Anda di halaman 1dari 30

Surat Al-Ikhlas

Muwashafat yang ingin dicapai


• Hafal surat Adh-dhuha sampai An-Naas
• Mengikhlaskan amal untuk Allah SWT (p)
• Komitmen dengan adab tilawah (p)
• Mengimani rukun Iman (p)
• Mengkaji marhalah Makkiyah dan menguasai
karakteristiknya (p)
• Menjauhi dosa besar (p)
I. TUJUAN UMUM
Memperkuat tali ikatan dengan Kitabullah,
dasar pemahaman yang benar, penanaman
cinta, penguasaan untuk mengajarinya,
merasa terikat dengan taujihnya,
mengamalkan kandungannya,
memburnikan sasaran-sasaran dengan
menyesuaikan ruang dan waktu, dan
kembali kepada Al-Qur’an ketika berselisih.
II. TUJUAN KHUSUS
1. Menjelaskan kosa kata dan dilalahnya
2. Menjelaskan surat yang setara dengan
sepertiga surat dengan menerangkan
dalil-dalilnya dari sunah
3. Mengenali surat-surat pengusir
syetan, pembatal sihir, dan penjaga
manusia dari godaan syetan
III. SASARAN AFEKTIF
1. Baik bacaannya, hafalan dan pemahaman kandungan surat.
2. Meluruskan pemahaman yang salah yang ada di Masyarakat.
3. Tetap bertawakal kepada Allah dan bergantung kepadaNya
4. Senantiasa mempersiapakan diri untuk bertemu Allah dengan bekal
ketakwaan
5. Mencari petunjuk dari ayat-ayat Allah swt dalam pembahasan ilmiah.
6. Menjauhi para penjajah nafsu orang munafik da berlindung kepada
Allah dari mereka
IV. SASARAN PSIKOMOTORIK

1. Memperindah bacaan surah Al


Ikhlas
2. selalu mewiridkan surat Al Ikhlas
diwaktu pagi dan petang
3. membacanya pada waktu-waktu
ttertentu
IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pilihan kegiatan yang bisa diselenggarakan dalam halaqah adalah:
1. Kegiatan Pembuka
• Mengkomunikasikan tentang urgensi mengkaji Tafsir surat Al Ikhlas
2. Kegiatan Inti:
• Kajian tentang Tafsir surat Al Ikhlas
• Berdikusi dan tanya jawab seputar pokok bahasan ( lihat tujuan Kognitif, afektif dan
psikomotor
• Penekanan dari murobbi tentang nilai dan hikmah yang terkandung dalam materi
tersebut
3. Kegiatan Penutup:
• Tugas mandiri (lihat kegiatan pendukung)
• Evaluasi (dibuat soal sesuai tujuan khusus, afektif, dan psikomotor)
V. PILIHAN KEGIATAN PENDUKUNG.
1. Belajar membaca surat Al-Qur’an dan menghapalnya
2. Mendokumentasikan film yang berbicara tentang kehebatan Al-Qur’an.
3. Merangkum inti-inti surat dan menulisnya pada kertas di dinding agar mudah
dihafal .
4. Menulis cerita yang berkenaan dengan kemulian orang yang bertaqwa dan
kehinaan orang yang durhaka
5. Mengadakan Rihlah individu untuk merenungi ayat-ayat Allah.
6. Mengadakan halaqah tahsin Al-Qur’an beserta tafsir untuk remaja dan pemuda.
7. Membahas rahasia-rahasia dan mukjizat yang ada dalam Al-Qur’an
8. Melengkapi buku-buku kaset video dan kaset tafsir yang sederhana
9. Melengkapi kaset-kaset muratal di perpustakaan masjid seperti murattal Syaikh
Mahmud Al-Hushori.
VI. SARANA EVALUASI DAN MUTABA’AH.
1. Menguji peserta sekitar hukum-hukum tajwid baik
teori maupun praktek
2. Menguji hafalan surat setiap peserta secara lafazh
dan maknanya
3. Mengevaluasi perilaku peserta dan komitmennya
terhadap adab-adab Al-Quran
4. Membuat format untuk mengevaluasi keikutsertaan
dalam kegiatan-kegiatan di atas
VII. SASARAN PEMBELAJARAN.

1. Paruh kedua dari Juz Amma (Al-‘ala s/d An-nas)


2. Menjelaskan makna dari kosakata dan dilalah yang ada
3. Menerangkan kesesuian risalah Islam dengan ciptaan Allah.
4. Menyebutkan tugas-tugas Rasul dari kesimpulan surat tersebut .
5. Menjelaskan kehancuran orang-orang zhalim dan dampaknya
dalam kemenangan dakwah para da’i, dan meluasnya dakwah
islamiyyah.
6. Menerangkan rahasia dibalik ujian Allah, dan pengaruh ujian
tersebut terhadap manusia, dan bagaimana sikap seorang
mukmin menghadapinya.
7. Menjelaskan fadilah menyegerakan berbuat kebajikan.
8. Memaparkan peranan dai dalam menyebarluaskan akhlak islami
VIII. Muhtawa
Allah Berfirman:
َّ ُ ‫) هَّللا‬1( ‫قُلْ ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد‬
ْ‫) َل ْم َيلِدْ َو َل ْم ُيو َلد‬2( ‫الص َم ُد‬
)4( ‫) َو َل ْم َي ُكنْ َل ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد‬3(
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 2.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. 3. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, 4. Dan tidak ada seorangpun
yang setara dengan Dia."
Pendahuluan
• Surat ini dinamakan Al Ikhlas karena di
dalamnya berisi pengajaran tentang tauhid.
Oleh karena itu, surat ini dinamakan juga
Surat Al Asas, Qul Huwallahu Ahad, At
Tauhid, Al Iman, dan masih banyak nama
lainnya.
• Surat ini merupakan surat Makiyyah dan
termasuk surat Mufashol. Surat Al Ikhlas ini
terdiri dari 4 ayat, surat ke 112, diturunkan
setelah surat An Naas. (At Ta’rif bi Suratil
Qur’anil Karim)
Ada dua sebab kenapa surat ini
dinamakan Al Ikhlash.Yang pertama,
dinamakan Al Ikhlash karena surat ini
berbicara tentang ikhlash. Yang
kedua, dinamakan Al Ikhlash karena
surat ini murni membicarakan tentang
Allah.
Asbabun Nuzul
• Surat ini turun sebagai jawaban kepada orang
musyrik yang menanyakan pada Rasulullah saw,
’Sebutkan nasab atau sifat Rabbmu pada kami?’.
Maka Allah berfirman kepada Nabi Muhammad saw,
’Katakanlah kepada yang menanyakan tadi, … [lalu
disebutkanlah surat ini]’(Aysarut Tafasir, 1502).
• Juga ada yang mengatakan bahwa surat ini turun
sebagai jawaban pertanyaan dari orang-orang
Yahudi (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, At Ta’rif bi
Suratil Qur’anil Karim, Tafsir Juz ‘Amma 292).
Kandungan surat
1. Surat ini merupakan surat yang menegaskan tentang
ketauhidan dan pensucian nama Allah Ta'ala. Ia
merupakan prinsip pertama dan pilar tama Islam.
2. Surat ini juga mengukuhkan keesaan Allah, tiada
sekutu bagi-Nya, Dia sendiri yang dituju untuk
memenuhi semua kebutuhan, yang tidak melahirkan
dan tidak dilahirkan, tiada yang menyerupai dan
tandingan-Nya. Konsekuensi dari semua itu adalah
ikhlas beribadah kepada Allah dan ikhlas menghadap
kepada-Nya saja.
Hubungan surat
 Hubungan surat Al-Ikhlas dengan surat sebelumnya:
Surat Al-Lahab mengisyaratkan bahwa kemusyrikan itu
tak dapat dipertahankan dan tidak akan menang
walaupun para pendukung-pendukungnya bekerja keras.
Surat Al-Ikhlash mengemukakan bahwa tauhid dalam
Islam adalah tauhid yang semurni-murninya.
 Hubungan surat Al-Ikhlas dengan surat sesudahnya:
surat Al-Ikhlash menegaskan kemurniaan keesaan Allah
SWT, sedang surat Al-Falaq memerintahkan agar semata-
mata kepada-Nya lah orang memohon perlindungan dari
segala macam celaan dan cobaan
Keutamaan surat Al-Ikhlas
1.Surat Al Ikhlas Setara dengan Tsulutsul Qur’an (Sepertiga Al
Qur’an)
Hal ini berdasarkan hadits :
‫ َف َلمَّا‬، ‫َعنْ أَ ِبى َس ِعي ٍد أَنَّ َر ُجالً َس ِم َع َر ُجالً َي ْق َرأ ُ ( قُ ْل ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد ) ي َُر ِّد ُد َها‬
َّ‫ َو َكأَن‬، ‫ك َل ُه‬ َ ِ‫ُول هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َف َذ َك َر َذل‬ ِ ‫أَصْ َب َح َجا َء إِ َلى َرس‬
‫الرَّ ُج َل َي َت َقالُّ َها َف َقا َل َرسُو ُل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – « َوالَّ ِذى َن ْف ِسى‬
» ‫آن‬ ِ ْ‫ث ْالقُر‬ َ ُ‫ِب َي ِد ِه إِ َّن َها َل َتعْ ِد ُل ُثل‬
Dari Abu Sa’id (Al Khudri) bahwa seorang laki-laki mendengar seseorang membaca
dengan berulang-ulang ’Qul huwallahu ahad’. Tatkala pagi hari, orang yang mendengar
tadi mendatangi Rasulullah saw dan menceritakan kejadian tersebut dengan nada
seakan-akan merendahkan surat al Ikhlas. Kemudian Rasulullah saw bersabda, ”Demi
yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya surat ini sebanding dengan sepertiga
Al Qur’an”. (Bukhari no. 6643)
Begitu juga dalam hadits:

‫صلى هللا عليه‬- ِّ‫َعنْ أَ ِبى ال َّدرْ دَ ا ِء َع ِن ال َّن ِبى‬


‫ث‬َ ُ‫ َقا َل « أَ َيعْ ِج ُز أَ َح ُد ُك ْم أَنْ َي ْق َرأَ ِفى َل ْي َل ٍة ُثل‬-‫وسلم‬
« ‫آن َقا َل‬ ْ‫ر‬ ُ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ث‬ ُ ‫ل‬ ُ
‫ث‬ ُ ‫ْف َي ْق َرأ‬ َ ‫ي‬ َ
‫ك‬ ‫و‬
َ ‫وا‬ ُ ‫ل‬‫ا‬‫ق‬َ .» ‫آن‬ ْ‫ر‬ُ ‫ق‬ ْ
‫ال‬
ِ ِ
.» ‫آن‬ ِ ْ‫ر‬ ُ ‫ق‬ ْ
‫ال‬ َ
‫ث‬ ُ ‫ل‬‫ث‬ُ ‫ل‬
ُ ‫د‬ِ ْ‫ع‬‫ي‬َ )‫د‬ٌ ‫ح‬
َ َ ‫أ‬ ُ ‫هَّللا‬ ‫(قُ ْل ه َُو‬
Dari Abu Darda’ dari Nabi saw. Beliau saw bersabda, ”Apakah seorang di
antara kalian tidak mampu untuk membaca sepertiga Al Qur’an dalam
semalam?” Mereka mengatakan,”Bagaimana kami bisa membaca seperti
Al Qur’an?” Lalu Nabi saw bersabda, ”Qul huwallahu ahad itu sebanding
dengan sepertiga Al Qur’an.” (Muslim no. 1922)
2. Membaca surat Al Ikhlash sebab mendapatkan kecintaan Allah
Dari ’Aisyah, beliau mengatakan bahwa Nabi saw mengutus seseorang kepada seorang budak.
Budak ini biasanya di dalam shalat ketika shalat bersama sahabat-sahabatnya sering mengakhiri
bacaan suratnya dengan ’Qul huwallahu ahad.’ Tatkala para sahabatnya kembali, mereka
menceritakan hal ini pada Nabi saw. Beliau saw lantas berkata:
َ‫ى َش ْى ٍء يَصْ نَ ُع َذلِك‬ ِّ َ‫َسلُوهُ أل‬
”Tanyakan padanya, kenapa dia melakukan seperti itu?”
Mereka pun menanyakannya, dia pun menjawab,
‫ َوأَنَا أ ُ ِحبُّ أَ ْن أَ ْق َرأَ ِبهَا‬، ‫صفَةُ الرَّحْ َم ِن‬ ِ ‫ألَنَّهَا‬
”Surat ini berisi sifat Ar Rahman. Oleh karena itu aku senang membacanya.”
Rasulullah saw lantas bersabda,
ُ‫أَ ْخ ِبرُوهُ أَ َّن هَّللا َ ي ُِح ُّبه‬
”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya.” (Bukhari no. 7375 dan Muslim no. 813)
Ibnu Daqiq Al ’Ied menjelaskan perkataan Nabi saw ”Kabarkan padanya bahwa Allah mencintainya”.
Beliau mengatakan, ”Maksudnya adalah bahwa sebab kecintaan Allah pada orang tersebut
adalah karena kecintaan orang tadi pada surat Al Ikhlash ini. Boleh jadi dapat kitakan dari
perkataan orang tadi, karena dia menyukai sifat Rabbnya, ini menunjukkan benarnya
i’tiqodnya (keyakinannya terhadap Rabbnya).” (Fathul Bari, 20/443)
Kosa kata
Arti Mufradat
1.Satu Dzat-Nya, sifat-Nya, ‫َح ـ ـ ٌد‬
َ ‫ أ‬.1
dan perbuatan-Nya.
2.Dapat mencukupi semua
kebutuhan sendirian.
‫الص َمـ ـ ُد‬
َّ .2
3.Sepadan, sama, dan
tandingan.

ً‫ ُك ُفـ ــؤا‬.3
Tafsir ayat 1
‫قُلْ ه َُو هَّللا ُ أَ َح ٌد‬
"Katakan, 'Dialah Allah yang Esa."
Inilah prinsip pertama dan tugas utama yang diemban Nabi saw.
Beliau pun menyingsingkan lengan baju dan mulai mengajak manusia
kepada tauhid dan beribadah kepada Allah yang Esa. Oleh karena itu
di dalam surat ini Allah memerintahkan beliau agar mengatakan,
"Katakan, 'Dialah Allah yang Esa." Katakan kepada mereka, ya
Muhammad, "Berita ini benar karena didukung oleh kejujuran dan
bukti yang jelas. Dialah Allah yang Esa. Dzat Allah satu dan tiada
berbilang. Sifat-Nya satu dan selain-Nya tidak memiliki sifat yang
sama dengan sifat-Nya. Satu perbuatan dan selain-Nya tidak memiliki
perbuatan seperti perbuatan-Nya.
Kata (‫ ْل‬kk‫)ق‬ ُ –artinya katakanlah-. Perintah ini ditujukan
kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan juga umatnya.
 Al Qurtubhi mengatakan bahwa (‫ َح ٌد‬kَ‫ ْل ُه َو هَّللا ُ أ‬kk‫)ق‬ ُ maknanya
adalah:
‫ك‬ َ ‫ َواَل نَ ِظ ْي َر َواَل‬،ُ‫ الَّ ِذي اَل َشبِ ْيهَ لَه‬،ُ‫الو ْتر‬
َ ‫ َواَل َولَد َواَل َش ِر ْي‬،َ‫صا َحبَة‬ ِ ‫اح ُد‬
ِ ‫ال َو‬
Al Wahid Al Witr (Maha Esa), tidak ada yang serupa dengan-
Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, tidak memiliki
istri ataupun anak, dan tidak ada sekutu baginya.
 Asal kata dari (‫ َح ٌد‬kَ‫ ) أ‬adalah (‫) َوحْ ٌد‬, sebelumnya diawali
dengan huruf ‘waw’ kemudian diganti ‘hamzah’. (Al Jaami’
liahkamil Qur’an, Adhwaul Bayan)
Tafsir Ayat 2
َّ ُ ‫هَّللا‬
‫الص َم ُد‬
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.”

Artinya tiada sesuatu pun di atas-Nya dan Dia tidak


butuh kepada sesuatu pun. Bahkan selain-Nya butuh
kepada-Nya. Semua makhluk perlu berlindung
kepada-Nya di saat sulit dan krisis mendera. Maha
Agung Allah dan penuh berkah semua nikmat-Nya.
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masiir mengatakan bahwa makna Ash Shomad ada
empat pendapat:
Pertama, Ash Shomad bermakna:
‫أنه السيِّد الذي يُصْ َم ُد إليه في الحوائج‬
Allah adalah As Sayid (penghulu), tempat makhluk menyandarkan segala hajat
pada-Nya.
Kedua, Ash Shomad bermakna:
‫ه‬k‫أنه الذي ال جوف ل‬
Allah tidak memiliki rongga (perut).
Ketiga, Ash Shomad bermakna:
‫أنه الدائم‬
Allah itu Maha Kekal.
Keempat, Ash Shomad bermakna:
‫الباقي بعد فناء الخلق‬
Allah itu tetap kekal setelah para makhluk binasa.
Dalam Tafsir Al Qur’an Al Azhim (Tafsir Ibnu Katsir) disebutkan beberapa perkataan ahli
tafsir yakni sebagai berikut.
Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah :
‫ق إِلَ ْي ِه فِي َح َوائِ ِج ِه ْم َو َم َسائِلِ ِه ْم‬ َ ‫الَّ ِذي يَصْ ُم ُد‬
ُ ِ‫الخاَل ئ‬
Seluruh makhluk bersandar/bergantung kepada-Nya dalam segala kebutuhan maupun
permasalahan.
Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu Abbas mengatakan mengenai
‫ والحليم‬،‫ والعظيم الذي قد كمل في عظمته‬،‫ والشريف الذي قد كمل في شرفه‬،‫ص َم ُد) هو السيد الذي قد كمل في سؤدده‬ َّ ‫هَّللا ُ ال‬
‫ والحكيم الذي قد كمل في حكمته وهو الذي قد كمل في أنواع‬،‫ والعليم الذي قد كمل في علمه‬،‫الذي قد كمل في حلمه‬
.‫ هللا الواحد القهار‬k‫ سبحان‬،‫ وليس كمثله شيء‬،‫ ليس له كفء‬،‫ هذه صفته ال تنبغي إال له‬،‫ وهو هللا سبحانه‬،‫الشرف والسؤدد‬
Dia-lah As Sayyid (Pemimpin) yang kekuasaan-Nya sempurna. Dia-lah Asy Syarif (Maha
Mulia) yang kemuliaan-Nya sempurna. Dia-lah Al ‘Azhim (Maha Agung) yang keagungan-Nya
sempurna. Dia-lah Al Halim (Maha Pemurah) yang kemurahan-Nya itu sempurna. Dia-lah Al
‘Alim (Maha Mengetahui) yang ilmu-Nya itu sempurna. Dia-lah Al Hakim (Maha Bijaksana)
yang sempurna dalam hikmah (atau hukum-Nya). Allah-lah –Yang Maha Suci- yang Maha
Sempurna dalam segala kemuliaan dan kekuasaan. Sifat-Nya ini tidak pantas kecuali bagi-
Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, tidak ada yang semisal dengan-Nya. Maha Suci Allah
Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Tafsir Ayat 3
ْ‫َل ْم َيلِدْ َو َل ْم ُيو َلد‬
"Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan"
Ini merupakan pensucian Allah dari mempunyai anak laki-laki, anak perempuan,
ayah, atau ibu. Allah tidak mempunyai anak adalah bantahan terhadap orang-oran
musyrik yang mengatakan bahwa malaikat itu anak-anak perempuan Allah, terhadap
orang-orang Nashrani dan Yahudi yang mengatakan 'Uzair dan Isa anak Allah. Dia juga
bukan anak sebagaimana orang-orang Nashrani mengatakan Al-Masih itu anak Allah
lalu mereka menyembahnya sebagaimana menyembah ayahnya. Ketidak-mungkinan
Allah mempunyai anak karena seorang anak biasanya bagian yang terpisah dari
ayahnya. Tentu ini menuntut adanya pembilangan dan munculnya sesuatu yang baru
serta serupa dengan makhluk. Allah tidak membutuhkan anak karena Dialah yang
menciptakan alam semesta, menciptakan langit dan bumi serta mewarisinya.
Sedangkan ketidak-mungkinan Allah sebagai anak, karena sebuah aksioma bahwa anak
membutuhkan ayah dan ibu, membutuhkan susu dan yang menyusuinya. Maha Tinggi
Allah dari semua itu setinggi-tingginya.
Kalimat (‫لِ ْد‬kk‫ َي‬k‫ ْم‬k َ‫ )ل‬sebagaimana dikatakan Maqotil,
”Tidak beranak kemudian mendapat warisan.” Kalimat (k‫َولَ ْم‬
‫ولَ ْد‬kk‫)ي‬
ُ maksudnya adalah tidak disekutui. Demikian karena
orang-orang musyrik Arab mengatakan bahwa Malaikat
adalah anak perempuan Allah . Kaum Yahudi mengatakan
bahwa ’Uzair adalah anak Allah. Sedangkan Nashoro
mengatakan bahwa Al Masih (Isa, pen) adalah anak Allah.
Dalam ayat ini, Allah meniadakan itu semua.” (Zadul
Masiir)
Tafsir Ayat 4
‫َو َل ْم َي ُكنْ َل ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد‬
"Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Selama satu Dzat-Nya dan tidak berbilang, bukan ayah seseorang dan bukan
anaknya, maka Dia tidak menyerupai makhuk-Nya. Tiada yang menyerupai-Nya atau
sekutu-Nya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sekutukan.
Meskipun ringkas, surat ini membantah orang-orang musyrik Arab, Nashrani,
dan Yahudi. Menggagalkan pemahaman Manaisme (Al-Ma’nawiyah) yang
mempercayai tuhan cahaya dan kegelapan, juga terhadap Nashrani yang berpaham
trinitas, terhadap agama Shabi'ah yang menyembah bintang-bintang dan galaksi,
terhadap orang-orang musyrik Arab yang mengira selain-Nya dapat diandalkan di
saat membutuhkan, atau bahwa Allah mempunyai sekutu. Maha Tinggi Allah dari
semua itu.
Maksudnya adalah tidak ada seorang pun
sama dalam setiap sifat-sifat Allah. Jadi Allah
meniadakan dari diri-Nya memiliki anak atau
dilahirkan sehingga memiliki orang tua. Juga
Allah meniadakan adanya yang semisal
dengan-Nya. (Tafsir Juz ‘Amma 293)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
mengatakan makna ayat: ”dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia” yaitu
tidak ada yang serupa (setara) dengan Allah
dalam nama, sifat, dan perbuatan.
Penutup
 Surat Al Ikhlas ini berisi penjelasan mengenai
keesaan Allah serta kesempurnaan nama dan sifat-
Nya.
 Surat Al-Ikhlas menegaskan akan ketergantungan
seluruh makhluk di muka bumi ini kepada sang
Penguasa, Allah SWT, semuanya makhluk tak
terkecuali senantiasa membutuhkan Allah SWT
 Dengan mengimani ayat ini berarti seorang
muslim telah mengikhlaskan diri kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai