Anda di halaman 1dari 27

PEDOMAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN COVID-19


PERUBAHAN pada …
Kriteria Pasien Klaim
Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing termasuk tenaga kesehatan dan pekerja yang
mengalami COVID-19 akibat kerja, yang dirawat pada rumah sakit di wilayah NKRI
Bukti identitas :
1. WNA: passport, KITAS atau nomor identitas UNHCR.
2. WNI: Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga, atau surat keterangan dari kelurahan.
3. Orang terlantar: surat keterangan dari dinas sosial.
4. Bila 1-3 tidak bisa dilakukan maka bukti identitas dapat menggunakan surat keterangan data
pasien yang ditandatangani oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan diberi stempel
dinas kesehatan kabupaten/kota
5. Bila 1= tidak bisa dilakukan maka bukti identitas dapat menggunakan Surat Keterangan/Surat
Jaminan Pelayanan (SJP) dari pimpinan rumah sakit.
DEFINISI OPERASIONAL
Suspek

• Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) DAN pada


14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat
perjalanan atau tinggal di negara/wilayah Indonesia yang
melaporkan transmisi lokal.

• Orang dengan salah satu gejala/tanda ISPA DAN pada 14 hari


terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan
kasus konfirmasi/probable COVID-19.

• Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan


perawatan di rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain
berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Probable
• Kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS/meninggal dengan gambaran
klinis yang meyakinkan COVID-19 DAN belum ada hasil pemeriksaan
laboratorium RT-PCR
Konfirmasi
Seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Pemeriksaan
laboratorium RT-PCR termasuk Tes Cepat Molekuler/TCM yang
digunakan untuk pemeriksaan TB dan mesin PCR Program HIV AIDS
dan PIMS yang digunakan untuk memeriksa Viral Load HIV
Kasus konfirmasi dibagi menjadi :
a. Kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik)
b. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
Komorbid
Komorbid/penyakit penyerta adalah suatu keadaan dimana pasien telah memiliki penyakit
yang sudah diderita sebelumnya, bersifat kronik dan akan memperberat perjalanan
penyakit COVID-19.
Contoh komorbid :
Diabetes Melitus (DM)
Ginjal
ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)
Non-ST-segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI),
Hipertensi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Tuberculosis (TB)
penyakit terkait geriatri
penyakit terkait Autoimun, dan Penyakit kronis lain
Komplikasi
Komplikasi adalah penyakit yang timbul akibat dari perawatan pasien
COVID-19 yang tidak ada sebelumnya dan/atau merupakan
perjalanan penyakitnya.
Contoh komplikasi:
Komplikasi akibat penggunaan ventilasi mekanik invasif (IMV) yang lama
Ventilatorassociated pneumonia (VAP)
Tromboemboli vena
Catheter-related bloodstream
Stres ulcer dan pendarahan saluran pencernaan,
komplikasi lainnya selama perawatan pasien
Co-insidens
Co-insidens adalah suatu keadaan dimana terdapat 2 (dua) penyakit
atau lebih yang terjadi dalam satu episode perawatan pelayanan
COVID-19 secara bersamaan, tidak saling berhubungan, dan bukan
merupakan penyakit kronis sebelumnya.
KRITERIA KLAIM
RAWAT JALAN
1. Pasien suspek dengan atau tanpa komorbid melampirkan bukti
pemeriksaan laboratorium darah rutin dan x-ray foto thorax.
Bukti x-ray foto thorax dikecualikan bagi ibu hamil ,gangguan jiwa, gaduh
gelisah, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari DPJP

2. Pasien konfirmasi COVID-19 dengan atau tanpa


komorbid/penyakit penyerta, melampirkan bukti hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR dari rumah sakit atau dari
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
RAWAT INAP
A. Pasien suspek dengan:
i. usia ≥60 (enam puluh) tahun dengan atau tanpa komorbid/penyakit penyerta.

ii. usia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dengan komorbid/penyakit penyerta.

iii. ISPA berat/peneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan
tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.

B. Pasien probable
RAWAT INAP
C. Pasien konfirmasi
i. Pasien konfirmasi tanpa gejala, yang tidak memiliki fasilitas untuk isolasi mandiri di tempat tinggal atau
fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepala
Pukesmas.

ii. Pasien konfirmasi tanpa gejala dengan komorbid/penyakit penyerta.

iii. Pasien konfirmasi dengan gejala ringan, sedang,berat/kritis

D. Pasien suspek/probable/konfirmasi dengan co-insidens


BAB IV: DIAGNOSIS LABORATORIUM

PEMERIKSAAN DENGAN RAPID TEST


• Penggunaan Rapid Test tidak digunakan untuk diagnostik.
• Pada kondisi dengan keterbatasan kapasitas pemeriksaan RT-PCR, Rapid Test
dapat digunakan untuk
- skrining pada populasi spesifik dan situasi khusus, seperti pada pelaku perjalanan
(termasuk kedatangan Pekerja Migran Indonesia, terutama di wilayah Pos Lintas Batas
Darat Negara (PLBDN),
- penguatan pelacakan kontak seperti di lapas, panti jompo, panti rehabilitasi, asrama,
pondok pesantren, dan pada kelompok-kelompok rentan.
• WHO merekomendasikan penggunaan Rapid Test untuk tujuan penelitian
epidemiologi atau penelitian lain.
• Penggunaan Rapid Test selanjutnya dapat mengikuti perkembangan teknologi
terkini dan rekomendasi WHO.
20
BAB IV: DIAGNOSIS LABORATORIUM

STRATEGI PENCAPAIAN TARGET PEMERIKSAAN RT-PCR

Semua orang bergejala dan memenuhi kriteria suspek dari:


