Anda di halaman 1dari 31

MATERI PBAK PERTEMUAN 9-14

PERTEMUAN 9
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DAN PEMBANGUNAN ZONA
INTEGRITAS

Pendahuluan
Indonesia sudah cukup banyak memiliki perangkat hukum untuk mengatur
penyelenggaraan prinsip good governance. Salah satunya seperti yang ditegaskan pasal 58 ayat (1)
UndangUndang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Di sana dikatakan bahwa
pengatur dan penyelenggara sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) untuk mengelola
transparansi keuangan negara adalah kepala pemerintahan.

• Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)


SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di
lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang SPIP mewajibkan menteri/pimpinan lembaga, gubernur dan walikota untuk melakukan
pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan pemerintahannya.
Tindakan pengendalian diperlukan untuk memberikan keyakinan yang memadai
(reasonable assurance) terhadap pencapaian efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan
penyelenggaraan pemerintahan negara.
• Pengendalian intern akan menciptakan keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Tujuan akhir sistem pengendalian intern ini adalah untuk mencapai efektivitas, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

• UNSUR-UNSUR SPIP
1. Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang mempengaruhi
efektivitas pengendalian intern.
2. Penilaian risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam
percapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
3. Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta penetapan
dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah
dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi proses pengolahan data yang telah diolah dan dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan serta tersampaikan informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada
pimpinan instansi pemerintah dan pihak lain yang ditentukan.
5. Pemantauan pengendalian intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja baik secara
kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan
reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

• PEMBANGUNAN ZONA INTEGRITAS


Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja
yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem
manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.
● Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan
sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan
kualitas pelayanan publik.
● Unit kerja adalah unit/satuan kerja di lingkungan Kementrian, lembaga dan pemerintah daerah
serendah-rendahnya eselon III yang menyelenggarakan fungsi pelayanan kepada masyarakat.

• Tahap Pembangunan Zona Integritas


1. Penandantanganan pakta Integritas
2. Pencanangan Pembangunan ZI
3. Proses Pembangunan ZI
4. Unit Penggerak Integritas (UPI)
5. Unit Pembangun Integritas (UPbI)
6. Penilaian dan Penetapan WBK/WBBM
1. Penandatanganan pakta Integritas
- Dilakukan oleh pimpinan dan seluruh pegawai Kementrian/Lembaga/dan Pemda secara
serentak sesuai Permen PAN dan RB, No. 49 Tahun 2011, sebagai pelaksanaan Instruksi
Presiden, No. 17 Tahun 2011.
- Dilakukan juga pada saat pelantikan sebagai CPNS, PNS, dan mutasi kepegawaian
horizontal maupun vertikal.  Penandatanganan PI sebagai unsur indikator utama penilaian
WBK/WBBM.

2. Pencanangan Pembangunan ZI
● Pencanangan pembangunan ZI merupakan deklarasi komitmen bahwa pimpinan K/L/P
siap menjadi instansi yang berpredikat ZI, yang dibuktikan dengan telah ditandatanganinya
PI oleh sebagian besar pejabat/pegawainya.
● Pencanangan dilakukan dalam upacara terbuka, dan disaksikan oleh wakil/unsur
Kementerian PANRB (wajib), KPK, dan ORI, serta unsur masyarakat lainnya.

• Susunan acara pencanangan ZI.\,


sekurang-kurangnya terdiri dari :
 Pernyataan pimpinan K/L/P dan penandatanganan piagam pencanangan oleh pimpinan
K/L/P.
 Sambutan pimpinan K/L/P sebagai peneguhan pernyataan siap membangun ZI
 Sambutan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)
atau yang mewakili.

3. Proses Pembangunan Zona Integritas


● Penandatanganan dokumen Pakta Integritas;
● Pemenuhan kewajiban LHKPN;
● Pemenuhan Akuntabilitas Kinerja;
● Pemenuhan kewajiban Pelaporan keuangan;
● Penerapan disiplin PNS;
● Penerapan kode etik khusus;
● Penerapan kebijakan pelayanan publik;
● Penerapan Whistleblower sistem tipikor;
● Pengendalian gratifikasi;
● Penanganan benturan kepentingan;
● Kegiatan pendidikan/pembinaan dan promosi anti korupsi;
● Pelaksanaan saran perbaikan dari BPK/KPK/APIP;
● Penerapan kebijakan pembinaan purna tugas;
● Penerapan kebijakan pelaporan transaksi tidak wajar;
● Rekrutmen secara terbuka;
● Promosi jabatan secara terbuka;
● Mekanisme pengaduan masyarakat;
● Pelaksanaan
● e-procurement
● Pengukuran kinerja individu.
● Keterbukaan informasi publik.

4. Unit Penggerak Integritas (UPI)


Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah sebagai Unit Penggerak
Integritas (UPI) yang berperan sebagai pembina melalui kegiatan konsultansi, sosialisasi,
bimbingan teknis berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008, Tentang SPIP.
Konsultansi terutama dalam hal pelaksanaan pembangunan ZI. Apabila diperlukan dapat
meminta bantuan pendampingan kepada instansi terkait.

5. Unit Pembangun Integritas (UPbI)


Unit Pembangun Integritas dibentuk pada masing-masing K/L/P dengan keanggotaan dari
unsur Sekretariat dan unit kerja, yang mempunyai tugas mendorong (bersama UPI)
terwujudnya WBK/WBBM.

6. Penilaian dan Penetapan WBK TIM PENILAI


● Tim Penilai Internal (TPI) adalah tim yang dibentuk oleh pimpinan instansi pemerintah
yang memiliki tugas melakukan penilaian unit kerja dalam rangka memperoleh predikat
menuju WBK/WBBM. (Untuk Kementerian keuangan, sebagai TPI adalah Inspektorat
Jenderal Kemenkeu)
● Tim Penilai Nasional (TPN) adalah tim yang dibentuk untuk melakukan evaluasi
terhadap unit kerja yang diusulkan menjadi ZI menuju WBK/WBBM. (TPN terdiri dari
unsur Kementerian PAN RB, KPK, dan Lembaga Ombudsman Indonesia)

• LEMBAR KERJA EVALUASI (LKE)


adalah alat yang digunakan oleh TPI dan TPN untuk menilai unit kerja layak/tidak
layakmendapat predikat WBK/WBBM

• KOMPONEN DALAM PENETAPAN ZI MENUJU WBK/WBBM :


Untuk pengajuan usulan predikat WBK, maka syarat yang harus dipenuhi adalah :
● Pada level instansi pemerintah :
○ Mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK atas opini laporan keuangan;
○ Mendapatkan Nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemeirntah (AKIP) minimal “CC”.
● Pada level unit kerja yang diusulkan :
○ Setingkat eselon I sampai dengan eselon III;
○ Memiliki peran dan penyelenggaraan fungsi pelayanan strategis;
○ Dianggap telah melaksanakan program-program reformasi birokrasi secara baik;
○ Mengelola sumber daya yang cukup besar.

• Hasil reviu TPI dalam rangka WBK :


● Apabila hasil reviu menyatakan unit kerja memenuhi syarat sebagai unit kerja WBK,
maka Menpan RB akan merekomendasikan kepada Pimpinan agar unit kerja tersebut
ditetapkan dengan predikat WBK
● Apabila tidak memenuhi syarat, Menpan RB merekomendasikan untuk dilakukan
pembinaan Nilai Penetapan WBK :
● Total nilai Pengungkit dan Hasil minimal 75
● Komponen Hasil “Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN” = 18, sub
komponen Survey Persepsi Anti korupsi = 13,5 dan komponen Persentase Tindak Lanjut
Hasil Pemeriksaan = 3,5 Untuk pengajuan usulan predikat WBBM, maka syarat yang harus
dipenuhi adalah :
● Pada level instansi pemerintah : ○ Mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian dari
BPK atas opini laporan keuangan selama minimal 2 tahun berturut-turut;
○ Mendapatkan nilai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemeirntah (AKIP) minimal “CC”.
● Pada level unit kerja yang diusulkan, merupakan unit kerja yang sebelumnya telah
mendapatkan predikat WBK

• Hasil evaluasi TPN dalam rangka WBBM :


● Apabila hasil reviu menyatakan unit kerja memenuhi syarat sebagai unit kerja WBBM,
maka Menpan RB akan merekomendasikan kepada Pimpinan agar unit kerja tersebut
ditetapkan dengan predikat WBBM
● Apabila tidak memenuhi syarat, Menpan RB merekomendasikan untuk dilakukan
pembinaan Nilai Penetapan WBBM :
● Total nilai Pengungkit dan Hasil minimal 85
● Komponen Hasil “Terwujudnya Pemerintah yang Bersih dan Bebas KKN” = 18, sub
komponen Survey Persepsi Anti korupsi = 13,5 dan komponen Persentase Tindak Lanjut
Hasil Pemeriksaan = 3,5
● Komponen Hasil “Terwujudnya Peningkatan Kualitas pelayanan Publik” minimal 16 TH
PERTEMUAN 10

NILAI-NILAI ANTI KORUPSI

• Tingginya angka korupsi di Indonesia membuat pemerintah Indonesia membuat berbagai usaha
dalam pencegahan atau upaya pemberantasan korupsi, seperti membuat sebuah lembaga yaitu
“Komisi Pemberantasan Korupsi” atau yang disingkat “KPK”. Upaya lain adalah dengan
Kementrian Pendidikan yang memasukkan matakuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi
diperguruan tinggi guna meningkatkan rasa “anti korupsi” sehingga dapat diharapkan membantu
mengurangi angka korupsi diIndonesia.
• Korupsi adalah salah satu faktor yang menyebabkan suatu kemunduran suatu Negara sehingga
sangat penting untuk menanamkan sifat/sikap antikorupsi sejak dini Mengapa “ nilai anti korupsi
“ perlu menjadi perhatian semua warga negara

 Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor internal dan faktor eksternal

 Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi pada
semua individu
➢ NILAI-NILAI ANTI KORUPSI
1. KEJUJURAN

 Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak
curang.  Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan mahasiswa, tanpa sifat
jujur mahasiswa tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).

 Nilai kejujuran di dalam kampus dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam bentuk tidak
melakukan kecurangan akademik. Antara lain dapat berupa: tidak mencontek saat ujian, tidak
melakukan plagiarisme, dan tidak memalsukan nilai.
2. KEPEDULIAN
 Peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan (Sugono : 2008)

 Rasa kepedulian seorang mahasiswa harus mulai ditumbuhkan sejak berada di kampus.

 Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan
menciptakan suasana kampus sebagai rumah kedua.
 Nilai kepedulian dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam bentuk antara lain berusaha ikut
memantau jalannya proses pembelajaran, memantau sistem pengelolaan sumber daya di kampus,
memantau kondisi infrastruktur lingkungan kampus.
 Juga dapat diwujudkan dalam bentuk mengindahkan seluruh peraturan dan ketentuan yang
berlaku di dalam kampus dan di luar kampus.
 Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menggalang dana guna memberikan bantuan
biaya pendidikan bagi mahasiswa yang membutuhkan.
3. KEMANDIRIAN
 Sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk
mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
● Dengan karakter kemandirian tersebut mahasiswa dituntut untuk mengerjakan semua tanggung
jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi : 2004).
● Sifat mandiri dapat dilatih sejak sekarang dan berlahan, dimulai dengan mengerjakan tugas
sendiri, menyelesaikan masalah tanpa melibatkan orang lain.
4. KEDISIPLINAN
 Disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008).

 Hidup disiplin bagi siswa adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk
dipergunakan dengan sebaikbaiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup akademik
maupun sosial.
 Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan.

 Disiplin adalah kunci kesuksesan seorang pemimpin.

5.TANGGUNG JAWAB
 Bertanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa
boleh dituntut, dipersalahkan, dan diperkarakan, dan sebagainya).
 Mahasiswa mempunyai banyak kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan Misalnya tugas-
tugas yang diberikan oleh dosen, tanggung jawab untuk menyelesaikan perkuliahan sampai lulus.
6. BEKERJA KERAS
 Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan

 Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target.

 Kerja keras dapat diwujudkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam
melakukan sesuatu menghargai proses bukan hasil semata, tidak melakukan jalan pintas, belajar
dan mengerjakan tugas-tugas akademik dengan sungguh-sungguh.
7. SEDERHANA
 Pola hidup sederhana bukan berarti identik dengan kemiskinan. Sederhana berarti tidak
berlebihan dalam menjalani hidup.
 Yang menjadi masalah sekarang adalah kita sering diberi anjuran atau pembelajaran untuk hidup
sederhana tapi tidak diberikan panutan.
 Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara
sesama mahasiswa
8. SEDERHANA
Nilai kesederhanaan dapat diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di
kampus maupun di luar kampus. Misalnya hidup sesuai dengan kemampuan, hidup sesuai dengan
kebutuhan,tidak suka pamer kekayaan, dan lain sebagainya.
9. KEBERANIAN
 Mahasiswa memerlukan keberanian untuk mencapai kesuksesan.

 Untuk menjadi berani memang dibutuhkan kekuatan mental yang kuat.

 Orang yang berani adalah orang yang berhasil mengelolah ketakutannya akan kegagalan dan hal
lainnya.
 Rasa takut akan memotivasi kita agar berusaha keras dalam berlatih dan belajar sebaik mungkin.

Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus dan di
luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela
kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya
10. KEADILAN
 Adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak.

 Nilai keadilan dapat dikembangkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam
kampus maupun di luar kampus. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk selalu memberikan
pujian tulus pada kawan yang berprestasi, memberikan saran perbaikan dan semangat pada kawan
yang tidak berprestasi, tidak memilih kawan berdasarkan latar belakang sosial, dll.
PERTEMUAN 11

PRINSIP-PRINSIP ANTI KORUPSI

▪ PRINSIP ANTI KORUPSI

 Prinsip-prinsip antikorupsi merupakan Langkah-langkah antisipatif yang harus dilakukan agar


laju pergerakan korupsi dapat dibendung bahkan diberantas.

 Prinsip-prinsip antikorupsi pada dasarnya terkait dengan semua aspek kegiatan publik yang
menuntut adanya integritas, objektivitas, kejujuran, keterbukaan, tanggung gugat, dan meletakkan
kepentingan publik di atas kepentingan individu.
Akuntabilitas, transparansi, kewajaran (fairness), dan adanya kebijakan atau aturan main yang
dapat membatasi ruang gerak korupsi serta kontrol terhadap kebijakan tersebut.
▪ PRINSIP ANTIKORUPSI AKUNTABILITAS

 Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja.

 Prinsip akuntabilitas merupakan pilar penting dalam rangka mencegah terjadinya korupsi.

 Prinsip ini pada dasarnya dimaksudkan agar kebijakan dan langkah-langkah atau kinerja yang
dijalankan sebuah lembaga dapat dipertanggungjawabkan.

▪ AKUNTABILITAS

 Oleh karena itu, prinsip akuntabilitas membutuhkan perangkat-perangkat pendukung, baik


berupa perundang-undangan (de jure) maupun dalam bentuk komitmen dan dukungan masyarakat
(de facto), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga
(Bappenas, 2002).

 Untuk mewujudkan prinsip-prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka dalam


pelaksanaannya harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui:
1. Mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan
2. Evaluasi Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan sehari-
hari sebagaimahasiswa di kampus. Misalnya program-program kegiatan kemahasiswaan harus
dibuat dengan mengindahkan aturan yang berlaku di kampus dan dijalankan sesuai dengan aturan.
▪ TRANSPARANSI

 Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan
mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk
penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo : 2007).

 Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran
untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan
kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para mahasiswa untuk dapat
melanjutkan tugas dan tanggung jawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan :
2010).

 Dalam prosesnya terdapat lima proses dalam transparansi, yaitu:

a. Penganggaran
b. penyusunan kegiatan
c. Pembahasan
d. pengawasan, dan
e. Evaluasi
Prinsip transparansi dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan di kampus.
Misalnya, program kegiatan kemahasiswaan dan laporan kegiatannya harus dapat diakses oleh
seluruh mahasiswa.
▪ KEWAJARAN

 Prinsip kewajaran (fairness) mencegah adanya ketidakwajaran dalam penganggaran, dalam


bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya,
ada 5 sifat prinsip kewajaran:
a. Komprehensif dan disiplin
b. Fleksibilitas
c. Terprediksi
d. Kejujuran
e. Informatif

 Prinsip ini dapat dijadikan rambu-rambu agar dapat bersikap lebih waspada dalam mengatur
beberapa aspek kehidupan mahasiswa seperti penganggaran, perkuliahan, sistem belajar maupun
dalam organisasi.
▪ KEBIJAKAN

 berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
negara dan masyarakat

 Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa
berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-
undang antimonopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus
mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
▪ KONTROL KEBIJAKAN

 Kontrol kebijakan adalah upaya agar kebijakan yang dibuat benar-benar efektif dan menghapus
semua bentuk korupsi. Sedikitnya terdapat tiga model atau bentuk kontrol terhadap kebijakan
pemerintah, yaitu berupa:
a. Partisipasi
b. Evolusi
c. Reformasi

▪ KONTROL KEBIJAKAN BERUPA PARTISIPASI

 Melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya
dan kontrol kebijakan berupa oposisi yaitu mengontrol dengan menawarkan alternatif kebijakan
baru yang dianggap lebih layak.

 kontrol kebijakan berupa revolusi yaitu mengontrol dengan mengganti kebijakan yang dianggap
tidak sesuai.

 Prinsip kontrol kebijakan dapat mulai diterapkan oleh mahasiswa dalam kehidupan
kemahasiswaan di kampus. Misalnya, dengan melakukan kontrol pada kegiatan kemahasiswaan,
mulai dari penyusunan program kegiatan, pelaksanaan program kegiatan, sampai dengan
pelaporan.
PERTEMUAN 12
LEMBAGA-LEMBAGA PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

➢ 3 Lembaga yang berhak menangani tindak pidana korupsi di Indonesia


1.Kepolisian
2.Kejaksaan
3.Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

➢ KEPOLISIAN
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 5
ayat (1) “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri”
- Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi
Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai Penyidik.
Tugas dan tanggung jawab Penyidik telah diatur jelas dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
Tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Pasal 4 sampai pasal 9 KUHAP menguraikan tentang Penyidik adalah Pejabat
kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan
Penyelidikan, Penyidikan, sampai Penyerahan berkas perkara untuk semua tindak pidana yang
terjadi termasuk tindak pidana korupsi dan tatacara dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
tersebut terurai dalam pasal 102 sampai pasal 136 KUHAP
- Tugas dan tanggung jawab Kepolisian sebagai Penyidik (UU No 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia)
 (Pasal 1 sampai Pasal 8 serta pasal 10), Pasal 14 huruf g menyatakan dalam tugas dan tanggung
jawab penyidik berpedoman pada KUHAP.
 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dijelaskan bahwa Penyidik adalah Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik menurut KUHAP berwenang melakukan penyidikan
tindak pidana yang terjadi, dimana pasal 1 ayat (1),(2) tidak mengenal istilah pidana umum atau
pidana khusus, dengan demikian setiap perbuatan yang melawan hukum dan diancam dengan
pidana baik yang ada di dalam maupun di luar KUHP, Penyidik dalam hal ini Polisi berwenang
melakukan penyidikan. Dengan demikian kewenangan tersebut telah ada sejak diberlakukannya
KUHAP.
- Untuk menangani tindak pidana korupsi, kepolisian, berpedoman pada :
 Berdasarkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi
yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001. Undang-undang ini memberikan
kewenangan seluas-luasnya kepada Penyidik kepolisian untuk melakukan penyidikan
Tindak Pidana Korupsi yang dijelaskan dalam Undang-undang ini secara rinci dan memuat
ketentuan pidana yaitu menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih
tinggi dan diancam pidana khusus yang merupakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal
26 menjelaskan : Penyelidikan, Penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak
Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum Acara Pidana yang berlaku dan ditentukan lain
dalam undang– undang ini dimana kewenangan penyidik dalam pasal ini termasuk wewenang
untuk melakukan penyadapan Untuk menangani tindak pidana korupsi, kepolisian, berpedoman
pada :
 Berdasarkan Undang Undang RI No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 14 ayat (1) yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang – undangan lain.
 Dengan demikian kewenangan penyidik Kepolisian dalam memberantas tindak pidana korupsi
sudah jelas dan terarah sehingga apa yang diharapkan oleh pemerintah/ masyarakat kepada aparat
penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dapat berjalan dengan baik

➢ KEJAKSAAN
 Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang
penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004).
 Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.
- Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana :
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat
4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik
Berdasarkan tugas dan wewenang kejaksaan pada poin 4 4.
Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang
Kejaksaan dapat menangani tindak pidana korupsi, karena tindak pidana korupsi merupakan salah
satu tindak pidana yang diatur dalam undang Undang, yakni Undang Undang Nomor 31 tahun
1999. Penanganan tindak pidana korupsi, kejaksaan berpedoman pada :
a. Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
b. Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa untuk mengambil alih berita
acara pemeriksaan, Pasal 284 ayat (2) KUHAP menyatakan : “Dalam waktu dua tahun setelah
undang–undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang–
undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang–undang tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan
tidak berlaku lagi.

➢ KPK
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
(Undang–Undang No. 30 Tahun 2002).
KPK dalam memberantas korupsi berasaskan pada:
1.Kepastian hukum
2.Keterbukaan
3.Akuntabilitas
4.Kepentingan umum
5.Proporsionalitas.
1. Kepastian hukum Asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan
wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
2. Asas Keterbukaan Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi
dalam menjalankan tugas dan fungsinya
3. Akuntabilitas Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan Komisi
Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
4. Asas Kepentingan Umum Asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang
aspiratif, akomodatif, dan selektif.
5. Proporsionalitas Asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung
jawab, dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi

- Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi:


1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
4. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

- Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi


a. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi
b. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi
c. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi
yang terkait
d. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
e. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam
melaksanakan tugas supervise.
f. Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau
penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan
dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan
pelayanan publik.
Dalam tugas ini pula, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih
penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh
kepolisian atau kejaksaan.
Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi dengan alasan :
a. Laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindak lanjuti
b. Proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
c. Penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi
yang sesungguhnya
d. Penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi
e. Hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif,
atau legislative
f. Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak
pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggung jawabkan.

 Dalam hal tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara
negara
b. Mendapat perhatian yang meresahkan Masyarakat
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan,
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang pula :
a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan
b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar
negeri
c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa
d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening
yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait
e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan
sementara tersangka dari jabatannya
f. fMeminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi
yang terkait
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan
atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup
ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa
h. Meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri
i. iMeminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi
yang sedang ditangani.

Dalam melaksanakan tugas pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang


melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut :
a. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara
negara
b. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi
c. Menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan
d. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana
korupsi
e. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum
f. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi

- Dalam melaksanakan tugas monitor, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :


a. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara
dan pemerintah
b. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan
perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut
berpotensi korupsi
c. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi
mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
- Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban
a. Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun
memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi
b. Memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan
untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi
yang ditanganinya
c. Menyusun laporan tahunan dan menyampaikannya kepada Presiden Republik Indonesia,
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan
d. Menegakkan sumpah jabatan
e. Menjalankan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya berdasarkan asas-asas.
Harmonisasi Antar Lembaga Lembaga Penanganan Tindak Pidana Korupsi. Sampai saat
ini, masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi
masih tumpang tindih antara kepolisian, kejaksaan dan KPK. Padahal sudah jelas tugas dan
wewenang masingmasing lembaga. Akan tetapi, dalam implementasinya, kadangkala antar
lembaga ini saling menjatuhkan, seperti kepolisian dan KPK (kasus cicak dan buayanya). Hal
ini di sebabkan kurang memahami penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Di satu pihak, fungsi KPK, sebagai lembaga Super Body institusi penegak hukum
kejahatan korupsi telah mendapatkan pembenaran juridis. Sehingga kehadiran KPK, umumnya
cenderung menimbulkan kontorversial dalam praktek penegakan hukum kejahatan korupsi di
tingkat lapangan. Terutama, adanya kesan tebang pilih yang tidak dapat dihilangkan jejaknya.
Di pihak lain, peran institusi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan merasa terkurangi.
Sebab, dahulu penanganan kasus korupsi merupakan kewenangan bersama polisi, jaksa. Akan
tetapi, sejak keluarnya Undang Undang No.31/2002, kejahatan korupsi, dalam ukuran tertentu
(di atas 1 miliar) merupakan jurisdiksi kompetensi KPK. . Sehingga, pihak kepolisian, yang
merupakan pintu gerbang proses penyelidikan dan penyidikan dalam penegakan hukum dalam
tindak pelanggaran dan kejahatan, termasuk kejahatan korupsi menjadi amat terkurangi.
Dalam kejahatan korupsi tertentu, polisi tidak dapat melakukan penyelidikan dan
penyidikan di tingkat lapangan, menempatkan situasi kontra-produktif bagi citra kepolisian.
Problematika dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi ini harus diselesaikan dengan
baik, maka perlu harmonisasi antar lembaga penanganan tindak pidana korupsi, artinya
lembaga penanganan korupsi mengetahui tugas dan wewenang masing-masing dalam
memberantas dan menegakkan hukum tindak pidana korupsi.
Yang paling penting dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi ini adalah kerjasama
antar lembaga penanganan tindak pidana korupsi dengan memberikan penanganan
penyelidikan maupun penyidikan bahkan bisa sharing dalam menangani kasus korupsi.
Yang paling penting, aturan main penegakan hukum tindak pidana korupsi antar lembaga
berbeda-beda. Kepolisian mengacu pada Undang Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), pejabat polisi negara RI adalah bertindak sebagai penyelidik dan
penyidik perkara Jadi, polisi berwenang untuk menjadi penyelidik dan penyidik untuk setiap
tindak pidana (termasuk di dalamnya adalah tindak pidana korupsi).
Adapun kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan disebutkan dalam Undang
Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Undang Undang
Kejaksaan). Berdasarkan pasal 30 Undang Undang Kejaksaan, kejaksaaan berwenang untuk
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Termasuk
kewenangan kejaksaan ini Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Sedangkan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kewenangannnya diberikan oleh
Undang Undang KPK. Berdasarkan pasal 6 Undang Undang KPK, bertugas untuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pasal 11 Undang
Undang KPK selanjutnya membatasi bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan dibatasi pada tindak pidana korupsi yang:
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara
2. Mendapat perhatian yang meresahkan Masyarakat
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Dalam penjelasan Undang Undang KPK di jelaskan dengan pengaturan Undang-Undang ini,

Komisi Pemberantasan Korupsi :


1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang
telah ada sebagai “counterpartner” yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat
dilaksanakan secara efisien dan efektif
2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan
korupsi (trigger mechanism)
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan dalam
keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan. Jadi,
tidak semua perkara korupsi menjadi kewenangan KPK, tapi terbatas pada perkara-perkara
korupsi yang memenuhi. Dengan demikian, penanganan tindak pidana korupsi bisa dilakukan
masing-masing lembaga kepolisian, kejaksaan dan KPK.
Sebagaimana ketentuan Pasal 26 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 ditentukan bahwa
: “Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap Tindak Pidana
korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang ini”.
Dari pasal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum acara pidana yang digunakan
untuk penanganan tindak pidana korupsi adalah Hukum Acara Pidana yang berlaku pada saat
itu yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Bahwa tugas dan wewenang kepolisian, kejaksaan dan KPK sama-sama
bisa menangani tindak pidana korupsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-
masing. Khusus KPK bisa menangani kasus korupsi dengan syarat melibatkan aparat penegak
hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara, mendapat
perhatian yang meresahkan masyarakat dan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
PERTEMUAN 13
KETERLIBATAN MAHASISWA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi empat wilayah, yaitu: di lingkungan keluarga, di lingkungan kampus, di masyarakat
sekitar, dan di tingkat lokal/nasional.
1. LINGKUNGAN KELUARGA
Di Lingkungan Keluarga Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat
dimulai dari lingkungan keluarga.
Di dalam keluarga dapat terlihat ketaatan tiap-tiap anggota keluarga dalam menjalankan hak
dan kewajibannya secara penuh tanggung jawab.
Keluarga dalam hal ini harus mendukung dan memfasilitasi sistem yang sudah ada sehingga
individu tidak terbiasa untuk melakukan pelanggaran Sebaliknya seringnya anggota keluarga
melakukan pelanggaran peraturan yang ada dalam keluarga, bahkan sambil mengambil hak
anggota keluarga yang lain, kondisi ini dapat menjadi jalan tumbuhnya perilaku korup di dalam
keluarga Daftar ceklis untuk mengidentifikasi tumbuhnya integritas di dalam keluarga.
Apakah orang tua memberikan teladan dalam bersikap? Contoh kecil ketika seorang ayah
melarang anaknya untuk merokok, tetapi sang ayah sehari-hari malah menunjukkan aktivitas
merokok. Pada saat menggunakan kendaraan bermotor, apakah anggota keluarga selalu mematuhi
peraturan lalu lintas, termasuk mematuhi marka jalan dan tidak merugikan pengguna jalan lainnya.
2. LINGKUNGAN KAMPUS
Di Lingkungan Kampus Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di lingkungan
kampus dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk
komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah
agar dirinya sendiri tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. untuk konteks komunitas, seorang
mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar rekan-rekannya sesama mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan di kampus tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Kegiatan kampanye,
sosialisasi, seminar, pelatihan, kaderisasi, dan lain-lain dapat dilakukan untuk menumbuhkan
budaya antikorupsi. Kegiatan kampanye ujian bersih atau antimencontek misalnya, dapat
dilakukan untuk menumbuhkan antara lain nilainilai kerja keras, kejujuran, tanggung jawab, dan
kemandirian.
3. Di Masyarakat Sekitar
 Mahasiswa dapat berperan sebagai pengamat di lingkungannya,

 Mahasiswa juga bias berkontribusi dalam strategi perbaikan sistem yaitu memantau melakukan
kajian dan penelitian terhadap layanan sbb..
1. Apakah kantor-kantor pemerintah menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakatnya
dengan sewajarnya: pembuatan KTP, SIM, KK, laporan kehilangan, pelayanan pajak?
2. Adakah biaya yang diperlukan untuk pembuatan surat-surat atau dokumen tersebut?
Wajarkah jumlah biaya dan apakah jumlah biaya tersebut resmi diumumkan secara
transparan sehingga masyarakat umum tahu?
3. Apakah infrastruktur kota bagi pelayanan publik sudah memadai? Misalnya: kondisi jalan,
penerangan terutama di waktu malam, ketersediaan fasilitas umum, ramburambu
penyeberangan jalan, dsb.
4. Apakah pelayanan publik untuk masyarakat miskin sudah memadai? Misalnya: pembagian
kompor gas, Bantuan Langsung Tunai, dsb.
5. Apakah akses publik kepada berbagai informasi mudah didapatkan? Pemberian Pendidikan
dan Budaya Antikorupsi kepada masyarakat, khususnya mahasiswa tersebut merupakan
salah satu usaha preventif memberantas korupsi yang diharapkan dapat berjalan dengan
efektif dan efisien.

4. Di tingkat lokal dan nasional


 Dalam konteks nasional, keterlibatan seorang mahasiswa dalam gerakan anti korupsi
bertujuan agar dapat mencegah terjadinya perilaku koruptif dan tindak korupsi yang masif dan
sistematis di masyarakat.
 Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader) dalam
gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional
PERTEMUAN 14

Tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan dan bentuk korupsi yang


dilarang

- TINDAK PIDANA KORUPSI


Pasal 2 ayat 1 : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
UU No. 31 Tahun 1999 Juncto UU No 20 Tahun 2001 Pasal 3 Setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) ). Dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU 31 Tahun 1999 juncto UU 20 Tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
- Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 bentuk/jenis
tindak pidana korupsi
1. Menyuap pegawai negeri
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
3. Pegawai negeri menerima suap
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
5. Menyuap hakim
6. Menyuap advokat
7. Hakim dan advokat menerima suap
8. Hakim menerima suap
9. Advokat menerima suap
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
12. Pegawai negeri merusakan bukti
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
15. Pegawai negeri memeras
17. Pemborong membuat curang
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
20.Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
24.Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan keterangan atau
memberikan keterangan palsu
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnnya dikelompokan


menjadi 7 kelompok besar :
1. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
2. SUAP-MENYUAP
3. PENGGELAPAN DALAM JABATAN
4. PEMERESAN
5. PERBUATAN CURANG
6. KONFLIK KEPENTINGAN
7. GRATIFIKASI
Merugikan Keuangan Negara Suap GRATIFIKASI Penggelapan dalam Jabatan Pemerasan
Perbuatan Curang Konflik Kepentingan KORUPI TINDAK PIDANA KORUPI: UU No. 31 Tahun
1999
Juncto UU No 20 Tahun 2001
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
Psl 2 & 3 perekonomian negara Sebuah perbuatan Kriminal , Melibatkan sejumlah pemberian
kepada seseorang, Penerima pemberian mengubah perilakunya, Bertentangan dengan tugas dan
tanggung jawab Psl 6,7,11,12,12 e,13 Psl 12b Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pasal 12 e,f, g Pasal 8, 9, 10 a,b,c
Pasal 12 i Ps 7 ayat (1) a,b,C,d Ps 7 (2) Ps 12.b

UNSUR KORUPSI
● Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau
yang tidak dipisahkan, termasuk bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena hal berikut
● Berada dalam penguasaan, pegurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik
di tingkat pusat maupun daerah.
● Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban badan usaha milik negara atau
daerah. Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang pembendaharaan negara pasal 1 ayat (22)
menyebutkan bahwa “kerugian negara atau daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja
maupun lalai”.
1. KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Pasal 2 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-
XIV/2016
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016 Setiap orang dengan;
• Tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
• Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
• Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
• Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Pidana yang dijatuhkan paling singkat 1
tahun dan yang paling lama 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima
puluh juta) dan paling banyak Rp. 1000.000.000 ( satu miliar).
2. SUAP-MENYUAP
• Istilah suap dalam kasus korupsi adalah uang sogok atau uang yang diberikan kepada pihak
lain untuk memperlancar tujuan tertentu.
• Transaksi suap-menyuap terjadi karena keterlibatan dua pihak yang saling menguntungkan
yaitu penyuap dan yang disuap. Transaksi ini disebut dengan istilah resiprokal atau saling
berbalasan. Suap ini dapat terjadi apabila telah ada kesepakatan antara kedua belah pihak atas
jumlah uang, keputusan/kesepakatan, dan bentuk transaksi yang diinginkan.
SUAP Ada Kesepakatan (Pemberi + Penerima) Mengubah Keputusan/Pe rilaku penerima Ada
Pertemuan tertentu Ada Niat Jahat telah ada SAAT penerimaan Transaksi

• Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap diatur di dalam :


UUNo. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
1. Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU 20/2021,
2. Pasal 5 ayat (2) UU 20/2021,
3. Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b UU 20/2021,
4. Pasal 6 ayat (2) UU 20/2021,
5. Pasal 11 UU 20/2021,
6. Pasal 12 huruf a, b, c, dan d UU 20/2021
7. Pasal 13 UU 31/1999.
Pasal 5 ayat (1) huruf a : Setiap orang; • Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu; • Kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara; • Dengan maksud supaya berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dal am jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya

UU 20/2001 Pasal 5 ayat (1) huruf b : Setiap orang; • Memberi sesuatu; • Kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara; • Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya

UU 20/2001 Pasal 13 UU 31/1999 Setiap orang:


• Memberi hadiah atau janji
• Kepada pegawai negeri
• Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
3. Penggelapan dalam Jabatan
● Pengelapan dalam jabatan adalah kasus penyelewengan atau korupsi yang mengakibatkan
kerugian keuangan negara yang berkedok pada kedudukan atau jabatan.
● Penggelapan jabatan adalah penyalagunaan wewenang karena jabatan atau keududkannya
yakni yang bersangkutan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak dan
kewajibannya.
● Tindak pidana ini sering terjadi di berbagai kalangan, mulai dari kalangan rendah hingga
kalangan tinggi. Dalam hal ini ada dua hukum pidana yang menyangkut penggelapan jabatan.
Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, melakukan pemalsuan
buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, merobek dan
menghancurkan barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap, dan lain-lain

- Korupsi yang terkait dengan Penggelapan dalam Jabatan diatur di dalam Bila Pelaku adalah
pejabat umum atau pegawai negeri, penggelapan oleh pejabat public diataur dalam pengaturan
umum yaitu;
● Pasal 415 KUHP dalam Pasal 8, 9, 10 huruf a, b, dan c
● UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Bila pelaku bukan yang bejabat publik maka pelaku diancam pidana penjara maksimal 5 tahun
sesuai pasal 374 KUHP yang berbunyi, “penggelapan yang dilakukan oleh orangyang
penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian
atau mendpaat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.
- Penggelapan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001 memiliki unsur-
unsur sebagai berikut :
a. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan dalam menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu
b. Dengan sengaja
c. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain
menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu
d. Uang atau surat berharga
e. Yang disimpan karena jabatannya.
R. Soesilo
Penggelapan memiliki kemiripan dengan arti pencurian. Bedanya dalam pencurian, barang
yang dimiliki belum ada di tangan pencuri. Sedangkan dalam penggelapan, barang sudah berada
di tangan pencuri waktu dimilikinya barang tersebut

4. Pemerasan
● Pemerasan adalah perbuatan dimana petugas layanan yang secara aktif menawarkan jasa atau
meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk mempercepat layanannya, walau melanggar
prosedur.
● Pemerasan memiliki unsur janji atau bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut
Pemerasan diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), dan (h) UU 20/2001 memiliki unsur-unsur sebagai
berikut; Pasal 12 huruf e UU 20/2001 Pasal 12 huruf f UU 20/2001
• Pegawai negeri atau penyelenggara Negara
• Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
• Secara melawan hukum
• Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membaya, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuai bagi dirinya
• Menyalahgunakan kekuasaan.
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara
• Pada waktu menjalankan tugas
• Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang
• Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya
• Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Pemerasan diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (f), dan (h) UU 20/2001 :
memiliki unsur-unsur sebagai berikut;
Pasal 12 huruf g UU 20/2001
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara
• Pada waktu menjalankan tugas
• Meminta, menerima, atau memotong pembayaran
• Kepada pegawai negeri/penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum
• Seolah-olah pegawai negeri/penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum mempunyai
utang kepadanya; • Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang

5. Perbuatan Curang
● Dalam KBBI curang memiliki arti tidak jujur, tidak lurus hati, dan tidak adil. Dalm hal ini, orang
yang melakukan perbuatan curang telah mengingkari hati nuraninya dan berniat memperoleh
keuntungan.
● Dalam bahasa inggris Fraud yang memiliki arti penipuan.
● Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat
membahayakan orang lain.
● Kecurangan dapat disebabkan oleh faktor ekonimi yang dapat mengakibatkan tindak pidana
korupsi. Sanksi
● Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001 seseorang yang melakukan perbuatan curang
diancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp350 juta. Berdasarkan pasal tersebut, berikut adalah
Contoh perbuatan curang
● Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang
● Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang di atas; Contoh perbuatan curang
● Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
(“TNI”) dan atau kepolisian melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan
negara dalam keadaan perang; atau
● Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan atau kepolisian
dengan sengaja membiarkan perbuatan curang di atas
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
● benturan kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12 huruf (i) UU 20/2001 adalah ketika
pegawai negeri atau penyelenggara negara secara langsung ataupun tidak langsung, dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal ia ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya. ● Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor, seorang pegawai
pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk terlibat proses tender dan
mengupayakan kemenangannya

7.Gratifikasi
GRATIFIKASI
Contoh TIDAK ADA Kesepakatan (Pemberi + Penerima) TIDAK ada Pertemuan Tertentu Belum
tentu
Mengubah Keputusan/Peril aku Penerima Belum ada Niat Jahat saat menerima
1. Oknum Pegawai DINKES menerima sejumlah uang dari FARMASI tuntuk memasukan
obat tertentu 2. Oknum Pegawai DINKES menerima uang untuk meloloskan IJIN
PRAKTEK RS/DOKTER.
2. Oknum Pegawai Dinkes menerima hadiah liburan dari PBF setelah obat masuk ke
Puskesmas
3. Oknum Pegawai Dinkes menerima uang terima kasih setelah ijin Praktek Jadi Pemberian
GRATIFIKASI Pemberian dalam arti LUAS PEGAWAI NEGERI PENYELENGGARA
NEGARA - BERHUBUNGA DENGAN JABATAN - BERLAWANAN DENGAN KEWAJIBAN
ATAU TUGASNYA 1 2 3 PELAPORAN : 30 HARI SETELAH DITERIMA 4 PIDANA UNSUR
POKOK GRATIFIKASI 1. UU 28 /1999 .Psl 2 2. UU 31 /1999 Ps. 1 angka 2 3. UU 30 / 2002.Penj
Ps 11 4. UU 05 / 2004 Psl 1 5. KUHP .Psl 92 UU 30 /2002 – KPK Psl 16.17.18 Pasal 13 UU
No.31/1999 - Penjara 3 tahun - Pidana Denda 150 juta PEMBERI UU 20/2001 Pasal 12B ayat (2)
Pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar PENERIMA
GRATIFIKASI DIANGGAP SUAP SANKSI SETIAP GRATIFIKASI HARUS DILAPORKAN
SETIAP bentuk pemberian, penerimaan, penolakan GRATIFIKASI yang berhubungan dengan
JABATAN dan BERLAWANAN dengan kewajiban atau tugasnya WAJIB dilaporkan 30 H A R I
K E R J A 7 Hari Kerja sejak ditetapkan statusnya Waktu 30 hari kerja sejak diterima Pasal 12C
UU No. 20 th 2001 Penerima Gratifikasi Laporan Tertulis kepada KPK Dapat memanggil
Penerima Gratifikasi SK Pimpinan KPK ttg
Status Gratifikasi Proses Penetapan Status Pimpinan KPK melakukan penelitian Penerima
Gratifikasi Menteri Keuangan Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh
tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi:
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada
eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha
ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan
sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang
untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.

Haryatmoko mengutip pendapat Yves Meny membagi korupsi ke dalam empat jenis:
1. Korupsi jalan pintas Terlihat dalam kasus-kasus penggelapan uang Negara, perantara ekonomi
dan politik, pembayaran untuk keuntungan politik atau uang balas jasa untuk partai politik, dan
money politik.
2. Korupsi upeti Bentuk korupsi yang dimungkinkan karena jabatan strategis. Karena jabatan yang
disandangnya, seseorang mendapatkan presentase keuntungan dari berbagai kegiatan, baik
ekonomi maupun politik, termasuk pula upeti dari bawahan dan kegiatan-kegiatan lain atau jasa
dalam suatu perkara.
3. Korupsi kontrak Korupsi yang diperoleh melalui proyek atau pasar. Termasuk dalam kategori
ini adalah usaha untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah.
4. Korupsi pemerasan Terkait dengan jaminan keamanan danurusan-urusan gejolak intern dan
ekstern. Perekrutan perwira menengah TNI atau polisi menjadi manajer human resources
department atau pencantuman nama perwira tinggi dalam dewan komisaris perusahaan merupakan
contoh korupsi pemerasan. Termasuk pula dalam korupsi jenis ini adalah membuka kesempatan
kepemilikan saham kepada orang kuat tertentu untuk menghindarkan akuisis perusahan yang
secara ekonomi tak beralasan.

Anda mungkin juga menyukai