Anda di halaman 1dari 23

STUDY LITERATURE REVIEW HUBUNGAN POLA ASUH ORANG

TUA DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY


PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN

Disusun Oleh :
NI KETUT LEDI WIRYANTI
2016.02.026

PENGUJI :
Penguji I : Achmad Rodjudi, S.Kep., SH.,MM.,Ns
Penguji II : Erik Toga, STP., M.Kes
Penguji III : Achmad Efendi, M.Kep,Ns
INTRODUCTION
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal
dalam satu atap dan saling ketergantungan satu sama lain. Dalam keluarga terutama pola asuh orang tua
merupakan tempat untuk membentuk perkembangan kepribadian dan psikologis anak, maka orang tuan harus
memberikan pengasuhan yang tepat kepada anak (william J Goode) dalam Rustina 2014
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak, yaitu bagaimana cara sikap atau perilaku
orang tua saat berinteraksi dengan anak dan memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta
berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat, dan
berorientasi untuk sukses (Suparyanto dalam Teviana, 2012). Terdapat tiga macam pola asuh orang tua terhadap
anak yaitu, pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif (Suarsini, 2013)
Sibling rivalry merupakan perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang
asing yang semula tidak ada, yaitu saudara yang dilahirkan oleh ibunya dianggap mengancam posisi anak
sebelumnya, ditujukan dengan perasaan iri hati (Dirks et al. 2015).
JUSTIFIKASI

AMERIKA INDONESIA Tahun


(McNerney dan Joy,) 2006
dalam Asupah 2008

Di Indonesia hampir 75 % anak mengalami


Sibling rivalry, pada tahun 2006 dilakukan
Di Amerika dilaporkan 45 % yang
penelitian mengenai gambaran Sibling rivalry
mengalami sibling rivalry adalah
pada anak usia prasekolah, yang dilakukan
anak yang berumur 2-6 tahun
Anna Yulia di Tanggerang Propinsi Banten di
merukapan kategori yang tinggi
dapatkan hasil 73.91 % sibling terjadi pada
anak usia prasekolah, dan 29.09 % terjadi pada
anak usia sekolah (Rahmawati, 2013).
JAWA TIMUR

hasil penelitian dari Yaerina 2016


pada anak usia 3-12 tahun
mengalami sibling rivalry sebanyak
54,8 % di Desa Joho Kecamatan Pace
Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa
Timur.
KRONOLOGI
Pola asuh orang tua sangat menentukan tinggi rendahnya kejadian sibling rivalry pada anak
terutama anak dengan urutan kelahiran pertama. Jenis pola asuh otoriter menjadi salah satu yang
bisa mempengaruhi terjadinya sibling rivalry karena sebagian besar peneliti menemukan bahwa
pola pengasuhan otoriter menghasilkan hasil negatif pada anak-anak. Anak-anak dari orangtua
yang otoriter belajar untuk bergantung pada orang tua mereka daripada berpikir untuk diri mereka
sendiri. Mereka memiliki kepercayaan diri yang rendah dan ragu untuk melakukan hal-hal sendiri.
Reaksi ini oleh anak-anak mengganggu perkembangan kognitif, emosional, dan sosial mereka.
Maka logis bahwa anak-anak akan merasa tertekan karena mereka harus melakukan hal-hal yang
tidak mereka sukai. Anak-anak dapat memberontak dan mengembangkan perilaku buruk sebagai
tanda protes terhadap orang tua mereka (Williams & Wahler, 2010).
SOLUSI

Solusi yang dapat diberikan peneliti tehadap orang tua sebagai seorang perawat
adalah memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pendidikan dan pengetahuan
tentang bagaimana cara mengasuh serta mendidik anak yang tepat sehingga dapat
meminimalisir terjadinnya Sibling rivalry. Sebagai orang tua sebaiknya memberikan
contoh yang baik untuk anak-anaknya. Kasih sayang, permintaan yang wajar,
penilaiaan yang jujur pada anak akan membantunya mencapai kepercayaan kepada
anak (Idayanti dan Mustika Sari, 2017).
TUJUAN

