Anda di halaman 1dari 23

BRONKIOLITIS

Nama : Ni Kadek Widiya Lestari


Stambuk : N 111 20 030
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR ISI

PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Bronkiolitis merupakan penyakit obstruksi akibat inflamasi akut pada
bronkiolus yang terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Insiden tertinggi
Slide Title
pada usia 3-6 bulan dan umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Sebagian besar
kasus (95%) disebabkan oleh respiractory syncytial virus (RSV). Penyebab
lainnya meliputi rinovirus, adenovirus, parainfluenza virus, enterovirus dan
virus influenza. Faktor risiko terjadinya bronkiolitis berat terdiri dari usia muda,
lahir prematur, kelainan jantung bawaan, chronic lung disease of prematurity,
orang tua perokok, berada ditempat penitipan dan tingkat sosioekonomi rendah.
.

PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Bronkiolitis merupakan penyakit
obstruksi akibat inflamasi akut pada
bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran
udara utama), yang terjadi pada anak
berusia kurang dari dua tahun.
Bronkiolitis disebabkan oleh virus,
biasanya dialami lebih berat pada bayi
dan ditandai dengan obstruksi saluran
napas dan mengi. Episode mengi dapat
terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis. Penyebab paling sering
adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV). Virus lainnya yang menyebabkan
bronkiolitis adalah parainfluenza,
influenza dan adenovirus. Meskipun pada
orang dewasa RSV hanya menyebabkan
gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa
menyebakan penyakit yang berat.
Agen penyebab Frekuensi Kejadian Berdasarkan Kelompok Umur
0-2 Tahun 2-5 Tahun 5-9 Tahun 9-15 Tahun
Respiratory ++++ +++ ++ ++
Syncytial virus
Adenovirus ++ ++ + 0
Agen penyebab infeksi Parainfluenza ++ ++ ++ ++
viruses
virus di saluran napas pada
Rhinoviruses + ++ sampai + ++ sampai + +++
anak: ++ ++
metapneumoviru ++ + + 0
s
Mycoplasma + ++ +++ ++++
Pneumonia
++++ = sangat sering, +++ = sering, ++ = kadang-kadang, + = tidak umum, 0 =
tidak diketahui
Bronkiolitis biasanya didahului oleh
infeksi saluran napas bagian atas yang
disebabkan virus, parainfluenza, dan
bakteri. Bronkiolitis akut ditandai
obstruksi bronkiolus yang disebabkan oleh
edema, penimbunan lendir, serta debris-
debris seluler. Proses patologis yang terjadi
akan mengganggu pertukaran gas normal
PATOFISIOLOGI di dalam paru. Ventilasi yang makin
menurun pada alveolus akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.
Penurunan kerja ventilasi paru akan
menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(ventilation-perfusion mismatching), yang
berikutnya akan menyebabkan terjadinya
hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia
jaringan. Retensi karbondioksia (hiperkapnea)
tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa
penderita. Semakin tinggi laju respiratori, maka
semakin rendah tekanan oksigen arteri. PATOFISIOLOGI
Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi
mencapai 60 x/menit. Pemulihan sel epitel paru
tampak setelah 3–4 hari, tetapi silia akan diganti
setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan
dibersihkan oleh makrofag.
DIAGNOSIS
ANAMNESIS

Gejala awal berupa gejala infeksi


virus, yaitu pilek ringan, batuk, dan
demam (jarang terjadi demam tinggi).
Batuk disertai gejala nasal juga
merupakan gejala yang pertama kali
muncul pada bronkiolitis. Satu sampai
dua hari setelah gejala awal muncul,
akan timbul batuk yang disertai sesak
nafas. Selanjutnya dapat ditemukan
mengi, sianosis, merintih (grunting),
muntah setelah batuk, rewel dan
penurunan nafsu makan.
Dapat ditemukan demam ringan yang disertai takipnea, napas cuping
hidung, retraksi dinding dada (subkosta, interkosta, atau supraklavikula),
hiperinflasi dinding dada (membedakan bronkiolitis dengan pneumonia),
expiratory effort (ekspirasi memanjang, mengi),mengi yang tidakberespon baik
terhadap bronkodilator. Napas cuping hidung, retraksi dinding dada merupakan
usaha pernapasan tambahan untuk mengatasi obstruksi.

PEMERIKSAAN FISIS
 Saluran oksigen, dilakukan pada setiap anak yang
datang kerumah sakit dengan bronkiolitis. Bayi dengan
saturasi oksigen ≤ 92% memerlukan perawatan
diruang intensif. Bila saturasi oksigen > 94%,
dipertimbangkan untuk rawat jalan.
 Pemeriksaan darah tepi untuk menyingkirkan etiologi
lain, meski seringkali tidak khas.
 Analisis gas darah, tidak bersifat rutin, namun
PEMERIKSAAN dilakukan pada distres pernafasan berat dan
kemungkinan mengalami gagal napas.
PENUNJANG  Foto rotgen toraks, dapat ditemukan gambaran
hiperinflasi paru dan patchy infiltrate (tidak spesifik,
dapat ditemukan pula pada asma, pneumonia, serta
aspirasi), peningkatan diameter anterposterior pada
foto lateral, air trapping, diafragma datar, atelektasis.
Pemeriksaan foto toraks juga dipertimbangkan pada
bayi dengan diagnosis meragukan atau penyakit
atipikal. Pada bronkiolitis tipikal, sebaiknya foto
toraks tidak dilakukan.
 Pemeriksaan rapid test antigen RSV
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak adalah Kelainan anatomi seperti cincin vaskuler dapat
asma.Kedua penyakit ini sulit dibedakan pada episode menyebabkan obstruksi saluran napas dan gangguan
pertama, namun adanya kejadian mengi berulang, tidak inspirasi ataupun ekspirasi. Benda asing harus
adanya gejala prodromal infeksi virus, dan adanya dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Penyebab
riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat mengi lain yang sering pada bayi muda adalah
membantu menegakkan diagnosis asma. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Pneumonia
bakterialis harus dibedakan dengan bronkiolitis karena
terkait dengan perbedaan tatalaksana, walaupun pada
pneumonia jarang sekali ditemukan mengi.
TATALAKSANA
Pasien dengan klinis ringan dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan,
klinis berat harus rawat inap. Terapi suportif (pemberian oksigen, nasal
suction) dapat dilakukan. Oksigen paling baik diberikan via nasal prongs
(kanul hidung), 1-2 L/menit (0,5 L/menit pada bayi muda). Pemberian
oksigen ini akan memberikan kadar oksigen inspirasi 30-35%. Fisioterapi
dada dengan vibrasi dan perkusi tidak direkomendasikan untuk pasien
bronkiolitis yang tidak dirawat di ruang intensif. Berdasarkan hasil
penelitian, pemberian antiviral. Antibiotik, inhalasi β-2 agonis, inhalasi
antikolinergik (ipatropium) dan inhalasi kortikosteroid juga tidak
mermanfaat.
Indikasi Rawat di ruang
Indikasi rawat inap
Intensif

Belum terdapat objektif sebagai  Gagal mempertahankan


indikasi rawat inap. Namun, adanya
faktor resiko terjadinya perburukan saturasi oksigen >92%
(bronkiolitis berat) dapat dijadikan dengan terapi oksigen.
pertimbangan untuk rawat inap.  Perburukan status
Faktor tersebut meliputi usia muda
(<3 bulan), masa gestasi <34 minggu, pernapasan, ditandai
BBLR, kelainan jantung bawaan, dengan peningkatan distres
chronic lung disease of prematurity,
napas dan/atau kelelahan
pajanan asap rokok (orang tua
merokok), serta sosioekonomi rendah.  Apnea berulang
PROGNOSIS

Sebagian besar kasus bronkiolitis akan sembuh sendiri (swasirna disease) dalam
7-10 hari.rawat inap dibutuhkan pada 2% dari keseluruhan kasus. Sebagian besar
pada anak berusia <6 bulan. Morbiditas dan mortalitas akibat RSV umumnya
terjadi pada anak berusia <2 tahun (hanya 1-3%).
Pemantauan

Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya diperiksa


sedikitnya setiap 3 jam. Pemantauan terapi oksigen
dengan memperhatikan tanda gagal nafas, misalnya:
hipoksia yang memberat dan distres pernafasan
mengarah pada keletihan
Komplikasi

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),


pneumothoraks, penyakit paru kronis. Beberapa studi
menunjukkan bahwa bronkiolitis akut berat pada bayi
berhubungan dengan terjadinya asma pada usia 3
tahun.
Kesimpulan
Bronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan terutama
pada tahun pertama kehidupan, dengan insidens puncak pada usia
2 sampai 6 bulan. Diagnosis bronkiolitis dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis, berupa
mengi, ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada,
hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau
ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.
Pemeriksaan laboratorium dan radiografis tidak harus rutin.
Bronkiolitis terutama harus dibedakan dari asma dan pneumonia
bakterial karena penanganannya berbeda. Tatalaksana bronkiolitis
umumnya suportif karena sifat infeksi virusnya umumnya self
limiting.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanto, C. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S. Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED, Penyunting. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
3. Mansbach JM. Respiratory Viruses in Bronchiolitis and their link to recrument wheezing and asthma. Clin
lab Med; 2009
4. Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin Textbook of Pediatric
Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2009.
5. Junawanto I, Goutama IL, Sylvani. 2016. Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak. 43(6);
427-429
6. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson BK, Baley JE, Gadomski AM, et al. Clinical practice
guideline: The diagnosis, management, and prevention of bronchiolitis. American Academy of Pediatrics
2014; 134(5):1474-502.
7. Committee on Infectious Diseases and Bronchiolitis. Updated huidance for pavlizumab prophylaxis among
infants and young children at increased risk of hospitalization for respiratory syncytial virus infection.
American Academy of Pediatrics 2014;134:415-20.
Thank you  Thank you 
Thank you 
Thank you  Thank you 
Thank you  Thank you 

Thank you  Thank you 


Thank you 
Thank you  Thank you 
Thank you 
Thank you 

Anda mungkin juga menyukai