Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

IMPLEMENTASI
SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
PADA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
oleh:
Ade Rintaka

( 01 )

Alfi Kurniawati

( 02 )

Alfiah Kusumaningrum

( 03 )

Ardes Martua Yudito Sitanggang

( 05 )

Prajastiono Nur Trivansyah

( 20 )

Prasetiyadi

( 21 )

Satrya Vandicka

( 26 )

Kelas 8C
Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


2015
BAB I

PENDAHULUAN
A. TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
Terbentuknya Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak terlepas dari konsekuensi
pelaksanaan reformasi penyempurnaan manajemen keuangan Negara di Indonesia. Ketika
semangat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) digulirkan,
Pemerintah Pusat menempuh langkah perubahan melalui reformasi hukum dan reformasi
organisasi. Secara paralel, reformasi hukum yang ditandai dengan lahirnya Paket UndangUndang Bidang Keuangan Negara diiringi dengan perubahan organisasional di tubuh
Kementerian Keuangan guna menyelaraskan perangkat organisasi dengan penegasan fungsi
Kementerian Keuangan selaku institusi Pengelola Fiskal.
Adapun yang menjadi Visi dan Misi Direktorat Jenderal Perbendaharaan adalah :
Visi :
Menjadi pengelola perbendaharaan negara yang unggul di tingkat dunia
Misi :
1. Mewujudkan pengelolaan kas dan investasi yang pruden, efisien, dan optimal
2. Mendukung kinerja pelaksanaan anggaran yang tepat waktu, efektif, dan akuntabel
3. Mewujudkan akuntansi dan pelaporan keuangan negara yang akuntabel, transparan, dan
tepat waktu
4. Mengembangkan kapasitas pendukung sisten perbendaharaan yang andal, professional,
dan modern
Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas untuk merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perbendaharaan negara. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan fungsi :
1.
2.
3.
4.
5.

perumusan kebijakan di bidang perbendaharaan negara;


pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbendaharaan negara;
pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbendaharaan negara; dan
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam menjalankan tugas dan fungsi tersebut, Direktorat Jenderal Perbendaharaan

mempunyai struktur organisasi sebagai berikut (Hanya disajikan Kantor Pusat dan Kantor
Pelayanan) :
1. Kantor Pusat

Direktor
at
Jenderal
Sekretariat
Direktor
Direktor
at
Direktor Direktor Tenaga
Direktor Direktorat
Pengkaji
at
Akuntan
at
at
at
Pelaksa Direktorat Sistem Pembinaan si dan Transfor Sistem Bidang
naan Pengelolaa Manaje Pengelolaa Pelapora
masi
Perbend Perbend
.
n
n Kas
Anggara
n
Perbend
.
men
Keuangan Keuanga
Negara
n
.
Investas
BLU
n
i

2. Kantor Pelayanan (KPPN Tipe A1)

Kantor
Pelayanan

Sub Bagian
Umum
Seksi
Pencairan
Dana

Seksi
Manajemen
Satker dan KI

Seksi Bank

Seksi Verifikasi
dan Akuntansi

B. OVERVIEW PENGENDALIAN INTERNAL BERDASARKAN PP NOMOR 60


TAHUN 2008
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, pengertian Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2

Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam
rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai
dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan
pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik.
Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan
pengendalian

atas

penyelenggaraan

kegiatan

pemerintahan.

Pengendalian

atas

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan tersebut, dilaksanakan dengan berpedoman pada


SPIP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008.
Organisasi Pengawas antara lain:
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) adalah aparat pengawasan intern
pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Inspektorat Jenderal adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab
langsung kepada menteri/pimpinan lembaga.
Inspektorat Provinsi adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab
langsung kepada gubernur.
Inspektorat Kabupaten/Kota adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang
bertanggung jawab langsung kepada bupati/walikota.
Tujuan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan.
Unsur Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
SPIP terdiri atas 5 unsur yang dilaksanakan secara menyatu dan menjadi bagian
integral dari kegiatan Instansi Pemerintah, yaitu:
a. Lingkungan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menciptakan dan memelihara lingkungan
pengendalian yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan Sistem
Pengendalian Intern dalam lingkungan kerjanya. Action plan :
1. Melakukan penetapan/ updating pelaksana pengendalian internal
2. Melakukan penetapan/ updating pengelola pengaduan
3. Meningkatkan komitmen bersama terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
secara berintegritas, contohnya melalui penandatanganan pakta integritas internal
untuk pegawai Ditjen Perbendaharaan Tahun 2015.
4. Pimpinan memberi keteladanan terhadap penerapan integritas
3

b. Penilaian Risiko
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko
sebagaimana dimaksud terdiri atas identifikasi risiko dan analisis risiko. Dalam rangka
penilaian risiko, pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan tujuan instansi pemerintah dan
tujuan pada tingkatan kegiatan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Action plan :
1. Menyusun dan menetapkan bahan masukan untuk profil resiko dan rencana peanganan
resiko Unit Pemilik Resiko.
2. Melaksanakan dan melaporkan rencana penanganan risiko sesuai timeframe yang telah
ditetapkan
3. Melaksanakan dan melaporkan evaluasi hasil penanganan resiko
4. Menyusun informasi terkait kejadian/peristiwa yang pernah terjadi dan berdampak
negatf terhadap unit kerja dalam bentuk loss event database.
c. Kegiatan Pengendalian
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai
dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah yang
bersangkutan. Action plan :
1. Melaksanakan penanganan segera terhadap laporan pengaduan yang diterima dari
stakeholder/masyarakat/internal pegawai sesuai timeframe yang ditetapkan.
2. Melaksanakan mitigasi potensi pengaduan dari stakeholder dan/atau internal unit kerja
dengan menerapkan langkah-langkah peningkatan kinerja layanan.
3. Melakukan koordinasi segera terhadap setiap kegiatan pemeriksaan oleh aparat
pengawas fungsional, melalui sarana tercepat.
4. Melaksanakan investigasi dan/atau pengumpulan bahan keterangan terhadap dugaan
pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai.
d. Informasi dan Komunikasi
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib

mengidentifikasi,

mencatat,

dan

mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Action plan :
a. Melaksanakan in house training terkait materi pelaksanaan tugas kepatuhan internal
kepada pejabat/pegawai unit kerja.
b. Mengembangkan kompetensi SDM melalui in house traning
c. Menyelenggarakan rapat koordinasi internal unit kerja.
e. Pemantauan Pengendalian Intern
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian
Intern. Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud dilaksanakan
melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil
audit dan reviu lainnya. Action plan :
1. Melaksanakan pengujian pengendalian utama dan observasi pengendalian utama
terhadap suatu kegiatan.
2. Melaporkan hasil pengujian dan observasi pengendalian utama secara tepat waktu
3. Menyampaikan kompilasi hasil pengujian dan observasi pengendalian utama tingkat
unit kerja dalam periode bulanan.
4

4. Menyelenggarakan rapat pembahasan hasil pemantauan pengendalian internal


C. SISTEM PENGENDALIAN INTERN DIREKTORAT JENDERAL
PERBENDAHARAAN
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi. Penerapan sistem
pengendalian intern di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan bertujuan untuk
memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) terhadap pencapaian tujuan
organisasi.
Adapun manfaat dari penerapan sistem pengendalian intern antara lain adalah:
a. Meningkatnya efektivitas dan efisiensi operasi;
b. Meningkatnya kualitas tata kelola dan sistem pelaporan;
c. Terjaganya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Meningkatnya pengamanan terhadap aset negara;
e. Meningkatnya kepentingan.
Konsep Tiga Lini Pertahanan
Konsep tiga lini pertahanan (three lines of defence) yang diterapkan dalam sistem
pengendalian intern di lingkungan Kementerian Keuangan, termasuk Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, memandang implementasi sistem pengendalian intern sebagai lini
pertahanan tiga lapis, yaitu:
1. Lini pertahanan pertama adalah manajemen dan seluruh pegawai yang melaksanakan
proses bisnis. Lini pertahanan ini merupakan Hni pertahanan terpenting dalam mencegah
kesalahan, mendeteksi kecurangan, serta mengidentifikasi kelemahan dan kerentanan
pengendalian.
2. Lini pertahanan kedua merupakan fungsi pemantauan. Dalam konteks sistem
pengendalian intern di Kementerian Keuangan, fungsi ini dijalankan oleh UKI yang
bertugas memantau pengendalian intern di setiap tingkatan manajemen. Unit pemantau ini
harus memperingatkan lini pertahanan pertama apabila dijumpai kelemahan pengendalian
intern, baik dari segi tahapan rancangan sampai dengan tahapan pelaksanaannya.
3. Lini pertahanan ketiga adalah fungsi auditor internal. Dalam konteks pengendalian
intern di Kementerian Keuangan, fungsi ini dijalankan oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Keuangan.

Pemantauan Pengendalian Internal


Unit Kepatuhan Internal adalah unit yang memiliki tugas dan fungsi atau ditetapkan
untuk

mengemban

tugas

kepatuhan

internal

di

lingkungan

Direktorat

Jenderal

Perbendaharaan, yaitu bertugas untuk melaksanakan fungsi pemantauan pengendalian intern,


pengelolaan pengaduan, pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, tindak
lanjut hasil pengawasan, serta perumusan rekomendasi perbaikan proses bisnis.
Unit Kepatuhan Internal pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdiri atas UKI
tingkat eselon 1 (UKI-E1), UKI tingkat wilayah (UKI-W), dan UKI tingkat KPPN (UKI-P).
UKI-E1 berkoordinasi dengan perwakilan unit operasional atau UKI-W dan UKI-P dalam
rangka menyusun rancangan pengendalian. Sementara dalam melaksanakan fungsi
pemantauan pengendalian intern,

perlu disusun perangkat pemantauan. Perangkat

pemantauan yang harus disiapkan adalah sebagai berikut:


1. Tabel Pemantauan Pengendalian Utama (TPPU)
TPPU merupakan perangkat pemantauan yang digunakan untuk mengidentifikasi
atribut pengendalian utama suatu kegiatan, serta menjelaskan cara dan frekuensi pengujian
atas pengendalian tersebut. Format TPPU adalah sebagai berikut:

TPPU ini telah ditetapkan oleh UKI-El, sehingga UKI-W dan UKI-P cukup mengikuti
tata cara pemantauan sesuai yang telah ditetapkan pada TPPU tersebut.
2. Daftar Uji Pengendalian Utama (DUPU)
DUPU adalah kertas kerja yang berisi pertanyaan-pertanyaan terkait atribut
pengendalian untuk meyakini dilaksanakannya pengendalian utama. Dalam merumuskan
pertanyaan sebaiknya dihindari pertanyaan negatif.
DUPU ini berupa list atau daftar yang harus diisi oleh pelaksana pemantauan pada saat
melakukan pemantauan. Pertanyaan pada Daftar Uji tersebut telah ditetapkan oleh UKI-El,
dan pelaksana pemantauan menjawab pertanyaan tersebut dengan membubuhkan centang
(tickmark) sesuai dokumen yang diperiksa dan pertanyaan yang telah ditentukan.
Format DUPU adalah sebagai berikut:

3. Tabel Observasi Pengendalian Utama (TOPU)


TOPU adalah kertas kerja observasi terhadap pelaksanaan pengendalian utama.
Observasi dilakukan secara berkala, untuk meyakini bahwa pengendalian telah
dilaksanakan dengan cara dan oleh orang yang tepat.
Format TOPU adalah sebagai berikut:

Manajemen Resiko
Proses manajemen risiko merupakan keseluruhan siklus kegiatan dalam penerapan
manajemen risiko yang terdiri dari penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko,
evaluasi risiko, penanganan risiko, dan komunikasi dan konsultasi. Penerapan proses
manajemen risiko tersebut dilakukan secara terus menerus, sistematis, logis, dan terukur.
Siklus proses manajemen risiko dapat digambarkan sebagai berikut:

Satu waktu berjalannya siklus penerapan manajemen risiko ini disebut satu time
horizon, yang meliputi waktu enam bulan atau satu semester.
Kriteria risiko dapat berupa analisis kuantitatif atau analisis kualitatif. Krjteria risiko
tersebut dibuat per masing-masing risiko, dan akan menjadi dasar untuk menganalisis dan
mengevaluasi level risiko pada tahapan berikutnya. Dasar penentuan kriteria risiko juga harus
dideskripsikan, misalnya dengan menggunakan catatan historis (past event data), buku teks,
pertimbangan ahU, benchmarking, focused group discussion, dan sebagainya. Tingkat
konsekuensi risiko (risk consequences) dapat dilihat dalam tabel berikut:

Pelaksanaan manajemen resiko ini dituangkan dalam beberapa formulir sesuai dengan
Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-34/PB/2013. Pelaporan mengenai
manajemen resiko disampaikan oleh pemilik resiko yaitu masing-masing Pejabat Eselon II,
kepada Ketua Manajemen Risiko untuk dikompilasi dan disampaikan kepada Direktur
Jenderal Perbendaharaan selaku Ketua Komite Manajemen Risiko. Direktur Jenderal
Perbendaharaan selaku Ketua Komite Manajemen Risiko menyampaikan Paparan (exposure)

Risiko unit eselon I kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya kepada
Menteri Keuangan pada setiap semester pada posisi per bulan Juni dan Desember.

BAB II
PENGENDALIAN INTERNAL PADA PROSES PENERBITAN SP2D
A. TUGAS DAN FUNGSI SEKSI YANG TERKAIT PROSES PENERBITAN SP2D
Penerbitan SP2D pada KPPN dilaksanakan di Seksi Pencairan dan dan Manajemen
Satker dan Seksi Bank, setelah mendapatkan data SPM dari Front Office dan Middle Office.
Tugas dari Seksi Pencairan dan Manajemen Satker yaitu:
1.
2.
3.
4.

melakukan pengujian resume tagihan dan SPM,


penerbitan SP2D,
penerbitan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU,
penerbitan Surat Pengesahan atas Ralat SPM dari satuan kerja dan Nota Dinas Kesalahan

dan Perbaikan SP2D Hasil Verifikasi pada KPPN


5. pengelolaan data kontrak, data supplier, belanja pegawai satker,
6. monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran satker,
7. melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pengelolaan perbendaharaan,
8. fungsi customer service,
9. supervisi teknis SPAN dan helpdesk SAKTI,
10. pemantauan standar kualitas layanan KPPN
11. penyediaan layanan perbendaharaan.
Adapun tugas dari seksi Bank antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

penyelesaian transaksi pencairan dana


fungsi cash management
penerbitan Daftar Tagihan
pengelolaan rekening Kuasa BUN dan Bendahara
penatausahaan penerimaan negara
Sejak diberlakukannya piloting project SPAN terjadi perubahan pada Tugas Pokok dan
Fungsi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor 189/PB/2014. Adapun supervise proses penerbitan SP2D
pada KPPN antara lain:
A. KPPN Non SPAN
Supervisi penerimaan SPM dan penerbitan SP2D sebagai berikut:
1) Memastikan transfer data SPM dan validasi PIN PPSPM oleh petugas FO telah sesuai
dengan data SP2D yang ada pada aplikasi KPPN dengan langkah:
a) Membandingkan jumlah SP2D dengan jumlad data SPM pada Aplikasi KPPN
b) Membandingkan hardcopy SPM dengan data ADK SPM serta data pada Aplikasi
KPPN
2) Memastikan penyelesaian penerbitan SP2D telah sesuai dengan kebenaran dan
kelengkapan dokumen pengajuan SPM.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Meneliti seluruh kelengkapan dokumen pengajuan SPM yang satu berkas dengan
SP2D;
b) Meneliti ketersedian Pagu Anggaran.
10

c) Memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah angka dan huruf pada SP2D telah
sesuai dengan SPM;
d) Memeriksa kebenaran penulisan dalam SP2D telah sesuai dengan SPM;
3) Memastikan petugas telah mengawasi dan meneliti pengajuan SPM melalui
mekanisme UP/GUP/TUP, meliputi pertanggungjawaban UP/TUP tahun yang lalu,
besaran UP untuk masing-masing Satuan Kerja, klasifikasi belanja, persetujuan,
besaran, dan jangka waktu pertanggungjawaban TUP.
Langkah- langkah yang dilakukan meliputi:
a) Memeriksa sisa UP tahun anggaran lalu yang belum dipertanggungjawabkan;
b) Memeriksa kesesuaian jumlah potongan UP tahun anggaran yang lalu pada SPM
c)

dengan sisa UP tahun anggaran lalu yang belum dipertanggungjawabkan;


Memeriksa kesesuaian setoran UP tahun anggaran lalu dengan jumlah setoran

dalam SSBP;
d) Memeriksa jumlah permintaan UP pada SPM dari Satker telah sesuai dengan batas
pemberian UP yang diperbolehkan;
e) Memeriksa jumlah permintaan UP pada SPM dari Satker yang melebihi dari batas
pemberian UP yang diperbolehkan harus mendapat persetujuan Kepala Kantor
Wilayah Perbendaharaan;
f) Memeriksa jenis belanja pada SPM UP/GUP/TUP dari Satker telah sesuai dengan
jenis belanja yang diperbolehkan dibayarkan melalui mekanisme UP/GUP/TUP;
g) Memeriksa pembayaran yang dilakukan dengan UP kepada penerima/penyedia
barang/jasa tidak melebihi jumlah yang diperbolehkan;
h) Memeriksa pembayaran yang dilakukan dengan UP kepada penerima/penyedia
barang/jasa yang melebihi jumlah yang diperbolehkan harus mendapat persetujuan
MenteriKeuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan;
i) Memeriksa kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM dan/atau dalam SSBP
dengan jumlah potongan UP oleh KPPN, akibat kewajiban penggantian UP oleh
Satker yang terlewati;
j) Memeriksa jumlah permintaan TUP pada SPM dari Satker sesuai dengan jumlah
yang disetujui oleh Kepala KPPN;
k) Memeriksa jangka waktu pertanggungjawaban TUP tidak boleh melebihi dari
waktu yang telah ditentukan.
4) Memastikan pengujian karwas pembayaran kontrak secara elektronik atas pengajuan
SPM-LS Satuan Kerja telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa cara penulisan/pengisian kode, jumlah angka dan huruf pada karwas
kontrak telah dilakukan dengan benar sesuai dengan realisasi;
b) Memeriksa kesesuaian penerima SPM, nomor rekening penerima pada karwas
kontrak dengan penerima dan nomor rekening pada SPM, nilai kontrak, dan jadwal
pembayaran sesuai dengan realisasi;
11

c) Memeriksa kesesuaian jumlah potongan pajak SPM dengan jumlah potongan pajak
pada karwas kontrak sesuai dengan realisasi;
d) Memeriksa kesesuaian jumlah pengeluaran pada SPM dengan jumlah realisasi
kontrak pada karwas kontrak sesuai dengan realisasi.
5) Memastikan SSBP/SSPB yang disetor ke Kas Negara sebagai lampiran SPM telah
dikonfirmasi oleh Seksi Bank.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kesesuaian kode NTPN, akun dan jumlah uang pada SSBP dengan surat
konfirmasi yang dikeluarkan oleh Seksi Bank. Input/Alat: - SSBP; Surat
konfirmasi.
6) Memastikan alasan pengembalian SPM telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku
serta memastikan pengembalian SPM dan dokumen pendukung disertai formulir
pengembalian.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung, meneliti kebenaran SPM dan
menguji SPM;
b) Mengembalikan SPM dan dokumen pendukungnya apabila berdasarkan penelitian
dan pengujian tidak memenuhi persyaratan;
c) Menyampaikan formulir pengembalian kepada petugas satker yang telah
ditandatangani oleh petugas FO.
7) Memastikan telah dilakukan konfirmasi keabsahan penerbitan SPM KP/ IB/ KBC/
KBM/ KBPHTB dan KPBB kepada KPP/KPBC yang bersangkutan dan menerima
jawaban atas konfirmasi tersebut.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung berupa surat jawaban konfirmasi
dari KPP/KPBC;
b) Meneliti jawaban atas konfirmasi.
8) Memastikan pengawasan rekening Bendahara Pengeluaran

yang belum/ telah

mendapatkan persetujuan Kuasa Bendahara Umum Negara berdasarkan data rekening


yang telah mendapatkan persetujuan Kepala KPPN baik melalui aplikasi maupun
manual (rekening belum mendapatkan persetujuan, terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan sebelum rekening tersebut digunakan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Persetujuan Pembukaan Rekening.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung berupa surat persetujuan pembukaan
rekening.
9) Memastikan proses penerbitan SP2D sesuai prosedur yang meliputi proses pencetakan
SP2D, pemilahan dan pendistribusian SP2D beserta SPM dan dokumen pendukungnya
telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
12

a) Memeriksa proses penerbitan SP2D mulai dari proses pencetakan, pemilahan, dan
pendistribusian SP2D berserta SPM dan dokumen pendukungnya sesuai dengan
urutan prosedur yang diatur dalam SOP.
10) Memastikan pencetakan serta pendistribusian daftar penguji sesuai prosedur yang
berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa proses pencetakan serta pendistribusian daftar penguji sesuai dengan
urutan prosedur yang diatur dalam SOP.
11) Memastikan prosedur retur SP2D sesuai prosedur yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memastikan Surat Pemberitahuan atas Retur SP2D dari BI/Bank Operasional telah
disampaikan kepada Satuan Kerja;
b) Memastikan Surat Ralat atas retur SP2D telah disampaikan kepada BI/Bank
Operasional.
B. KPPN SPAN
Supervisi penerimaan SPM dan penerbitan SP2D sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa transfer data SPM dan validasi PIN PPSPM telah dilakukan oleh
Petugas FO dan telah sesuai dengan data SP2D yang ada pada Aplikasi Konversi dan
Aplikasi SPAN;
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Membandingkan jumlah SP2D dengan jumlah pada data SPM pada Aplikasi
SPAN;
b) Membandingkan hardcopy SPM dengan data ADK SPM serta data pada Aplikasi
Konversi.
2. Memastikan penyelesaian SP2D telah sesuai dengan kebenaran dan kelengkapan
dokumen pengajuan SPM.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Meneliti seluruh kelengkapan dokumen pengajuan SPM yang satu berkas dengan
SP2D.
3. Memastikan petugas telah mengawasi dan meneliti pengajuan SPM mekanisme
meliputi pertanggungjawaban UP/TUP tahun yang lalu, besaran UP untuk masingmasing Satuan Kerja, klasifikasi belanja, persetujuan, besaran, dan jangka waktu
pertanggungjawaban TUP.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa sisa UP tahun anggaran lalu yang belum dipertanggungjawabkan;
b) Memeriksa kesesuaian jumlah potongan UP tahun anggaran yang lalu pada SPM
dengan sisa UP tahun anggaran lalu yang belum dipertanggungjawabkan;
c) Memeriksa kesesuaian setoran UP tahun anggaran lalu dengan jumlah setoran
dalam SSBP; melalui UP/ GUP/TUP,
d) Memeriksa jumlah permintaan UP pada SPM dari Satker telah sesuai dengan batas
pemberian UP yang diperbolehkan;
13

e)

Memeriksa jumlah permintaan UP pada SPM dari Satker yang melebihi dari batas
pemberian UP yang diperbolehkan harus mendapat persetujuan Kepala Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan;


f) Memeriksa jenis belanja pada SPM UP/GUP/TUP dari Satker telah sesuai dengan
jenis belanja yang diperbolehkan dibayarkan melalui mekanisme UP/GUP/TUP;
Memeriksa pembayaran yang dilakukan dengan UP kepada penerima/penyedia
g)

barang/jasa tidak melebihi jumlah yang diperbolehkan;


Memeriksa pembayaran yang dilakukan dengan UP kepada penerima/penyedia
barang/jasa yang melebihi jumlah yang diperbolehkan harus mendapat persetujuan

Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan;


h) Memeriksa kesesuaian jumlah potongan UP pada SPM dan/atau dalam SSBP
dengan jumlah potongan UP oleh KPPN, akibat kewajiban penggantian UP oleh
Satker yang terlewati;
i) Memeriksa jumlah permintaan TUP pada SPM dari Satker sesuai dengan jumlah
yang disetujui oleh Kepala KPPN;
j) Memeriksa jangka waktu pertanggungjawaban TUP tidak boleh melebihi dari
waktu yang telah ditentukan.
4. Memastikan pengujian karwas pembayaran kontrak secara elektronik atas pengajuan
SPM-LS Satuan Kerja telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan:
a) meliputi melakukan view dan runreport atas pengawasan kontrak melalui aplikasi
SPAN
5. Memastikan SSBP/SSPB yang disetor ke Kas Negara sebagai lampiran SPM telah
dikonfirmasi oleh Seksi Bank.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Melakukan inquiry receipt pada aplikasi SPAN;
b) Memeriksa kesesuaian kode NTPN, akun dan jumlah uang pada SSBP dengan surat
konfirmasi yang dikeluarkan oleh Seksi Bank.
6. Memastikan alasan pengembalian SPM telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung,
b) meneliti kebenaran SPM dan menguji SPM;
c) Memeriksa laporan penolakan resume tagihan;
7. Memastikan telah dilakukan konfirmasi keabsahan penerbitan SPM KP/ IB/ KBC/
KBM/ KBPHTB dan KPBB kepada KPP/KPBC yang bersangkutan dan menerima
jawaban atas konfirmasi tersebut.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung berupa surat jawaban konfirmasi
dari KPP/KPBC;
b) Meneliti jawaban atas konfirmasi.
8. Memastikan pengawasan rekening Bendahara Pengeluaran yang belum/ telah
mendapatkan persetujuan Kuasa Bendahara Umum Negara berdasarkan data rekening
14

yang telah mendapatkan persetujuan Kepala KPPN baik melalui aplikasi maupun
manual (rekening belum mendapatkan persetujuan, terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan sebelum rekening tersebut digunakan). Sesuai Peraturan Menteri Keuangan
mengenai Persetujuan Pembukaan Rekening.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) Memeriksa kelengkapan dokumen pendukung berupa surat persetujuan pembukaan
rekening.
9. Memastikan prosedur retur SP2D sesuai prosedur yang berlaku.
Langkah-langkah yang harus dilakukan, meliputi:
a) melakukan run report datar SP2D retur, staf Seksi Bank menyampaikan
pemberitahuan kepada satker (untuk retur RPKBUN P/RPNKBUN Gaji),
sedangkan untuk retur BO I /BO II /BO III staf Seksi Bank menyampaikan
pemeritahuan retur kepada Seksi Pencairan Dana untuk kemudian diteruskan
kepada satker.
B. STANDAR OPERATING PROCEDURES PENERBITAN SP2D
Standard Operating Procedures (SOP) Proses Penerbitan SP2D LS Non Gaji Pada KPPN,
berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-133/PB/2014 tentang SOP
pada KPPN Tipe A1 dan A2:

15

16

17

18

19

20

C. PENGENDALIAN INTERN PADA PROSES PENERBITAN SP2D


Pengendalian internal penerbitan pada dasarnya merupakan kombinasi dari kegiatan
pengendalian yang dilakukan oleh pelaksana pengendalian, dalam hal ini adalah pegawai yang
terlibat dalam kegiatan penerbitan SP2D, dan petugas pemantauan pengendalian internal.
Ada tiga jenis perangkat pemantauan pengendalian penerbitan SP2D, yaitu :
1. Tabel Observasi Pengendali Utama (TOPU)
2. Tabel Pemantauan Pengendalian Utama (TPPU)
3. Daftar Uji Pengendali Utama (TUPU)
1. Tabel Observasi Pengendali Utama (TOPU)
Adalah kertas kerja observasi terhadap pelaksanaan pengendalian utama. Observasi
dilakukan paling sedikit satu kali setiap bulan dan dilaporkan dalan Laporan Hasil
Pengujian Pengendalian Utama. Dalam observasi, pemantau melihat secara cermat
pelaksanaan suatu kegiatan secara langsung dan menyeluruh (end-to-end). Hal ini
dilakukan untuk meyakini bahwa pengendalian telah dilaksanakan dengan cara dan oleh
orang yang tepat. Apabila terdapat perbedaan antara SOP dengan pelaksanaan
pengendalian, perlu diidentifikasi penyebab perbedaan dan dievaluasi dampaknya. Ada
lima komponen dari TOPU, yaitu
1. Aktivitas pengendalian utama, terdiri dari :
a. Penelitian terhadap petugas pengantar SPM, satker yang mengajukan SPM, SPM dan
dokumen pendukung, serta kebenaran SPM dan pengujian SPM melalui Pengujian
Tahapan I dan Pengujian Tahapan II oleh Petugas Front Office.
b. Instalasi antivirus yang ter-update di Komputer FO
c. Pemeriksaan kebenaran kode bank, pencocokan kartu pengawasan kredit dengan
SPMnya, kebenaran pencocokan data pada konsep dan net SP2D dengan data pada
hardcopy SPM oleh Petugas Middle Office
21

d. Pemeriksaan kesesuaian SPM dengan konsep SP2D, Kartu Pengawasan Kredit, tanggal
SP2D, kode BO yang ditunjuk,oleh Kasi Pencairan Dana
e. Dibubuhinya jam diterimanya SP2D oleh BO I ( terlambat jika jam yang tertera tanda
terima Surat Penegasan melewati pukul 15.00 waktu setempat)
f. Pencocokan KIPS dengan data petugas satker pada aplikasi pendukung dan penerimaan
tanda terima SPM yang dibawa oleh Petugas Satker pengambil SP2D oleh Petugas
2.
3.
4.
5.

Front Office
Apakah aktivitas pengendalian utama dijalankan?
Apakah dijlankan dengan cara yang sesuai rancangan pengendalian?
Apakah dilakukan oleh orang yang tepat?
Keterangan (jika tidak sesuai rancagan pengendalian)

2. Tabel Pemantauan Pengendali Utama (TPPU)


Adalah perangkat pemantauan yang digunakan untuk mengidentifikasi atribut
pengendalian utama suatu kegiatan, serta menjelaskan cara dan frekuensi pengujian atas
pengendalian tersebut. Ada tiga komponen pemantauan pengendalian untuk masingmasing kegiataan pengendalian, yaitu :
a. Atribut pengendalian kegiatan nomor 1 : tanda centang pada ceklist
b. Cara pengujian :
mengambil sampel atas berkas SP2D yang terbit di satu hari sebelum hari
pengujian
mendapatkan ceklist proses pengujian SPM dan penerbitan SP2D
Meneliti apakah petugas FO telah membubuhkan tanda centang pada ceklis
tersebut.
c. Frekuensi pengujian : harian
3. Daftar Uji Pengendali Utama
Adalah kertas kerja yang berisi pertanyaan terkait atribut pengendalian untuk
meyakini dilaksanakannya pengendalian utama. Sebaiknya dihindari pertanyaan negatif.
DUPU berupa list pertanyaan dan pelaksana pemantauan membubuhkan centang sesuai
dokumen yang diperiksa.
Berisi serangkaian pertanyaan untuk menguji kegiatan observasi pengendalian
utama. Antara lain :
a. Apakah checklist proses pengujian SPM dan penerbitan SP2D bagian pengujian
Tahapan I telah dibubuhi tanda centang seluruhnya ?
b. Apakah checklist proses pengujian SPM dan penerbitan SP2D bagian pengujian
Tahapan II telah dibubuhi tanda centang seluruhnya ?
c. Apakah antivirus pada komputer telah ter-update ?
d. Apakah checklist proses pengujian SPM dan penerbitan SP2D (bagian pengujian
Tahapan III oleh Kasi PD ) telah dibubuhi tanda centang seluruhnya ?
e. Apakah Surat Penegasan diantar oleh Petugas KPPN yang secara resmi ditunjuk oleh
Kepala KPPN ?
f. Apakah jam diterimanya Surat Penegasan lebih dari pukul 15.00 waktu setempat ?
22

g. Apakah jam diterimanya Surat Penegasan oleh BO I dibandingkan jam pengantaran ke


BO I oleh petugas KPPN yang ditunjuk dan jarak antara KPPN dan BO I masih dalam
taraf kewajaran ?
h. Apakah Checklist proses pengujian SPM dan penerbitan SP2D bagian Pengujian
Petugas FO (nomor 12.a sampai dengan 12.e) telah dibubuhi tanda centang seluruhnya
D. UPAYA MENINGKATKAN KEPUASAN SATKER PENGGUNA LAYANAN SP2D
Pengendalian Intern merupakan bagian integral dari reformasi manajemen keuangan
negara yang merupakan bagian dari reformasi birokrasi sebagai dampak dari masih banyaknya
penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Hakikat dari reformasi birokrasi itu sendiri
adalah layanan prima, terciptanya good governance, dan clean governance.
Berangkat dari hal tersebut maka reformasi birokrasi, Standar Operating Procedures
yang ada, Kreativitas dan inovasi, serta bagaimana memenuhi tuntutan satuan kerja, menjadi
dasar penyusunan standar pengendalian intern. Dalam rangka memenuhi tuntutan satuan kerja,
yang merupakan pengguna layanan SP2D, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh KPPN
antara lain:
1. Waktu penyelesaian layanan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2. Tersedianya sarana dan prasarana fasilitas layananyang memadai meliputi ruangan
berpendingin udara, akses internet gratis, air minum gratis, tersedianya majalah/surat
kabar, televisi, dan fasilitas charger.
3. Pelatihan Kemampuan dan keterampilan petugas Front Officedalammerespon permintaan
satker untuk menjaga tetap terlaksananya pelayanan yang baik dan cepat.
4. Kemudahan mengakses/memperoleh ketentuanyang mengatur tentang
pencairan dana / pelaksanaan rekonsiliasi melalui media yang disediakan.
5. Adanya Jadwal Jaga Jam Istirahat sehingga layanan tetap terlaksana.
6. Penetapan Satker Prioritassetiap bulan.
7. Pelaksanaankegiatan sosialisasi dan bimbingan tekniskepada

mekanisme

satker

yang

membutuhkan.dalam rangka mendukung proses pada tingkat stakeholder.


8. Adanya mekanisme pengaduan/pengajuan keberatanoleh satuan kerja terhadap pelayanan
yang tidak sesuai dengan SOP yang telah ditentukan, salah satunya dengan penyediaan
kotak pengaduan yang disediakan di ruang tunggu KPPN. Hal ini bertujuan untuk
memberikan perlindungan terhadap hak satuan kerja mendapatkan pelayanan yang baik.

23

BAB III
KESIMPULAN
Undang-undang di bidang keuangan negara membawa implikasi perlunya sistem
pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika
seluruh tingkat pimpinan menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di
instansi masing-masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi
Pemerintah,

mulai

dari

perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan,

sampai

dengan

pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif. Untuk
itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan
kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,
melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan
24

mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem
Pengendalian Intern yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah tersebut.
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan organisasi.
Pembangunan dan penguatan fungsi pengendalian intern di lingkungan Kemenkeu
dilaksanakan melalui peningkatan penerapan pengendalian intern oleh pimpinan dan seluruh
pegawai di Kemenkeu.Oleh karena itu, pimpinan dan seluruh pegawai di Kemenkeu harus
meningkatkan penerapan pengendalian intern dalam setiap pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Penerapan sistem pengendalian intern di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
bertujuan untuk memberikan keyakinan memadai (reasonable assurance) terhadap pencapaian
tujuan organisasi.
Unit yang memiliki tugas dan fungsi atau ditetapkan untuk mengemban tugas kepatuhan
internal di lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaanadalah Unit Kepatuhan Internal, yang
bertugas untuk melaksanakan fungsi pemantauan pengendalian intern, pengelolaan pengaduan,
pengelolaan risiko, kepatuhan terhadap kode etik dan disiplin, tindak lanjut hasil pengawasan,
serta perumusan rekomendasi perbaikan proses bisnis.

25

Anda mungkin juga menyukai