Tujuan dalam penelitian Literature Review ini adalah


untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua
dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia 3-6
tahun
STRATEGI PENCARIAN LITERATURE
PICO PERTANYAAN KLINIS STRATEGI PENCARIAN/KATA KUNCI

Patient Population Anak Usia 3-6 Tahun Pola asuh, siblingrivalry pada anak usia 3-
6 tahun
Intervention - -

Comparison -

Outcome Ada hubungan pola asuh orang tua dengan Ada hubungan pola asuh orang tua dengan
kejadian sibliing rivalry pada anak usia 3- kejadian sibliing rivalry pada anak usia 3-
6 tahun 6 tahun

Type of quetion Lembar kuesioner Kuestioner

Type of study Penelitian correlation Penelitian correlation


STRATEGI PENCARIAN LITERATURE

2. Database
1. Kata Kunci

STRATEGI
PENCARIAN
LITERATURE Google Scholar dan
“Pola asuh orang tua”,“kejadian Portal Garuda
sibling rivalry pada anak usia 3-6
tahun”. Kriteria Inklusi:
1. Jurnal diterbitkan dalam rentang waktu
3. Kriteria
10 Tahun (2010-2020)
Kriteri Eksklusi : Inklusi dan
2. Jurnal berbahasa Internasional maupun
1. Jurnal tidak full text Eksklusi
nasional yang berkaitan dengan pola
2. Jurnal yang tidak berkaitan dengan asuh orang tua dengan kejadian sibling
variabel yang diambil rivalry
3. Jurnal yang diterbitkan dibawah 3. Responden dalam penelitian
tahun 2010 sebelumya yaitu anak usia 3-6 tahun
HASIL STUDI DAN PENEILAIAN KUALITAS

HASIL PENCARIAN DAN


SELEKSI STUDI

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Lilerature Review. Ada


beberapa tahap yang harus dilakukan, sehingga hasil dari studi literature
tersebut dapat diakui kredibilitasnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut
digambarkan sebagai berikut :
HASIL DAN ANALISIS

