BAB I
PENDAHULUAN
1. Umum.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup Naskah Penguatan Pengawasan
Dalam Rangka Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Pussenif Kodiklatad disusun
dengan tata urut sebagai berikut:
a. Pendahuluan.
b. Pokok-Pokok Penguatan Pengawasan.
c. Realisasi Penguatan Pengawasan.
d. Pengawasan dan Pengendalian.
e. Penutup
4. Dasar.
BAB II
POKOK-POKOK PENGUATAN PENGAWASAN
3
expert atau konsultan. Pada tahapan terakhir pengawasan harus mampu memastikan
bahwa usul-usul perbaikan yang diajukan dapat terlaksana atau dalam hal ini auditor
harus mampu berperan sebagai katalisator atau quality assurer.
Pengawasan ditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, efektif
berorientasi pada pencapaian visi dan misi. Melalui pengawasan diharapkan dapat
diperoleh masukan bagi pengambil kebijakan untuk : (1) meniadakan kesalahan,
penyimpangan, pemborosan, hambatan, (2) mencegah terulangnya kesalahan,
penyimpangan, pemborosan, hambatan tersebut dan (3) mendapatkan cara-cara yang
lebih baik untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi
dan pencapaian visi dan misi organisasi.
6. Independensi dan Obyektivitas. Kinerja lain yang merupakan output dari instansi
pemerintah adalah berjalannya aktivitas pemerintahan secara lancar. Hanya saja
kuantifikasi dari hal ini hingga mencapai tujuan yang ditetapkan secara efisien efektif dan
ekonomis, sulit untuk dilakukan. Menjadi perdebatan apakah involvement auditor intern
pemerintah telah cukup untuk mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan manajemen
terkait kapabilitas auditor itu sendiri. Dalam pemerintahan saat ini peran audit intern
dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), baik pada tingkat nasional,
kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Pada tingkat nasional ada BPKP,
Inspektorat Kementerian/Lembaga, sedang pada Provinsi ada Inspektorat Provinsi, serta
Inspektorat Kabupaten/ Kota pada Pemerintah Daerah. APIP tersebut saat ini secara
struktur berada di bawah pimpinan K/L maupun kepala daerah masing-masing dan
bertanggungjawab pada pimpinan tertinggi organisasi. Hal yang banyak dipertanyakan
terkait dengan kinerja dari auditor intern, apakah posisi APIP saat ini sudah mendukung
APIP untuk berkinerja maksimal.
Keberadaan auditor intern sendiri dalam suatu orga nisasi sangat diharapkan dapat
menambah nilai bagi proses bisnis suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan, baik dalam pemberian assurance maupun dengan cara consulting. Selain dari
itu seolah-olah auditor intern merupakan cost center yang bersifat membebani organisasi
dengan berbagai macam hal. Seluruh beban yang dikeluarkan organisasi untuk
melakukan kegiatan audit intern gagal dikapitalisasi menjadi suatu manfaat yang berharga
bagi pencapaian tujuan organisasi. Hal ini menuntun kita dalam pertanyaan yang sangat
men dasar mengenai keberadaan organisasi audit intern ketika keberadaannya tidak
dirasakan oleh stakeholders. Padahal menurut Stefaniak et al. (2012) peran auditor intern
dipandang dapat lebih luas dari auditor ekstern dikarenakan fungsinya yang memberikan
nilai tambah bagi proses bisnis organisasi dan mencakup assurance sekaligus consulting.
6
Teori keagenan yang kita ketahui bersama menempatkan auditor, dalam pengertian luas,
pada tempat yang strategis. Auditor ada untuk memberikan jaminan terhadap pencapaian
tujuan prinsipal yang dititipkan pada agen akan terlaksana dengan baik. Keputusan
prinsipal, akan diwarnai dengan sangat tebal oleh saran-saran dari auditor. Tingkat
kepercayaan prinsipal kepada agen, ditentukan oleh sejauh mana auditor dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik. Untuk mendapatkan saran yang paling tinggi
derajatnya, dalam hal ini prinsipal membutuhkan entitas yang merdeka, atau independen
dari segala kepentingan. Inde pendensi tersebut dipercaya akan mengarahkan kepada
obyektivitas saran auditor yang akan menambah nilai suatu organisasi.
Independensi menurut Attribute Standard 1100 bagi auditor intern (the IIA, 2012)
berarti auditor harus terbebas dari segala hal atau kepentingan yang dapat mempengaruhi
aktivitas auditor intern dalam menjalankan tanggung jawabnya dengan perilaku yang tidak
bias. Untuk mencapai tingkatan independen ini maka auditor intern harus dapat langsung
melapor pada manajemen puncak dan pada suatu badan tertentu yang bertugas
mengawasi kegiatan audit serta mengawasi tindak lanjut hasil pengawasannya, sehingga
auditor perlu membuat laporan ke dua pihak tersebut. Pada elemen tata kelola level 3
penilaian kapabilitas auditor intern, disebutkan adanya Pengawasan Manajemen
(management over sight) yang merupakan pra syarat bagi auditor intern menuju
pelaksanaan tugas yang optimum. Pengawasan manajemen ini diharapkan dapat
menengahi hubungan manajemen dengan audit intern, yang mana memberikan
kebebasan pada auditor untuk melaporkan langsung hasil pengawasannya pada komite
tertentu yang terbebas dari intervensi pimpinan puncak suatu organisasi. Dalam jenjang
yang lebih tinggi lagi, diperlukan suatu badan yang benar-benar independen
(Independent oversight body) untuk menerima saran-saran dari auditor intern ini agar
tindak lanjut dari hasil pengawasan tersebut benar-benar diterapkan.
