Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

PEMBANGUNAN WILAYAH BERDASARKAN TEORI-TEORI KEYNESIAN


2.1 Sejarah Perkembangan Teori Keynesian pada Pembangunan Wilayah dan Para Tokoh
Pendukungnya
Teori Keynesian pada pembangunan wilayah mengadopsi dari teori ekonomi Keynesian. Ekonomi
Keynesian atau disebut juga Keynesianisme awal mula dikembangkan oleh John Maynard Keynes
yang pendekatan khasnya berfokus pada sisi permintaan ekonomi dan peran pemerintah dalam
meningkatkan dan mengelola permintaan. Ekonomi Keynesian adalah berbagai teori
makroekonomi tentang bagaimana dalam jangka pendek - dan terutama selama resesi - output atau
pendapatan ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh permintaan agregat baik dari dalam
wilayah maupun dari luar wilayah (ekspor) (total pengeluaran dalam perekonomian). Ekonomi
Keynesian berkembang selama dan setelah Depresi Hebat (Great Depression) dari ide-ide yang
disajikan oleh Keynes dalam bukunya tahun 1936, The General Theory of Employment, Interest
and Money. Keynes memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan ekonomi
klasik/neo klasik yang berfokus pada penawaran (suplai) faktor produksi, yang terlebih dahulu
mendahului bukunya,

Ekonomi Keynesian telah banyak digunaka sebagai model ekonomi standar di negara-negara maju
selama dan sesudah Great Depression (Depresi Hebat), Perang Dunia II, dan ekspansi ekonomi
pasca-perang (1945–1973), meskipun kemudian kehilangan beberapa pengaruh setelah guncangan
minyak bumi dan terjadi stagflasi tahun 1970-an. Munculnya krisis keuangan global tahun 2007-
2008 menyebabkan kebangkitan pemikiran Keynesian, yang berlanjut sebagai ekonomi Keynesian
baru.

Ekonom Keynesian umumnya berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi dan tidak
stabil, ekonomi pasar sering mengalami hasil ekonomi makro yang tidak efisien dalam bentuk
resesi ekonomi (ketika permintaan rendah) dan inflasi (ketika permintaan tinggi), dan bahwa ini
dapat dikurangi dengan melakukan respon dengan intervensi pemerintah atau kebijakan ekonomi,
khususnya, tindakan kebijakan moneter oleh bank sentral dan tindakan kebijakan fiskal oleh
pemerintah, yang dapat membantu menstabilkan output selama siklus bisnis. Ekonom Keynesian
umumnya menganjurkan mekanisme pasar perlu dikelola oleh pemerintah, dengan peran aktif
untuk intervensi pemerintah selama resesi dan depresi.

Pendekatan teoritis yang digunakan meliputi rekonstruksi keynesianisme (reconstructed


Keynesianism), stimulasi sisi permintaan, dukungan sisi suplai untuk industri utama (basis) dan
industri pendukungnya (non basis). Ideologi politiknya yaitu intrevensi pemerintah, demokrasi
sosial (social democratic), kohesi (kemajuan bersama) dan solidaritas teritorial nasional. Dalam
memahami karakteristik ideologi politik teori-teori Keynesian, berikut ini disajikan beberapa
istilah dan definisi.

Intervensi pemerintah
Intervensi pemerintah adalah tindakan pengaturan yang diambil oleh pemerintah yang berupaya
mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh individu, kelompok, dan organisasi tentang masalah
sosial dan ekonomi, atau dengan kata lain setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang
mempengaruhi pasar dengan tujuan mengubah keseimbangan atau hasil dari mekanisme pasar
bebas.

Intervensionisme ekonomi, kadang-kadang juga disebut statisme ekonomi dan intervensi negara,
adalah perspektif kebijakan ekonomi yang mendukung intervensi pemerintah dalam proses pasar
untuk tidak hanya memperbaiki kegagalan pasar tetapi juga meningkatkan kesejahteraan umum.
Intervensi ekonomi dapat ditujukan pada berbagai tujuan politik atau ekonomi, seperti mendorong
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja, menaikkan upah, menaikkan atau
mengurangi harga, mempromosikan kesetaraan pendapatan, mengelola jumlah uang beredar dan
suku bunga, meningkatkan laba, termasuk mengatasi kegagalan pasar.

Demokrasi Sosial (Social Democracy)


Demokrasi sosial adalah gagasan bahwa negara perlu memberikan keamanan dan kesetaraan
kesempatan bagi rakyatnya dan harus secara aktif menata ulang masyarakat dengan cara yang
kondusif bagi perkembangan wilayah, tetapi perubahan tersebut harus dilakukan secara bertahap,
disahkan oleh penguasa yang terpilih secara demokratis mayoritas. Para demokrat sosial biasanya
menganggap intervensi pemerintah sebagai kekuatan untuk kebaikan, membatasi pasar dan terlibat
dalam upaya pendistribusian kembali (redistributive) untuk kepentingan kelas bawah dan
konsumen dalam rangka membangun masyarakat yang lebih adil. Demokrasi sosial adalah filsafat
politik, sosial dan ekonomi yang mendukung intervensi ekonomi dan sosial untuk mempromosikan
keadilan sosial dalam kerangka pemerintahan demokrasi liberal dan ekonomi campuran yang
berorientasi kapitalis. Protokol dan norma yang digunakan untuk mencapai hal ini melibatkan
komitmen untuk demokrasi perwakilan dan partisipatif, langkah-langkah untuk redistribusi
pendapatan, regulasi ekonomi untuk kepentingan umum dan ketentuan kesejahteraan sosial.
Ekonomi campuran secara beragam didefinisikan sebagai sistem ekonomi yang memadukan
unsur-unsur ekonomi pasar dengan unsur-unsur ekonomi terencana, atau pasar bebas dengan
intervensi negara, atau perusahaan swasta dengan perusahaan publik.

Kohesi dan solidaritas teritorial nasional


Kebijakan kohesi, adalah kebijakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ekonomi wilayah
dan juga untuk mengatasi kesenjangan wilayah. Kebijakan kohesi adalah strategi suatu negara
untuk meningkatkan dan mendukung 'perkembangan harmonis secara keseluruhan' dari wilayah-
wilayah di suatu negara.

Cara berpikir Keynesianisme telah menjadi inspirasi bagi ilmuan yang fokus meneliti tentang
kesenjangan antara wilayah atau kesenjangan antar negara dan ilmuwan yang berpandangan
perlunya intervensi pemerintah dalam mengatasi kesenjangan wilayah tersebut. Beberapa tokoh
ahli teori kesenjangan antar wilayah atau antar negara yang terinspirasi dari cara berpikir ekonomi
Keynesian antara lain Myrdal, Perroux, dan Friedman.

2.2 Pokok Pemikiran Teori Keynesian


Teori-teori Keynesian dalam pembangunan wilayah disebut juga teori-teori yang menjelaskan
terjadinya divergensi wilayah (perkembangan wilayah menuju polarisasi atau mengkutub pada
satu titik). Teori-teori tersebut antara lain teori basis ekspor (Export Base), teori sirkular dan kausal
kumulatif (Circular Cummulative Causation) (Myrdal), teori kutub pertumbuhan (Growth Pole)
(Perroux), dan teori inti-pinggiran (Core-Periphery) (Friedmann)
Teori Basis Ekspor
Teori basis ekspor menekankan pada sisi permintaan. Artinya, perbedaan pertumbuhan wilayah
ditentukan oleh perbedaan wilayah dalam pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang dijual di luar
wilayah dan atau luar negeri. Permintaan dari wilayah lain atas hasil produksi (output) di suatu
wilayah menentukan tingkat pertumbuhan wilayah tersebut. Dengan kata lain, menurut teori ini,
wilayah yang mengekspor lebih besar maka wilayah pengekspor tersebut wilayah yang lebih
tumbuh perekonomiannya.

Pendekatan basis ekspor juga sejalan dengan teori spesialisasi wilayah untuk pertumbuhan.
Wilayah cenderung mengkhususkan diri dalam produksi dan ekspor komoditas yang
menggunakan faktor-faktor yang wilayah tersebut unggul secara relatif melimpah dibandingkan
wilayah lain, secara intensif. Faktor-faktor produksi yang mendukung ekspor tersebut meliputi
bahan mentah, tenaga kerja, modal dan / atau teknologi (Armstrong dan Taylor 2000). Spesialisasi
dan keunggulan komparatif dalam teori basis ekspor Keynesian berbeda dengan teori Neo-Klasik.
Perbedaanya yaitu teori basis ekspor fokus pada spesialisasi dan keunggulan komparatif dalam hal
menyediakan dan mendukung produksi komoditas yang memiliki permintaan di luar wilayah atau
keunggulan komparatif pada komoditas yang bisa diekspor. Sedangkan pada teori Neo-Klasik
menekankan pada keunggulan komparatif efisiensi dan produktifitas faktor produksi (modal,
tenaga kerja, teknologi).

Respons wilayah terhadap permintaan dari wilayah lain (eksternal) mendorong pertumbuhan pada
sektor basis (sektor ekspor) dan pada sektor non-basis (sektor yang mendukung sektor basis).
Dengan kata lain, teori basis ekspor menekankan pentingnya spesialisasi dan dampak permintaan
dari wilayah lain (eksternal) untuk pertumbuhan produksi wilayah. Adapun besarnya permintaan
ditentukan oleh:
a. Harga barang yang diekspor di dalam wilayah itu,
b. Tingkat pendapatan wilayah lain,
c. Harga barang substitusi di pasar wilayah lain (eksternal).

Daya saing keunggulan komparatif (antar wilayah di dalam nasional maupun internasional) produk
ekspor suatu wilayah dibandingkan secara relatif terhadap yang ada di wilayah lain menentukan
pertumbuhan sektor ekspor tersebut. Kualitas produk dan layanan purna jual juga mempengaruhi
permintaan. Adapun di sisi penawaran, (faktor biaya produksi, termasuk upah, modal, bahan baku,
input dan teknologi) juga termasuk mempengaruhi daya saing produk ekspor wilayah tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan wilayah dalam
memproduksi barang yang banyak diminta wilayah lain atau mampu memproduksi barang yang
bisa diekspor ke wilayah lain, maka wilayah tersebut semakin tinggi pula pertumbuhan ekonomi
wilayahnya.

Teori Sirkuler dan Kausal Kumulatif (Circular and Cumulative Causation)


Akar konsep teori Circular and Cumulative Causation berakar pada Thorstein Veblen (1857-1929)
saat ia mengkaji tentang evolusi kelembagaan. Knut Wicksell (1851-1926) yang menggunakan
konsep ini dalam menjelaskan dinamika organisasi. Terkait kesenjangan kesejahteraan penduduk
dan kesenjangan wilayah, pada 1939, Myrdal menjelaskan kondisi penduduk Afrika Amerika dan
wilayah terbelakang di Asia dan di Eropa dengan konsep ini. Ilmuwan lainnya yang menggunakan
konsep ini dalam konteks pertumbuhan wilayah adalah Nicholas Kaldor yang menerapkan konsep
ini terkait peran manufaktur di dalam pertumbuhan kapitalis, ia terpengaruh oleh Allyn Young
(1876-1929). Yang menarik adalah, ada keterkaitan diantara para ilmuwan tersebut. Veblen
mempengaruhi Allyn Young, Allyn Young mengajar Kaldor; Myrdal mendapatkan konsep dari
Knut Wicksell. Myrdal dan Kaldor bertemu dan bekerja sama di United Nations (Economic
Commision for Europe) dan Kaldor (1970, 142) mendapatkan istilah teori ini dari Myrdal.
Ada dua teori Sirkular dan Kausal Kumulatif terkait penjelasan kesenjangan wilayah. Pertama
teori Myrdal yang mengambil cara pandang dari Keynesian dan Institusionalisme (sosio ekonomi)
atau dengan kata lain Myrdal menjelaskan kesenjangan wilayah dengan memasukkan faktor-faktor
ekonomi dan non ekonomi. Kedua, teori Kaldor yang menjelaskan hanya dari sisi faktor-faktor
ekonomi.

Teori Sirkular dan Kausal Kumulatif Myrdal


Gunnar Myrdal telah mengklaim di dalam beberapa tulisannya bahwa hukum umum di dalam
ekonomi klasik/neo klasik tidak tepat diterapkan di dalam pembangunan negara-negara dan
wilayah-wilayah terbelakang (miskin). Ia mengkaji berdasarkan pengalaman lapangan 1956-1957
saat bekerja di United Nation yang kemudian dituangkan ke dalam tiga publikasi yang signifikan:
An International Economy: Problems and Prospects; Development and Underdevelopment: A
Note on the Mechanism of National and International Inequality (National Bank of Egypt 50th
Anniversary Commemoration Lectures); and Economic Theory and Underdeveloped Regions.
Secara umum, esensi dari isi buku tersebut sama saja, dan salah satu kontribusi utamanya dalam
menjelaskan kesenjangan wilayah adalah teori Circular and Cumulative Causation.

Para reviewer buku-buku tersebut beragam pendapat dalam mengomentari dan mengkritisi buku-
buku karya Myrdal. Ada yang menolak ada yang menerima dengan antusias. Bauer, misalnya,
merasa kecewa karena buku terlalu sedikit menyediakan pengetahuan baru atau pandangan baru.
Dan perhatian fokus pada upaya mempromosikan kebijakan daripada mempromosikan
pengetahuan. Reviewer seperti R. A. Easterlins, R. F. Mikesells and G. M Meier menyatakan
bahwa buku-buku Myrdal merupakan buku-buku yang paling provokatif yang ditulis pada
masalah-masalah negara-negara miskin.

Salah satu konsep utama yang diusulkan oleh Myrdal terkait penjelasan kesenjangan wilayah
adalah konsep Teori Circular and Cumulative Causation. Berikut ini adalah ulasannya. Teori ini
menyatakan bahwa proses pertumbuhan wilayah cenderung terjadi secara melingkar dan kumulatif
terkumpul pada suatu wilayah, yang pada akhirnya menghasilkan pertumbuhan wilayah yang tidak
seimbang. Pertumbuhan di wilayah maju yang menurut teori Neo-Klasik dapat menguntungkan
wilayah tertinggal melalui efek ‘spread’, tidak terjadi, yang terjadi adalah efek backwash yang
selanjutnya dapat memperkuat kesenjangan dengan mendorong aliran modal dan tenaga kerja dari
wilayah yang tertinggal ke wilayah yang maju.
Pendidikan dan Keterampilan Lemahnya percaya
yang rendah dan berjejaring

Pendapatan yang Miskin dan Tertinggal Diskriminasi


rendah

Kesehatan badan dan Kebiasaan dan norma-


kejiwaan yang buruk norma yang buruk

Gambar 1 Kausalitas Sirkuler dan Kumulatif Pada Wilayah Yang Semakin Miskin dengan
Pendekatan Myrdal (“Lingkaran Setan Kemiskinan”)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa kemiskinan dan keterbelakangan secara historis dikaitkan
dengan enam faktor utama dengan cara yang kompleks. Faktor-faktor ini termasuk pendidikan dan
pekerjaan (modal manusia), kepercayaan dan jaringan (modal sosial), prasangka dan diskriminasi
(modal asosial), kebiasaan, norma dan adat istiadat (modal budaya), nutrisi dan psikologis (modal
kesehatan), serta pendapatan dan kekayaan (modal finansial).
Permintaan domestik yang Sangat yakin Investasi (aset
tinggi (C dan G) produktif) yang tingggi

Ekspor neto tinggi Produktivitas


tinggi

Inovasi yang tinggi


Stabilitas
pendapatan negara-
negara di dunia

Gambar 1 Kausalitas Sirkuler dan Kumulatif Pada Wilayah Yang Semakin Kaya dengan
Pendekatan Kaldor
Gambar tersebut menunjukkan bagaimana permintaan adalah inti dari masalah, dan bahwa itu
saling bergantung dengan penawaran. Tingkat permintaan domestik yang kuat dengan sendirinya
dan dalam kaitannya dengan faktor-faktor lain, dapat membantu menyediakan lingkungan di mana
kepercayaan relatif tinggi (ketidakpastian rendah), sehingga merangsang investasi pada tingkat
yang relatif tinggi. Investasi dapat menghasilkan peningkatan produktivitas melalui skala
ekonomi, ruang lingkup, dan learning by doing (LBD) (Hukum Verdoorn), dengan aglomerasi
spasial, infrastruktur, dan eksternalitas komunikasi yang memainkan peran penting; serta melalui
inovasi. Oleh karena itu, permintaan dan penawaran saling bergantung secara sistem, dan bukan
analisis supply-demand biasa atau bukan analisis ortodoksi independen (persediaan) dan dependen
(permintaan) biasa. Tingkat pendapatan domestik yang kuat memacu produktivitas, yang
merangsang ekspor neto, terutama jika sistem keuangan internasional stabil dan produktif daripada
terlalu spekulatif.

Uraian teori Kausalitas Sirkuler dan Kumulatif baik ala Myrdal maupun ala Kaldor menyatakan
bahwa wilayah kekayaan perekonomian lama-kelamaan akan cenderung terakumulasi di suatu
wilayah yang sudah sejahtera terlebih dahulu, sementara wilayah yang miskin (tertinggal) akan
tetap terjebak dalam kemiskinannya (ketertinggalannya).

TEORI KUTUB PERTUMBUHAN


Teori kutub pertumbuhan mengacu pada sebab akibat kumulatif juga, khususnya hubungan
potensial antara industri penggerak (purpolsive industry) yang mampu menghasilkan pertumbuhan
yang diinduksi melalui hubungan antar-industri - baik ke belakang (backward linkages) maupun
ke depan (forward linkages) melalui rantai pasokan (Hirschman 1958) - dan pertumbuhan industri
lokal (Perroux 1950). Pusat atau kutub pertumbuhan bisa muncul, dihasilkan oleh ekonomi
aglomerasi, untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan wilayah. Menurut teori ini,
perkembangan ekonomi wilayah akan memusat atau mengkutub (polarisasi) di suatu wilayah yang
memiliki aglomerasi industri penggerak perekonomian wilayah atau industri yang memiliki efek
pengganda dan keterkaitan ke belakang (backward linkages) maupun ke depan (forward linkages).
Secara ringkas, pokok pemikiran Keynesian dalam pembangunan wilayah antara lain:
• Teori-teori Keynesian menjelaskan alasan mengapa kesenjangan pertumbuhan wilayah
tetap terjadi dan bahkan direproduksi dari waktu ke waktu dalam perekonomian yang
bertumpu pada mekanisme pasar bebas. Teori-teori tersebut antara lain teori basis
ekspor, teori kausalitas sirkuler dan terakumulasi, teori kutub pertumbuhan dan model
inti pusat (core-periphery)
• Model Keynesian berfokus pada peran permintaan (demand) daripada penawaran
(supply) dalam menjelaskan pertumbuhan suatu wilayah.
• Menurut teori Keynesian, Pasar bebas dilihat sebagai sesuatu yang berpotensi
meningkatkan kesenjangan daripada mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial antar
wilayah, karena kekuatan pasar bebas, jika dibiarkan berjalan, secara spasial
pertumbuhan ekonomi tetap tidak seimbang.
• Menurut teori Keynesian, pada perekonomian pasar bebas, terjadi aglomerasi industri
yang mengarah pada konsentrasi kumulatif modal, tenaga kerja, dan output di wilayah
tertentu (mengkutub atau terpolarisasi) dengan mengorbankan wilayah yang lain.

Penyebab kesenjangan wilayah


Teori Keynesian berpandangan bahwa penyebab kesenjangan wilayah antara lain deregulasi atau
liberalisasi pasar (pasar bebas), masalah lemahnya ekonomi secara struktural (structural
weaknesses), rendahnya investasi (low investment), terjadinya pengurasan modal menuju wilayah
yang lebih maju (drain of capital to developed regions), partisipasi pemerintah yang tidak
memadai dalam pembangunan wilayah (inadequate and insufficient government participaton in
regional development).
a. Deregulasi dan liberalisasi pasar. Teori Keynesian berpandangan bahwa deregulasi atau pasar
bebas berdampak negatif bagi pemerataan ekonomi wilayah.
b. Kelemahan Struktural (Structural weaknesses). Kelemahan struktural termanifestasi dalam
defisit perdagangan dan kerentanan terhadap semua jenis guncangan, dari suplai pangan
hingga guncangan harga minyak. Kelemahan struktural akan mudah terekspos oleh krisis
global. Masalah-masalah struktural ekonomi wilayah antara lain produktivitas rendah,
intensitas ekspor rendah, ketergantungan pada impor, rendahnya tabungan nasional, investasi-
investasi yang tidak menguntungkan oleh pelaku usaha, beban hutang swasta dan publik yang
besar, emigrasi populasi yang produktif dan aktif secara ekonomi ke wilayah lain, investasi
bisnis yang rendah, lemahnya pertumbuhan produktivitas, pengangguran struktural,
pengurangan struktural dalam manufaktur, defisit perdagangan struktural, defisit fiskal
struktural, kurangnya daya kompetisi (daya saing) di banyak pasar, ketimpangan struktural,
masalah struktural di pasar perumahan, kurang pendanaan struktural layanan public.
c. Investasi yang rendah (low investment) . Teori Keynesian berpandangan bahwa rendahnya
investasi mengakibatkan kesenjangan wilayah.
d. Perpindahan (pengurasan) modal yang terus-menerus dari wilayah miskin ke wilayah yang
maju mengakibatkan wilayah miskin tetap miskin, wilayah kaya semakin kaya (drain of
capital to developed regions)
e. Ketidakcukupan partisipasi pemerintah dalam pembangunan wilayah (inadequate and
insufficient government participaton in regional development). Penyebab kesenjangan
wilayah menurut teori Keynesian adalah karena pemerintah kurang mengintervensi dalam
pembangunan, kurang dukungan pendanaan dalam pembangunan.

2.3 Definisi Pembangunan Wilayah dan Kebijakan Pembangunan Wilayah dengan


Pendekatan Keynesian
Teori ini secara umum mendefinisikan “pembangunan wilayah” adalah upaya yang memerlukan
intervensi pemerintah atau upaya pembangunan yang tidak dilepaskan pada mekanisme pasar,
dalam rangka mengurangi kesenjangan (disparitas) wilayah atau dalam rangka mencapai
pembangunan antar wilayah yang seimbang. Jika diserahkan pada mekanisme pasar maka akan
terjadi divergensi wilayah yaitu kecenderungan terjadinya polarisasi pertumbuhan wilayah hanya
terjadi pada wilayah tertentu.

Pendekatan untuk memperbaiki wilayah yang tertinggal


Pendekatan untuk memperbaiki wilayah yang tidak unggul menurut pendekatan Keynesian antara
lain:
a. Kebijakan Proaktif di Tingkat Wilayah
Sebuah pendekatan proaktif fokus pada mengatasi masalah sebelum masalah tersebut muncul.
Kebijakan proaktif dapat bisa lebih menantang dalam hal kesulitan secara politis untuk
mendapatkan persetujuan dari pengambil keputusan kebijakan untuk berkomitmen mendukung
dengan anggaran dan sumber daya yang ada untuk mengatasi masalah yang belum terjadi.

b. Investasi Publik Pada Infrastruktur


Teori Keynesian berargumentasi bahwa di dalam ekonomi bisa terjadi depresi dan kegagalan
pasar, oleh karena itu tingginya pengeluaran publik diperlukan untuk memperbaiki perekonomian
mencapai level yang tinggi dalam memberikan lapangan pekerjaan. Ini berimplikasi pada perlunya
investasi publik di infrasruktur akan meningkatkan pendapatan ekonomi wilayah. Investasi publik
sebagai prinsip di dalam makroekonomi sebagai alat untuk meningkatkan pertumbuhan jangka
panjang (Seccareccia, 2011). Penelitian empiris dilakukan oleh Milbourne, dkk (2003) terkait
hubungan investasi publik dan pertumbuhan ekonomi. Mereka mengungkap bahwa ada hubungan
kontribusi yang signifikan antara investasi publik terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan Pembangunan Wilayah


Kebijakan pembangunan wilayah untuk mengatasi kesenjangan antar wilayah menurut teori
Keynesian antara lain:
a. Bantuan untuk wilayah secara ekstensif (Extensive regional aid)
Bantuan wilayah adalah uang yang diberikan oleh pemerintah untuk membantu wilayah yang
mengalami masalah ekonomi. Kriteria wilayah yang dibantu:
• Wilayah yang memiliki standar hidup yang rendah
• Kawasan tertentu yang perlu dibangun yang membutuhkan bantuan
Contoh di Indonesia sejenis dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana otonomi khusus,
dana desa.
Tujuan dari kebijakan ini: untuk meningkatkan perekonomian wilayah yang tertinggal dan untuk
meningkaatkan kohesi ekonomi wilayah.

b. Bantuan Otomatis (Automatic assistance) atau Subsidi modal dan tenaga kerja secara otomatis
(Automatic capital and labour subsidies)
“Automatic Assistance”, adalah bantuan finansial yang diberikan kepada perusahaan-
perusahaan jika perusahaan menetap di wilayah yang tidak unggul atau wilayah yang
mengalami permasalahan ekonomi. Seiring dengan bantuan otomatis, hibah modal dapat
diberikan kepada perusahaan yang menetap di wilayah yang kurang unggul, bahkan tanpa
syarat, dan bahkan, banyak bantuan finansial dapat diberikan kepada proyek-proyek yang
menciptakan sedikit pekerjaan (Vanhove (2000).
c. Desentralisasi kewenangan dalam meregenerasi ekonomi wilayah dari nasional ke pemimpin-
pemimpin dan lambaga-lembaga di tingkat sub nasional (Decentralisation of regional
regeneration powers to local and regional agencies and authorities)
Regenerasi ekonomi mengacu pada kebangkitan kembali ekonomi wilayah dan berkaitan
dengan perbaikan di dalam daya saing dan kemakmuran ekonomi. Ini juga sering terkait
dengan peningkatan investasi ke dalam dan relokasi bisnis ke wilayah yang mengalami
penurunan. Regenerasi wilayah adalah pembaruan kembali dan perbaikan wilayah dari sisi
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Regenerasi ekonomi bertujuan untuk memperkuat ekonomi
lokal dan menciptakan kesejahteraan dengan mengatasi ketiadaan pekerjaan, istilah yang
digunakan untuk peningkatan penciptaan lapangan kerja.
d. Pengendalian pembangunan industri
Kebijakan industri adalah segala jenis intervensi selektif atau kebijakan pemerintah yang
berupaya mengubah struktur produksi ke sektor-sektor yang diharapkan menawarkan prospek
yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi daripada yang akan terjadi tanpa adanya
intervensi tersebut” (Pack and Saggi, 2006).
e. Investasi infrastruktur (infrastructure investment)
f. Perencanaan spasial (rencana tata ruang)
g. Nasionalisasi industri
h. Pengelolaan kota dan pembangunan kota baru
i. Stimulasi atau dukungan untuk industry yang berorientasi ekspor (export base stimulation)
j. Inovasi kelembagaan perekonomian
k. Pembangunan kawasan-kawasan industri yang bisa menggerakkan efek berganda, seperti
industry otomotif, kimia, di wilayah yang tertinggal. Contoh di Indonesia seperti Kawasan
Ekonomi Khusus yang dibangun di luar Jawa.
REFERENSI
Mario Seccareccia. The Role of Public Investment as Principal Macroeconomic Tool to Promote
Long-Term Growth. Journal International Journal of Political Economy Volume 40, 2011 - Issue
4. Pages 62-82

R. Milbourne , G. Otto & G. Voss Public investment and economic growth. Journal Applied
Economics Volume 35, 2003 - Issue 5. Pages 527-540
Regional Policy: A European Approach. By Norbert Vanhove

Myrdal, G. (1957) Economic Theory and Underdeveloped Regions. London: Duckworth

Perroux, F. (1950) Economic space: theory and applications, Quarterly Journal of Economics, 64
(1): 89–104
Kaldor, N. (1970) The case for regional policies, Scottish Journal of Political Economy, 18:
337–348.
Kaldor, N. (1981) The role of increasing returns, technical progress and cumulative causation in
the theory of international trade and economic growth. In F. Targetti and A. Thirlwall (eds),
The Essential Kaldor. London, Duckworth, 327–350

Anda mungkin juga menyukai