Anda di halaman 1dari 18

BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI PERLINDUNGAN

HUKUM BAGI DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKUKAN


TRANSAKSI BISNIS
(SEBUAH ANALISA KEADILAN SEBAGAI SALAH SATU
PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE)
KELOMPOK 1
1. D AV I D C H A N J AYA M .
2. FA N D I G A L A N G W I C A K S A N A
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai konstitusi ekonomi, hal ini terlihat
di dalam ketentuan Pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur khusus mengenai
keuangan negara. Dasar hukum yang mengatur mengenai keuangan negara diatur
secara tertulis di dalam konstitusi dan berbagai undang-undang sebagai
perpanjangan tangan konstitusi, hal ini didasari mengingat pentingnya keuangan
negara dan peran negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyatnya.
Latar Belakang
Namun demikian, di dalam ketentuan UUD 1945 tidak dijelaskan secara tegas apa yang dimaksud
dengan keuangan negara. Penjabaran UUD 1945 mengenai hal tersebut merujuk kepada Undang-
Undang untuk memperjelas dan mempertegas posisi dan kedudukan keuangan negara termasuk
ruang lingkup, pengelolaan dan pertanggungjawabannya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara). Selain itu terdapat
pula Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan
Negara yang mendukung ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Keuangan
Negara tersebut
Latar Belakang
Undang-Undang Keuangan Negara memberikan pengertian yang tegas mengenai apa yang
dimaksud dengan keuangan negara serta ruang lingkup apa saja yang termasuk dalam pengertian
keuangan negara. Ruang lingkup keuangan negara menjadi sangat luas tidak hanya terbatas
kepada APBN/APBD namun termasuk pula kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah. Hal inilah kemudian yang menjadi permasalahan karena sebagaimana
diketahui menurut hukum koorporasi/privat perusahaan negara/daerah dalam hal ini Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki kekayaan yang
terpisah dari pemiliknya, yakni negara cq. Pemerintah (Dwi Ananda, 2016).
Latar Belakang
BUMN merupakan istilah lain dari Perusahaan Negara (State Owned Enterprise/SOEs). Istilah
tersebut baru dikenal sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983. Pasal 1
angka 1 UU BUMN menyebutkan bahwa perusahaan Negara atau yang sekarang dikenal dengan
BUMN merupakan badan hukum korporasi dengan modal yang dimiliki, baik sebagian ataupun
seluruhnya oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara
yang dipisahkan.
Status hukum kekayaan BUMN/Persero dalam
pengelolaan keuangan Negara.
BUMN yang berbentuk Persero pada dasarnya adalah perusahaan yang berbentuk perseroan
terbatas sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas yang telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Hal ini dapat dilihat dari pencantuman kata
“Perseroan Terbatas” pada BUMN berbentuk persero dan sesuai dengan ketentuan Pasal 11
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut
UU BUMN), yang menyebutkan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-
prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Prinsip Good Corporate Governance
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.
Didasarkan atas peraturan tersebut dengan penerapan GCG secara konsisten diharapkan
Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan usahanya yang pada
gilirannya akan memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham,
pengurus Perusahaan, pegawai dan stakeholders lainnya.
Prinsip Good Corporate Governance
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011
Transparansi (Transparency), yaitu Akuntabilitas (accountability), yaitu
Keterbukaan dalam melaksanakan proses Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pengambilankeputusan dan keterbukaan pertanggungjawaban Organ sehingga
dalam mengungkapkan informasi material pengelolaan perusahaan terlaksana
dan relevan mengenaiperusahaan secara efektif

Pertanggungjawaban (responsibility), Kemandirian (independency), yaitu


yaitu Keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesionaltanpa benturan kepentingan dan
Kesesuaian di dalam pengelolaan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang
perusahaan terhadap peraturan tidak sesuai denganperaturan perundang-
perundang-undangan dan prinsip-prinsip undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
korporasi yang sehat sehat

Kewajaran (fairness) yaitu


Keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak Pemangku
Kepentingan (stakeholders) yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan
Manajemen BUMN/Persero
Pengelolaan kekayaan BUMN/Persero merupakan bagian dari pengelolaan/ manajemen
keseluruhan yang dipegang oleh struktur persero yakni RUPS, direksi dan komisaris. Selaku
pelaksana “day to day” persero, direksi memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan
persero. Rai Wijaya (2002) menjelaskan bahwa keberadaan direksi dalam perseroan merupakan
suatu keharusan, atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi. Direksi dalam Perseroan
Terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Sekalipun Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang
mempunyai kekayaan terpisah dari APBN/APBD, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum,
bahwa perseroan dianggap seakan-akan sebagai subyek hukum, sama seperti manusia (Widiyono,
2004).
Manajemen BUMN/Persero
Trusto (2008) menjelaskan bahwa wewenang atau kekuasaan yang dimiliki oleh seorang direksi
suatu perseroan didasarkan atas posisinya dalam struktur perseroan, artinya sebagai alat
perlengkapan perseroan (badan hukum). Dalam posisinya sebagai organ perseroan dalam
bertindak dibatasi atas wewenang yang diberikan kepadanya selaku pihak mewakili perseroan
(badan hukum).
Manajemen BUMN/Persero
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa BUMN mendapatkan modal dari kekayaan negara yang sudah
dipisahkan, artinya ketika negara memutuskan untuk memberi modal kepada Perseroan maka modal tersebut
lepas dari negara, dan disini negara berkedudukan sebagai pemegang saham dalam Perseroan. Dalam
prakteknya, seringkali dicampuradukkan antara uang perseroan dengan uang negara. Berkaitan dengan itu,
dalam kasus yang terjadi pada Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan dikenakan
Tindak Pidana Korupsi akibat keputusan bisnis yang ambil olehnya ternyata mengakibatkan kerugian bagi
perseroan. Inilah yang menjadi persoalan dimana akibat tidak adanya harmonisasi antara definisi mengenai
keuangan yang terdapat pada UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU
Tindak Pidana Korupsi.
Manajemen BUMN/Persero
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diperlukan suatu perlindungan hukum bagi direksi perseroan agar
dalam mengambil sebuah keputusan bisnis tidak dibayang-bayangi oleh ancaman pidana korupsi apabila
nantinya ternyata keputusan bisnis tersebut berakibat kerugian pada perseroan. Dalam hukum perusahaan
dikenal adanya doktrin Business Judgement Rule (BJR) yang memberikan suatu imunitas bagi direksi apabila
perseroan mengalami kerugian akibat transaksi bisnis yang diambil. Dalam tulisan ini, penulis juga
membahas tentang Putusan Nomor 1144/K/Pid/2006 untuk sebagai perbandingan penggunaan Business
Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami
kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil.
Manajemen BUMN/Persero
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diperlukan suatu perlindungan hukum bagi direksi perseroan agar
dalam mengambil sebuah keputusan bisnis tidak dibayang-bayangi oleh ancaman pidana korupsi apabila
nantinya ternyata keputusan bisnis tersebut berakibat kerugian pada perseroan. Dalam hukum perusahaan
dikenal adanya doktrin Business Judgement Rule (BJR) yang memberikan suatu imunitas bagi direksi apabila
perseroan mengalami kerugian akibat transaksi bisnis yang diambil. Dalam tulisan ini, penulis juga
membahas tentang Putusan Nomor 1144/K/Pid/2006 untuk sebagai perbandingan penggunaan Business
Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami
kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil.
Business Judgement Rule
Menurut Nindyo Pramono, Business
Judgement Rule dipergunakan untuk
Business Judgement Rule menurut Ridwan
melindungi direksi dan jajarannya dari Jadi, Business Judgement Rule adalah
Khairandy (2009), merupakan doktrin
setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau perlindungan hukum bagi direktur dan
yang mengajarkan bahwa direksi
transaksi bisnis yang dilakukan untuk jajarannya dari pertanggungjawaban atas
perseroan tidak bertanggung jawab atas
kepentingan perseroan sesuai dengan setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau
kerugian yang timbul dari suatu tindakan
maksud dan tujuan perseroan, dengan transaksi yang mengakibatkan kerugian
pengambilan putusan, apabila tindakan
catatan bahwa selama kebijakan atau bagi perusahaan, selama kebijakan atau
tersebut didasarkan pada iktikad baik dan
keputusan bisnis atau transaksi bisnis keputusan bisnis atau transaksi bisnis
hati-hati. Direksi mendapat perlindungan
tersebut dilaksanakan sejalan dengan tersebut dilakukan dengan itikad baik,
hukum tanpa perlu memperoleh
wewenangnya dan dengan penuh kehati-hatian, kejujuran, sejalan
pembenaran dari pemegang saham atau
mengedapankan prinsip kehati-hatian dengan tanggung jawab dan
pegadilan atas keputusan yang diambilnya
(prudent). Itikad baik (good faith), dan wewenangnya.
dalam konteks pengelolaan perusahaan.
penuh tanggung jawab
(accountable/responsible).
Berikut akan disajikan dua kasus tentang perbandingan penggunaan Business
Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila
perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil:

BJR Bisa dijadikan perlindungan Namun,


Namun, jaksa
jaksa penuntut
penuntut umumumum (JPU)
(JPU) dalam
dalam
tuntutannya
tuntutannya mengatakan
mengatakan perbuatan
perbuatan Hotasi
Hotasi Nababan
Nababan Perbuatan
Perbuatan yangyang dilakukan
dilakukan oleh
oleh Hotasi
Hotasi Nababan
Nababan
Kasus
Kasus PT.
PT. Merpati
Merpati Airlines
Airlines berkaitan
berkaitan dengan
dengan Business
Business adalah
adalah melanggar
melanggar hukum
hukum yang
yang menimbulkan
menimbulkan yang membayar sewa pesawat
Judgement Rule. Dalam kasus ini telah
Judgement Rule. Dalam kasus ini telah terjadi terjadi
kerugian pesawat Boeing 737-400
737-400
kerugian negara.
negara. Jaksa
Jaksa Penuntut
Penuntut Umum
Umum (JPU)
(JPU) dan
kriminalisasi
kriminalisasi terhadap
terhadap Direktur
Direktur Utama,
Utama, Hotasi
Hotasi Nababan.
Nababan.
kemudian
kemudian menuntut
menuntut Hotasi
Hotasi Nababan
Nababan dengan
dengan empat
empat
dan 737-500
737-500 dan dan membayar
membayar security
security deposit
deposit
Kasus
Kasus ini
ini bermula
bermula dari
dari perbuatan
perbuatan Hotasi
Hotasi Nababan
Nababan untuk
untuk sudah dilakukan
dilakukan dengan hati-hati, dengan
dengan itikad
mendatangkan
mendatangkan 22 (dua) (dua) pesawat
pesawat Boeing
Boeing 737-400
737-400 dan
dan tahun
tahun penjara
penjara ditambah
ditambah denda
denda Rp.500
Rp.500 juta
juta subsider
subsider
enam
enam bulan
bulan kurungan
kurungan berdasarkan
berdasarkan dakwaan
dakwaan baik,
baik, sesuai kondisi perusahaan serta dengan
sesuai kondisi perusahaan serta dengan
Boeing 737-500 pada Desember 2006
Boeing 737-500 pada Desember 2006 dan membayardan membayar
“security
“security deposit”
deposit” (uang
(uang deposit)
deposit) sebesar
sebesar US$1
US$1 juta
juta subsider
subsider yaitu
yaitu Pasal
Pasal 33 juncto
juncto Pasal
Pasal 18
18 UU
UU Nomor
Nomor 31 31 informasi yang dinilai cukup sehingga
informasi yang dinilai cukup sehingga tuntutantuntutan
sebagai
sebagai jaminan
jaminan pembelian
pembelian pesawat
pesawat kepada
kepada pihak
pihak lessor,
lessor, Tahun
Tahun 1999
1999 sebagaimana
sebagaimana telah
telah diubah
diubah dengan
dengan UU
UU yang diajukan
diajukan JPUJPU tersebut
tersebut tidak
tidak tepat.
tepat. Apalagi
Apalagi
Thirdstone
Thirdstone Aircraft
Aircraft Leasing
Leasing Group
Group (TALG),
(TALG), dianggap
dianggap Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pengadilan
Pengadilan di di Amerika
Amerika Serikat
Serikat telah
telah memutus
memutus
melanggar
melanggar hukum.
hukum. Kegagalan
Kegagalan TALG
TALG menyerahkan
menyerahkan kedua
kedua Tindak
Tindak Pidana
Pidana Korups
Korups juncto
juncto Pasal
Pasal 55
55 ayat
ayat (1)
(1) ke-1
ke-1 bahwa TALG telah melakukan
bahwa TALG telah melakukan wanprestasi
pesawat serta menolak mengembalikan deposit
pesawat serta menolak mengembalikan deposit tersebut tersebut KUHP tentang perbuatan merugikan
KUHP tentang perbuatan merugikan keuangan keuangan terhadap
terhadap PT.PT. Merpati
Merpati Nusantara
Nusantara Airlines.
Airlines. TALG
dianggap
dianggap sebagai
sebagai bukti
bukti telah
telah terjadinya
terjadinya kerugian
kerugian negara.
negara. negara.
negara. Namun
Namun pada
pada akhirnya
akhirnya majelis
majelis hakim telah
Padahal,
hakim telah dihukum
dihukum agaragar mengembalkan uang
Padahal, dana
dana untuk
untuk pengadaan
pengadaan pesawat
pesawat tersebut
tersebut telah
telah Pengadilan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta
disetujui
disetujui dan
dan ditandatangani
ditandatangani oleh
oleh seluruh
seluruh direksi.
direksi. Alasan
Alasan
jaminan yang telah dibayardibayar Merpati sebesar US$ US$
penyewaan
menyatakan
menyatakan terdakwa
terdakwa Hotasi
Hotasi Nababan
Nababan tidak
tidak terbukti
terbukti 1 juta beserta
beserta bunganya.
bunganya.
penyewaan dua dua unit
unit pesawat
pesawat tersebut
tersebut juga
juga didasarkan
didasarkan
pada secara sah dan menyakinkan bersalah
secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan melakukan
pada perhitungan
perhitungan bisnis
bisnis (Detik.com,
(Detik.com, 22/5/2018).
22/5/2018).
tindak
tindak pidana
pidana korupsi
korupsi sehingga
sehingga membebaskan
membebaskan
Hotasi
Hotasi Nababan dari segala dakwaan.
Nababan dari segala dakwaan.
Berikut akan disajikan dua kasus tentang perbandingan penggunaan Business
Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila
perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil:

BJR tidak bisa dijadikan perlindungan Pada


Pada saat
saat jatuh
jatuh tempo
tempo sesuai
sesuai jadwal
jadwal pembayaran
pembayaran debitur
debitur PT.
PT. Graha
Graha Cipta
Cipta
Nusantara
Nusantara seharusnya
seharusnya membayar
membayar angsuran
angsuran pokok
pokok Triwulan
Triwulan IV IV 2003
2003 sampai
sampai
dengan
dengan Triwulan
Triwulan IIII 2005
2005 sejumlah
sejumlah US$US$ 6.300.000,
6.300.000, namun
namun kenyataannya
kenyataannya PT. PT.
Berbeda
Berbeda dengan
dengan kasus
kasus pada
pada PT. Bank Mandiri Tbk. (Persero). Para Para Cipta
Cipta Graha
Graha Nusantara
Nusantara hanya
hanya membayar
membayar angsuran
angsuran pokok
pokok tangal
tangal 23
23 Juni
Juni 2005
2005
pemutus kredit
kredit yang
yang dipimpin
dipimpin oleh
oleh Direktur
Direktur PT.
PT. Bank
Bank Mandiri
Mandiri Tbk.Tbk. sebesar
sebesar US$
US$ 150.000,
150.000, sehingga
sehingga angsuran
angsuran pokok
pokok yang
yang tidak
tidak dibayar
dibayar sejumlah
sejumlah
(Persero) ECW Neloe menyetui pemberian kredit kepada PT. Cipta
Neloe menyetui pemberian kredit kepada PT. Cipta Graha US$ Graha US$ 6.150.000
6.150.000 atau
atau setara
setara dengan
dengan Rp.
Rp. 58.425.000.000
58.425.000.000 (kurs (kurs Rp.9500,-).
Rp.9500,-). Sesuai
Sesuai
Nusantara sejumlah 160 Milyar Rupiah yang yang tertuang dalam
dalam Nota Analisa dengan
dengan Nota Analisa Kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 Milyar adalah dari
Nota Analisa Kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 Milyar adalah dari
Kredit
Kredit Bridging Loan No.No. CGR.CRM/314/2002 tanggal 23 23 Oktober
Oktober 2002
2002 kredit
kredit investasi
investasi yang
yang akan
akan diberikan
diberikan dalam
dalam rangka
rangka refinancing
refinancing pembelian
pembelian asetaset
perihal
perihal permohonan
permohonan fasilitas
fasilitas pemberian
pemberian Bridging
Bridging Loan
Loan yang
yang diajukan
diajukan kredit
kredit PT.
PT. Tahta
Tahta Medan
Medan dengan
dengan jumlah
jumlah maksimum
maksimum Rp. Rp. 165
165 Milyar.
Milyar. Dalam
Dalam NotaNota
Edyson selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara.
Edyson selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara. ECW Neloe ECW Neloe Analisa
Analisa Kredit
Kredit Investasi
Investasi jaminan
jaminan kredit
kredit yang
yang telah
telah disetujui
disetujui pemutus
pemutus kredit
kredit
beserta
beserta para
para pemutus
pemutus kreditnya
kreditnya tidak
tidak memperhatikan
memperhatikan Ketentuan
Ketentuan ternyata
ternyata terdapat
terdapat permasalahan
permasalahan yaitu yaitu jaminan
jaminan utama
utama adalah
adalah tagihan
tagihan kepada
kepada
Pedoman
Pedoman Pelaksanaan
Pelaksanaan Kredit
Kredit PT.
PT. Bank
Bank Mandiri
Mandiri Bab
Bab VI
VI buku
buku IIII tentang
tentang PT.
PT. Tahta
Tahta Medan
Medan senilai
senilai USD
USD 31,012,961.09
31,012,961.09 diikat
diikat fiducia.
fiducia. Jaminan
Jaminan kredit
kredit
informasi dan tersebut
tersebut secara
secara fiducia
fiducia berarti
berarti Bank
Bank Mandiri
Mandiri tidak
tidak menguasai
menguasai secara
secara fisik
fisik dan
dan
dan data
data dari debitur PT.
PT. Cipta
Cipta Graha
Graha Nusantara yang yang mana tidak ada kepastian tentang kesanggupan PT. Tahta Medan. Kemudian jaminan
salah satu tidak ada kepastian tentang kesanggupan PT. Tahta Medan. Kemudian jaminan
satu persyaratannya
persyaratannya debitur
debitur harus
harus menyerahkan
menyerahkan daftar jaminan tambahan
yang menunjukkan tambahan berupaberupa berupa
berupa rumah
rumah dijelaskan
dijelaskan bahwa
bahwa akan
akan diikat
diikat yuridis
yuridis sempurna
sempurna
menunjukkan jenis barang, jumlah ukuran,
jenis barang, jumlah ukuran, lokasi,
lokasi, nilai, status
status namun
namun kenyataanya
kenyataanya pengikatan
pengikatan secara
secara notariil,
notariil, baru
baru dilakukan
dilakukan tahun
tahun 2005
2005 dandan
kepemilkan dan dan copy bukti
bukti kepemilikan. belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional untuk
belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional untuk diterbitkan Hak diterbitkan Hak
Tanggungan.
Tanggungan.
Tempo.co.
Tempo.co. (22/05/2018)
(22/05/2018)
Perbandingan 2 Kasus - Kesimpulan
Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Kasus 1, tindakan yang dilakukan Hotasi Nababan merupakan perbuatan yang sebenarnya didasarkan atas
prinsip kehati-hatian Perbuatan yang dilakukan oleh Hotasi Nababan yang membayar sewa pesawat Boeing
737-400 dan 737-500 dan membayar security deposit sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan itikad baik,
sesuai kondisi perusahaan serta dengan informasi yang dinilai cukup sehingga tuntutan yang diajukan JPU
tersebut tidak tepat.
Kasus 2, tindakan yang dilakukan oleh ECW Neloe merupakan perbuatan diluar wewenang yang dimiliki.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai perwakilan perseroan, ECW Neloe telah melanggar ketentuan
perundangan-undangan serta telah melampaui batas kewenangan seperti yang tercantum dalam anggaran
dasar perseroan. Dengan begitu, tindakan ECW Neloe tersebut tidak bisa dilindungi oleh doktrin Business
Judgement Rule.
Kesimpulan Review
1. Pada kedua kasus tersebut di atas, unsur yang harus dipenuhi yaitu direksi dalam mengambil suatu keputusan harus didasarkan pada itikad baik,
untuk kepentingan terbaik bagi korporasi, tidak ada benturan kepentingan (conflict of interest) serta kehati-hatian (prudent). Apabila direksi telah
menerapkan hal-hal tersebut, maka doktrin Business Judgement Rule dapat berfungsi sebagai perlindungan bagi direksi jika dikemudian hari
korporasi mengalami kerugian.
2. Kedua tersebut sebenarnya bermuara pada ketidakjelasan dan ketidaktegasan pemerintah dalam memisahkan penyertaan modal kepada
BUMN/Persero yang dianggap jikalau BUMN/Persero mengalami kerugian maka dianggap itu sebagai hal yang merugikan keuangan negara. Perlu
adanya ketegasan pemerintah antara UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Tindak Pidana Korupsi sebagai
dasar hukum publik dan kajian ulang UUPT sebagai dasar hukum privat (dimana di dalamnya terdapat risiko bisnis). Karena pada dasarnya
BUMN/Persero merupakan badan hukum korporasi dengan modal yang dimiliki, baik sebagian ataupun seluruhnya oleh Negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Hal ini sebagian merujuk kepada prinsip bisnis dalam
pemerolehan keuntungan (adanya kekayaan negara yang dipisahkan), dan hal ini bertentangan dengan tujuan utama pembentukan BUMN/Persero.
Karena pada dasarnya berdasarkan pembahasan materi tujuan utama dari BUMN/Persero adalah menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak”, atau dengan kata lain dalam PSO,
BUMN berperan sebagai wakil pemerintah/negara karena pada hakikatnya yang melaksanakan fungsi pelayanan umum adalah negara. Sebagai
kesimpulannya, dengan adanya kejelasan dan ketegasan UU yang mengatur BUMN/Persero dapat terwujudnya prinsip Good Corporate
Governence yaitu prinsip kewajaran (fairness).

Anda mungkin juga menyukai