Anda di halaman 1dari 19

KODIKLAT ANGKATAN DARAT

PUSAT KESENJATAAN INFANTERI

NASKAH PENGUATAN PENGAWASAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN ZONA


INTEGRITAS DI LINGKUNGAN PUSSENIF KODIKLATAD

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Pussenif Kodiklatad sebagai eselon Pelaksana Kodiklatad yang


berkedudukan langsung di bawah Dankodiklatad dibidang doktrin, pendidikan dan
latihan serta sebagai Staf Khusus Kasad dibidang Pembinaan Kesenjataan dan
Litbang Kesenjataan. Pada setiap pelaksanaan Program Kerja dan Anggaran
Pussenif Kodiklatad berpedoman kepada Undang-Undang No 28 tahun 1999 dan
Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas
dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam rangka terciptanya pemerintahan yang
baik dengan memperhatikan aspek doktrin, struktur organisasi dan kultur serta
melaksanakan tertib administrasi dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran
secara benar, transparan, valid dan akuntabel.

b. Pussenif Kodiklatad sebagai salah satu Satker merupakan instansi militer


dimana anggarannya bersumber dari pendapatan negara sehingga harus
mematuhi aturan dan kebijakan yang diterapkan oleh negara dalam hal ini
disupervisi oleh Kemenpan RB sebagai salah satu percepatan untuk penataan
organisasi dan pengembangan SDM. Pada tingkat Angkatan Darat, reformasi
birokrasi mulai digulirkan dengan diterbitkannya Keputusan Kasad Nomor
Kep/801/IX/2016 tanggal 26 September 2016 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi TNI AD 2015-2019.

c. Melalui keputusan ini, Reformasi Birokrasi di tingkat Angkatan Darat


diintegrasikan sesuai dengan Reformasi Birokrasi Nasional sehingga perlu adanya
penetapan zona integritas guna mewujudkan wilayah bebas korupsi dan wilayah
birokrasi bersih dan melayani.
2

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Sebagai acuan dalam rangka merealisasikan kebijakan komando


atas untuk dalam rangka mewujudkan zona integritas di satuan Pussenif
Kodiklatad.

b. Tujuan. Sebagai bahan pertimbangan satuan guna menindaklanjuti


pelaksanaan teknis oleh kelompok kerja satuan sehingga diperoleh pencanangan
Zona Integritas yang efektif, efisien dan tepat sasaran.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup Naskah Penguatan Pengawasan
Dalam Rangka Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Pussenif Kodiklatad disusun
dengan tata urut sebagai berikut:

a. Pendahuluan.
b. Pokok-Pokok Penguatan Pengawasan.
c. Realisasi Penguatan Pengawasan.
d. Pengawasan dan Pengendalian.
e. Penutup

4. Dasar.

a. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1036/XII/2014 tanggal 31 Desember


2014 tentang Road Map Reformasi Birokrasi TNI AD 2015-2019;

b. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/967/XI/2016 tanggal 18 November


2016 tentang Organisasi Pelaksana Reformasi Birokrasi TNI;

c. Keputusan Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kep/901/XI/2016 tanggal 2


November 2016 tentang Penyelenggaraan Reformasi Birokrasi di lingkungan TNI
AD;

d. Keputusan Dankodiklatad Nomor Kep/1/I/2018 tanggal 4 Januari 2018


tentang Program Kerja dan Anggaran Kodiklatad TA 2018; dan

e. Keputusan Komandan Pussenif Kodiklatad Nomor Kep/1/I/2018 tanggal 5


Januari 2018 tentang Program Kerja dan Anggaran Pussenif Kodiklatad TA 2018.

BAB II
POKOK-POKOK PENGUATAN PENGAWASAN
3

5. Penguatan Pengawasan. Penguatan Pengawasan merupakan salah satu


program yang harus dijalankan dalam reformasi birokrasi. Program dan kegiatan
penguatan pengawasan dalam kerangka reformasi birokrasi ditujukan untuk meningkatkan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme.
Program penguatan pengawasan terdiri dari dua kegiatan yaitu : 1) penerapan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern (SPI)
yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (PP 60/2008, Bab I, Pasal 1 Butir 2 dan 2) peningkatan peran Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah (APIP) sebagai quality assurance dan consulting. Program ini bertujuan
untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN pada
masing-masing Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Target yang ingin dicapai
melalui program ini adalah:

a. meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara oleh


masing-masing K/L;
b. meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara pada masing-
masing K/L;
c. meningkatnya status opini BPK terhadap pengelolaan keuangan negara
pada masing-masing K/L;
d. menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang pada masing-masing K/L.

Kriteria keberhasilan program dan kegiatan penguatan pengawasan dalam rangka


reformasi birokrasi adalah sebagai berikut:

a. Pada penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di instansi


adalah jumlah dan jenis temuan berkurang; dan temuan yang ada ditindaklanjuti;
dan
b. Pada Peningkatan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
sebagai Quality Assurance dan Consulting adalah Laporan keuangan mendapatkan
opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK di tahun yang akan datang

Pengawasan bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sarana untuk meningkatkan


efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Didalamnya termasuk unsur pencegahan
terhadap penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Kegiatan pengawasan tidak
hanya dilakukan dalam tahap pelaksanaan, artinya aspek pengawasan telah masuk
4

tatkala proyek-proyek pembangunan masih dalam tahap perencanaan. Pelaksanaan


pengawasan belum berlangsung optimal karena: 1) banyak dan tersebarnya objek
pemeriksaan, 2) keterbatasan aparat yang memiliki kemampuan SDM yang handal di
bidang pengawasan dan 3) belum berjalannya secara baik pengawasan melekat setiap
tingkat pimpinan kepada bawahan. Pelaksanaan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana dapat disebabkan antara lain:

a. Ada hambatan yang tidak diketahui atau diperhitungkan pada waktu


perencanaan
b. Ada perkembangan keadaan, yang tidak dapat diantisipasi pada tahap
perencanaan
c. Realisasi perkiraan yang berbeda dari perencanaan atau karena
perencanaannya yang keliru

Sistem pengawasan memegang peranan penting untuk memastikan bahwa segala


sesuatunya berjalan sesuai dengan visi, misi, tujuan serta target-target organisasi. Sistem
pengawasan memiliki dua tujuan utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar. Sisi
akuntabilitas, sistem pengawasan akan memastikan bahwa dana pembangunan
digunakan sesuai dengan etika dan aturan hukum dalam rangka memenuhi rasa keadilan.
Pada sisi proses belajar, sistem pengawasan akan memberikan informasi tentang dampak
program atau intervensi yang dilakukan, sehingga pengambil keputusan dapat belajar
tentang bagaimana menciptakan program yang lebih efektif.
Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian apakah
pelaksanaan kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana. Kegiatan pengawasan
pada dasarnya membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi.
Secara umum pengawasan membantu manajemen dalam tiga hal : (1) meningkatkan
kinerja organisasi, (2) memberikan opini atas kinerja organisasi dan (3) mengarahkan
manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada
Keberadaan pengawasan di lingkungan organisasi publik pada awalnya ditekankan
pada rule based auditing. Orientasi audit ini ditekankan pada kejadian-kejadian masa
lampau dengan perhatian utama pada terjadi tidaknya penyimpangan. Pada tahapan ini
auditor berperan sebagai watchdog. Tahapan berikutnya pengawasan diperankan sebagai
expert atau konsultan. Dalam peran sebagai konsultan, pengawasan mulai berorientasi
pada identifikasi kelemahan-kelemahan operasional maupun manajerial yang pada
akhirnya konsultan memberikan sejumlah usul perbaikan sebagaimana layaknya seorang
5

expert atau konsultan. Pada tahapan terakhir pengawasan harus mampu memastikan
bahwa usul-usul perbaikan yang diajukan dapat terlaksana atau dalam hal ini auditor
harus mampu berperan sebagai katalisator atau quality assurer.
Pengawasan ditujukan untuk menciptakan pemerintahan yang efisien, efektif
berorientasi pada pencapaian visi dan misi. Melalui pengawasan diharapkan dapat
diperoleh masukan bagi pengambil kebijakan untuk : (1) meniadakan kesalahan,
penyimpangan, pemborosan, hambatan, (2) mencegah terulangnya kesalahan,
penyimpangan, pemborosan, hambatan tersebut dan (3) mendapatkan cara-cara yang
lebih baik untuk mencapai tujuan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi
dan pencapaian visi dan misi organisasi.

6. Independensi dan Obyektivitas. Kinerja lain yang merupakan output dari instansi
pemerintah adalah berjalannya aktivitas pemerintahan secara lancar. Hanya saja
kuantifikasi dari hal ini hingga mencapai tujuan yang ditetapkan secara efisien efektif dan
ekonomis, sulit untuk dilakukan. Menjadi perdebatan apakah involvement auditor intern
pemerintah telah cukup untuk mengawasi seluruh aktivitas yang dilakukan manajemen
terkait kapabilitas auditor itu sendiri. Dalam pemerintahan saat ini peran audit intern
dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), baik pada tingkat nasional,
kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah. Pada tingkat nasional ada BPKP,
Inspektorat Kementerian/Lembaga, sedang pada Provinsi ada Inspektorat Provinsi, serta
Inspektorat Kabupaten/ Kota pada Pemerintah Daerah. APIP tersebut saat ini secara
struktur berada di bawah pimpinan K/L maupun kepala daerah masing-masing dan
bertanggungjawab pada pimpinan tertinggi organisasi. Hal yang banyak dipertanyakan
terkait dengan kinerja dari auditor intern, apakah posisi APIP saat ini sudah mendukung
APIP untuk berkinerja maksimal.

Keberadaan auditor intern sendiri dalam suatu orga nisasi sangat diharapkan dapat
menambah nilai bagi proses bisnis suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan, baik dalam pemberian assurance maupun dengan cara consulting. Selain dari
itu seolah-olah auditor intern merupakan cost center yang bersifat membebani organisasi
dengan berbagai macam hal. Seluruh beban yang dikeluarkan organisasi untuk
melakukan kegiatan audit intern gagal dikapitalisasi menjadi suatu manfaat yang berharga
bagi pencapaian tujuan organisasi. Hal ini menuntun kita dalam pertanyaan yang sangat
men dasar mengenai keberadaan organisasi audit intern ketika keberadaannya tidak
dirasakan oleh stakeholders. Padahal menurut Stefaniak et al. (2012) peran auditor intern
dipandang dapat lebih luas dari auditor ekstern dikarenakan fungsinya yang memberikan
nilai tambah bagi proses bisnis organisasi dan mencakup assurance sekaligus consulting.
6

Teori keagenan yang kita ketahui bersama menempatkan auditor, dalam pengertian luas,
pada tempat yang strategis. Auditor ada untuk memberikan jaminan terhadap pencapaian
tujuan prinsipal yang dititipkan pada agen akan terlaksana dengan baik. Keputusan
prinsipal, akan diwarnai dengan sangat tebal oleh saran-saran dari auditor. Tingkat
kepercayaan prinsipal kepada agen, ditentukan oleh sejauh mana auditor dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik. Untuk mendapatkan saran yang paling tinggi
derajatnya, dalam hal ini prinsipal membutuhkan entitas yang merdeka, atau independen
dari segala kepentingan. Inde pendensi tersebut dipercaya akan mengarahkan kepada
obyektivitas saran auditor yang akan menambah nilai suatu organisasi.

Independensi menurut Attribute Standard 1100 bagi auditor intern (the IIA, 2012)
berarti auditor harus terbebas dari segala hal atau kepentingan yang dapat mempengaruhi
aktivitas auditor intern dalam menjalankan tanggung jawabnya dengan perilaku yang tidak
bias. Untuk mencapai tingkatan independen ini maka auditor intern harus dapat langsung
melapor pada manajemen puncak dan pada suatu badan tertentu yang bertugas
mengawasi kegiatan audit serta mengawasi tindak lanjut hasil pengawasannya, sehingga
auditor perlu membuat laporan ke dua pihak tersebut. Pada elemen tata kelola level 3
penilaian kapabilitas auditor intern, disebutkan adanya Pengawasan Manajemen
(management over sight) yang merupakan pra syarat bagi auditor intern menuju
pelaksanaan tugas yang optimum. Pengawasan manajemen ini diharapkan dapat
menengahi hubungan manajemen dengan audit intern, yang mana memberikan
kebebasan pada auditor untuk melaporkan langsung hasil pengawasannya pada komite
tertentu yang terbebas dari intervensi pimpinan puncak suatu organisasi. Dalam jenjang
yang lebih tinggi lagi, diperlukan suatu badan yang benar-benar independen
(Independent oversight body) untuk menerima saran-saran dari auditor intern ini agar
tindak lanjut dari hasil pengawasan tersebut benar-benar diterapkan.

Independensi pada APIP juga bisa didapatkan dengan cara mengurangi kondisi-
kondisi yang dapat mengganggu hasil pengawasan APIP, seperti intervensi yang
dilakukan atasan terhadap hasil pengawasan APIP, maupun cara kerja dari APIP.
Independensi bagi APIP juga dapat dicapai dengan cara membuat piagam audit dan
menaatinya. Hal seperti ini merupakan dukungan bagi APIP dalam melaksanakan
tugasnya sehingga hasil pengawasan yang dilakukannya dapat bermanfaat perbaikan
organisasi.
7

