Anda di halaman 1dari 25

URBANISASI

M E N U J U BALI

STUDI KASUS : MASYARAKAT DESA WEELONDA, NTT

OLEH KELOMPOK 2
Dosen Pengampu

DWI BAYU PRASETYA, MARSISTA BUANA PUTRI,


BAIQ RINDANG
YUDHA RAHMAN, S.T., M.T APR ILDAHANI, S.T., M .T S.SI., M . ENG. S.T., M.T
AISYAH MAHARANI ALYA KHAIRUNNISA
119220121 119220200

BELLA SABILLA REFO ADITYA S.


119220097 119 220 185

WISWATI TAMBUNAN
119220038
ADRIAN ESA PUTRA
119220224 ARDHEA MILLENIA
119 220 0 9 5

ISMATUL LAILA 119220184 ARDIANSYAH 119220073


OUTLIN
E
Latar Belakang 01

Ti n j au a n P us t ak a 02

Studi Kasus 03

Pem b a h a s a n 04
01
Latar Belakang Urbanisasi
Wilayah pinggiran
Urbanisasi yang kota dijadikan
terjadi lagi sebagai tempat tujuan
tidak migras agar
dapat melangsungkan
merupakan i kehidupan dengan
dari migrasikota,
melainkan dari lebih dan
desa
pusatkekota menuju sehat
menjalani aktivitas
daerah pinggiran kota kehidupan yang lebih
baik.

Maka dari itu, banyak penduduk kota yang bergerak menuju wilayah pinggiran
kota dan mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Salah satu contohnya ialah wilayah pinggiran Kota Denpasar, Provinsi Bali
yang mengalami fenomena urbanisasi sentrifugal.
02
Tinjauan Literatur
URBAN ISASI

Menurut Soetomo (2013), urbanisasi


merupakan proses transformasi sosial dari
kehidupan pedesaan ke kehidupan perkotaan.
Secara tidak langsung, urbanisasi dapat
menyebabkan pertumbuhan perkotaan dalam
jumlah penduduk dan fisik perkotaan (Karakayaci,
2017).
FAKTOR URBANISASI

Faktor Penarik Faktor Pendorong

Faktor penarik Faktor pendorong


merupakan kondisi yang merupakan kondisi yang
menyebabkan orang menjadi menyebabkan orang pindah
tertarik untuk bergerak ke ke wilayah perkotaan karena
wilayah perkotaan karena kondisi pedesaan yang sudah
beragam fasilitas hidup yang tidak mendukung lagi.
ditawarkan. Meliputi : Meliputi :

• Sanitasi yang memadai • Kemiskinan


• Standar hidup • Standar yang
yang tinggi hidup rendah
• Kesempatan kerja lebih • Minimnya kesempatan
luas kerja
DAMPAK URBANISASI

Arus urbansiasi yang tidak Terjadinya “over urbanisasi ”


terkendali akan merusak strategi yaitu dimana
rencana pembangunan kota dan prosentase
pendudu kota yang sangat
menghisap fasilitas perkotaan di k besar yang tidak sesuai
luar kemampuan pengendalian dengan perkembangan
pemerintah kota. ekonomi negara.

Terjadi “under ruralisasi”


yaitu jumlah penduduk di
Menyebabkan meningkatnya pedesaan terlalu kecil bagi
masalah kriminalitas tingkat dan cara produksi
dan yang ada.
turunnya tingkat kesejahteraan.
Daerah Pinggiran Kota

Pinggiran kota merupakan istilah yang pertama kali


digunakan oleh T.L. Smith dari Louisiana pada tahun
1937 untuk menunjukkan area arsitektur yang tidak
dapat dijangkau oleh kota.

(Pryor, 1968 dalam Yunus)


Pinggiran kota merupakan sasaran utama migrasi atau aktivitas orang
yang akan meninggalkan kota. Secara morfologi, pinggiran kota adalah
wilayah yang terletak di antara kawasan perkotaan dan pedesaan,
sehingga tampilan pinggiran kota di satu sisi merupakan campuran
antara bentuk penggunaan lahan perkotaan dan bentuk penggunaan
lahan pedesaan.
03
Studi Kasus
Masyarakat Desa Weelonda, Nusa Tenggara Timur
Studi kasus yang diambil adalah urbanisasi yang terjadi di Kota Denpasar, Bali. Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan oleh
Marlina Seli pada thaun 2017 Objek penelitiannya adalah 30 orang penduduk Desa
Weelonda Kecamatan Loura Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT yang melakukan urbanisasi dan tinggal di Kota Denpasar.
No. Faktor Penarik Frekuensi Persentase
1 Lapangan pekerjaan 8 26.67
2 Penghasilan 6 20
3 Sarana dan prasarana 4 13.33
4 Pendidikan 7 23.33 Faktor Penarik
5 Pengaruh cerita dari teman 5 16.67
Jumlah 30 100

No. Faktor Pendorong Frekuensi Persentase


1 Pengangguran 9 30
2 Merubah nasib 6 20
3 Lahan sempit 7 23.33
Faktor Pendorong 4 Peraturan adat 3 10
5 Sarana dan prasarana yang terbatas 5 16.67
Jumlah 30 100
04
Pembah a san
Pada tabel pertama dapat terlihat bahwa faktor No. Faktor Penarik Frekuensi Persentase
terbesar seseorang ingin melakukan urbanisasi
urutannya adalah karena lapangan kerja, 1 Lapangan pekerjaan 8 26.67
pendidikan, penghasilan, pengaruh omongan, 2 Penghasilan 6 20
dan yang terakhir adalah saranan dan prasana.
3 Sarana dan prasarana 4 13.33
Lapangan kerja yang dipilih menjadi sampel 4 Pendidikan 7 23.33
sebesar sebanyak 26,67%, karena disebabkan
5 Pengaruh cerita dari teman 5 16.67
lapangan kerja di Desa Weelonda masih sangat
minim sedangkan di Jumlah 30 100

Pendidikan Sekolah dan Perguruan Tinggi yang No. Faktor Pendorong Frekuensi Persentase
yang menunjukkan angka 23,33% disebabkan
1 Pengangguran 9 30
oleh ketertarikan dengan sistem pendidikan
sekolah di kota yang memadai dengan adanya 2 Merubah nasib 6 20
teknologi-teknolgi yang terbaharui
3 Lahan sempit 7 23.33
4 Peraturan adat 3 10
Faktor ketiga urbanisasi adalah karena
penghasilan yang lebih tinggi. 20% sampel yang 5 Sarana dan prasarana yang 5 16.67
memilih penghasilan tinggi berharap untuk
terbatas
melakukan urbanisasi ke kota dengan keinginan
untuk memperoleh penghasilan yang lebih tinggi Jumlah 30 100
di Kota.
Sumber data : Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Marlina Seli pada tahun 2017
Kemudian 16,67 % sampel mengaku bahwa faktor penarik terjadinya urbanisasi adalah
karena mendengar omongan-omongan dari lingkungan tentang kondisi kota yang serba maju atau
mudahnya membuka usaha-usaha menngah kebawah karena penduduknya yang lebih banyak
dibandingkan desa.
Terakhir berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, faktor penarik terjadinya urbansiasi
di Desa Weelonda, Kecamatan Loura, Kabupaten Sumba Barat Daya adalah Sarana dan prasarana
yang lebih memadai dibandingkan di Desa, 13.33 % sampel tertarik untuk meninggalkan desanya
karena adanya informasi bahwa fasilitas kota yang lebih lengkap,
Pada tabel Faktor pendorong, yang paling besar
persentasenya yaitu Faktor Pengangguran dengan persentase
sebesar 30%, hal ini menunjukkan bahwa latar belakang para
No. Faktor Pendorong Frekuensi Persentase penduduk melakukan urbanisasi yaitu sulitnya mendapatkan
1 Pengangguran 9 30 pekerjaan sehingga mereka menggangur dan melakukan
urbanisasi.
2 Merubah nasib 6 20
3 Lahan sempit 7 23.33
Selanjutnya lahan yang semakin sempit dengan persentase
4 Peraturan adat 3 10 23,33% karena didesa semakin ramai dan sekalian ingin
5 Sarana dan prasarana 5 16.67 bekerja ditambah merubah nasib.
yang terbatas
Jumlah 30 100 Selanjutnya Karena faktor Peraturan adat istiadat, dengan
persentase 10% dan karena dunia sudah semakin canggih dan
maju, mungkin mereka sudah tidak mau dengan adanya
peraturan adat yang dipikirkan mereka itu kuno dan tidak
zaman
05
Kesimpulan
VIDEO + IMAGE

• Wilayah pinggiran Kota Denpasar, Provinsi Bali merupakan salah satu wilayah pinggiran kota yang mengalami fenomena
urbanisasi sentrifugal. Hal ini dapat terjadi karena faktor penarik maupun faktor pendorong seperti yang terjadi pada
masyarakat di daerah Weelonda, Sumba Barat Daya, NTT yang memilih melakukan urbanisasi ke Denpasar, Bali. \
• Faktor penarik yang menunjang proses urbanisasi tersebut seperti sulitnya mendapat pekerjaan karena lapangan usaha yang
minim di daerah seperti di Weelonda dan adanya keinginan untuk merubah kondisi ekonomi keluarga menjadi lebih baik
dengan mengadu nasib ke kota
• Faktor pendorong terjadinya urbanisasi tersebut seperti jumlah lapangan pekerjaan serta peluang usaha yang lebih besar,
penyedianan infrastruktur yang lebih lengkap dan memadai, penghasilan yang lebih besar, sistem pendidikan yabg lebih
baik, serta pengaruh dari cerita teman.
Tingkat urbanisasi yang tidak terkendali dan adanya hirarki kota akan
menimbulkan berbagai akibat negatif yaitu munculnya gejala
kemiskinan di perkotaan, ketimpangan income perkapita,
pengangguran, kriminalitas, polusi udara dan suara, pertumbuhan
daerah kumuh, dan sebagainya. Sedangkan, tingkat urbanisasi yang
terlalu rendah dan mengabaikan kebutuhan-kebutuhan kota dapat
memperlambat kemajuan ekonomi.
S u m b e r Referensi
Adam, F. P. (2010). Tren urbanisasi di indonesia. Jurnal Piramida.[Internet].[diunduh tanggal 11 Maret 2018], 6(1), 1-15.

Bandiyono, S. (2016). Tinjauan migrasi penduduk desa-kota, urbanisasi dan dampaknya. Jurnal Kependudukan
Indonesia, 5(1), 41-54.

Christiawan, P. I. (2019). Tipe urban sprawl dan eksistensi pertanian di wilayah pinggiran Kota Denpasar. Jurnal
Wilayah Dan Lingkungan, 7(2).

Christiawan, P. I. (2019, February). Antisipasi Dampak Negatif Urban Sprawl Pada Wilayah Pinggiran Kota Denpasar.
In Seminar Nasional Hukum dan Ilmu Sosial (Vol. 2, pp. 01-05).

Harahap, F. R. (2013). Dampak urbanisasi b ag i perkembangan kota di Indonesia. Society, 1(1), 35-45.

Haris, A. (2015). Studi Media dan Perpustakaan Tentang Urbanisasi. Jupiter, 14(1). Widiawaty, M. A.

(2019). Faktor-Faktor Urbanisasi di Indonesia.

Peda, Marselina Seli. 2017. ASPEK SOSIAL EKONOMI PELAKU URBANISASI DI DENPASAR Kasus

Urbanisasi dari Desa Weelonda Kecamatan Loura Kabupaten Sumba Barat Daya. Vol. 7 No. 1:

dwijenAGRO.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai