Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

OBSTETRI PATOLOGI:HAMIL DAN NIFAS

Dr.Suryani Manurung, Mkep, Sp.Mat


Periode antenatal
Hipertensi selama kehamilan dapat berkembang
sebagai akibat dari kehamilan atau mengikuti
hipertensi yang sudah ada sebelumnya (baik esensial
atau sekunder).
• Gangguan hipertensi dalam kehamilan:
- Pre-existing hypertension (Hipertensi yang sudah
ada sebelumnya)
- Gestasional hypertension
- Pre-eclampsia
- Eclamsia
Gangguan hypertension
• Hipertensi yang sudah ada sebelumnya:
- Hipertensi esensial: tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan / atau ≥ 90
mmHg diastolik sebelum konsepsi, atau pada trimester pertama
kehamilan tanpa penyebab yang jelas.
 Gestational (pregnancy-induced) hypertension
- Hipertensi yang timbul dalam kehamilan setelah usia kehamilan 20
minggu tanpa gambaran lain dari gangguan multisistem, dan hilang
dalam 3 bulan pascapartum.
 Preeklamsia
- Terdeteksi di awal dengan pengukuran tekanan darah tinggi,
didiagnosis preeklamsia ketika satu atau lebih gejala sistemik
preeklamsia berkembang setelah usia kehamilan 20 minggu
- Preeklamsia adalah kelainan yang mempengaruhi sistem organ lain :
foeto-plasenta.
- Proteinuria adalah ciri preeklamsia yang paling umum dikenali setelah
hipertensi.
Chronic Hypertension
• Hypertensi kronik: mayor predisposing factor for
pre eklamsia
• Mayoritas ibu dengan hipertensi kronis yang tidak
berkembang menjadi pre-eklamsia biasanya selama
fase perinatal normal.
• Treatment ditujukan untuk mencegah
berkembangnya hipertensi kronis yang berat
• Pemberian obat hipertensi sesuai dengan tekanan
darah
Pre-Eklamsia
• Pre-Eklamsia berat:
- Di diagnosis dengan hipertensi berat tekanan
darah diastolik ≥ 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik ≥ 170 mmHg pada dua pengukuran.
• Eklampsia: kejang umum yang tidak terkait dengan
epilepsi atau patologi lain yang diketahui.
Pre-Eklamsia: Problem
• Mempengaruhi Sebanyak 3% dari kehamilan
• Penyebab kematian 100.000 wanita setiap tahun di
seluruh dunia
• salah satu dari 3 penyebab utama kematian ibu
• Menyebabkan 25% bayi lahir dengan berat lahir
sangat rendah.
• konsekuensi bagi ibu : - eclampsia, insufisiensi
ginjal dan liver, udema pulmonal, haemoragik
intracerebral
GEJALA PRE-EKLAMSIA
• Pre-Eklamsia
- hyperetnsi, protein uria > 3 g 24 jam, ± edema, dipstick test:
+1 ekuivalen 0,3 g/l
+ 2 ekuivalen 1g/l
+3 ekuivalen 2 g/l
• Pre-eklamsia berat
- Hypertensi berat diikuti protein uria
- Hypertensi berat + protein uria + satu dari gejala berikut:
 sakit kepala yang berat
 gangguan penglihatan
 nyeri epigastric dan atau vomiting
 papil edema
 jumlah platelet dibawah 100x10⁶/l
Enzim liver abnormal
HELLP Syndrom (hemolysis, elevated liver enzim, low platelet)
Pencegahan Pre-eklamsia:
Method yg efektif
• Pemberian antiplatelet agents (low doses aspirin,
75 mg per hari)
- Menurunkan risiko pre-eklamsi – by 19% in high
risk group
- Dapat digunakan pada kelompok yg beresiko
tinggi spt: hi[ertensi kronis, anti phospolid
syndrom
• Suplemen kalsium 1gr/d
Pencegahan Pre-eklamsia:
Method yg inefektif
Treatment tsb tdk ada bukti bahwa penggunaannya
bermanfaat untuk mencegah pre-eklamsia, menurunkan
risiko kematian perinatal. Antara lain:
• Pemberian diuretic
• Pemberian antitrombotik agents (heparin, weparin)
• Peningkatan intake protein dan energy
• Pembatasan intake protein dan energy untuk yg obesitas
• Suplemen iron, folate, magnesium, zinc, atau minyak
ikan
• Pembatasan intake garam, cairan
Monitoring dengan Pre-Eklamsi berat
• Cek tekanan darah
• Hitung darah lengkap
• Test fungsi liver
• Test fungsi renal
• Cek balance cairan: intake dan output
Management pre-eklamsi berat
 Control tekanan darah
 Pencegahan serangan kejang
 Lahirkan sesuai waktu yg optimal
Pengkajian fetus
• Initial assessment with CTG
• Continous electronic fetal monitoring in labour
• Konservatif management:
- USG mengukur dari fetal size
- Umblical arteri Doppler and amniotic fluid volume
Blood Pressure control Rapid Acting
Anti-Hypertension Drug
• Hydralazine (dilatasi arteri menurunkan resistensi aliran darah )
Start with 5 mg intravenously (IV) or 10 mg intramuscularly (IM). If blood
pressure is not controlled, repeat at 20-minute intervals (5 to 10 mg
depending on response). Once blood pressure control is achieved, repeat as
needed (usually about 3 hours). If no success by 20 mg intravenous or 30 mg
intramuscular total, consider another drug.

• Nifedipine ( a Calcium beta blocker)


- Menurunkan tekanan darah– per oral
- sakit kepala bahkan lebih sering terjadi dibandingkan dengan hydralazine
- Start with 10 mg orally and repeat in 30 minutes if necessary
• Labelotolol
- IV infusion is an alternative to nifedipine
- efek samping yang lebih sedikit
- Start with 20 mg intravenously as a bolus
Blood Pressure Control Slow
Acting Antihypertensive Drugs
Agen untuk mengontrol tekanan darah dalam waktu
jangka panjang harus efektif dan aman untuk janin
• Methyldopa
Metildopa lebih disukai oleh banyak dokter sebagai
first-line therapy  berdasarkan laporan aliran
darah uteroplasenta yang stabil dan hemodinamik
janin, dan pada sejumlah bayi selama 7,5 tahun
tidak menunjukkan efek samping jangka panjang
pada perkembangan anak-anak yang terpapar
metildopa di dalam rahim.
Blood Pressure ControlDrugs
NOT Recommended
• Atenolol  Atenolol is associated with an
increase in fetal growth restriction.
• angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors,
angiotensin receptor-blocking drugs (ARB) foetal
growth retardation, oligohydramnion, neonatal
renal failure and neonatal death
• Diuretics should be avoided, relatively
contraindicated for hypertension and should be
reserved for pulmonary oedema.
Prevention of Seizures
• Magnesium Sulphate
- If magnesium sulphate is given, it should be continued for 24 hours
following delivery or 24 hours after the last seizure
- regular assessment of urine output, maternal reflexes, respiratory rate
and oxygen saturation is important
 Intravenous Regimen for Magnesium Sulphate:
Start 4 IV loading (20 menit)  20 ml of a 20% solution
Continous infusion rate : 1-2 gr/jam
Monitor: tingkat kesadaran, reflek patella, respirasi rate 16 x/m, urine
putpu tdk kurang dari 20-30 cc/jam
Magnesium sulphate treatment protocol include:
 General control of treatment with at-tention to fluid balance
 Urine excretion < 100 ml in 4 hours. If no clinical signs of
magnesium toxicity, decrease rate to 0.5 g/hour
 Absent patellar reflex. Stop MgSO4 infusion until reflex returns
 Respiratory depression. Stop MgSO4 infusion
Give oxygen via mask and place in safe position, because of impaired
level of consciousness. Continue careful monitoring
• Respiratory arrest:
Stop MgSO4 infusion.
Give IV Calcium gluconate.
Intubate and ventilate immediately.
 Cardiac arrest:
Start cardio-pulmonary resuscitation.
Stop MgSO4 infusion.
Give IV Cal-cium gluconate.
Intubate and ventilate immediately.
If women is pregnant deliver immediately.
Antidote: 10% Calcium gluconate, 10 ml IV over 10 minutes.

10% Calcium gluconate (1 ampoule = 1g) should be


available at the bedside as an antidote for magnesium
sulphate toxicity whenever magnesium sulphate is used.
Prevention of Seizures: Intramuscular Regiment
for Magnesium Sulphate

• intramuscular injections are painful and are


complicated by local abscess formation in 0.5%
of cases, the intravenous route is preferable
• Start dosis 5 g dari 50% solution magnesium
(total 10 gr)
• Setelah itu lanjutkan 5 g dari 50% solution
magnesium setiap 4 jam
• Untuk preeklamsi berat initial loading 4 g dari
MGSO4 IV as a 20% solution in saline is
recommended before
Control of Seizures eclamsia
• A loading dose of 4 g should be given by infusion
pump over 5–10 minutes, followed by a further
infusion of 1 g/hour maintained for 24 hours after
the last seizure.
Management of Fluid Balance
• Fluid restriction is advisable to reduce the risk of
fluid overload in the intrapartum and postpartum
periods
• total fluids should be limited to 80 ml/hour or 1
ml/kg/hour
Management of the Women after Delivery
 Pengobatan antihipertensi harus dilanjutkan setelah
melahirkan sesuai dengan tekanan darah.
 Mempertahankan pengobatan hingga 3 bulan, menghentikan
pengobatan sesuai mode bertahap
Caesarean Section for Eclampsia
• Operasi caesar diupayakan setelah kondisi ibu
stabil.
Prelabour Rupture of Membranes (PROM)
Preterm Prelabour Rupture
of Membranes: Problem
• Tiga penyebab kematian neonatal yang berhubungan dengan
PPROM adalah prematuritas, sepsis dan hipoplasia paru.
• Wanita dengan infeksi intrauterine melahirkan lebih awal daripada
wanita yang tidak terinfeksi,
• Bayi yang lahir dengan sepsis memiliki angka kematian empat kali
lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki sepsis.
• Risiko maternal yang terkait dengan korioamnionitis.
Preterm Prelabour Rupture
of Membranes: Diagnosis
• Riwayat spontaneous rupture of membranes
(SROM) diikuti oleh spekulum steril, pemeriksaan
yang menunjukkan cairan di forniks vagina
posterior
• Pemeriksaan USG  oligo hidramnion
Preterm Pre-labour Rupture
of Membranes (PPROM): Management

• Prelabour administration:
24 mg Betametason atau 24 mg Deksametason
selama 48 jam
untuk ibu hamil dengan risiko persalinan
prematur  penurunan mortalitas perinatal :
sindrom gangguan pernapasan, perdarahan
intraventrikular pada bayi prematur
Preterm Prelabour Rupture of Membranes:
Digital Vaginal Examination
• Pemeriksaan vagina digital sebaiknya dihindari
kecuali ada kecurigaan kuat bahwa ibu tersebut
mungkin akan melahirkan.
• Mikroorganisme dapat diangkut dari vagina ke
serviks, menyebabkan infeksi intrauterin, pelepasan
prostaglandin dan persalinan prematur.
• Sebuah penelitian retrospektif melaporkan
persalinan lebih cepat pada SROM yang dilakukan
pemeriksaan vagina digital dibandingkan jika hanya
dilakukan pemeriksaan spekulum steril.
Expectant Management of PPROM
Antenatal Tests

 The frequency of maternal temperature, pulse and foetal


heart rate Auscultation should be every 4 - 8 hours.
 Maternal pyrexia (above 37.8ºC), offensive vaginal discharge
and fetal tachycardia (rate above 160 beats/minute) indicate
clinical chorioamnionitis.
Expectant Management
of PPROM Prophylactic Tocolysis
• Ibu dengan PPROM dan uterus yang berkontraksi membutuhkan:
Pemberian kortikosteroid dapat diberikan pd usia kehamilan 24
-32 minggu
Pertimbangkan untuk tokolisis: bahwa persalinan dapat dihambat
selama 24 jam dengan ritodrin intravena. Namun Setelah 24 jam tidak
ada perbedaan durasi hamilan pada ibu yg ditreatment tokolitik maupun
yg tidak
Dengan tidak adanya bukti yang jelas bahwa tokolisis meningkatkan hasil
akhir neonatal setelah PPROM, maka wajar dinyatakan tokolisis untuk
tidak menggunakannya.
Ada kemungkinan bahwa tokolisis dapat memiliki efek samping yakni
menunda persalinan dari lingkungan yang terinfeksi  karena ada
hubungan antara infeksi intrauterin, dengan pelepasan prostaglandin
dan sitokin
Penatalaksanaan ketuban pecah sebelum melahirkan sebaiknya tidak
dilakukan melebihi 96 jam setelah pecahnya membran
Management of PROM
• Profilaksis antibiotik untuk group B streptokokus
(GBS) tidak diperlukan untuk ketuban pecah
sebelum waktunya kecuali menjelang dalam
persalinan.
• Pemberian Profilaksis penisilin pada PROM saat
masih hamil tidak dianjurkan. Kr tidak mengurangi
kemungkinan kolonisasi (GBS) pada saat persalinan.
Active Management of PROM
• PROM saat aterm dapat dikelola dengan immediate
oxytocin induction, dengan manajemen konservatif
atau prostaglandin E2 vagina (atau endoserviks),
gel, supositoria, atau tablet. Prostaglandin vagina
menyebabkan lebih banyak korioamnionitis
daripada immediate oxytocin
Obstetrical Haemorrhages
• Antepartum
Haemoragic antepartum
 Solutio placenta
 Placenta previa
• Postpartum
Haemoragic postpartum
Vaginal bleeding in pregnancy
• Causes of bleeding in early pregnancy

Miscarriage or ectopic pregnancy: During the first 12


weeks of pregnancy

• Causes of bleeding in later pregnancy


Placental abruption (solution placenta), Low-lying
placenta (placenta praevia), Vasa praevia
Miscarriage (keguguran)
• Kehamilan berakhir sebelum minggu ke-24,
Kebanyakan keguguran terjadi selama 12 minggu
pertama (3 bulan) kehamilan
• Penyebab: factor janin, hormone, pembekuan
darah
• Gejala: Kram dan nyeri di perut bagian bawah
keluarnya cairan atau cairan dari vagina, keluarnya
jaringan dari vagina, tidak lagi mengalami gejala
kehamilan, seperti payudara terasa nyeri dan sakit
Ectopic pregnancy
• Kehamilan ektopik: sel telur yang dibuahi bernidasi di
luar rahim - misalnya, di tuba falopi.
• Karena sel telur yang telah dibuahi tidak dapat
berkembang dengan baik di luar rahim dapat
menyebabkan tuba mengalami rupture 
perdarahan  terganggu
• Telur harus dikeluarkan, yang dapat dilakukan melalui
operasi atau dengan obat-obatan.
• Gejala kehamilan ektopik cenderung berkembang
antara 4 dan 12 minggu kehamilan: sakit perut rendah
di satu sisi, pendarahan vagina atau cairan berwarna
coklat, nyeri di ujung bahu, ketidaknyamanan saat
buang air kecil atau buang air besar
Ectopic pregnancy
• Penyebab: peradangan dan jaringan parut pada saluran tuba
dari kondisi medis sebelumnya, infeksi, atau pembedahan
karena kelainan genetik faktor hormonal, kondisi medis yang
mempengaruhi bentuk dan kondisi saluran tuba dan organ
reproduksi
• Risk factors increase with any of the following: usia ibu 35
tahun atau lebih, history of pelvic surgery, abdominal surgery,
or multiple abortions, history of pelvic inflammatory disease
(PID), history of endometriosis, konsepsi terjadi meskipun
dgn intrauterine device (IUD), merokok, riwayat kehamilan
ektopik, riwayat penyakit menular seksual (PMS) seperti
gonore atau klamidia, memiliki kelainan struktural pada
saluran tuba yang menyulitkan telur
Treating ectopic pregnancy
Pilihan pengobatan berbeda-beda tergantung lokasi kehamilan
ektopik dan perkembangannya
• Pengobatan: obat yang dapat mencegah massa ektopik pecah.
Menurut AAFP, obat yang umum untuk ini adalah
methotrexate (Rheumatrex).
• Methotrexate adalah obat yang menghentikan pertumbuhan
sel yang membelah dengan cepat, seperti sel massa ektopik.
Jika efektif, obat tersebut akan menyebabkan gejala yang mirip
dengan keguguran: kram, berdarah, keluar jaringan.
• Operasi

Untuk membuang embrio dan memperbaiki kerusakan internal


pada tuba falopi,Prosedur ini disebut laparotomi. Bila perlu
mengangkat tuba falopi selama operasi jika rusak.
Perawatan rumah
• Periksa setiap hari untuk mencari tanda-tanda infeksi pada luka sayatan abdomen:
pendarahan yang tidak akan berhenti, pendarahan yang berlebihan, drainase yang
berbau busuk, panas saat disentuh, kemerahan, pembengkakan
• Tindakan perawatan diri meliputi:
jangan mengangkat apa pun yang lebih berat dari 10 pon
minum banyak cairan untuk mencegah sembelit
istirahat panggul, yang berarti menahan diri dari hubungan seksual,
penggunaan tampon, dan pencucian

istirahat sebanyak mungkin pada minggu pertama pasca operasi, dan kemudian
tingkatkan aktivitas pada minggu-minggu berikutnya jika dapat ditoleransi
• Prevention
Memelihara kesehatan reproduksi.
Minta pasangan memakai kondom saat berhubungan seks dan batasi jumlah
pasangan seksual  mengurangi risiko PMS, yang dapat menyebabkan PID,
peradangan pada saluran tuba.
Kunjungan rutin ke dokter, termasuk pemeriksaan ginekologi dan PMS rutin.
Berhenti merokok, merupakan strategi pencegahan yang baik.
Placental abruption/Solusio plasenta
• Plasenta mulai terlepas dari dinding Rahim, setelah 20 minggu kehamilan, tetapi paling sering
terjadi pada trimester ketiga.
• biasanya menyebabkan sakit perut, dan dapat terjadi perdarahan atau tidak ada perdarahan, .
• Causes of Placental Abruption
alkohol atau menggunakan kokain, Merokok saat hamil dapat meningkatkan risiko, riwayat
sebelumnya sekitar 10% kemungkinan hal itu terjadi lagi, Tekanan darah tinggi, kantung
ketuban bocor,
• Diagnosis: melakukan USG
• Treatment: bergantung pada usia kehamilan, tingkat keparahan solusio dan status ibu dan bayi.
 hamil kurang dari 34 minggu, harus dirawat di rumah sakit untuk pemantauan - selama detak
jantung janin normal dan solusio plasenta tampaknya tidak parah.
 Jika janin tampak baik, berhenti mengeluarkan darah, bisa pulang.
 Kemungkin juga diberi steroid untuk pematangan paru-paru janin, dan berkembang lebih
cepat jika melahirkan lebih awal.
 Jika hamil lebih dari 34 minggu: mungkin masih bisa melahirkan melalui vagina jika solusio
tidak tampak parah.
 Jika membahayakan ibu dan bayi memerlukan bedah caesar segera. Serta membutuhkan
transfusi darah
Samples of amniotic fluid taken during genetic amniocentesis. Normal amniotic fluid (left)
is clear bright yellow. Dark green or brown amniotic fluid (right) indicates blood
degradation products caused by prior bleeding. Latter sample was obtained from patient in
Figure 3A,3B. Level of α-fetoprotein in amniotic fluid may be elevated as a result of
bleeding.

Drawings show classification of hematomas Drawings show classification of hematomas


in and around placenta. P = placenta, red = in and around placenta. P = placenta, red =
hematoma, blue line = amnion, pink line = hematoma, blue line = amnion, pink line =
chorion. Subchorionic bleeding dissects chorion. Subamniotic hemorrhage is
chorion and endometrium; when such contained within amnion and chorion and
bleeding involves margin of placenta, it is thus extends anteriorly to placenta but is
called marginal subchorionic hematoma limited by reflection of amnion on placental
insertion site of umbilical cord. Subamniotic
bleeding is rare.
Complications of Placental Abruption

• Kehilangan banyak darah  syok


• Masalah dengan pembekuan darah
• Gagal ginjal atau kegagalan organ lain
• Kematian – ibu atau bayi
• Komplikasi untuk bayi: Lahir premature, gangguan
tumbuh kembang,
Low-lying placenta (placenta praevia)
• Plasenta menempel di bagian bawah rahim, dekat atau menutupi
serviks.
• Pendarahan dari plasenta bisa sangat berat, dan berisiko pada ibu
dan bayi setelah 20 minggu kehamilan
• Plasenta praevia:a mayor atau minor:
• Plasenta praevia mayor menutupi seluruh serviks, dan plasenta
praevia minor hanya menutupi sebagian saja. a disebut: 'anterior'
atau 'posterior' plasenta praevia. Ini tergantung pada apakah itu
terletak di dinding depan (anterior) atau posterior (belakang) rahim.
Low-lying placenta (placenta praevia)
• risks of placenta praevia: perdarahan dan persalinan
premature, Pendarahan tidak berhubungan dengan
nyeri dan biasanya terjadi setelah berhubungan seks.
• diagnosis: USG atau MRI
• Causes: usia di atas 35 tahun, pernah menjalani
perawatan kesuburan, pernah menjalani operasi
rahim atau memiliki kelainan rahim seperti fibroid
pernah mengalami kelahiran caesar sebelumnya
pernah melakukan aborsi sebelumnya
merokok selama kehamilan
menggunakan kokain selama kehamilan
• Treatment: disesuaikan dengan kebutuhan
External ultrasound scan Internal or transvaginal ultrasound scan
Haemoragic Postpartum
• PPH didefinisikan sebagai perdarahan vagina yang
berlebihan (kehilangan darah lebih dari 500 ml) dalam
waktu 24 jam setelah melahirkan.
• Early PP: yang terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan,
Late PP: yg terjadi setelah 24 jam sampai 1 minggu
setelah melahirkan
• Prevention of PPH:
Active Management of the Third Stage of Labour : 1 menit
setelah kelahiran bayi, lakukan palpasi perut untuk
menyingkirkan adanya bayi tambahan dan berikan
oksitosin 10 unit secara intramuscular, Lahirkan
plasenta dengan peregangan tali pusat terkendali,
massase uterus sampai ada kontraksi, Ulangi pijatan
rahim setiap 15 menit selama dua jam pertama.
Principles of Management
• Pengenalan dini PPH: Standar perawatan harus memastikan
deteksi dini atonia atau perdarahan:
Rutin mengobservasi ibu setelah melahirkan  control tonus
uterus, estimasi jumlah darah yg keluar
Initial Assessment and Treatment:
• Kaji dan monitor: pemantauan tanda-tanda vital termasuk
tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan keluarnya urin,
coagulation screen and ABO type screen and cross match.
• Inisiasi resusitasi cairan: IV line, infusion
• Cari penyebab perdarahan:
- Explore uterus (atoni, retensi fragment plasenta, rupture)
- Explore tractus genetalia (trauma)
- Observasi factor pembekuan
Inisiasi resusitasi cairan
• Insert 1 atau 2 IV line dengan ukuran yg besar 16 atau lebih
• Inisiasi infus perbolus (1 liter /15 menit), Infus cairan awal
(kristaloid: normal saline, Ringer lactat)
Identifikasi Etiologi dan Terapi Langsung
• Penyebab utama HPP: 4”T”s: Tissue: retensi fragment plasenta;
“Tonus”: atoni uterus; “Trauma”: laserasi uterus atau saluran
genetalia bgn bawah, uterus inversion; “Trombin”: platelet
dysfunction=coagulation abnormalities.
• Management of Uterine Atony: Berikan oksitosin initial doses: 10 IU
IM, 20 IU IVFD dalam 1000 ml saline , 60 tts/m.
Continous dose: ulangi pemberian oksitosin setelah 20 menit jika
perdarahan masih tetap, 10 IU IVFD dalam 1000 saline, 30 tts/menit

• Jika atonia tdk respon terhadap oksitosin maka dapat diberikan:


ergometrin, prostaglandin (Carboprost, misoprostol)
• Bimanual compression
Masalah Cardiovaskuler Maternal
Periode obstetri
• Cardiovascular diseases (CVD) that include
cardiomyopathy and other cardiovascular
conditions are the leading cause of death during
pregnancy and the postpartum period, and
represents 26.5% of all pregnancy-related death
(PRD) in the United States.
• Faktor resiko yg utama dihubungkan dengan CVDs
adalah multiparity, obesity, and late prenatal care.
• Peluang pencegahan harus difokuskan pada faktor
risiko dan edukasi.
• Peripartum cardiomyopathy berkembang dari
kegagalan jantung di usia kehamilan lanjut atau
sampai dengan 5 bulan postpartum, dimana tdk
ada peny jantung sebelumnya, kegagalan jantung
yg tidak teridentifikasi penyebab.

Komite PAMR Florida mempersiapkan dan mendistribusikan


secara luas Pesan Kematian Ibu yang Mendesak tentang
Kardiomiopati Peripartum yang mencakup diagnosis dan
rekomendasi perawatan untuk mendidik pasien dan penyedia
layanan dengan lebih baik.
https://www.ajog.org/article/S0002-
9378(16)31845-2/fulltext
• Komplikasi kardiovaskular yang berasal dari disfungsi
vaskular telah dieksplorasi secara luas dalam terjadinya
diabetes gestasional, gangguan hipertensi kehamilan,
pertumbuhan janin terhambat.
• Temuan dari studi kohort prospektif ini menunjukkan
peningkatan bahaya morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular prematur dalam kaitannya dengan solusio.
Hasil ini menggarisbawahi pentingnya memahami
patogenesis mikrovaskulatur plasenta yang terdistorsi
yang tampaknya menjadi pertanda gangguan
mikrovaskular lainnya, termasuk penyakit kardiovaskular
di kemudian hari.
Hasil Penelitian masalah cardiovaskuler
Periode Hamil dan Postpartum
• Cardiac hemodynamics before, during and after ele
ctive cesarean delivery, do we really know it
all
• Maternal hemodynamics: a method to classify
hypertensive disorders of pregnancy
• Maternal cardiac hemodynamics in normotensive v
s. pregnancies with preeclampsia--did we find a hel
pful tool
?
• The effect of parity on longitudinal maternal
hemodynamics
• Placental function and fetal weight are associated w

Anda mungkin juga menyukai