Anda di halaman 1dari 48

DIPHTERI

Inayah, S.Gz.,M.Si.,RD
Difteri........????

 Suatu penyakit infeksi toksik akut yang


menular
 Disebabkan oleh corynebacterium diphtheriae
 Yang sering diserang adalah saluran
pernafasan bagian atas
 Dengan tanda khas pseudomembran
Bagian yang sering diserang

 terutama menyerang tonsil,


 faring,
 laring,
 hidung,  
 adakalanya menyerang selaput lendir atau
kulit
 serta kadang-kadang konjungtiva
 atau vagina
Etiologi......

 Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium


diphtheriae
 ditularkan melalui percikan ludah yang
berasal dari batuk penderita atau benda
maupun makanan yang telah terkontaminasi
oleh bakteri.
 bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar
permukaan selaput lendir mulut atau
tenggorokan dan menyebabkan peradangan
 Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan
toksin yang sangat kuat, yang dapat
menyebabkan kerusakan pada
jantung dan otak.
Manifestasi klinik

 Sangat tergantung pada imunitas tubuh


 Lokasi penyakit
 Anatomis
 Umur
 penyakit sistemik penyerta
 penyakit-penyakit  pada  daerah  nasofaring
yang sudah ada sebelumnya.
 Masa tunas 2-6 hari
 Demam tidak lebih dari 38,9°C
Difteria Hidung
 Pada permulaan mirip common cold
 Sekret hidung berangsur menjadi
serosanguinous kemudian mukopurulen 
menyebabkan lecet  pada  nares dan bibir atas.
 pada  pemeriksaan  tampak membran putih
pada daerah septum nasi.
Difteria Tonsil - Faring

 Gejala anoroksia,
 malaise,
 demam ringan,
 nyeri menelan.
 Setelah 1-2  hari akan timbul membran yang
melekat, berwarna  putih-kelabu dan dapat 
menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke
uvula  dan palatum molle atau ke distal ke
laring dan trachea.
Difteria Laring

 Pada diphtheria laring primer gejala toksik


kurang nyata, tetapi lebih berupa gejala
obstruksi saluran nafas atas
Difteria Kulit, konjungtiva dan telinga

 Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi


jelas dan terdapat membran pada dasarnya.
Kelainan cenderung menahun.
 Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan
membran pada konjungtiva palpebra.
 Pada telinga berupa otitis eksterna dengan
sekret purulen dan berbau.
Patofisiologi

 Corynebacterium diphteriae masuk kehidung atau


mulut dimana basil akan menempel di mukosa saluran
nafas bagian atas, kadang-kadang kulit, mata atau
mukosa genital.
 Setelah 2-4 jam hari masa inkubasi kuman dengan
corynephage menghasilkan toksik yang mula-mula
diabsorbsi oleh membran sel,
 kemudian penetrasi dan interferensi dengan sintesa
protein bersama-sama dengan sel kuman
mengeluarkan suatu enzim penghancur terhadap
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD).
 sintesa protein terputus karena enzim dibutuhkan
untuk memindahkan asam amino dan RNA
dengan memperpanjang rantai polipeptida
akibatnya terjadi nekrose sel yang menyatu
dengan nekrosis jaringan
 membentuk eksudat yang mula-mula dapat
diangkat,
 produksi toksin kian meningkat dan daerah infeksi
makin meluas akhirnya terjadi eksudat fibrin,
perlengketan dan membentuk membran yang
berwarna dari abu-abu sampai hitam tergantung
jumlah darah yang tercampur
 dari pembentukan membran tersebut apabila
diangkat maka akan terjadi perdarahan dan
akhirnya menimbulkan difteri.
 Hal tersebut dapat menimbulkan beberapa
dampak antara lain sesak nafas sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif,
anoreksia sehingga penderita tampak lemah
sehingga terjadi intoleransi aktifitas.
Penatalaksanaan medis

 Pengobatan umum dengan perawatan yang


baik, isolasi dan pengawasan EKG
 ADS (Antidifteri serum),
 Antibiotik
 Kortikosteroid
 Trakeostomi
Nutrisi...???

 Sulit menelan
 Paralisis
 Pra dan post trakeostomy
PERTUSIS
Batuk Rejan
Apakah Pertusis???

 Whooping cough
 disebut sebagai batuk 100 hari
 Dikenal sejak tahun 1500
 disebabkan oleh infeksi tenggorokan
 Disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis
merupakan kuman gram (-)
 Manusia adalah Host satu-satunya
Cara penularan

 Percikan ludah

 Masa tunas 7-14 hari


 Infeksi berlangsung 6-10 minggu
 Infeksi berkembang dengan 3 tahapan
(kataralis, spasmodik, konvalens)
Gejala ...................

 Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah


terinfeksi. 
 Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan,
trakea dan saluran nafas lainnya sehingga
terbentuk lendir yang semakin banyak.
 Pada awalnya lendir yang terbentuk encer,
tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Stadium Kataralis

 Lamanya 1-2 minggu.


 Stadium ini menyerupai influenza
 Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk
ringan, terutama pada malam hari.
 Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah
berat dan terjadi siang dan malam.
 Gejala lainnya ialah pilek, serak dan
anoreksia.
Stadium Spasmodik
 Lamanya 2-4 minggu.
 batuk makin bertambah berat dan terjadi
paroksismal berupa batuk-batuk khas.
 Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah
leher dan muka melebar.
 tampak gelisah dengan muka merah dan sianotik.
 Serangan batuk panjang, tidak ada inspirium
diantaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan
nafas panjang dan dalam berbunyi melengking).
 Sering disertai muntah dan banyak sputum yang
kental.
 Anak dapat terberak-berak dan
terkencing-kencing.
 Kadang-kadang pada penyakit yang berat
tampak pula perdarahan subkonjungtiva
dan epistaksis
 meningkatnya tekanan pada waktu
menangis dapat menimbulkan serangan
batuk.
 Dalam bentuk ringan tidak terdapat
whoop, muntah atau batuk spasmodik.
Stadium Konvalensi
 Lamanya kira-kira 2 minggu sampai sembuh.
 Pada minggu keempat jumlah dan beratnya
serangan batuk berkurang,
 muntah berkurang,
 nafsu makan pn timbul kembali.
 Ronkhi difus yang terdapat pada stadium
spasmodik mulai menghilang.
 Infeksi semacam “common cold” dapat
menimbulkan serangan batuk lagi.
Patofisiologi

 Lesi biasanya terdapat pada bronkus dan


bronkiolus,
 mungkin terdapat perubahan-perubahan pada
selaput lendir trakea, laring dan nasofaring.
 Basil biasanya bersarang pada silia epitel torak
mukosa, menimbulkan eksudasi yang
mukopurulen.
 Lesi berupa nekrosis bagian basal dan tengah sel
epitel torak, di sertai infiltrat neutrofil dan
makrofag.
 Lendir yang terbentuk dapat menyumbat
bronkus kecil sehingga dapat menimbulkan
emfisema dan atelektasis.
 Eksudasi dapat pula sampai ke alveolus dapat
menimbulkan infeksi sekunder.
 Kelainan-kelainan paru itu dapat
menimbulkan bronkiektasis.
Komplikasi

1. Saluran pernafasan
otitis media, bronkitis, pneumonia,dll
2. Saluran Pencernaan
muntah,Prolapsus rektum hernia, ulkus
pada ujung lidah, stomatitis, dll
3. Susunan syaraf
epitaksis, perdarahan pada
subkonjingtiva,dll
Penatalaksanaan medis

 Antibiotika
 Ekspektoransia
 Kodein
 Luminal sebagai sedative
TETANUS
Tetanus adalah............

 Kelainan neurologik
 Ditandai dengan tonus dan spasme otot
 disebabkan oleh tetanospasmin (toksin protein
kuat) yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani
 Terdapat dalam beberapa bentuk klinis
 Termasuk penyakit yang generalisata,
nonatal, terlokalisasi
C. Tetani
 Kuman gram positif
 Bentuk batang
 Anaerob
 Yang membentuk spora terminalis berbentuk
lonjong tak berwarna
 Ditemukan dilingkungan binatang, feses
binatang, kadang feses manusia
 Resisten terhadap desinfektan, didihkan 20
menit
Patogenesis
 Toksin yang dilepas dalam luka mengikat
motor alfa neuron terminal perifer
 Memasuki neuron dan transport ke sel syaraf
tubuh dalam batang otak dan medula spinalis
dengan transport intraneuron retrograd.
 Kemudian toksin bermigrasi menyebrangi
sinap ke terminal pra sinap dimana toksin
akan menghambat pelepasan
neurotransmiter penghambat glisin dan asam
Gama aminobutirat (GABA).
 Dengan mengurangi penghambat,
kecepatan letupan istirahat dari neuron
motor alfa meningkat menyebabkan
rigiditas
 Dengan menurunnya aktivitas reflek yang
membatasi penyebrangan impuls
(aktivitas glisinerik) polisinaptik, agonis
dan antagonis mungkin diterima daripada
dihambat dan menyebabkan spame.
 Kehilangan penghambat juga dapat
mempengaruhi neuron simpatik preganglion
pada bagian lateral substansi gresia medula
spinalis dan menyebabkan hiperaktivitas
simpatik dan dan kadar katekolamin sirkulasi
tinggi.
 Tetanospasmin seperti toksis botulinum juga
mungkin akan menghambat pelepasan
neurotransmiter pada taut neuromuskuler
dan menyebabkankelemahan atau palalisis.
 Pada tetanus lokal hanya syaraf yang
mensuplai otot yang terkena dan terlibat
 Tetanus umum terjadi bila toksin dilepaskan
dalam luka melalui aliran darah dan
disebarkan ke ujung syaraf lainnya .
 Otak akan lengsung menghambat kesusunan
syaraf pusat
Manifestasi klinis

 Peningkatan tonus otot dan spasme


generalisata
 Secara khas pertama meninggian tonus otot
messeter (trismus atau kaku rahang)
 Kaku kuduk, Bahu, dan otot belakang terjadi
bersamaan
 Otot-otot lain terjangkin menyebabkan kaku
perut, anggota badan proksimal
 Tangan dan kaki relatif bebas
 Kontraksi otot wajah menimbulkan kernyitan
 Beberapa pasien akan mengalami spasme
otot yang menyebabkan sianosis
Tingkat kesakitan

 Ringan
rigiditas otot , sedikit atau tanpa spasme
 Sedang
trismus, disfagia, rigiditas dan spasme
 berat
serangan berulang, hebat dan sering
Komplikasi

 Pneumonia
 Fraktur
 Sobekan otot
 Tromboflebitis vena profunda
 Emboli paru
 Ulkus dekubitus
Penatalaksanaan medis

 Antibiotik
 Antitoksik
 Pengendalian spasme otot
 Perawatan pernafasan
 Vaksin
 Penatalaksanaan luka
 Tindakan tambahan (hidrasi)
Nutrisi...???
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai