Anda di halaman 1dari 21

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

( Konsep Pemberdayaan Sebagai Konsep )

Nama : Jujur Veri Tua Hutajulu


Npm : 184210330
Kelas : Agribisnis 5 C
A. Pemberdayaan sebagai proses perubahan
Selaras dengan perkembangan peradaban manusia, telah terjadi perubahan-perubahan di
dalam kehidupan manusia, baik yang bersifat alami atau disebabkan oleh perubahan-
perubahan kondisi lingkungan fisik maupun perubahan-perubahan yang terjadi sebagai
akibat ulah atau perilaku manusia di dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan tersebut, kebutuhan-kebutuhan
manusia juga semakin berubah, baik dalam ragam, jumlah dan bentuk kebutuhannya. Pada
masyarakat yang masih “sederhana” mereka hanya membutuhkan tiga macam kebutuhan
pokok yaitu pangan/makanan, sandang,pakaian, dan papn/tempat tinggal. Tetapi dengan
berkembangnya peradaban kebutuhan pokok itu harus berubah dan bertambah dengan
pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, dll. Bahkan kebutuhan tersebut tidak hanya
menyangkut kebutuhan fisik, tetapi meningkat lagi termasuk kebutuhan non fisik seperti
spiritual, kebebasan, keadilan, gaya hidup (life skill)
Lanjutan...

Disamping itu, perubahan-perubahan yang terjadi juga tidak hanya sekedar dalam
ragam dan jumlah, tetapi juga bentuk kualitanya. Untuk pangan, akhir-akhir ini terjadi
perubahan dalam penyajian dan mutu bahan. Perubahan kebutuhan terhadap pakaian telah
mengalami perubahan-perubahan rancangan (desigen, mode) sesuai dengan tempat waktu
penggunaanya, serta kualitas atau mutu bahan baku yang diperlukan dan cara teknologi
yang diperlukan untuk membuat pakaian tersebut. Demikaian pula mengenai perumahan
yang tidak lagi patuh denagan arsitektur tradisional, kearah arsitektur dari negara lain
seperti Eropa, Mediteran, Jepang, dll.
Terkait dengan perubahan tersebut, Lippit, dkk. (1995) mengemukakan bahwa,
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh perilaku manusia itu, pada dasarnya
disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1) Adanya keinginan manusia untuk selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
semakan berubah, dan atau keinginan mereka untuk dapat memecahkan masalah-maslah
yang dihadapi; dengan memodifikasi atau memanipulasi sumberdaya dan lingkungan di
sekelilingnya, melalui penerapan ilmu pengetahuan.
Lanjutan ...
2) Adanya atau telah ditemukannya inovasi-inovasi yang memberikan peluang atau
menumbuhkan aspirasi-aspirasi baru bagi setiap warga untuk berusaha memenuhi kebutuhan
atau memperbaiki kesejahteraan hidupnya, tanpa harus mengganggu lingkungan aslinya.
Kedua alasan seperti itulah yang sering kali menumbuhakan motivasi pada diri
seseorang untuk melakukan upaya-upaya tertentu yang mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan. Sebab jika ia tetap tinggal diam, maka akan menjadi orang yang
terbelakang atau ketinggalan.
Sehubungan dengan terjadinya perubahan-perubahan kebutuhan tersebut, Dahama dan
Bhatnagar (1980) mengemukkan faktor-faktor pendorong terjadinya perubahan, yang
meliputi:
• Terjadinya kerusakan-kerusakan lingkungan fisik dan kelembagaan sebagai akibat
persaingan antar individu atau antar masyarakat yang saling bersaing untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Lanjutan ...

• Adanya keinginan manusia untuk selalu melakukan “modifikasi” tentang kebutuhan-


kebutuhannya, baik untuk menghadapi masalah-masalah jangka pendek maupun jangka
panjang. Selaras dengan itu, setiap individu atau masyarakatnya juga terus menerus
melakukan koreksi-koreksi terhadap cara atau upaya-upaya serta teknoligi yang harus
diterapkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan “baru” tersebut;
• Terjadinya persaingan-persainagan antar induvidu atau masyarakat yang senantiasa
ingin memenuhi upaya-upaya perubahan dengan mengeksploitasi dan memodifikasi
sumberdaya (fisik dan non fisik) yang tersedia dan dapat dimanfaatkan di
lingkungannya.
B. Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran

Secara teoritis, perubahan terencana yang dilaksanakan melalui pemberdayaan, dapat


dilakukan dengan melakukan; pemaksaan, ancaman, bujukan, atau pendidikan. Perubahan
melalui pemaksaan atau ancaman, memang dapat terwujud dalam waktu yang relatif cepat
sesuai dengan yang diharapkan.
Tetapi, perubahan seperti itu hanya dapat terus bertahan manakala pemaksaan atau
ancaman dapat terus dijaga keberlanjutannya. Jika kekuatan pemaksa atau pengancam
mengendor, maka keadaan yang sudah berlangsung akan segera berhenti dan kembali seperti
sediakala, seperti sebelum dilakukan perubahan. Perubahan yang dilakukan melalui bujukan
atau pemberian insentif tertentu, juga dapat berlangdung cepat secepat pemaksaan atau
ancaman. Tetapi, perubahan melalui bujukan dalam waktu panjang justru akan menciptakan
ketergantungan, karena bujukan atau pemberianinsentif akan mematikan keswadayaan
masyarakat. Sebaliknya, perubahan melalui pendidikan atau proses belajar, seringkali
berlangsung lambat. Tetapi perubahan yang terjadi akan berlangsung mantap dan lestari
Oleh sebab itu, inti dari kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk mewujudkan
perubahan adalah terwujudnya proses belajar yang mandiri untuk terus-menerus
melakukan perubahan. Dengan perkataan lain, pemberdayaan harus didesain sebagai
proses belajar, atau dalam setiap upaya pemberdayaan, harus terkandung upaya-upaya
pemberdayaan atau penyelenggaraan pelatiah.
Dalam kata lain, keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari seberapa banyak ajaran
disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses belajar bersama yang dialogia, yang
mampu menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan baru yang mampu
mengubah perilaku kelompok sasaran kearah kegiatan dan kehidupan yang lebih
menyedahtrakan setiap individu, keluarga, dan masyarakatnya, jadi, pendidikan dalam
penyuluhan adalah proses belajar bersama.
Proses belajar dalam pemberdayaan bukanlah proses “menggurui” melainkan
menumbuhkan semangat belajar bersama yang mandiri dan partisifatif (Mead, 1959).
sehingga keberhasilan pemberdayaan bukan diukur dari seberapa jauh terjadi transfer
pengetahuan, keterampilan atau perubahan perilaku; tetapi seberapa jauh dialog, diskusi,
dan pertukaran pengalaman. Karena itu fasilitator dan peserta sebagai penerima manfaat
dalam kedudukan yang setara yang saling membutuhkan dan saling menghormati.
Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran, harus berbasis dan selalu mengacu
kepada kebutuhan masyarakat, untuk mengoptimalkan potensi dan sumberdaya
masyarakat serta diusahakan guna sebesar-besar kesejahtraan masyarakat yang
diberdayakan.
C. Pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas
Penguatan kapasitas adalah peningkatan kemapuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan
yang lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara berkelanjutan.
Da;am pengertian tersebut, terkandung pemahaman bahwa;
Yang dimaksud dengan kapasitas adalah kemampuan (individu, kelompok, organisasi, dan
kelembagaan yang lain) untuk menunjukan/memerankan fungsinya secara efektif, efesien, dan
berkelanjutan;
• Kapasitas bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan proses yang berkelanjutan;
• Pengembangan kapasistas sumberdaya manusia merupakan pusat pengembangan kapasitas;
• Yang dimaksud dengan kelembangaan, tidak terbatas dalam arti sempit (kelompok, perkumpulan atau
organisasi), tetapi juga dalam arti luas, menyangkut perilaku, nilai-nilai, dll.
Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut, mencakup penguatan
kapasitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas kelembagaan (organisai dan nilai-nilai
perilaku), dan kapasitas jejaring dengan lembaga lain dan intraksi dengan sistem yang lebih luas.
Terkait dengan penguatan kapasitas masyarakat yang kurang dilakukan, keberhasilan
proses dalam pemberdayaan masyarakat bukan merupakan keberhasilan pengelola atau
fasilitaor program, melainkan harus diakui oleh masyarakat sebagai keberhasilan usaha
mereka sendiri, sebagai mana yang dikemukkakan oleh Lao Tsu (Mardikanto, 2003).
Kekuatan atau daya yang dimiliki setiap individu dan masyarakat bukan dalam arti
pasif tetapi bersifat aktif yaitu terus menerus dikembangkan/ dikuatkan untuk
“memproduksi” atau menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Penguatan masyarakat disini, memiliki makna ganda yang bersifat timbal balik.disatu
pihak, penguatan diarahkan untuk melebih mampukan individu agar lebih mampu
berperan didalam kelompok dan masyarakat global, di tengah-tengah ancaman yang
dihadapi baik dalam kehidupan pribadi, kelompok dan masyarakat global.
Sebaliknya, penguatan masyarakat diarahkan untuk melihat peluang yang berkembang
di lingkungan kelompok dan masyarakat global agar dapat dimanfaatkan bagi perbaikan
kehidupan pribadi, kelompok, dan masyarakat global (UNDP, 1998).
D. Pemberdayaan sebagi proses perubahan sosial
SDC (1995) menyatakan bahwa, pemberdayaan tidak sekedar merupakan proses perubahan
perilaku pada diri seseorang, tetapi merupakan proses perubahan sosial, yang mencakup banyak
aspek termasuk politik dan ekonomi yang dalam jangka panjang secara bertahap mampu
diandalkan menciptakan pilihan-pilihan baru untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya.
Sejalan dengan pemahaman tentang pemberdayaan sebagi proses perubahan sosial yang
dikemukakan diatas , pemberdayaan sering disebut proses rekayasa sosial atau segala yang
upaya yang dilakukan untuk menyiapkan dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing.
Dalam proses perubahan sosial, juga dikenal dengan istilah berkonotasi untuk “membentuk”
atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatau yang “baru” sesuai dengan dikehendaki oleh
perekayasa, proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk “menewarkan” sesuatu kepada
masyrakat. Jika dalam rekayasa sosial proses pengambilan keputusan dalam pemasaran sosial
sepenuhnya berada ditangan masyarakat itu sendiri.
Termasuk dalam pengertia “menawarkan” disini adalah penggunaan konsep-konsep
pemasaran dalam upaya menumbuhkan, menggerakan dan mengembangkan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pembangunan yang ditawarkan dan dilaksanakan untuk
masyarakat yang bersangkutan.
Perbedaan hakiki disini adalah, masyarakat berhak menawar bahkan dan menolak
segala sesuatu yang dinilai tidak bermanfaat, akan merugikan, atau membawa
konsekuensi pada keharusan masyarakat untuk berkorban dan mengorbankan sesuatau
yang lebih besar dibanding manfaat yang akan di terimanya.
E. Pemberdayaan sebagai proses pembanguan masyarakat
Subejo dan Narimo (2004) mengemukakan bahwa, terminologi pemberdayaan masyarakat kadang-kadang
sanagat sulit dibedakan dengan penguatan masyarakat serta pembangunan masyarakat, yaitu proses dimana
usaha-usaha orang itu sendiri disatukan dengan usaha pemerintah memperbaiki keadaan ekonomi, sosial
dan kultural masyarakat, menyatukan masyarakat itu kedalam kehidupan bangsa, dan memungkinkan
masyarakat menyumbangkan secara penuh bagi kemajuan nasional (Raharji, 1987 dalam Slamet, 1992).
Cook (1994) menggaris bawahi bahwa pembangunan atau secara spesifik pembangunan masyarakat
merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan. Ini merupakan tipe
tentang perubahan menuju kearah yang positif. Singkatnya comunity development merupakan suatu tife
tertentu sebagai upaya yang disengaja untuk memacu peningkatan atau pengembangan masyarakat.
Sedangkan Giarci (2001) memandang comunity development sebagai satu hal yang memiliki pusat
perhatian dan membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui
berbagai fasilitas dan dukungan agar merekan mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil
keputusan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahtraan sosial.
Bartle (2003) mendefinisikan comunity development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat
semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi lebih
komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara
kualitatif pada organisasinya.
Mesikipun belum ada paham yang baku tentang pemberdayaan masyarakat atau secara umum juga
dikenal dengan comunity empowertment, nampaknya cukup penting dan berguna untuk mengadopsi
pengertian pemberdayaan masyarakat yang dirilir oleh Tim Deliveri (2004) sebagai salah satu acuan,
yaitu;
Pemberdayaan sebagai suatu proses yang bertitik tolak untuk mendirikan masyarakat agar dapat
meningkatkan taraf hidupnya sendiri dengan menggunakan dan mengakses sumber daya setempat
sebaik mungkin.
Dalam hal mekanisme produksi, masyarakat memiliki sumber daya produksi antara lain mencakup
lahan, ternak, modal, peralatan usaha tani serta tenaga kerja. Upaya pemberdayaan semestinya
memfasilitasi dan mendorong masyrakt pedesaan yang semakin besar berprofesi sebagi petani untuk
mampu memanfaatkan sumberdaya produksi yang dimilikinya sehingga mampu berproduksi secara
efisien dan menjamin pemenuhan pangan serta memperoleh surplus yang dapat dipasar.
petani secara ekonomi. Pembentukan koprasi pedesaan yang diarahkan pada penyedian alat
produksi dan penjualan produk pertanian dibeberapa tempat menunjukan keberhasilan, namun
pada banyak kasus justru mengalami kegagalan karena tidak melibatkan masyarakat secara penuh.
Subejo dan Iwamoto (2003) lebih lanjut mengidentifikasi bahwa beberapa institusi lokal-
tradisional terkait dengan ekonomi pasar yang sebenarnya sudah mulai berkembang dimasyarakat
