Anda di halaman 1dari 39

KURANG

VITAMIN A
(KVA)
Septa Indra P., S.KM., M.PH
TUJUAN PEMBELAJARAN
 Memahami konsep dari kurang vitamin A
 Memahami besaran masalah dari kurang vitamin A
 Memahami penyebab kurang vitamin A
 Memahami klasifikasi kurang vitamin A
 Memahami pencegahan kurang vitamin A
KURANG VITAMIN A
 KVA adalah penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah dan meningkatkan risiko penyakit dan
kematian dari penyakit serius
 Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang berakibat kebutaan
 Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di
negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan.
 Masalah KVA diibaratkan sebagai fenomena “gunung es” dimana kasus xeroftalmia yang tampak
dipermukaan hanya sedikit, sedangkan KVA sub klinis ditemukan banyak di masyarakat.
 Vitamin A deficiency (VAD) is a major nutritional concern in poor societies, especially in lower
income countries.
 Its presence as a public health problem is assessed by measuring the prevalence of deficiency in a
population, represented by specific biochemical and clinical indicators of status.
KURANG VITAMIN A
 Suplementasi Vitamin A dosis tinggi mengurangi risiko kematian hingga 25% (Imdad et al,
2011)
 Pada tahun 1994 Pemerintah Indonesia mendapat penghargaan “Helen Keller Award”, karena
mampu menurunkan prevalensi xeroftalmia sampai 0,3%. Keberhasilan tersebut berkat upaya
program penanggulangan KVA dengan suplemen kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI
(merah) sebanyak 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus yang ditujukan kepada anak
balita (1-5 tahun) dan 1 kapsul pada ibu nifas (< 30 hari sehabis melahirkan).
 Setelah tahun 1997 kemudian sasaran diperluas kepada bayi umur 6 – 11 bulan dengan
pemberian kapsul vitamin A dosis 100.000 SI (biru)
BESARAN MASALAH KVA
 The WHO estimates that 250–500 million children are blind because of VAD, and half of
these children will die within a year of vision loss.
 VAD is also common in pregnancy in lower-income countries with estimates ranging from 10
to 20%.
 Very little is known about older children and adults with regard to vitamin A status.
PREVALENCE OF NIGHT
BLINDNESS
PREVALENCE OF SERUM
RETINOL
PREVALENSI XEROPHTALMIA DI BEBERAPA PROVINSI
TAHUN 1978, 1992 AND 2006
PREVALENSI KEKURANGAN VITAMIN A SUBKLINIS
(RETINOL SERUM <20 ΜG/DL) TAHUN 1992 DAN 2006
RESIKO DEFISIENSI VITAMIN
A
 Bayi yang lahir dengan Berat Badan Rendah (BBLR < 2,5 kg)
 Anak yang tidak mendapat kapsul Vitamin A
 Anak yang tidak mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) yang cukup
 Anak kurang gizi
 Anak yang menderita penyakit infeksi misalnya campak, ispa, diare dan lain-lain
 Anak dari keluarga miskin
 Anak yang tinggal di daerah dengan sumber vitamin A yang kurang atau dengan adanya
pantangan terhadap sumber vitamin A
 Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif
 Anak yang kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A
PENYEBAB KVA
 Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin A untuk jangka
waktu yang lama.
 Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
 Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat gizi lainnya) yang
diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh.
 Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada penyakit-penyakit
antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi Protein (KEP) dan lain-lain
sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
 Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik, menyebabkan
gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan pre-albumin yang penting untuk
penyerapan vitamin A.
 Thereafter, into adulthood, a diet deficient in vitamin A lacks foods containing either
preformed vitamin A esters, such as liver, milk, cheese, eggs or food products fortified with
vitamin A or lacking its carotenoid precursors (mainly beta-carotene), such as green leaves,
carrots, ripe mangos, eggs, and other orange-yellow vegetables and fruits.
