Anda di halaman 1dari 18

Pandangan perawat dalam kasus bunuh diri

Nama anggota kelompok 1 :

Afrizal 121811001
Dewi anjani s 121811004
dra 121811007
Evi rosmawanti tambunan 121811009

Agustina mardianti 121811026


PENGERTIAN BUNUH DIRI MENURUT BEBERAPA
SUMBER

Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja


yang menyebabkan kematian diri sendiri.
Bunuh diri sering kali dilakukan akibat
putus asa, yang penyebabnya sering kali
dikaitkan dengan gangguan jjiwa misalnya
depresi, gangguan bipolar, skizofrenia,
ketergantungan alcohol, atau
penyalahgunaan obat.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terkahir dari
individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Keliat 1991 : 4). Risiko bunuh
diri dapat diartikan sebagai resiko individu
untuk menyakitidiri sendiri, mencederai
diri, serta mengancam jiwa. (Nanda, 2012)
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan
tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri
dan yang dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang yang tahu akan akibatnya yang
mungkin pada waktu yang singkat.
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang
merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008).
DAPAT KITA SIMPULKAN BAHWA

bunuh diri merupakan tindakan yang sengaja


dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri
hidupnya dengan berbagai cara. Dan seseorang
dengan gangguan psikologi tertentu atau sedang
depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh
diri, dapat dari faktor eksternal seperti lingkungan
dan faktor internal seperti gangguan psikologi dalam
dirinya.
CONTOH KASUSU BUNUH DIRI

1. kasus bunuh diri yang dilakukan oleh seorang laki-


laki berusia 49 tahun dengan cara membakar diri
didalam kamarnya, bunuh diri ini terjadi di
Tulungagung pada tanggal 05 Mei 2014.
(Republika.co.id)
2. remaja berusia 13 tahun dengan cara mengantung
dirinya menggunakan kain sarung. Karena tidak
diijinkan mengantarkan adiknya kesekolah yang
terjadi di bandung jawa barat (Liputan6.com)
MENURUT DATA WHO TENTANG KASUS BUNUH
DIRI DI INDONESIA

Dari beberapa kasus ini menunjukkan bahwasanya, di Indonesia


sendiri angka kematian akibat bunuh diri makin meningkat. Ini
didukung dengan data dari WHO pada tahun 2010 yang menyebutkan
angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000
jiwa. Tentu jika tidak ada upaya bersama pencegahan bunuh diri, angka
tersebut bias tumbuh dari tahun ke tahun. Data dari WHO telah
menyimpulkan bunuh diri telah menjadi masalah besar bagi kesehatan
masyarakat di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat
jumlahnya di negara berpenghasilan rendah dan sedang. Hampir satu
juta oaring meninggalsetiap tahunnya akibat bunuh diri. Ini berarti
kurang lebih setiap 40 detik jatuh korban bunuh diri. Jumlah ini
melebihi akumuasi kematian akibat pembunnuhan dan korban perang.
FAKTOR PREDISPOSISI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

1. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa factor predisposisi yang
menunjang perilaku resiko bunuh diri meliputi :
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh
diri yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan
skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan
resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian,kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan
sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
Biologis
Beberapa peneliti percaya bahwa ada gangguan pada level
serotonin di otak, dimana serotonin diasosiasikan dengan
perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain mengatakan
bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana
orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga
menunjukkan kecenderungan yang sama. Walaupun demikian,
hingga saat ini belum ada faktor biologis yang ditemukan
berhubungan secara langsung dengan perilaku bunuh diri
Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa “suicide is murder turned
around 180 degrees”, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri dengan
kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara psikologis,
individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi dirinya
dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap objek kasih
sayang ini dan berharap untuk menghukum atau bahkan membunuh orang
yang hilang tersebut. Meskipun individu mengidentifikasi dirinya dengan
objek kasih sayang, perasaan marah dan harapan untuk menghukum juga
ditujukan pada diri. Oleh karena itu, perilaku destruktif diri terjadi

Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang memandang
perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu dengan
masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi dan teratur
atau tidak dengan masyarakatnya
2. Factor presipitasi

Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang


memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri
sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri
keputusasaan.
. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat diambil Adalah :


Resiko Bunuh diri

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdapat 2 yaitu Medis dan Keperawatan :
Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh diri
salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck, 2008),
obat- obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri adalah
SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20 mg/hari per
oral), venlafaksin (75- 225 mg/hari per oral), nefazodon (300-600 mg/hari
per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan bupropion (200-300
mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih karena tidak berisiko
letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem neurotransmiter
monoamin di otak khususnya norapenefrin dan serotonin. Kedua neurotransmiter
ini dilepas di seluruh otak dan membantu mengatur keinginan, kewaspadaan,
perhataian, mood, proses sensori, dan nafsu makan

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri selanjutnya
perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang tepat bagi klien. Tujuan
dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
Klien tetap aman dan selamat
Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
Klien mampu mengungkapkan perasaannya
Klien mampu meningkatkan harga dirinya
Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
PENATALAKSANAAN KLIEN
DENGAN PRILAKU BUNUH DIRI

Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13) mengidentifikasi


intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri yaitu :

-Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di tempat yang aman, bukan
diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan, temani klien terus- menerus sampai klien
dapat dipindahkan ke tempat yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang
berbahaya.

-Meningkatkan harga diri


Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien
mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
- Menguatkan koping yang konstruktif/sehat

Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan


pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.

-Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.

-Menggerakkan dukungan sosial


Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial
klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di
masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
PENATALAKSANAAN KLIEN DENGAN RESIKO
BUNUH DIRI YAITU:

Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu


dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
klien
Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan
cara:
Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
 

Anda mungkin juga menyukai