Total artikel jurnal keseluruhan yang didapat yaitu 24 jurnal

Bahasa Tahun Database N Tipe Penelitian


Penelitian
Review Original Research
Cross Experiment
Sectional

Bahasa Indonesia 2010-2020 Google Scholar 21 - 21 -

Portal Garuda 3 - 3 -
KARAKTERISTIK JURNAL
 POLA ASUH ORANG TUA
Pola asuh orang tua memiliki 3 jenis pola asuh yaitu pola asuh demokratis, otoriter, dan permisif. Ketiga
pola asuh tersebut akan berdampak positf ataupun negatif dan juga bisa menyebabkan persaingan antar
saudara atau disebut juga dengan istilah Sibling Rivalry. Seperti pada penelitian Hanum dan Hidayat,
(2015), menyatakan bahwa yang menerapkan pola asuh demokratis memiliki prosentasi (22,2%) dan
yang menerapkan pola asuh otoriter memiliki prosentasi (77,8%). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Rofi’ah (2015), menyatakan bahwa (28,1%) responden menerapkan pola asuh demokratif, (18,8%)
responden menerapkan pola asuh otoriter, ( 53,1%) responden menerapkan pola asuh permisif.
Kemudian Kewa, Sudiwati, dan Ardiyani (2017) menyatakan bahwa orang tua menerapkan pola asuh
demokratis 25 orang 89,29%), pola asuh otoriter yaitu sebanyak 1 orang (3.57%), dan pola asuh
permisif sejumlah 2 orang ( 7,14%)..Pada penelitian Yuliyani,(2018) hasil peneltian menunjukkan dari
34 responden, hampir setengah dari responden adalah berpengetahuan cukup, yaitu 17 orang (50%) dan
hampir seluruh responden memberikan pola asuh demokratis yaitu 21 responden (61,8%). Pada
penelitian Dinengsih, dan Agustina, (2018) hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh dalam
kategori pola asuh demokratis yaitu berjumlah 32 (80,0%) responden dan pola asuh orang tua dalam
kategori otoriter berjumlah 8 (20,0%) responden. Pada penelitian dari Gasril dan Hayana, (2019)
menunjukkan pola asuh demokratis (39,7%), pola asuh otoriter (15,4%), dan pola asuh permisif
(44,9%). Pada penelitian dari Idayanti dan Mustikasari, (2017) menunjukkan pola asuh demokratis
(47,1%), pola asuh otoriter (29,4%), dan pola asuh permisif (17,6%).
 KEJADIAN SIBLING RIVALRY
Kejadian sibling rivalry bisa terjadi dari beberapa faktor mulai dari jenis pola asuh, perbedaan jenis
kelamin, dan perbedaan usia, hal ini dibuktikan dari penelitian Hanum dan Hidayat (2015) menunjukkan
pola asuh orang tua terhadap kejadian sibling rivalry didapatkan bahwa responden (22,2%) menerapkan
pola asuh Otoritatif dan 14 responden (77,8%) menerapkan pola asuh Otoriter. Kemudian perbedaan usia
terhadap kejadian sibling rivalry didapatkan 14 responden (77,8%) mempunyai perbedaan usia 1-3 tahun
dan perbedaan jenis kelamin terhadap kejadian sibling rivalry didapatkan bahwa 8 responden (44,4%)
mempunyai persamaan jenis kelamin dan 10 responden (55,6%) berjenis kelamin tidak sama.Pada
penelitian dari Idayanti dan mustikasari tahun (2017) menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa sebagian
besar anak prasekolah di RA Tarbiyatus Shibyan Desa Gayaman mengalami sibling rivalry rendah 41,2%,
sibling rivalry sedang 35,3%, dan sibling rivalry tinggi 23,5%. Diikuti oleh penelitian dari Rofi’ah (2013)
menujukkan bahwa terdapat 18 anak (56,2%) mengalami sibling rivalry dan 14 anak (43,8%) tidak
mengalami sibling rivalry. kemudian pada penelitian dari Kewa, Sudiwati, dan Ardiyani (2017) diperoleh
anak yang tidak memgalami reaksi sibling rivalry sejumlah 18 orang (64,29%), sedangkan anak yang
mengalami reaksi sibling rivalry dalam kategori ringan 8 orang (28,57%), dan kategoti berat sejumlah 2
orang (7,14%). Selanjutnya pada penelitian dari Dinengsih, dan Agustina,(2018) didapatkan bahwa jumlah
responden orang tua yang anaknya mengalami sibling rivalry ringan berjumlah 27 (67,5%) responden, dan
yang mengalami sibling rivalry berat berjumlah 13 (32,5%) responden. Pada penelitian dari Yuliani, (2018)
menunjukkan bahwa prosentase kejadian sibling rivalry sebanyak (23,5%). Pada penelitian dari Gasril dan
Hayana, (2019) menunjukkan bahwa prosentase kejadian sibling rivalry sebanyak (44,9%).
PEMBAHASAN
1. POLA ASUH ORANG TUA
FAKTA : Berdasarkan sintesis hasil literature terdapat 7 artikel jurnal yang menerapkan pola asuh demokratis, otoriter dan permisif, 7 artikel jurnal
tersebut yaitu pada artikel jurnal 1 oleh Hanum dan Hidayat (2015) memiliki pola asuh demokratis 22,2%, pola asuh otoriter 77,8%. Kemudian pada
artikel ke 2 oleh Idayanti dan Mustikasari (2017) memiliki pola asuh demokratis 47,1%, pola asuh otoriter 29,4%, dan pola asuh permisif 17,6%.
Pada artikel 3 oleh Gasril dan Hayana (2019) memiliki pola asuh demokratis 39,7%, pola asuh otoriter 15,4%, dan pola asuh permisif 44,9%. Pada
artikel 4 oleh Rofi’ah (2013) memiliki pola asuh demokratis 28,1%, pola asuh otoriter 18,8%, dan pola asuh permisif 53,1%. Pada artikel 5 oleh
Kewa, Sudiwati, dan Ardiyani (2017) memiliki pola asuh demokratis 89,29%, pola asuh otoriter 3.57%, dan pola asuh permisif 3.57%. Pada artikel 6
oleh Yuliani (2018) memiliki pola asuh demokratis 61,8%, pola asuh otoriter 14,7%, dan pola asuh permisif 23,5%. Pada artikel 7 oleh Dinengsih dan
Agustina (2018) memiliki pola asuh demokratis 80,0%, pola asuh otoriter 20,0%.

TEORI : Pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya memberikan pengaruh cukup besar dalam kehidupan anak dimasa mendatang. Pola asuh
yang dilakukan tentunya berbeda-beda antara orang tua guna untuk memberikan contoh perilaku yang baik pada anak-anaknya. Setiap pola asuh
memiliki karakteristik tertentu yang berakibat pada beragamnya perilaku anak yang ditampilkan. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan
memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak dan waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga
(Desmita, 2015). Menurut Tridhonanto, (2014) Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap saling terbuka antara orang tua dan anak. Pola
asuh permisif menyatakan bahwa Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa
memberikan kontrol sama sekali sosial (Yusuf, 2013). Kemudian pola asuh otoriter adalah gaya membatasi dan menghukum ketika orang tua
memaksa anak-anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan serta upaya mereka. Orang tua yang menerapkan pola asu otoriter
akan mengakibatkan anaknya sering tidak bahagia, merasa takut, dan ingin membandingkan dirinya dengan orang lain, gagal untuk memulai
aktivitas dan memiliki komunikasi yang lemah, dan berperilaku agresif (Santrock, 2011).
OPINI : Berdasarkan fakta dan teori di atas peneliti berasumsi bahwa pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang cocok diterapkan atau opsi yang
ideal untuk generasi milenial. Dengan tidak dipungkiri bahwa setiap pola asuh mempunyai dampak positif dan negatif tersendiri, namun jika
berbicara efektifitas, maka pola asuh demokratif lebih sesuai dibanding dengan pola asuh otoriter maupun permisif. Orang tua yang demokratif
memiliki sikap yang rasional dan selalu mendasari tindakannya pada memikiran dan dapat menghasilkan karakteristik anak yang mandiri, percaya
diri, mampu mengontrol diri, menghargai pendapat orang tua dan orang lain, mampu menghadapi stress, dan mudah untuk bersosial ke lingkungan
yang baru. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak
selalu tergantung kepada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak
didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut kehidupan anak itu sendiri.

2. KEJADIAN SIBLING RIVALRY


FAKTA TEORI
Berdasarkan sintesis hasil literature terdapat 7 artikel jurnal yang Sibling rivalry adalah permusuhan dan kecemburuan antara saudara kandung
menunjukkan adanya sibling rivalry, antara lain pada artikel 1 oleh yang menimbulkan ketegangan diantara anak (Suyanto, 2010). Menurut
Hanum dan Hidayat, (2015) memilki hasil kejadian sibling rivalry
Hurlock, (2010) Sibling rivalry dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
77,8%. Kemudian pada artikel 2 oleh Idayanti dan Mustikasari,
sikap orang tua, jenis kelamin yang sama, selain itu Sulistyawati, (2009)
(2017) memiliki hasil sibling rivalry ringan 41,2%, sibling rivalry
sedang 35,3%, dan sibling rivalry tinggi 23,5%. Pada artikel 3 oleh
juga berpendapat bahwa usia yang sering memicu terjadinya suatu
Gasril dan Hayana, (2019) memiliki hasil kejadian sibling perselisihan antar saudara (siblingrivalry) adalah jarak usia antara 1-3 tahun
rivalry44,9%. Pada artikel 4 oleh Rofi’ah, (2013) memiliki hasil yang dan pada usia 3-6 tahun,kemudian menurut Agustin, (2013) mengatakan
mengalami sibling rivalry 56,2%, dan yang tidak mengalami sibling bahwa menerapkan pola asuh yang kurang tepat akan menjadi pemicu
rivalry43,8%. Pada artikel 5 oleh Kewa, Sudiwati, da Ardiyani, terjadinya reaksi sibling rivalry pada anak. Banyak permasalahan yang
(2017) memiliki hasil sibling rivalry ringan 28,57%, sibling timbul karena pola asuh yang kurang tepat misalnya memberikan perhatian
rivalryberat 7,14% dan tidak mengalami sibling rivalry 64,29%. yang lebih pada anak yang lain, atau orang tua yang berperilaku agresif
Pada artikel 6 oleh Yuliani, (2018) memiliki hasil sibling rivalry sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry.
23,5%. Pada artikel 7 oleh Dinengsih dan Agustina, (2018) memiliki
hasil sbling rivalry ringan 67,5%, dan sibling rivalry berat 32,5%.
OPINI : Berdasarkan pemaparan fakta dan teori diatas peneliti berasumsi bahwa kejadian sibling rivalry banyak terjadi
pada anak kelahiran pertama yang berusia sekitar 3-6 tahun dan yang memiliki saudara kandung. Sibling rivalry ini
ditunjukkan melalui reaksi kemarahan atau perilaku agresif, semangat berkompetisi/bersaing, kecemburuan dan rasa
iri terhadap saudara kandungnya dan sikap persaingan antar saudara kandung yang terjadi karena seseorang merasa
takut kehilangan kasih sayang dan perhatian orang tua. Sebagian besar anak mengungkapkan kekesalannya terhadap
saudara kandungnya sendiri dengan berperilaku agresif dengan menunjukkan rasa permusuhan yang terbuka,
menyakiti dirinya sendiri, trauma fisik, dan/atau sikap jahat dan upaya menjatuhkan saudaranya.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan anak mempunyai reaksi sibling rivalry yaitu karena perbedaan usia
yang terlalu dekat antar jarak usia 1-5 tahun,biasanya sibling rivalry sering ditemui pada anak yang berjenis kelamin
sama hal tersebut disebabkan karena jenis kelamin yang sama pada saudara kandung dapat menjadi pemicu terjadinya
iri akibat dari kebutuhan dan karakteristik yang sama pula, kemudian urutan kelahiran misalnya anak pertama akan
beresiko terjadinya sibling rivalry karena biasanya anak pertama yang memiliki waktu bersama orang tua lebih lama
dimana asosiasi yang lebih dibangun diantara mereka sangat erat cenderung akan memenuhi apa yang orang tua
inginkan dibanding anak tengah atau anak bungsu. Orang tua akan bersikap berbeda antara anak pertama, tengah
ataupun anak terakhir dan hal itu menyebabkan rasa benci dan iri lalu terbentuklah permusuhan serta persaingan
antara mereka, pengetahuan orang tua tentang sibling rivalry kurang karena orang tua yang memiliki pengetahuan
kurang akan dapat mempengaruhi dalam memberikan asuhan kepada anak sehingga dapat mempengaruhi sikap dan
prilaku kakak terhadap adiknya, dan faktor penyebab yang paling banyak ditemukan adalah penerapan jenis pola asuh
yang kurang tepat menjadi salah tahu penyebab timbulnya reaksi sibling rivalry pada anak. setiap jenis pola asuh yang
diterapkan akan menimbulkan reaksi sibling rivalry pada anak dalam kategori rendah, sedang maupun berat.
3. HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEJADIAN SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN

FAKTA : Berdasarkan sintesis hasil literatur terdapat 7 jurnal yang dapat membuktikan bahwa adanya hubungan pola asuh orang
tua dengan kejadian sibling rivalry pada anak usia 3-6 tahun. 7 jurnal tersebut yaitu menurut Hanum, dan Hidayat (2015)
dengan hasil perhitungan menggunakan uji regresi logistic berganda didapatkan hasil dari penelitian ini adalah faktor dominan
yang mempengaruhi kejadian sibling rivalry adalah jenis pola asuh dengan hasil ρ = 0,043 < α = 0,05 maka Ho ditolak yang
berarti ada pengaruh yang signifikan faktor jenis pola asuh dengan kejadian sibling rivalry. Berdasarkan penelitian dari oleh
Kewa, Sudiwati, dan Ardiyani (2017) dengan hasil uji statistik menggunakan Chi Kuadrat (X 2) menunjukkan bahwa X2 hitung >
X2 tabel (310442 > 9,488) yang berarti ada hubungan yang yang bermakna antara pola asuh orang tua dengan reaksi sibling
rivalry. Diikuti dengan penelitian dari Idayanti, dan Mustikasari (2017) Dengan hasil perhitungan menggunakan uji shi square,
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak prasekolah mengalami sibling rivalry rendah 41,2%, sibling rivalry
sedang 35,3%, dan sibling rivalry tinggi 23,5%. Mayoritas orang tua menerapkan pola asuh demokratis. Ada hubungan antara
pola asuh orang tua dengan sibling rivalry pada anak usia prasekolah dengan nilai signifikansi sebesar 0.002. Sejalan dengan
penelitian dilakukan oleh Rofi’ah (2013) dengan hasil perhitungan menggunakan chi suqare, hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 32 responden di peroleh 9 28,1% responden menerapkan pola asuh demokratif, 6 18,8% responden menerapkan
pola asuh otoriter, dan 17 53,1% responden menerapkan pola asuh permisif. Terdapat 18 anak 56,2% mengalami sibling
rivalry dan 14 anak 43,8% tidak mengalami sibling rivalry. Hasil analisa chi-square dengan α (0,05) didapatkan nilai p= 0.000.
Sesuai dengan penelitian dari Dinengsih dan Agustina (2018) dengan hasil perhitungan menggunakan uji chi-square di peroleh
nilai pvalue=0,001 artinya p value = 0,001<0,005 srtimya pola asuh orang tua demokratis berpeluang terjadinya sibling rivalry
ringan. Pada penelitian dari Gasril dan Hayana (2015) dengan hasil perhitungan uji chi-square menunjukkan adanya hubungan
pola asuh orang tua terhadap sibling rivalry pada anak usia prasekolah dengan nilai p= 0,005dan pola asuh yang paling
dominan adalah polah asuh permisif. Pada penelitian dari Yuliani (2018) dengan hasil perhitungan menggunakan Uji Wilcxon
Sign Rank Test 05 didapatkan nilai signifikan 0,006, sehingga nilai 0,006<0,05 yang berarti H o ditolak dan H1 diterima aritinya
ada hubungan pengetahuan ibu tentang sibling rivalry dengan pola asuh ibu pada anak balita di Paud Tarbiyatus Syibyan
TEORI
Sibling rivalry diartikan sebagai kompetisi antara saudara kandung untuk mendapatkan cinta kasih, afeksi dan perhatian
dari salah satu atau kedua orangtuanya untuk mendapatkan pengakuan atau suatu yang lebih (Lusa, 2010). Pola asuh
orang tua sangat penting dalam menghadapi masalah pada anak yang sangat mengganggu yang disebabkan oleh ikatan-
ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Pola asuh
orang tua pada kehidupan anak tidak hanya mempengaruhi kehidupan tiap individu anak, tetapi juga hubungan antar
saudara. Persaingan saudara terutama merupakan masalah peka karena anak tidak hanya membandingkan dirinya
dengan saudara kandungnya yang lain melainkan ia juga menilai bagaimana orang tuanya membandingkan dengan
saudaranya yang lain. Ini merupakan beban yang berat bagi anak. Kompetisi antar saudara bisa menghasilkan manfaat,
tetapi biasanya anak merasa direndahkan oleh orang tuanya yang lebih suka pada anak lain. Banyak permasalahan yang
timbul oleh karena pola asuh yang kurang tepat misalnya memberikan perhatian yang lebih pada anak yang lain
sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry (Agustin, 2013).
OPINI :
Berdasarkan pemaparan fakta dan teori diatas peneliti berasumsi bahwa reaksi sibling rivalry dapat dipengaruhi oleh pola pengasuhan
orang tua pada anaknya. Pola asuh orang tua sangat penting dalam menghadapi masalah pada anak, pola asuh orang tua pada
kehidupan anak tidak hanya mempengaruhi kehidupan salah satu anak, tetapi juga hubungan antar sibling. Dalam sibling rivalry anak
tidak hanya membandingkan dirinya dengan saudara kandungnya yang lain melainkan ia juga menilai bagaimana orangtuanya
membandingkan dengan saudaranya yang lain. Sibling rivalry bisa menghasilkan manfaat, tetapi biasanya anak merasa direndahkan
oleh orang tuanya yang lebih suka pada anak lain. Banyak permasalahan yang timbul karena pola asuh yang kurang tepat misalnya
memberikan perhatian yang lebih pada anak yang lain sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry. setiap jenis pola asuh yang
diterapkan akan menimbulkan reaksi sibling rivalry dalam kategori ringan, sedang, dan berat.
KESIMPULAN
1. Berdasarkan sintesis hasil literature terdapat 7 artikel jurnal yang menerapkan pola asuh demokratis, otoriter dan permisif, 7
artikel jurnal tersebut yaitu pada artikel jurnal 1 oleh Hanum dan Hidayat (2015) memiliki pola asuh demokratis 22,2%, pola
asuh otoriter 77,8%. Kemudian pada artikel ke 2 oleh Idayanti dan Mustikasari (2017) memiliki pola asuh demokratis 47,1%,
pola asuh otoriter 29,4%, dan pola asuh permisif 17,6%. Pada artikel 3 oleh Gasril dan Hayana (2019) memiliki pola asuh
demokratis 39,7%, pola asuh otoriter 15,4%, dan pola asuh permisif 44,9%. Pada artikel 4 oleh Rofi’ah (2013) memiliki pola
asuh demokratis 28,1%, pola asuh otoriter 18,8%, dan pola asuh permisif 53,1%. Pada artikel 5 oleh Kewa, Sudiwati, dan
Ardiyani (2017) memiliki pola asuh demokratis 89,29%, pola asuh otoriter 3.57%, dan pola asuh permisif 3.57%. Pada artikel 6
oleh Yuliani (2018) memiliki pola asuh demokratis 61,8%, pola asuh otoriter 14,7%, dan pola asuh permisif 23,5%. Pada artikel
7 oleh Dinengsih dan Agustina (2018) memiliki pola asuh demokratis 80,0%, pola asuh otoriter 20,0%.
2. Berdasarkan hasil sintesis hasil literature dari 7 artikel jurnal terdapat hasil kejadian sibling rivalry paling banyak yaitu pada
kategori sibling rivalry ringan yaitu menurut menurut artikel dari Idayanti dan Mustikasari, (2017) menunjukkan prosentase
sibling rivalry ringan 41,2%, sibling rivalry sedang 35,3%, dan sibling rivalry berat 23,5%. Kemudian sejalan dengan artikel dari
Kewa, Sudiwati, dan Ardiyani, (2017) menunjukkan prosentase sibling rivalry ringan 28,57%, sibling rivalry berat 7,14, dan yang
tidak mengalami sibling rivalry 64,29%. Menurut artikel dari Dinengsih dan Agustina, (2018) menunjukkan prosentase sibling
rivalry ringan 67,5% dan sibling rivalry berat 32,5%. Kemudian pada artikel dari Hanum dan hidayat, (2015) menunjukkan
prosentase sibling rivalry 77,8%. Sejalan dengan artikel dari Yuliani, (2018) menunjukkan prosentase sibling rivalry 23,5%.
Menurut artikel dari Gasril dan Hayana, (2019) menunjukkan prosentase sibling rivalry 44,9%. Menurut artikel dari Rofi’ah,
(2013) menunjukkan prosentase sibling rivalry 56,2%.
3. Hasil dari analisis 7 jurnal yang menyatakan bahwa adanya hubungan pola asuh orang tua dengan kejadian sibling
rivalry pada anak

Anda mungkin juga menyukai