secara swadaya. Munculnya kelompok dengan simpan pinjam tradisional (arisan) yang secara luas
dikenal dengan rotation saving and credit associations (ROSCAs) merupakan sumber pemodalan
lokal antar petani merupakan salah satu wujud pemberdayaan petani secara internal bahkan
keberhasilan, peranan dan kontribusinya dalam pembangunan pedesaan telah diakui oleh Worlf
bank.
Sadjad (2000) berpendapat bahwa selama ini program pemberdayaan petani secara ekonomi
masih on farm centralism. mestinya pemberdayaan lebih diarahkan supaya tumbuh rekayasa
agribisnis sehingga petani desa bisa menjadi pelaku bisnis yang andal dan akhirnya bisa menjadi
pusat bisnis masyarakat pedesaan yang menyejahtreakan. Pembangunan harus dari hilir, yaitu
pasar yang melalui komponen tengah ialah agrobisnis, baru hulunya on farm business.
Terkait dengan mekanisme sosial, sebagian besar masyarakat di INdonesia dikenal
sebagai salah satu masyarakat didunia yang mempunyai tradisi komunitarian paling kuat
(Scott, 1976). tradisi komunitarian tersebut antaralain diwujudkan dalam bentuk social
relationship yang kuat, masyarakat kita telah mengacu dan telah banyak berinovasi dalam
menciptakan social relationship yang memberikan manfaat bagi warganya. Para ahli telah
mengacu social relationship sebagai suatau jaringan yang secara spesifik sering disebut
dengan terminoligi social capital. Walaupun masih belum ada kesepahaman yang baku
tentang pengertaian social capital,namun sudah saling pengertian bahwa social capital
memiliki peran yang penting dan positif dalam memacu pertumbuhan ekonomi.
F. Pemberdayaan sebagai proses pengembangan partisipasi masyarakat
Partisipasi secara umum dapat ditangkap dari istilah partisipasi adalah, keikutsertaan
seseorng atau kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Pengertian seperti itu,
nampaknya selaras dengan pengertian yang dikemukakan oleh beberapa kamus bahasa
sosiologi.
Bornby (1974) minsalnya, mengertikan partisipasi sebagai tindakan untuk “mengamil
bagian” yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan
maksud memperoleh manfaat (Webster, 1976). sedangkan di dalam kamus sosiologi
disebutkan bahwa, partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok
sosial untuk mengambil bagian dari masyarakatnya, diluar pekerjaan atau profesinya
sendiri (Theodorson, 199). keikutsertaan tersebut, dilakukan sebagai akibat dari terjadinya
intraksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan anggota masyarakat yang lain
(Raharjo. 1983).
Beal (1964) menyatakan bahwa partisipasi, khususnya partisipasi yang tumbuh
karena pengaruh dari luar, merupakan gejala yang dapat diindikasikan sebagai proses
perubahan sosial yang eksogen (exsogenous change). sebagai suatu kegiatan, Verhangen
(1979) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari intraksi dan
komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab, dan
manfaat. Tumbuhnya intraksi dan komunikasi tersebut, dilandasi oleh adanya kesadaran
yang dimiliki oleh yang bersangkutan mengenai;
Kondisi yang tidak memuaskan, dan harus diperbaiki;
• Kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau masyarakatnya sendri;
• Kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dapat dilakuakn;
• Adanya kepercayaan diri, bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang dapat
bermanfaat bagi kegiatan yang bersangkuta.
Dalam kegiatan pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari
kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya
pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka, artinya, melalui
partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan
bukanlah sekedar kewajiban yang harus dilaksanakan oleh (aparat) pemerintah sendiri,
tetapi juga menuntut keterlibataan masyarakat yang akan diperbaiki mutu hidupnya.
Lingkup partisipasi masyarakat dalam pembangunan :
• Partisipasi dalam pengambilan keputusan
• Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
• Partisipasi dlam pemantauan dan evaluasi pembangunan
• Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan
Tingkatan partisipasi
Dilihat dari tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1988) mengemukakan ada 5
tingkatan, yaitu:
• Memberikan informasi;
• Konsultasi: yaitu menawarkan pendapat, sebagai pendengar yang baik untuk memberikan
umpan balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut;
• Pengambilan keputusan bersama, dalam arti memberikan dukungan terhadap ide,
gagasan, pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan
keputusan
• Bertindak bersama, dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi
juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatan.
• Memberikan dukungan dimana kelompo-kelompok lokal menawarkan pendanaan,
nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai