Anda di halaman 1dari 9

Manajemen HIV/AIDS

1. FAKTOR RISIKO PENULARAN HIV/ AIDS

Penelitian di Nicaragua 2013


Penelitian di Cina tahun
heteroseksual,
2012, resiko HIV/AIDS
Pengetahuan ttg HIV/AIDS –
sikap dan kesadaran tentang HIV/AIDS,
homoseksual,
tingkat kemiskinan,
heteroseksual
tingkat migrasi,
suntik.
jarak tempat tinggal jauh dari pelayanan kesehatan

Menurut Susilowati faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian HIV/AIDS di


RSUP Dr Karyadi Semarang menyatakan ada pengaruh riwayat pernah menderita
menderita PMS, riwayat dalam keluarga yang HIV/AIDS, serta tingkat pendidikan yang
rendah.

2
Menurut data dari Ditjen PP & PL, (2014) bahwa persentase faktor risiko HIV
tertinggi terjadi pada tiga perilaku yang berisiko tinggi yaitu

seks komersial yang tidak terlindungi (57%),


berbagi alat suntik dikalangan pengguna NAPZA (4%) lelaki
seks dengan lelaki yang tidak terlindung (15%)

Faktor lain yang menjadi resiko penyebaran HIV diantaranya:


Penggunaan obat IV yang menggunakan jarum suntik bersama.
Senggama yang tidak menggunakan perlindungan
Penularan lewat plasenta
Riwayat penyakit menular seksual
Gaya hidup homoseksual
Kontak dengan darah terinfeksi

3
2. Tahap Penyebaran HIV

Adapun perjalanan virus ini


1. Sex anal/vagina dgn seseorg yg pos HIV dalam tubuh manusia untuk
baik dgn lawan jenis (heteroseksual) atau
sesama jenis (hemoseksual). bereplikasi terbagi dalam 3 fase,
2. Melakukan transfusi darah dan yaitu
transplantasi organ yang tercemar HIV.
3. Alat/jarum suntik/alat tusuk lainnya 1.Fase Infeksi Akut (Sindroma
(akupuntur, tindik, tatto) yang tercemar Retroviral Akut),
oleh HIV.
4. Ibu hamil mengidap HIV kepada janin 2.Fase Infeksi Laten, dan
yang dikandungnya, melalui proses 3.Fase Infeksi Kronis.
persalinan dan melalui pemberian ASI.
(Rahmawati, 2019)

4
3. Empat Komponen PMTS
(Pencegahan HIV-AIDS melalui Transmisi Seksuala)

a. Peningkatan peran positif pemangku


kepentingan.
b. Komunikasi perubahan perilaku
c. Manajemen pasokan kondom dan pelicin
d. Penatalaksanaan IMS dan HIV.

5
4. Tahapan Pelaksanaan Komunikasi Perubahan Perilaku

 Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) adalah kegiatan komunikasi yang


dilakukan secara sistematis untuk memenuhi kebutuhan wanita pekerja seks agar
selalu berperilaku aman dan berfokus pada pola pikir, nilai-nilai yang dianut dan
perilaku. KPP dilakukan melalui proses interaktif yang melibatkan wanita pekerja
seks untuk mempromosikan, mengembangakan dan memelihara perilaku aman
dalam berhubungan.
 Tujuan KPP ini yaitu ; mengubah perilaku wanita pekerja seks secara kolektif baik
tingkat individu, kelompok dan komunitas sehingga kerentanan wanita pekerja
seks terhadap HIV akan berkurang. (Hubaybah, 2016). Oleh sebab itu, sosialisasi
harus terintregasi dalam aktifitas pemberdayaan dan dilakukan secara terus
menerus untuk memampukan masyarakat menanggulangi masalah-masalah secara
mandiri dan berkesinambungan.
6
5. Populasi Kunci Infeksi HIV/AIDS

Populasi kunci sendiri merupakan kelompok populasi yang menentukan


keberhasilan program pencegahan dan pengobatan, sehingga mereka perlu
ikut aktif berperan dalam penanggulangan HIV/AIDS, baik bagi dirinya
maupun orang lain. Populasi ini adalah:
a.Orang beresiko tetular yaitu perilaku seksual beresiko yang tidak
terlindung, bertukar alat suntik steril.
b.Orang yang rentan terhadap penularan HIV, seperti buruh migran,
pengungsi dan kalangan mudah beresiko
c.ODHA (orang dengan HIV/AIDS) yang sudah terinfeksi HIV

7
6. Program Cross Cutting

Cross Cutting yang berarti Bersinggungan. Biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu
kelompok yang juga merupakan kelompok spesifik lainnya seperti anak yang mengidap HIV-
AIDS.
Program cross cuting yaitu rumah cemara adalah sebuah organisasi komunitas yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan konsumen
narkoba di Indonesia.
Sasarannya Rumah Cemara adalah individu termarginalkan terutama konsumen NAPZA
ilegal yang menyuntikannya maupun tidak, pengidap HIV atau yang juga dikenal sebagai
orang dengan HIV-AIDS (ODHA), homoseks atau lelaki yang berhubungan seks dengan
lelaki (LSL), waria, dan kelompok yang bisa saja bersinggungan (cross-cutting) seperti LSL
yang terinfeksi HIV, mengonsumsi NAPZA, sekaligus menjajakan seks. Kelompok yang bisa
saja bersinggungan tersebut antara lain penjaja seks, anak belia, wanita, anak-anak, serta
kelompok termarginalkan seperti anak jalanan.

8
9

Anda mungkin juga menyukai