1. Nakes di RS yang menjadi kontak erat
2. Semua anggota keluarga dan yang pernah kontak dengan kasus
konfrimasi
3. Semua penduduk yang masuk dalam PE atau masuk dalam
pelacakan kontak
4. Semua tempat yang menjadi tempat berkumpul permanen seperti
sekolah, pabrik, kantor2 dan tempat lainnya
5. Kasus ISPA dari surveilans ILI dan SARI

21
BAB V: MANAJEMEN KLINIS

Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien COVID-19


1. SELESAI ISOLASI
a) Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik)
 TIDAK dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi apabila sudah menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sejak pengambilan
spesimen diagnosis konfirmasi.
b) Kasus konfirmasi dengan gejala ringan dan gejala sedang
 TIDAK dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR.
Dinyatakan selesai isolasi harus dihitung 10 hari sejak tanggal onset + minimal 3 hari setelah tidak lagi
menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
c) Kasus konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang dirawat di rumah sakit
1) apabila telah mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif + minimal 3 hari tidak lagi
menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
2) Dalam hal pemeriksaan follow up RT-PCR TIDAK DAPAT DILAKUKAN, maka pasien kasus konfirmasi dengan gejala
berat/kritis yang dirawat di rumah sakit yang sudah menjalani isolasi selama 10 hari sejak onset dengan ditambah
minimal 3 hari tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan  dinyatakan selesai isolasi, dan
dapat dialihrawat non isolasi atau dipulangkan.
BAB V: MANAJEMEN KLINIS

Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien COVID-19


2. ALIH RAWAT NON ISOLASI
 Proses alih rawat ke ruangan non isolasi diperuntukkan bagi :
pasien yang sudah memenuhi kriteria selesai isolasi tetapi masih
memerlukan perawatan lanjutan untuk kondisi tertentu yang terkait
dengan komorbid, co-insiden, dan komplikasi.

 Proses alih rawat diputuskan berdasarkan hasil asesmen klinis yang


dilakukan oleh DPJP sesuai standar pelayanan dan/atau standar prosedur
operasional.

 Pasien tersebut sudah dinyatakan sembuh dari COVID19.


BAB V: MANAJEMEN KLINIS

Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien COVID-19


3. SEMBUH
Pasien konfirmasi tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, dan gejala berat/kritis 
DINYATAKAN SEMBUH apabila telah memenuhi :

• Kriteria selesai isolasi


dan
• dikeluarkan surat pernyataan selesai pemantauan, berdasarkan penilaian dokter di
fasyankes tempat dilakukan pemantauan atau oleh DPJP.

* Pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis dimungkinkan memiliki hasil pemeriksaan follow up
RT-PCR persisten positif, karena pemeriksaan RT-PCR masih dapat mendeteksi bagian tubuh virus
COVID-19 walaupun virus sudah tidak aktif lagi (tidak menularkan lagi)  Terhadap pasien
tersebut, maka penentuan sembuh berdasarkan hasil asesmen yang dilakukan oleh DPJP.
BAB V: MANAJEMEN KLINIS

Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien COVID-19

4. PEMULANGAN PASIEN
 Pasien dapat DIPULANGKAN dari perawatan di rumah sakit, bila memenuhi :
Kriteria selesai isolasi
dan
memenuhi kriteria klinis sebagai berikut:
a. Hasil assesmen klinis menyeluruh termasuk diantaranya gambaran radiologis menunjukkan
perbaikan, pemeriksaan darah menunjukan perbaikan, yang dilakukan oleh DPJP menyatakan pasien
diperbolehkan untuk pulang.
b. Tidak ada tindakan/perawatan yang dibutuhkan oleh pasien, baik terkait sakit COVID-19 ataupun
masalah kesehatan lain yang dialami pasien.

 DPJP perlu mempertimbangkan waktu kunjungan kembali pasien dalam rangka masa pemulihan.
 Khusus pasien konfirmasi dengan gejala berat/kritis yang sudah dipulangkan tetap melakukan isolasi
mandiri minimal 7 hari dalam rangka pemulihan dan kewaspadaan terhadap munculnya gejala COVID-
19, dan secara konsisten menerapkan protokol kesehatan.
Pembayaran Klaim
Tarif Klaim Pasien Rawat Inap
Tarif Klaim Pasien = (a+ ((n.b)-a)-c)-d
Keterangan:
Tarif klaim pasien adalah tarif INA-CBG ditambah jumlah LOS
pasien dikalikan cost per hari
a = Tarif INA-CBG
n = Jumlah LOS
b = Tarif per Hari (Cost per Day)
c = APD dan obat-obatan dari bantuan
d = Layanan penunjang yang tidak dilakukan
BAB V: MANAJEMEN KLINIS

Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien COVID-19


5. PINDAH KE RS RUJUKAN 6. MENINGGAL
Pindah ke RS Rujukan apabila pasien a. Pasien konfirmasi atau probable yang
memerlukan rujukan ke RS lain dengan meninggal di RS selama perawatan
alasan yang terkait dengan tatalaksana COVID-19 maka pemulasaraan jenazah
COVID-19. diberlakukan tatalaksana COVID-19.
Pelaporan hasil akhir status pasien b. Pasien meninggal di luar RS/Death on
selesai isolasi, sembuh, meninggal, Arrival (DOA)  Bila memiliki riwayat
dilaporkan ke dinas kesehatan kontak erat dengan orang/pasien
kabupaten/kota setempat oleh RS terkonfirmasi COVID-19 maka
pertama yang merawat. pemulasaraan jenazah diberlakukan
tatalaksana COVID-19.

Anda mungkin juga menyukai