 Where animal source or fortified foods are minimally consumed, dietary adequacy must rely
heavily on foods providing beta-carotene. However, while nutritious in many ways, a diet with
modest amounts of vegetables and fruits as the sole source of vitamin A may not deliver
adequate amounts, based on an intestinal carotenoid-to-retinol conversion ratio of 12:1 (2).
CONVERSION OF VITAMIN A
COMPOUNDS
PENYEBAB KVA
 Faktor Sosial budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan
a. Ketersediaan pangan sumber vitamin A
b. Pola makan dan cara makan
c. Adanya paceklik atau rawan pangan
d. Adanya tabu atau pantangan terhadap makanan tertentu terutama yang merupakan sumber
Vit A.
e. Cakupan imunisasi, angka kesakitan dan angka kematian karena penyakit campak dan diare
f. Sarana pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau
g. Kurang tersedianya air bersih dan sanitasi lingkungan yang kurang sehat
h. Keadaan darurat antara lain bencana alam, perang dan kerusuhan
PENYEBAB KVA
 Faktor Keluarga
 Pendidikan :
Pendidikan orang tua yang rendah akan berisiko lebih tinggi kemungkinan anaknya menderita KVA karena
pendidikan yang rendah biasanya disertai dengan keadaan sosial ekonomi dan pengetahuan gizi yang kurang.
 Penghasilan :
Penghasilan keluarga yang rendah akan lebih berisiko mengalami KVA. Walaupun demikian besarnya penghasilan
keluarga tidak menjamin anaknya tidak mengalami KVA, karena harus diimbangi dengan pengetahuan gizi yang
cukup sehingga dapat memberikan makanan kaya vitamin A.
 Jumlah anak dalam keluarga
Semakin banyak anak semakin kurang perhatian orang tua dalam mengasuh anaknya.
 Pola asuh anak.
Kurangnya perhatian keluarga terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak seperti pasangan suami istri
(pasutri) yang bekerja dan perceraian.
PENYEBAB KVA
 Faktor individu
 Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah (BB < 2,5 kg).
 Anak yang tidak mendapat ASI Eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun.
 Anak yang tidak mendapat MP-ASI yang cukup baik kualitas maupun kuantitas
 Anak kurang gizi atau dibawah garis merah (BGM) dalam KMS.
 Anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, Tuberkulosis (TBC),
 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), pneumonia dan kecacingan.
 Frekuensi kunjungan ke posyandu, puskesmas/pelayanan kesehatan (untuk mendapatkan
kapsul vitamin A dan imunisasi).
KLASIFIKASI KVA
 KVA sub klinis  kadar serum retinol
 KVA klinis
1. XN  buta senja  pada waktu magrib dia tidak bisa jalan
2. X1A  pengeringan konjungtiva/bagian putih mata (karena produksi air mata berkurang)
3. X1B  bercak bitot’sbersifat spesifik  bentukan seperti buih sabun berwarna abu2 kemerahan
dengan lokasi bilateral atas mata
4. X2  pengeringan kornea/bagian hitam mata
5. X3A  luka/ulkus/borok kornea kalau masih 1/3 dan diobati masih bias sembu
6. X3B  ulkus lebih dari 1/3 bersifat permanen
7. XS  jaringan parut ada di mata
8. XF  fundus atau bola mata keluar  buta
BUTA SENJA - XN
 PERTAMA: Dimulai dari gangguan pada sel batang retina, yang sulit beradaptasi diruang
yang remang setelah terang, ini sangat jelas terlihat ketika sore hari, dimana penglihatan
menurun pada sore hari, anak-anak biasa masuk rumah menabrak barang yang ada
dihadapannya.
XEROSIS KONJUNGTIVA-X1A
 Xerosis Konjungtiva-X1A). Ibu balita bisa memeriksa dan melihat dengan jelas ketika
mencoba membuka sedikit mata anaknya dan melihat bagian putihnya, akan terlihat dengan
jelas bagian putihnya kering, kusam dan tak bersinar serta sedikit kotor. Di Kabupaten
Polewali Mandar terutama pegunungan masih banyak ditemukan mata dengan bagian putih
yang kering, terutama pada anak-anak prasekolah dan anak SD.
BERCAK BITOT – X1B
 KETIGA : Setelah bagian putih mata telah terjadi kering, kusam dan tak bersinar, bila
konsumsi vitamin A dari makanan rendah dan tidak mendapatkan kapsul vitamin A rutin lagi,
selanjutnya akan  terjadi penimbunan sel epitelnya dan adanya timbunan keratin (Bercak
Bitot= X1B)
XEROSIS KORNEA – X2
 kalau  tidak ditangani segera dan dirujuk ke klinik mata atau dokter mata akan merambat pada
bagian hitam mata terlihat kering, kusam dan tak bersinar (Xerosis Kornea-X2). Dan ini
merupakan tahapan pertama terjadi kebutaan bila tidak ditemukan atau tidak tercakup dalam
pemberian vitamin A, kalau tidak ada penyakit lain yang menyertai mungkin masih bisa
tertolong secara medik. Secara keseluruhan Anak dengan gejala Buta senja (XN), Xerosis
Konjungtiva hingga Xerosis Kornea(X2) seperti terlihat pada gambar disamping, masih dapat
disembuhkan dengan pemberian kapsul vitamin A yang tersedia secara gratis di Puskesmas
KERATOMALASIA – X3A
ULSERASI KORNEA -X3B
 KEEMPAT : Namun tahapan-tahapan selanjutnya adalah Keratomalasia (X3A) dari sebagian
hitam mata melunak seperti bubur. Dan selanjutnya seluruh bagian hitam mata melunak seperti
bubur (ulserasi Kornea -X3B) akan sangat sulit untuk menghindar dari kebutaan
X3A X3B
XEROPTALMIA SCAR - XS
 KELIMA : Akhirnya bola mata mengecil-mengempis (Xeroptalmia Scar- XS) terjadi BUTA
YANG PERMANEN.
XEROFTALMIA FUNDUS (XF)
 Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol
CRITERIA FOR ASSESSING THE PUBLIC
HEALTH SIGNIFICANCE OF
XEROPHTHALMIA
 Bitot’s spot (X1B) 0.5%
 Corneal xerosis and/or ulceration/keratomalacia (X2+X3A+X3B) 0.01%
 Xeropthlamia-related corneal scars (XS) 0.05%
PENCEGAHAN
 Suplementasi Vitamin A
 Fortifikasi
 Promosi ASI
 Promosi makanan mengandung vitamin A
 Pemanfaatan tanaman pekarangan
PENCEGAHAN
 Untuk mencegah xeroftalmia dapat dilakukan:
 Mengenal wilayah yang berisiko mengalami xeroftalmia (faktor social budaya dan lingkungan dan pelayanan kesehatan,
faktor keluarga dan faktor individu)
 Mengenal tanda-tanda kelainan secara dini
 Memberikan vitamin A dosis tinggi kepada bayi dan anak secara periodik, yaitu untuk bayi diberikan setahun sekali pada
bulan Februari atau Agustus (100.000 SI), untuk anak balita diberikan enam bulan sekali secara serentak
 pada bulan Februari dan Agustus dengan dosis 200.000 SI.
 Mengobati penyakit penyebab atau penyerta
 Meningkatkan status gizi, mengobati gizi buruk
 Penyuluhan keluarga untuk meningkatkan konsumsi vitamin A / provitamin A secara terus menerus.
 Memberikan ASI Eksklusif
 Pemberian vitamin A pada ibu nifas (< 30 hari) 200.000 SI
 Melakukan imunisasi dasar pada setiap bayi
SUPLEMENTASI VITAMIN A
 Setiap bulan Februari dan Agustus (bulan Vitamin A)
 Bayi usia 6 – 11 bulan: kapsul biru (100.000 IU)
 Anak usia 12-59 bulan: kapsul merah (200.000 IU)
 Dosis cukup untuk 4 – 6 bulan
 Dosis cukup untuk 4 – 6 bulan  perlu selalu mendapat vitamin A saat bulan Vitamin A
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai