PROPOSAL
Disusun Oleh:
Fandi Galang Wicaksana
NIM. S431708017
A. Latar Belakang
Dalam pencapaian efektivitas dan efisiensi tujuan penyelenggaraan
pemerintah negara dalam konteks pengelolaam Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) perlu adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
sebagai bentuk keyakinan yang memadai (reasonable assurance) sehingga
mampu menciptakan kualitas pelaporan keuangan, pengamanan aset negara
agar terhindar dari segala bentuk fraud dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Secara garis besar, tujuan akhir dari sistem
pengendalian intern adalah untuk mencapai efektivitas, efisiensi, transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (Noor, 2014). Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP menyebutkan bahwa Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah adalah sistem pengendalian intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dimana tata pelaksanaannya mewajibkan menteri/pimpinan
lembaga, gubernur dan bupati/walikota untuk melakukan pengendalian
terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
SPIP sendiri diadopsi dari sebuah konsep yang mencoba menghubungkan
terjadinya sebuah perubahan secara bertahap terhadap sistem pengendalian
intern. Dalam beberapa kurun waktu tertentu konsep ini telah disempurnakan
berdasarkan pengalaman selama menjalankan dan mempelajari sistem
pengendalian intern. SPIP mencoba beralih fungsi yang semula hanya berbasis
accounting control dan administrative control namun kemudian dapat
dipadukan dengan unsur lingkungan pengendalian (control environment).
Faktor penunjang keberhasilan SPIP terletak pada aspek manusia yang
merupakan soft control dalam unsur Lingkungan Pengendalian. Pentingnya
Lingkungan Pengendalian terhadap penerapan SPIP di Pemerintah Daerah
pernah dikemukakan oleh Ibnu (2009) yang menyatakan bahwa efektivitas
SPIP sangat ditentukan oleh Lingkungan Pengendalian yang merupakan
manifestasi kepemimpinan. Sementara itu Yudi (2010) menyatakan bahwa
Lingkungan Pengendalian dimana keteladanan pimpinan, moral, etika,
kejujuran, dan integritas menjadi prasyarat kokohnya SPIP. Meskipun
demikian, SPIP masih tetap mengaitkan tanggung jawab audit dengan laporan
keuangan.
Konsep SPIP diadopsi dari sebuah grup studi: The Committee of
Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO), berdasarkan
publikasi laporan Internal ControlIntegrated Framework (September 1992).
Menurut COSO, pengendalian manajemen terdiri dari lima komponen utama
yang saling berkaitan. Komponen tersebut bersumber dari cara manajemen
(pimpinan) menyelenggarakan tugasnya. Prinsipnya apabila kinerja pimpinan
organisasi baik, maka seluruh komponen utama tersebut akan menyatu (built
in) dan saling menjalin (permeatted) di dalam proses manajemen. Oleh COSO,
lima komponen sistem pengendalian intern dirumuskan sebagai: lingkungan
pengendalian (control environment); penilaian resiko (risk assessment);
aktivitas pengendalian (control activities); informasi dan komunikasi
(information and communication); serta pemantauan (monitoring). Dengan
perpaduan kelima komponen tersebut dengan membentuk suatu skema
pengendalian, maka sistem pengendalian intern diartikan sebagai rangkaian
kegiatan, prosedur, proses, dan aspek lain yang berkaitan dengan pencapaian
tujuan penciptaan pengendalian intern.
Terbitnya SPIP juga didorong oleh gejolak reformasi di bidang keuangan
negara yang membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan pemerintah
melalui pembenahan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, penyiapan
infrastruktur sistem keuangan baik berupa hardware maupun software dan
penyiapan sumberdaya manusia termasuk penataan struktur tata organisasi
pemerintahan. Dari aspek kebijakan dan peraturan perundang-undangan,
reformasi pengelolaan keuangan negara telah melahirkan paket perundang-
undangan keuangan negara yang baru, diantaranya adalah : Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara. Dalam paket peraturan perundang-undangan keuangan
negara dilakukan perubahan fundamental dengan memasukkan kerangka ilmu
manajemen kinerja dan ilmu akuntansi keuangan. Dengan perubahan tersebut
maka entitas pelaporan melakukan pengelolaan keuangannya harus
berdasarkan pada perencanaan kinerja (performance planning) yang sudah
disusun dengan sebaik-baiknya, anggaran kinerja (performance budget) yang
merupakan penjabaran dari perencanaan kinerja dan disetiap periode entitas
pemerintahan harus menyajikan laporan kinerja (performance report) dan
laporan keuangan (financial statement).
Berkaitan dengan penyajian laporan keuangan, berdasarkan pada PP 71
tahun 2010 (Lampiran 1 , pada PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
berbasis Akrual) setiap instansi pemerintahan harus menjalankan sistem
akuntansi agar dapat menyajikan Laporan keuangan yang terdiri dari : Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
(LPSAL), Neraca, Laporan keuangan negara yang lebih akuntabel dan
transparan. Berubahnya sistem pengelolaan keuangan negara tidak hanya
dalam hal penerapan penganggaran namun juga dalam sistem pencatatan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan atas akuntabilitas keuangan negara.
Reformasi pengelolaan keuangan negara terus dilakukan Operasional (LO),
Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Catatan Atas
Laporan Keuangan (CaLK).
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD)
menjadi salah satu fokus penelitian karena salah satu tugasnya adalah
menyusun dan membuat perencanaan pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah. Dalam menyusun/membuat laporan pertanggungjawaban
keuangan daerah tersebut menggunakan dokumen-dokumen berupa laporan
keuangan SKPD, sehingga akan tergambar sejauhmana tingkat penerapan SPIP
di seluruh SKPD pada Kabupaten Nias Selatan. Jika laporan
pertanggungjawabannya sesuai standar dan karakteristik kualitatif laporan
keuangan, dengan opini BPK WDP/WTP maka dapat diasumsikan bahwa SPIP
telah berjalan dengan optimal.
Ada 2 hal yang digunakan sebagai indikator untuk menentukan tingkat
penerapan SPIP di masing-masing SKPD berdasarkan laporan keuangan yang
telah diaudit BPK, yakni :
1) Seberapa besar penyerapan anggaran,
Tingkat penyerapan anggaran tergambar dari tingkat penyelesaian
program/kegiatan Pemda sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
dan Skedul Anggaran kas masing-masing SKPD. Apabila penyerapan
anggaran rendah, jelas menunjukkan bahwa kegiatan tidak efektif, kalau
kegiatan tidak efektif berarti SPIP belum berjalan optimal, namun jika
penyerapan anggaran tinggi namun tidak akuntabel menunjukkan bukti
bahwa kegiatannya tidak dilakukan secara efisien ini juga menggambarkna
bahwa penerapan SPIP belum optimal pula.
2) Kualitas laporan dan opini BPK Terlihat melalui 4 Opini BPK yakni:
a. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Menyatakan bahwa laporan keuangan
telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang
material dan informasi keuangan dalam keuangan dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan.
b. Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP DPP),
Menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam hal yang material dikecualikan dengan adanya
pemenuhan koreksi material sehingga informasi keuangan dalam
keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.
c. Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Menyatakan bahwa laporan
keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal
yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan
yang dikecualikan sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan
yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan.
d. Tidak Wajar (TW) Menyatkan bahwa laporan keuangan tidak disajikan
dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material sehingga
informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan.
e. Pernyataan menolak memberikan opini / tidak memberikan pendapat
(TMP)/ desclaimer of opinion : Menyatakan bahwa laporan keuangan
tidak dapat diperiksa sesuai standar pemeriksaan, dengan kata lain
pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam
laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan
keuangan.
Hal-hal inilah yang masih ditemui pada Sejumlah Entitas atau SKPD
pada Kabupaten Nias Selatan yang berdampak terhadap Pernyataan Tidak
Memberikan Pendapat atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh BPK,
yang sangat membutuhkan perhatian serius untuk ditindak lanjuti demi
perubahan kearah perbaikan. Dapat terlihat pada tabel 2, sejumlah penyebab
opini Desklaimer tersebut.
Tabel 2. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemda Nias Selatan
TAHU PENYEBAB
OPINI JUMLAH
N SPI KEPATUHAN
1 2 3 4 5
2012 DISCLAIMER 28 23 51
2013 DISCLAIMER 27 21 48
2014 DISCLAIMER 16 27 43
2015 DISCLAIMER 16 23 39
2016 DISCLAIMER 9 15 24
Sumber: BKK-RI Perwakilan Sumatera Utara
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ditujukan untuk
memberikan opini atas kewajaran Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
dengan memperhatikan kesesuaian Laporan Keuangan dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem
pengendalian intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Opini yang diberikan oleh BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) dari TA 2012 sampai 2016 pada Kabupaten Nias Selatan adalah Tidak
Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) dengan 9 (tujuh) hal yang
menjadi pertimbangan yang telah dijelaskan di atas yakni permasalahan terkait
akun aset tetap, kas, piutang, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen
dana bergulir, aset lainnya, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta
belanja modal, permasalahan terkait Aset Tetap, terdapat penggunaan langsung
pendapatan dari Program Jamkesmas dan Jampersal pada Dinas Kesehatan,
terdapat kelebihan pembayaran Belanja Perjalanan Dinas pada Bagian Umum
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD, terdapat Belanja Sewa Sarana
Mobilitas Udara pada Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika berupa
perjanjian kerja sama dengan PT TAM berindikasi merugikan keuangan
negara/daerah serta permasalahan pemutusan kontrak pada Badan Lingkungan
Hidup tanpa disertai pengembalian uang muka dan pencairan jaminan
pelaksanaan. Jika dibandingkan dengan TA 2013, terdapat 8 (delapan) hal yang
mengakibatkan BPK tidak dapat menerapkan prosedur pemeriksaan, sehingga
ruang lingkup pemeriksaan BPK tidak cukup untuk memungkinkan
menyatakan opini atas Laporan Keuangan TA 2013 sebagai berikut:
Tabel 3. Temuan BPK - RI atas LKPD kab. Nias Selatan TA. 2012-2016
c) Neraca
e) Laporan Operasional
Laporan Operasional menyediakan informasi mengenai
seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang
tercerminkan dalam pendapatan-LO dan beban dan surplus/defisit
operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiaanya
disandingkan dengan periode sebelumnya. Laporan operasional
disusun untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis
akrual (full accrual accounting cycle) sehingga penyusunan
Laporan Operasional, Laporan perubahan Ekuitas, dan Neraca
mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Nama
Judul Hasil
Penulis
Primastuti Penilaian terhadap Sistem Hasil yang diperoleh pelaksanaan
(2008) Pengendalian Intern Dalam Sistem Pengendalian Intern dalam
Pengelolaan Aset Tetap pengelolaan aset tetap pada
Pada Pemerintah Kota Pemerintah Kota Depok belum
Depok efektif
Lalia (2009) Analisis Penyelenggaraan Hasil yang diperoleh Penerapan
Peraturan Pemerintah 60 SPIP pada kedua daerah tidak
Tahun 2008 tentang Sistem langsung mempengaruhi opini
Pengendalian Intern atas laporan keuangan.
Pemerintah pada Dua
Pemda
Nama
Judul Hasil
Penulis
Oktaviana Pengelolaan Aset Daerah Hasil yang diperoleh variabel
(2010) Berkaitan Opini Disclaimer bebas secara parsial hanya akan
BPK di Kabupaten Tojo memberikan pengaruh yang kecil
Una Una di Provinsi terhadap variabel terikatnya,
Sulawesi Tengah Tahun namun secara simultan
2007 berpengaruh secara signifikan.
Sehingga harus dilakukan dan
diterapkan sistem dalam rangka
mendukung pengelolaan aset
Widyaningsi Hubungan efektifitas sistem Hasil yang diperoleh sistem
h (2011) akuntansi keuangan daerah akuntansi keuangan daerah yang
dan pengendalian intern efektif ditunjang dengan sistem
dengan kualitas pengendalian intern yang baik
akuntabilitas keuangan dapat menghasilkan informasi
melalui kualitas informasi laporan keuangan yang
laporan keuangan sebagai berkualitas dan mendorong
variabel intervening meningkatnya kualitas
akuntabilitas keuangan
pemerintah daerah.
C. Kerangka Pemikiran
Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun dan disajikan dengan
standar akuntansi pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah.
Pemerintah juga mengeluarkan Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 71 tahun 2010. Tujuan diberlakukannya hal tersebut adalah agar lebih
accountable dan semakin diperlukannya peningkatan kualitas laporan
keuangan pemerintah sangat dipengaruhi oleh faktor kepatuhan terhadap
standar akuntansi, serta dukungan sistem pengendalian intern pemerintah
(SPIP) yang ada.
Tujuan penting reformasi SPIP sektor publik adalah penetapan sasaran
akuntanbilitas pengelolaan keuangan pemerintah pusat maupun daerah
maupun kinerja pemerintah daerah dalam hal ini kajian mengenai Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Nias Selatan. Tuntutan reformasi ini
menyebabkan demokratisasi pengelolaan organisasi melalui aspek akuntabilitas
dan kinerja pemerintah daerah. Secara khusus, tuntutan ini lebih terkait dengan
bidang pengelolaan keuangan publik. Dengan adanya unsur SPIP dalam
pengelolaan keuangan daerah diharapkan mampu meningkatkan akuntabilitas
laporan keuangan daerah dan kinerja pemerintah daerah Nias Selatan sehingga
bisa merubah opini audit BPK Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dimana
dalam kasusnya selama kurun waktu 5 tahun secara berturut-turut mendapatkan
opini BPK yaitu Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) yang mengindikasikan
terjadinya suatu konflik atas LKPD hasil auditan BPK.
Agar informasi akuntansi yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik
oleh pemakai, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) terdapat kriteria dan unsur-unsur
pembentuk kualitas informasi yang menjadikan informasi dalam laporan
keuangan pemerintah berkualitas yang terdiri dari: (a) relevan, (b) andal, (c)
dapat dibandingkan dan (d) dapat dipahami.
Untuk dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas, maka
diperlukan kapasitas sumber daya manusia yang cukup agar mampu
menjalankan sistem yang ada dengan baik. Selain sumber daya manusia, hal
lain yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah pengendalian
internal. Pengendalian internal pemerintah daerah diatur dalam Peraturan
Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah.
Pada dasarnya pengendalian intern merupakan suatu proses yang
dijalankan dan dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan yaitu, a) efektifitas dan efisiensi operasi, b)
keandalan laporan keuangan, c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku menurut COSO dalam Bastian (2009).
Definisi di atas memberikan pengertian bahwa pengendalian internal
adalah proses yang dapat dipengaruhi manajemen dan karyawan dalam
menyediakan secara layak suatu kepastian mengenai prestasi yang diperoleh
secara objektif dalam penerapannya tentang bagian laporan keuangan yang
dapat dipercaya, diterapkannya efisiensi dan efektifitas dalam kegiatan operasi
perusahaan dan diterapkannya peraturan dan hukum yang berlaku agar ditaati
oleh semua pihak.
Masih ditemukannya penyimpangan dan kebocoran di dalam laporan
keuangan oleh BPK, menunjukkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah belum memenuhi karakteristik nilai informasi yang disyaratkan.
Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini itu sendiri dengan
mempertimbangkan kriteria kesesuaian dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP); kecukupan pengungkapan; kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan dan efektivitas pengendalian intern (BPK, 2009). BPK
memberikan opini Disclaimer diantaranya disebabkan oleh kelemahan sistem
pengendalian internal. Permasalahan penting yang masih ditemukan BPK
dalam pemeriksaan LKPD mengenai pengendalian intern antara lain adalah:
1. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di
antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib,
penggunaan langsung atas pendapatan daerah, adanya kekurangan
penetapan dan penerimaan pajak dan retribusi daerah, penyetoran retribusi
daerah tidak dilakukan secara tepat waktu, dan piutang pajak yang telah
kadaluarsa serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih.
2. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan hibah, bantuan
sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan
laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan
bantuan keuangan.
Dalam penyusunan keuangan daerah yang baik, selain SKPD harus
memiliki sumber daya manusia yang kompeten, SKPD juga harus memiliki
sistem pengendalian intern yang baik. Lemahnya sistem pengendalian intern
dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah yang dihasilkan. Dan
salah satu tolak ukur apakah sudah tercapainya tujuan SPIP terhadap keandalan
laporan keuangan adalah ditaatinya peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang dicerminkan melalui opini BPK yang menjadi ukuran lain
mengenai kualitas laporan keuangan pemerintah.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rieska Widiani (2013)
Pengaruh Efektivitas Pengendalian Internal Pemerintah Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian
nya Menyatakan bahwa Efektivitas Pengendalian Internal Pemerintah
berpengaruh signifikan positif terhadap Kualitas Laporan Keuangan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh
antara variabel dependen yaitu Kualitas Laporan keuangan Pemerintahan
Daerah dengan variabel independen yaitu Efektivitas Sistem Pengendalian
Internal Pemerintahan.
Kerangka pemikiran yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Akuntabilitas
Laporan Keuangan
Penerapan Sistem
Pengendalian
Internal Pemerintah
Kinerja Pemerintah
Daerah
(Umar, 2008:166)
dimana:
r : koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
∑X : jumlah skor item
∑Y : jumlah skor total
N : jumlah responden
Keterangan:
Si = Varians skor tiap-tiap item
∑ Xi 2 = Jumlah kuadrat item
∑ (Xi) 2 = Jumlah item dikuadratkan
N = Jumlah responden
Keterangan:
∑ St = Jumlah varians semua item
S1 + S2 + S3.... Sn = Varians item ke-1,2,3,...n
St = Varians total
2
∑ Xt = Jumlah kuadrat total
∑ (Xt) 2 = Jumlah dikuadratkan
N = Jumlah responden
d. Masukkan nilai Alpha dengan rumus:
(Umar, 2008:179)
Keterangan:
VIF = Variance Inflation Factor
R2 = Koefisien determinasi secara serentak
Setelah diperoleh hasil dari perhitungan diatas, maka untuk menafsirkan
hasilnya dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan kriteria uji sebagai
berikut:
- Jika VIF < 5, maka terdapat multikolinearitas
- Jika VIF> 5, maka tidak terdapat multikolinieritas