat keterlibatan organ tubuh lain dan sistemik

Rencana tindakan operatif
Edukasi
1. Saat mulai MDT

 Kusta, disebabkan oleh kuman kusta dan dapat disembuhkan dengan MDT, bila
diminum teratur tiap hari sesuai dosis dan lama terapi yang ditentukan.
 Penjelasan tentang efek samping obat MDT seperti urin berwarna merah, bercak
kulit gatal, berwarna kekuningan dan perubahan warna kulit.
 Penjelasan tentang gejala dan tanda reaksi kusta.
 Cacat baru dapat timbul saat atau setelah pengobatan dan dapat diobati.
 Penyembuhan cacat yang sudah ada sebelumnya, tergantung pada lamanya cacat
diderita.
 Cari dan periksa kontak untuk konfirmasi dan pengobatan. Perawatan diri harus
dilakukan tiap hari secara teratur.
Edukasi

2. Saat RFT

 Beri selamat karena telah menyelesaikan pengobatan dan berarti telah sembuh
sehingga tidak memerlukan MDT lagi.
 Bercak kulit yang masih tersisa memerlukan waktu lebih lama untuk menghilang
sebagian menetap selamanya.
 Mati rasa, kelemahan otot karena kerusakan saraf akan menetap.
 Lapor segera apabila timbul gejala dan tanda reaksi kusta.
 Walaupun sangat jarang terjadi, beri penjelasan tentang gejala dan tanda relaps.
 Tetap melaksanakan kegiatan rawat-diri seperti biasanya.
Prognosis

Cenderung ke dubia ad bonam :


 Diagnosis dini
 Tanpa kerusakan saraf pada saat awal diagnosis
 Pengobatan cepat dan tepat dan adekuat
 Melaksanakan kegiatan perawatan diri.
Cenderung ke dubia ad malam :
 Kerusakan saraf dan komplikasinya menyebabkan
terjadinya cacat, terutama apabila semua alat gerak
dan ke dua mata terkena
Section Break
Thank You

Anda mungkin juga menyukai