Independensi pada APIP juga bisa didapatkan dengan cara mengurangi kondisi-
kondisi yang dapat mengganggu hasil pengawasan APIP, seperti intervensi yang
dilakukan atasan terhadap hasil pengawasan APIP, maupun cara kerja dari APIP.
Independensi bagi APIP juga dapat dicapai dengan cara membuat piagam audit dan
menaatinya. Hal seperti ini merupakan dukungan bagi APIP dalam melaksanakan
tugasnya sehingga hasil pengawasan yang dilakukannya dapat bermanfaat perbaikan
organisasi.
7
Auditor sebagai pihak/agen yang dipercaya oleh prinsipal, terbebas dari bias dalam
hal memotret kondisi yang ada serta memberikan saran perbaikan setelahnya, sering juga
disebut dengan obyektivitas. Pendapat ahli lainnya mendefinisikan independensi dan
obyektivitas sebagai sesuatu yang lebih kurang sama praktiknya dan hanya dibedakan
dalam hal konsep untuk membangun standar (Bayhi, 2012). Meskipun secara posisi
auditor intern tidak terlepas dari institusi yang menaunginya, akan tetapi mereka dapat
melakukan audit yang berkualitas dengan memberikan pendapat-pendapat yang obyektif.
Obyektivitas menurut Attribute Standard adalah perilaku yang tidak bias, atau tidak
memihak dari masing-masing auditor serta menghindari adanya konflik kepentingan
terkait penugasan yang dilakukannya. Konflik kepentingan dapat didefinisikan sebagai
suatu situasi yang mengganggu kepercayaan yang diberikan pada auditor, dapat berupa
kepentingan pribadi yang dapat menghalanginya untuk bersikap profesional. Konflik
kepentingan tersebut dapat terjadi meskipun tidak berkaitan dengan perilaku tidak etis
maupun perilaku menyimpang lainnya.
Untuk memberikan saran yang obyektif, tentunya terdapat hal-hal yang menjadi
prasyarat yang harus dipenuhi oleh auditor intern. Seperti diungkapkan De Angelo (2012)
juga, kompetensi auditor merupakan salah satu komponen penting dalam menghasilkan
hasil audit yang berkualitas baik. Karakteristik yang lain adalah laporan yang dihasilkan
oleh auditor intern bebas dari bias dan intervensi maupun pre setting kondisi
observasi.Begitu pula pelaksanaan tugas pengawasan oleh APIP, selain harus terbebas
dari konflik kepentingan secara pribadi ataupun organisasi, APIP juga harus memiliki
kompetensi yang mendukung profesionalisme. Untuk mengatur kode etik dan perilaku
APIP, dibentuklah Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) sebagai
organisasi profesi yang meletakkan standar audit dan kode etik serta perilaku yang harus
dipatuhi seluruh APIP. Diharapkan dengan adanya pengaturan tersebut maka obyektivitas
APIP dalam melakukan kegiatannya akan lebih terjamin, sekaligus akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat selaku stakeholder utama akan kinerja dari instansi pemerintah
“perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata uang” artinya
rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan
tanpa ada alat untuk mencegahnya.
peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan
pelaksanaan tugas organisasi.
pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang
lebih dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat
pengawasan
2) Pengawasan Tidak Langsung. Pengawasan tidak langsung adalah
merupakan kebalikan dari pengawasan langsung, artinya pengawasan tidak
langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan
pekerjaan atau obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh,
yaitu “dari belakang meja” caranya ialah dengan mempelajari dan
menganalisa segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi.
Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:
a) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala
ataupun laporan insidentil;
b) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari
perangkat pengawasan lain;
c) Surat-surat pengaduan;
d) Berita atau artikel di media massa;
e) Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan
tidak langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan
keterangan-keterangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya yang demikian
itu kiranya dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung itu
merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena
segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak
langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap
terhadap pengawasan langsung, terutama bila akan menyangkut
pengambilan keputusan yang penting-penting.
d. Berdasarkan Ruang.
1) Pengawasan Intern. Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan
dari pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang berarti “dari dalam”
itu memang merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti “dari luar” apabila
ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah,
dan inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan pengawasan
intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah
provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah
Kabupaten/Kota ditinjau dari Kabupaten/Kota yang bersangkutan
2) Pengawasan Ekstern (External Control)Secara harafiah, pengawasan
ekstern berarti “pengawasan dari luar” dalam pengawasan ekstern subyek
15
BAB II
REALISASI PENGUATAN PENGAWASAN
a. Pengendalian Gratifikasi.
c. Pengaduan Masyarakat.
BAB IV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
14. Pengendalian.
15. Komunikasi.
19
a. Telepon : 022-7206445
b. Faks : 022-7206445
c. Email : info_pussenif@yahoo.com
BAB V
PENUTUP
16. Demikian Naskah Penguatan Pengawasan dalam rangka pembangunan Zona
Integritas di lingkungan Pussenif Kodiklatad dibuat sebagai realisasi guna mewujudkan
satuan yang bersih, akuntabel, profesional dan transparan.
Dibuat di Bandung
pada tanggal November 2018
a.n. Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri
Direktur Pembinaan Umum
selaku
Sekretaris Pelaksana Reformasi Birokrasi,