BERSAMA EVANGELII GAUDIUM ISI BAB II I. Beberapa Tantangan Dunia Sekarang : O Tidak kepada ekonomi pengecualian O Tidak kepada berhala baru: uang O Tidak kepada sistem finansial yang menguasai daripada melayani O Tidak kepada ketidaksetaraan yang membuahkan kekerasan O Beberapa perubahan budaya O Tantangan-tantangan untuk menginkulturasi iman O Tantangan-tantangan dari budaya urban II. Godaan-godaan yang Dihadapi oleh Para Pekerja Pastoral: O Ya pada tantangan spirituaitas misioner O Tidak kepada keegoisan dan kemalasan rohani O Tidak kepada pesimisme yang mandul O Ya kepada hubungan-hubungan baru yang dibawa oleh Kristus O Tidak kepada keduniawian rohani O Tidak kepada perang antara kita sendiri O Tantangan-tantangan gerejawi lainnya Tantangan-tantangan Zaman O Fransiskus menekankan soal cara kita “membaca tanda-tanda zaman” (EG 51). O Globalisasi Ketidakpedulian: menarik orang pada hidup invidualisme (EG 67; EG 62) O Globalisasi jika tidak hati-hati akan membahayakan kita (EG 77). Relasi dengan Allah yang mendalam tidak tampak nyata dalam hubungan dengan sesama (EG 78). O Terjadinya Relativisme, pragmatisme, korupsi, kekerasan, ketidakadilan, budaya urban, kapitalisme, konsumerisme dan lain sebagainya. O “tidak bagi ekonomi yang menyingkirkan”, “tidak pada berhala baru bernama uang”, “tidak untuk uang yang memerintah dan bukan melayani”, “tidak bagi ketimpangan yang melahirkan kekerasan”, “tidak untuk kemalasan yang egoistis”, “tidak bagi pesimisme yang mandul”, “tidak pada mondanitas spiritual”, “tidak untuk perang di antara kita”. O Persoalan ini seharusnya mengganggu ketenangan nurani kemanusiaan setiap orang beriman. “Hati nurani telah tumpul” EG 2. O Umat Katolik perlu segera menyadari bahwa “sebagai anak-anak dari jaman ini, kita semua dalam pelbagai cara berada di bawah pengaruh budaya-budaya aktual yang terglobalisasi, yang, walaupun menghadirkan pada kita nilai-nilai dan peluang baru, dapat membatasi kita, mengkondisikan kita dan bahkan membuat kita sakit” (EG 77). O Keluarga pun mengalami krisis ini. O Keluarga harusnya menjadi tempat perlindungan, tempat di mana setiap orang menemukan ketentraman dan kedamaian (EG 66) dan menjadi BENTENG (EG 67). O Akar dari semua persoalan ini ditemukan dalam proses sekularisasi, di mana iman menjadi urusan privat saja (EG 64). O Fransiskus mengkritik soal berhala baru yakni UANG (EG 55-56). (Contoh kasus Kardinal Angelo Becciu-wakil sekretariat negara dan kepala departemen yang memilih santo-santa) O Paus Fransiskus berulang-ulang dan dengan berbagai ekspresi mengajak semua orang kristen dan terutama kalangan pemimpin Gereja untuk segera melakukan pertobatan yang sejati. O Semua harus memeriksa batin, tutur kata, sikap dan perilakunya dalam menjalankan segenap aktivitas, menjalin relasi dan interaksi dengan sesama, lebih khusus lagi dengan kaum miskin dan terpinggirkan. GODAAN-GODAAN YANG DIHADAPI OLEH PARA PEKERJA PASTORAL O Pesimisme Jangan sampai jatuh pada PESIMISME RADIKAL: karakter khas orang yang hidup tanpa Allah, Lebih suka akan spiritualitas pribadi dan Teologi Kemakmuran tanpa solidaritas bagi kaum miskin (EG 90). “PESIMISME MELAHIRKAN EGOISME” Kita dalam berpastoral, terkadang terlalu banyak mengeluh, pesimis dan protes dibandingkan melakukan ‘proses’ yang terjadi (bdk. EG 7, 85). O Kita perlu merengkuh pengorbanan dan bukan keegoisan. “Pengorbanan yang kita perlihatkan akan menghasilkan pengorbanan pada orang lain. Begitupun dengan keegoisan” O Oleh karena itu, Fransiskus mengingatkan agar kita jangan menutup diri, karena hal itu akan menjadikan kita mencicipi racun pahit imanensi, dan kemanusiaan akan menjadi lebih buruk untuk setiap pilihan egois yang dibuat (EG 87). Egoisme adalah nafsu yang mengancam kita semua (EG 263). Kita harus selalu mengatakan tidak pada keegoisan (bdk. EG 81-83). O Secara khsusus Paus Fransiskus mengkritik “sekarang ini dapat kita jumpai pada petugas-petugas pastoral, termasuk kaum berjubah suatu kecemasan yang berlebihan bagi ruang pribadi demi otonomi dan distensi yang mendorong orang menghidupi tugas-tugas pribadi sebagai suatu lampiran hidup semata... O Banyak pekerja pastoral, meskipun mereka berdoa, mengidap semacam rasa rendah diri yang membuat mereka menisbikan atau menyembunyikan identitas Kristiani dan keya-kinan mereka. Hal ini menyebabkan suatu “lingkaran setan”. Mereka menjadi tak bahagia dengan siapa diri mereka dan apa yang mereka lakukan. KLERIKALISME O Berbenah dari Dalam O Selama ini para pemimpin gereja berlaku seolah-olah mereka adalah orang yang suci, murni dan sempurna, terlepas dari segala bentuk godaan hawa nafsu, tanpa kelemahan dan kecemasan. Paus Fransiskus melukiskan, “kita sering bersikap sebagai para pengontrol rahmat dan bukan sebagai fasilitator” (EG 47). O Hati-hati dengan “Relativisme praktis”. Hal ini tampak dalam bertindak seolah- olah Allah tidak ada, dengan membuat keputusan-keputusan seolah-olah kaum papa tidak ada, menetapkan tujuan-tujuan seolah-olah orang lain tidak ada, bekerja seolah-olah tak ada orang yang belum menerima Injil. O Klerikalisme adalah sikap yang menikmati jabatan karena ambisi, status, kuasa, dan hal-hal duniawi yang menjadi bagian dari jabatan itu. Sikap yang tidak terhubung dengan kehidupan yang lahir dari dunia sempit yang hanya dihuni oleh diri sendiri dengan segala ambisi dan kebutaannya. Sikap hidup yang menutupi kerapuhan dirinya dengan mencari kuasa dan status. (Bagus Laksana, SJ, Broken 2017). O Awam kurang dilibatkan dan kurang dibina karena KLERIKALISME Imamat yang Berlebihan (lih. EG 102). O Dengan begitu kita temukan pada banyak petugas pastoral evangelisasi, meskipun berdoa, mereka memberikan aksentuasi pada individualisme, krisis identitas dan kepudaran semangat” (EG 78). O Kaum awam pun “berusaha lari dari tugas-tugas yang dapat menyita waktu luang mereka”, ditemukan pula katekis-katekis yang “tak trampil untuk paroki-paroki” dan “para imam yang sibuk dengan obsesi mereka pada momen privat” (EG 81). “KLERIKALISME PRAKTIS MELAHIRKAN KESOMBONGAN RADIKAL” Katakan “Tidak” pada PERANG INTERNAL
O Permasalahan ini tidak disebabkan oleh aktivitas yang
berlebihan, tetapi aktivitas yang dihidupi secara keliru, tanpa motivasi yang memadai, tanpa spiritualitas yang menjiwai kegiatan dan membuatnya menarik”, sehingga “tugas-tugas lebih melelahkan dan kerap kali membuat sakit (EG 82). O Tantangan dan godaan dari internal gereja dapat diringkas dengan keprihatinan mendalam Paus Fransiskus sendiri. “Karena itu, sungguh sangat menyedihkan saat mendapatkan bagaimana di beberapa komunitas kristiani dan bahkan di antara kelompok yang berkaul, disediakan ruang bagi berbagai bentuk kebencian, perpecahan, fitnah, penghinaan, balas dendam, kecemburuan, kemauan untuk memaksakan kehendak sendiri dengan harga apapun sampai pada penganiayaan yang tampak seperti tiada berujung. Siapa yang hendak kita injili dengan tingkah laku yang demikian?” (EG 100).