TRANSAKSI BISNIS (SEBUAH ANALISA KEADILAN SEBAGAI SALAH SATU PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE) KELOMPOK 1 1. D AV I D C H A N J AYA M . 2. FA N D I G A L A N G W I C A K S A N A Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai konstitusi ekonomi, hal ini terlihat di dalam ketentuan Pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur khusus mengenai keuangan negara. Dasar hukum yang mengatur mengenai keuangan negara diatur secara tertulis di dalam konstitusi dan berbagai undang-undang sebagai perpanjangan tangan konstitusi, hal ini didasari mengingat pentingnya keuangan negara dan peran negara sebagai penjamin kesejahteraan rakyatnya. Latar Belakang Namun demikian, di dalam ketentuan UUD 1945 tidak dijelaskan secara tegas apa yang dimaksud dengan keuangan negara. Penjabaran UUD 1945 mengenai hal tersebut merujuk kepada Undang- Undang untuk memperjelas dan mempertegas posisi dan kedudukan keuangan negara termasuk ruang lingkup, pengelolaan dan pertanggungjawabannya yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara). Selain itu terdapat pula Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Negara yang mendukung ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Keuangan Negara tersebut Latar Belakang Undang-Undang Keuangan Negara memberikan pengertian yang tegas mengenai apa yang dimaksud dengan keuangan negara serta ruang lingkup apa saja yang termasuk dalam pengertian keuangan negara. Ruang lingkup keuangan negara menjadi sangat luas tidak hanya terbatas kepada APBN/APBD namun termasuk pula kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Hal inilah kemudian yang menjadi permasalahan karena sebagaimana diketahui menurut hukum koorporasi/privat perusahaan negara/daerah dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) memiliki kekayaan yang terpisah dari pemiliknya, yakni negara cq. Pemerintah (Dwi Ananda, 2016). Latar Belakang BUMN merupakan istilah lain dari Perusahaan Negara (State Owned Enterprise/SOEs). Istilah tersebut baru dikenal sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983. Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyebutkan bahwa perusahaan Negara atau yang sekarang dikenal dengan BUMN merupakan badan hukum korporasi dengan modal yang dimiliki, baik sebagian ataupun seluruhnya oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Status hukum kekayaan BUMN/Persero dalam pengelolaan keuangan Negara. BUMN yang berbentuk Persero pada dasarnya adalah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Hal ini dapat dilihat dari pencantuman kata “Perseroan Terbatas” pada BUMN berbentuk persero dan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), yang menyebutkan bahwa terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip- prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Prinsip Good Corporate Governance Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara. Didasarkan atas peraturan tersebut dengan penerapan GCG secara konsisten diharapkan Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan usahanya yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pengurus Perusahaan, pegawai dan stakeholders lainnya. Prinsip Good Corporate Governance Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor PER-01/MBU/2011 Transparansi (Transparency), yaitu Akuntabilitas (accountability), yaitu Keterbukaan dalam melaksanakan proses Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pengambilankeputusan dan keterbukaan pertanggungjawaban Organ sehingga dalam mengungkapkan informasi material pengelolaan perusahaan terlaksana dan relevan mengenaiperusahaan secara efektif
Pertanggungjawaban (responsibility), Kemandirian (independency), yaitu
yaitu Keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesionaltanpa benturan kepentingan dan Kesesuaian di dalam pengelolaan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang perusahaan terhadap peraturan tidak sesuai denganperaturan perundang- perundang-undangan dan prinsip-prinsip undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang korporasi yang sehat sehat
Kewajaran (fairness) yaitu
Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan (stakeholders) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan Manajemen BUMN/Persero Pengelolaan kekayaan BUMN/Persero merupakan bagian dari pengelolaan/ manajemen keseluruhan yang dipegang oleh struktur persero yakni RUPS, direksi dan komisaris. Selaku pelaksana “day to day” persero, direksi memegang peranan penting dalam pengelolaan kekayaan persero. Rai Wijaya (2002) menjelaskan bahwa keberadaan direksi dalam perseroan merupakan suatu keharusan, atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi. Direksi dalam Perseroan Terbatas ibarat nyawa bagi perseroan. Sekalipun Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mempunyai kekayaan terpisah dari APBN/APBD, tetapi hal itu hanya berdasarkan fiksi hukum, bahwa perseroan dianggap seakan-akan sebagai subyek hukum, sama seperti manusia (Widiyono, 2004). Manajemen BUMN/Persero Trusto (2008) menjelaskan bahwa wewenang atau kekuasaan yang dimiliki oleh seorang direksi suatu perseroan didasarkan atas posisinya dalam struktur perseroan, artinya sebagai alat perlengkapan perseroan (badan hukum). Dalam posisinya sebagai organ perseroan dalam bertindak dibatasi atas wewenang yang diberikan kepadanya selaku pihak mewakili perseroan (badan hukum). Manajemen BUMN/Persero Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa BUMN mendapatkan modal dari kekayaan negara yang sudah dipisahkan, artinya ketika negara memutuskan untuk memberi modal kepada Perseroan maka modal tersebut lepas dari negara, dan disini negara berkedudukan sebagai pemegang saham dalam Perseroan. Dalam prakteknya, seringkali dicampuradukkan antara uang perseroan dengan uang negara. Berkaitan dengan itu, dalam kasus yang terjadi pada Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan dikenakan Tindak Pidana Korupsi akibat keputusan bisnis yang ambil olehnya ternyata mengakibatkan kerugian bagi perseroan. Inilah yang menjadi persoalan dimana akibat tidak adanya harmonisasi antara definisi mengenai keuangan yang terdapat pada UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Tindak Pidana Korupsi. Manajemen BUMN/Persero Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diperlukan suatu perlindungan hukum bagi direksi perseroan agar dalam mengambil sebuah keputusan bisnis tidak dibayang-bayangi oleh ancaman pidana korupsi apabila nantinya ternyata keputusan bisnis tersebut berakibat kerugian pada perseroan. Dalam hukum perusahaan dikenal adanya doktrin Business Judgement Rule (BJR) yang memberikan suatu imunitas bagi direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat transaksi bisnis yang diambil. Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang Putusan Nomor 1144/K/Pid/2006 untuk sebagai perbandingan penggunaan Business Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil. Manajemen BUMN/Persero Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diperlukan suatu perlindungan hukum bagi direksi perseroan agar dalam mengambil sebuah keputusan bisnis tidak dibayang-bayangi oleh ancaman pidana korupsi apabila nantinya ternyata keputusan bisnis tersebut berakibat kerugian pada perseroan. Dalam hukum perusahaan dikenal adanya doktrin Business Judgement Rule (BJR) yang memberikan suatu imunitas bagi direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat transaksi bisnis yang diambil. Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang Putusan Nomor 1144/K/Pid/2006 untuk sebagai perbandingan penggunaan Business Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil. Business Judgement Rule Menurut Nindyo Pramono, Business Judgement Rule dipergunakan untuk Business Judgement Rule menurut Ridwan melindungi direksi dan jajarannya dari Jadi, Business Judgement Rule adalah Khairandy (2009), merupakan doktrin setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau perlindungan hukum bagi direktur dan yang mengajarkan bahwa direksi transaksi bisnis yang dilakukan untuk jajarannya dari pertanggungjawaban atas perseroan tidak bertanggung jawab atas kepentingan perseroan sesuai dengan setiap kebijakan atau keputusan bisnis atau kerugian yang timbul dari suatu tindakan maksud dan tujuan perseroan, dengan transaksi yang mengakibatkan kerugian pengambilan putusan, apabila tindakan catatan bahwa selama kebijakan atau bagi perusahaan, selama kebijakan atau tersebut didasarkan pada iktikad baik dan keputusan bisnis atau transaksi bisnis keputusan bisnis atau transaksi bisnis hati-hati. Direksi mendapat perlindungan tersebut dilaksanakan sejalan dengan tersebut dilakukan dengan itikad baik, hukum tanpa perlu memperoleh wewenangnya dan dengan penuh kehati-hatian, kejujuran, sejalan pembenaran dari pemegang saham atau mengedapankan prinsip kehati-hatian dengan tanggung jawab dan pegadilan atas keputusan yang diambilnya (prudent). Itikad baik (good faith), dan wewenangnya. dalam konteks pengelolaan perusahaan. penuh tanggung jawab (accountable/responsible). Berikut akan disajikan dua kasus tentang perbandingan penggunaan Business Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil:
BJR Bisa dijadikan perlindungan Namun,
Namun, jaksa jaksa penuntut penuntut umumumum (JPU) (JPU) dalam dalam tuntutannya tuntutannya mengatakan mengatakan perbuatan perbuatan Hotasi Hotasi Nababan Nababan Perbuatan Perbuatan yangyang dilakukan dilakukan oleh oleh Hotasi Hotasi Nababan Nababan Kasus Kasus PT. PT. Merpati Merpati Airlines Airlines berkaitan berkaitan dengan dengan Business Business adalah adalah melanggar melanggar hukum hukum yang yang menimbulkan menimbulkan yang membayar sewa pesawat Judgement Rule. Dalam kasus ini telah Judgement Rule. Dalam kasus ini telah terjadi terjadi kerugian pesawat Boeing 737-400 737-400 kerugian negara. negara. Jaksa Jaksa Penuntut Penuntut Umum Umum (JPU) (JPU) dan kriminalisasi kriminalisasi terhadap terhadap Direktur Direktur Utama, Utama, Hotasi Hotasi Nababan. Nababan. kemudian kemudian menuntut menuntut Hotasi Hotasi Nababan Nababan dengan dengan empat empat dan 737-500 737-500 dan dan membayar membayar security security deposit deposit Kasus Kasus ini ini bermula bermula dari dari perbuatan perbuatan Hotasi Hotasi Nababan Nababan untuk untuk sudah dilakukan dilakukan dengan hati-hati, dengan dengan itikad mendatangkan mendatangkan 22 (dua) (dua) pesawat pesawat Boeing Boeing 737-400 737-400 dan dan tahun tahun penjara penjara ditambah ditambah denda denda Rp.500 Rp.500 juta juta subsider subsider enam enam bulan bulan kurungan kurungan berdasarkan berdasarkan dakwaan dakwaan baik, baik, sesuai kondisi perusahaan serta dengan sesuai kondisi perusahaan serta dengan Boeing 737-500 pada Desember 2006 Boeing 737-500 pada Desember 2006 dan membayardan membayar “security “security deposit” deposit” (uang (uang deposit) deposit) sebesar sebesar US$1 US$1 juta juta subsider subsider yaitu yaitu Pasal Pasal 33 juncto juncto Pasal Pasal 18 18 UU UU Nomor Nomor 31 31 informasi yang dinilai cukup sehingga informasi yang dinilai cukup sehingga tuntutantuntutan sebagai sebagai jaminan jaminan pembelian pembelian pesawat pesawat kepada kepada pihak pihak lessor, lessor, Tahun Tahun 1999 1999 sebagaimana sebagaimana telah telah diubah diubah dengan dengan UU UU yang diajukan diajukan JPUJPU tersebut tersebut tidak tidak tepat. tepat. Apalagi Apalagi Thirdstone Thirdstone Aircraft Aircraft Leasing Leasing Group Group (TALG), (TALG), dianggap dianggap Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pengadilan Pengadilan di di Amerika Amerika Serikat Serikat telah telah memutus memutus melanggar melanggar hukum. hukum. Kegagalan Kegagalan TALG TALG menyerahkan menyerahkan kedua kedua Tindak Tindak Pidana Pidana Korups Korups juncto juncto Pasal Pasal 55 55 ayat ayat (1) (1) ke-1 ke-1 bahwa TALG telah melakukan bahwa TALG telah melakukan wanprestasi pesawat serta menolak mengembalikan deposit pesawat serta menolak mengembalikan deposit tersebut tersebut KUHP tentang perbuatan merugikan KUHP tentang perbuatan merugikan keuangan keuangan terhadap terhadap PT.PT. Merpati Merpati Nusantara Nusantara Airlines. Airlines. TALG dianggap dianggap sebagai sebagai bukti bukti telah telah terjadinya terjadinya kerugian kerugian negara. negara. negara. negara. Namun Namun pada pada akhirnya akhirnya majelis majelis hakim telah Padahal, hakim telah dihukum dihukum agaragar mengembalkan uang Padahal, dana dana untuk untuk pengadaan pengadaan pesawat pesawat tersebut tersebut telah telah Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta disetujui disetujui dan dan ditandatangani ditandatangani oleh oleh seluruh seluruh direksi. direksi. Alasan Alasan jaminan yang telah dibayardibayar Merpati sebesar US$ US$ penyewaan menyatakan menyatakan terdakwa terdakwa Hotasi Hotasi Nababan Nababan tidak tidak terbukti terbukti 1 juta beserta beserta bunganya. bunganya. penyewaan dua dua unit unit pesawat pesawat tersebut tersebut juga juga didasarkan didasarkan pada secara sah dan menyakinkan bersalah secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan melakukan pada perhitungan perhitungan bisnis bisnis (Detik.com, (Detik.com, 22/5/2018). 22/5/2018). tindak tindak pidana pidana korupsi korupsi sehingga sehingga membebaskan membebaskan Hotasi Hotasi Nababan dari segala dakwaan. Nababan dari segala dakwaan. Berikut akan disajikan dua kasus tentang perbandingan penggunaan Business Judgement Rule (BJR) dan mengkaji mengenai pertanggungjawaban direksi apabila perseroan mengalami kerugian akibat keputusan bisnis yang diambil:
BJR tidak bisa dijadikan perlindungan Pada
Pada saat saat jatuh jatuh tempo tempo sesuai sesuai jadwal jadwal pembayaran pembayaran debitur debitur PT. PT. Graha Graha Cipta Cipta Nusantara Nusantara seharusnya seharusnya membayar membayar angsuran angsuran pokok pokok Triwulan Triwulan IV IV 2003 2003 sampai sampai dengan dengan Triwulan Triwulan IIII 2005 2005 sejumlah sejumlah US$US$ 6.300.000, 6.300.000, namun namun kenyataannya kenyataannya PT. PT. Berbeda Berbeda dengan dengan kasus kasus pada pada PT. Bank Mandiri Tbk. (Persero). Para Para Cipta Cipta Graha Graha Nusantara Nusantara hanya hanya membayar membayar angsuran angsuran pokok pokok tangal tangal 23 23 Juni Juni 2005 2005 pemutus kredit kredit yang yang dipimpin dipimpin oleh oleh Direktur Direktur PT. PT. Bank Bank Mandiri Mandiri Tbk.Tbk. sebesar sebesar US$ US$ 150.000, 150.000, sehingga sehingga angsuran angsuran pokok pokok yang yang tidak tidak dibayar dibayar sejumlah sejumlah (Persero) ECW Neloe menyetui pemberian kredit kepada PT. Cipta Neloe menyetui pemberian kredit kepada PT. Cipta Graha US$ Graha US$ 6.150.000 6.150.000 atau atau setara setara dengan dengan Rp. Rp. 58.425.000.000 58.425.000.000 (kurs (kurs Rp.9500,-). Rp.9500,-). Sesuai Sesuai Nusantara sejumlah 160 Milyar Rupiah yang yang tertuang dalam dalam Nota Analisa dengan dengan Nota Analisa Kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 Milyar adalah dari Nota Analisa Kredit Bridging Loan sejumlah Rp. 160 Milyar adalah dari Kredit Kredit Bridging Loan No.No. CGR.CRM/314/2002 tanggal 23 23 Oktober Oktober 2002 2002 kredit kredit investasi investasi yang yang akan akan diberikan diberikan dalam dalam rangka rangka refinancing refinancing pembelian pembelian asetaset perihal perihal permohonan permohonan fasilitas fasilitas pemberian pemberian Bridging Bridging Loan Loan yang yang diajukan diajukan kredit kredit PT. PT. Tahta Tahta Medan Medan dengan dengan jumlah jumlah maksimum maksimum Rp. Rp. 165 165 Milyar. Milyar. Dalam Dalam NotaNota Edyson selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara. Edyson selaku direktur utama PT. Cipta Graha Nusantara. ECW Neloe ECW Neloe Analisa Analisa Kredit Kredit Investasi Investasi jaminan jaminan kredit kredit yang yang telah telah disetujui disetujui pemutus pemutus kredit kredit beserta beserta para para pemutus pemutus kreditnya kreditnya tidak tidak memperhatikan memperhatikan Ketentuan Ketentuan ternyata ternyata terdapat terdapat permasalahan permasalahan yaitu yaitu jaminan jaminan utama utama adalah adalah tagihan tagihan kepada kepada Pedoman Pedoman Pelaksanaan Pelaksanaan Kredit Kredit PT. PT. Bank Bank Mandiri Mandiri Bab Bab VI VI buku buku IIII tentang tentang PT. PT. Tahta Tahta Medan Medan senilai senilai USD USD 31,012,961.09 31,012,961.09 diikat diikat fiducia. fiducia. Jaminan Jaminan kredit kredit informasi dan tersebut tersebut secara secara fiducia fiducia berarti berarti Bank Bank Mandiri Mandiri tidak tidak menguasai menguasai secara secara fisik fisik dan dan dan data data dari debitur PT. PT. Cipta Cipta Graha Graha Nusantara yang yang mana tidak ada kepastian tentang kesanggupan PT. Tahta Medan. Kemudian jaminan salah satu tidak ada kepastian tentang kesanggupan PT. Tahta Medan. Kemudian jaminan satu persyaratannya persyaratannya debitur debitur harus harus menyerahkan menyerahkan daftar jaminan tambahan yang menunjukkan tambahan berupaberupa berupa berupa rumah rumah dijelaskan dijelaskan bahwa bahwa akan akan diikat diikat yuridis yuridis sempurna sempurna menunjukkan jenis barang, jumlah ukuran, jenis barang, jumlah ukuran, lokasi, lokasi, nilai, status status namun namun kenyataanya kenyataanya pengikatan pengikatan secara secara notariil, notariil, baru baru dilakukan dilakukan tahun tahun 2005 2005 dandan kepemilkan dan dan copy bukti bukti kepemilikan. belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional untuk belum didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional untuk diterbitkan Hak diterbitkan Hak Tanggungan. Tanggungan. Tempo.co. Tempo.co. (22/05/2018) (22/05/2018) Perbandingan 2 Kasus - Kesimpulan Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa: Kasus 1, tindakan yang dilakukan Hotasi Nababan merupakan perbuatan yang sebenarnya didasarkan atas prinsip kehati-hatian Perbuatan yang dilakukan oleh Hotasi Nababan yang membayar sewa pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dan membayar security deposit sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan itikad baik, sesuai kondisi perusahaan serta dengan informasi yang dinilai cukup sehingga tuntutan yang diajukan JPU tersebut tidak tepat. Kasus 2, tindakan yang dilakukan oleh ECW Neloe merupakan perbuatan diluar wewenang yang dimiliki. Dalam menjalankan tugasnya sebagai perwakilan perseroan, ECW Neloe telah melanggar ketentuan perundangan-undangan serta telah melampaui batas kewenangan seperti yang tercantum dalam anggaran dasar perseroan. Dengan begitu, tindakan ECW Neloe tersebut tidak bisa dilindungi oleh doktrin Business Judgement Rule. Kesimpulan Review 1. Pada kedua kasus tersebut di atas, unsur yang harus dipenuhi yaitu direksi dalam mengambil suatu keputusan harus didasarkan pada itikad baik, untuk kepentingan terbaik bagi korporasi, tidak ada benturan kepentingan (conflict of interest) serta kehati-hatian (prudent). Apabila direksi telah menerapkan hal-hal tersebut, maka doktrin Business Judgement Rule dapat berfungsi sebagai perlindungan bagi direksi jika dikemudian hari korporasi mengalami kerugian. 2. Kedua tersebut sebenarnya bermuara pada ketidakjelasan dan ketidaktegasan pemerintah dalam memisahkan penyertaan modal kepada BUMN/Persero yang dianggap jikalau BUMN/Persero mengalami kerugian maka dianggap itu sebagai hal yang merugikan keuangan negara. Perlu adanya ketegasan pemerintah antara UU BUMN, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Tindak Pidana Korupsi sebagai dasar hukum publik dan kajian ulang UUPT sebagai dasar hukum privat (dimana di dalamnya terdapat risiko bisnis). Karena pada dasarnya BUMN/Persero merupakan badan hukum korporasi dengan modal yang dimiliki, baik sebagian ataupun seluruhnya oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Hal ini sebagian merujuk kepada prinsip bisnis dalam pemerolehan keuntungan (adanya kekayaan negara yang dipisahkan), dan hal ini bertentangan dengan tujuan utama pembentukan BUMN/Persero. Karena pada dasarnya berdasarkan pembahasan materi tujuan utama dari BUMN/Persero adalah menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak”, atau dengan kata lain dalam PSO, BUMN berperan sebagai wakil pemerintah/negara karena pada hakikatnya yang melaksanakan fungsi pelayanan umum adalah negara. Sebagai kesimpulannya, dengan adanya kejelasan dan ketegasan UU yang mengatur BUMN/Persero dapat terwujudnya prinsip Good Corporate Governence yaitu prinsip kewajaran (fairness).