Auditor sebagai pihak/agen yang dipercaya oleh prinsipal, terbebas dari bias dalam
hal memotret kondisi yang ada serta memberikan saran perbaikan setelahnya, sering juga
disebut dengan obyektivitas. Pendapat ahli lainnya mendefinisikan independensi dan
obyektivitas sebagai sesuatu yang lebih kurang sama praktiknya dan hanya dibedakan
dalam hal konsep untuk membangun standar (Bayhi, 2012). Meskipun secara posisi
auditor intern tidak terlepas dari institusi yang menaunginya, akan tetapi mereka dapat
melakukan audit yang berkualitas dengan memberikan pendapat-pendapat yang obyektif.
Obyektivitas menurut Attribute Standard adalah perilaku yang tidak bias, atau tidak
memihak dari masing-masing auditor serta menghindari adanya konflik kepentingan
terkait penugasan yang dilakukannya. Konflik kepentingan dapat didefinisikan sebagai
suatu situasi yang mengganggu kepercayaan yang diberikan pada auditor, dapat berupa
kepentingan pribadi yang dapat menghalanginya untuk bersikap profesional. Konflik
kepentingan tersebut dapat terjadi meskipun tidak berkaitan dengan perilaku tidak etis
maupun perilaku menyimpang lainnya.

Untuk memberikan saran yang obyektif, tentunya terdapat hal-hal yang menjadi
prasyarat yang harus dipenuhi oleh auditor intern. Seperti diungkapkan De Angelo (2012)
juga, kompetensi auditor merupakan salah satu komponen penting dalam menghasilkan
hasil audit yang berkualitas baik. Karakteristik yang lain adalah laporan yang dihasilkan
oleh auditor intern bebas dari bias dan intervensi maupun pre setting kondisi
observasi.Begitu pula pelaksanaan tugas pengawasan oleh APIP, selain harus terbebas
dari konflik kepentingan secara pribadi ataupun organisasi, APIP juga harus memiliki
kompetensi yang mendukung profesionalisme. Untuk mengatur kode etik dan perilaku
APIP, dibentuklah Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) sebagai
organisasi profesi yang meletakkan standar audit dan kode etik serta perilaku yang harus
dipatuhi seluruh APIP. Diharapkan dengan adanya pengaturan tersebut maka obyektivitas
APIP dalam melakukan kegiatannya akan lebih terjamin, sekaligus akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat selaku stakeholder utama akan kinerja dari instansi pemerintah

7. Ruang Lingkup Pengawasan. Pengawasan bertujuan menunjukkan atau


menemukan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya
kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap
benda, manusia, perbuatan, maupun hal-hal lainnya. Pengawasan manajemen
perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian sesuai dengan rencana. Jadi
pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan, dapat dikatakan bahwa
8

“perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata uang” artinya
rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan
tanpa ada alat untuk mencegahnya.

8. Tujuan Pengawasan. Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana,


kebijaksanaan dan perintah (aturan yang berlaku) Menertibkan kordinasi kegiatan. Kalau
pelaksana pengawasan banyak jangan ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang,
sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan. Mencegah pemborosan
dan penyimpangan. Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk melindungi
masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh
penyimpangan yang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama dagang yang
sepuluh kali obat nama obat generic dengan komposisi dan kualitas yang sama, pada hal
yang berbeda hanya promosinya saja, maka wajarkah biaya promosi yang demikian besar
dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai prinsip pengawasan yang
melindungi masyarakat.

Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang


dihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang professional adalah terciptanya kepuasan
masyarakat (konsumen), Masyarakat puas akan datang kembali dan mengajak teman-
temannya, sehingga meningkatkan produksi / penjualan yang akhirnya akan
meningkatkan pendapatan perusahaan. Membina kepercayaan masyarakat pada
kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang dihasilkan memenuhi kualitas yang
diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya pada pemberi jasa, tapi juga
pada institusi yang memberikan perlindungan pada masyarakat dan akhirnya percaya
pula pada kepemimpinan organisasi

9. Proses Pengawasan. Proses Pengawasan adalah Proses yang menentukan


tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan
rencana. Artinya pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang
menjadi tugas dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan
merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap
pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi
manajemen. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi
terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan
fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan, serta mewujudkan
9

peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan
pelaksanaan tugas organisasi.

Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi


terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan
tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan
dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya
pelaksanaan suatu rencana. Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah
pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-
langkah pokok ini menurut George R Terry meliputi:
a. Menetapkan Standar Pengawasan. Standar Pengawasan adalah suatu
standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai
apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak.
Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
1) Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas
hasil pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang
dikehendaki, faktor waktu penyelesaian pekerjaan.
2) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan
tentang tata kerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja),
peraturan per UU-an yang berkaitan dengan pekerjaan, kebijaksanaan resmi
yang berlaku, dll.
3) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan
pekerjaanmencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah
terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya
apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehemetan dalam
penggunaan dana, tenaga, material dan waktu.
b. Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan. Penilaian atau pengukuran terhadap
pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan dapat dilakukan melalui antara lain:
1) Laporan (lisan dan tertulis)
2) Buku catatan harian tentang itu, Bagan
3) Jadwal atau grafik produksi/hasil
4) Insfeksi atau pengawasan langsung; Pertemuan/konferensi dengan
petugas-petugas yang bersangkutan; Suvei yang dilakukan oleh tenaga staf
atau melalui penggunaan alat teknik.

c. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan


Pekerjaan. Aktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan
pembandingan antara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk
mengetahui apakah diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa
10

besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu


diperbaiki atau tidak.
d. Tindakan Koreksi (Corrective Action). Apabila diketahui adanya perbedaan,
sebab-sebabnya perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir
adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan
tersebut di atas ada perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak
mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk
solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara
penyusunan rencana/ standar baru, disamping membereskan factor lain yang
menyangkut penyimpangan tersebut, antara lain Reorganisasi dan Peringatan bagi
pelaksana yang bersangkutan, dsb.

10. Jenis-Jenis Pengawasan.


a. Berdasarkan Lembaga.
1) Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat). Sesuai
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari:
a) Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung
baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah;
b) Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat
pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah
merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal
3 sebagai berikut: Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan,
termasuk proyek pembangunan di lingkungan departemen/lembaga
instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan
meningkatkan mutunya didalam lingkungan tugasnya masing masing;
(2) Pengawasan melekat dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
(1) Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas
dengan pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang
jelas pula;
(2) Melalui perincian kebijaksanaan pelaksanaan yang
dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan
wewenang dari atasan;
(3) Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan
yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar
kegiatan tersebut, dan hubungan antar berbagai kegiatan
beserta sasaran yang harus dicapainya;
11

(4) Melalui procedure kerja yang merupakan petunjuk


pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan;
(5) Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang
merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan
pertanggung-jawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas
maupun mengenai pengelolaan keuangan;
(6) Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar
para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan
dengan baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak
melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta
kepentingan tugasnya.
2) Pengawasan Fungsional. Pengawasan fungsional adalah
pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus untuk
membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di
lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 4 ayat (4)
Inpres No. 15 Tahun 1983 menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri
dari:
a) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b) Inspektorat Jenderal Departemen, Aparat Pengawasan
Lembaga Pemerintah Non Departemen/instansi pemerintah lainnya;
c) Inspektorat Wilayah Provinsi;
d) Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kota Madya.
3) Pengawasan Politis (DPR/DPRD). Pengawasan politis disebut juga
pengawasan informal karena biasanya pengawasan yang dilakukan oleh
masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini juga
sering pula disebut social control. Contoh-contoh pengawasan jenis ini
misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat, melalui
media masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat. Social control
sebagai pengawasan politis melalui jalur lembaga-lembaga perwakilan pada
saat sekarang sudah terasa semakin mantap, di tingkat pusat pengawasan
oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan pembangunan terasa semakin
intensif dan melembaga antara lain melalui forum rapat kerja komisi dengan
pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara komisi-komisi DPR-
RI dengan para pejabat tertentu, begitu juga yang dilaksanakan di Daerah
antara Pemda dengan DPRD yang bersangkutan.
4) Pemeriksaan BPK. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah
perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada di
12

luar susunan organisasi pemerintah (Pemerintah dalam arti yang sempit).


BPK tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala
pemerintahan (Presiden), tetapi BPK mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik
Indonesia.
5) Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya. Dalam pengawasan dan
pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan umum yaitu suatu jenis
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap segala kegiatan
pemerintah daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintah daerah
dengan baik. Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah dilakukan
oleh Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada Daerah sebagai wakil
pemerintah di daerah yang bersangkutan. Bagi Mendagri dan
Gubernur/Bupati/Wali Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan
Daerah (melalui pengawasan prepentif, pengawasan represif, dan
pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas pokoknya yang
ditugaskan oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Artinya bukan sekedar sebagai fungsi manajemen biasa. Mendagri
dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya pemerintahan
daerah dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam pengawasan
umum dan dirjen pemerintahan umum dan dirjen otonomi daerah dalam hal
pengawasan prepentif dan pengawasan represi.
b. Berdasarkan Waktu.
1) Pengawasan Preventif. Jenis pengawasan preventif adalah
pengawasan atas jalannya pemerintah daerah yang sekarang diatur dalam
undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Secara
umum arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang
bersifat rencana. Pengawasan preventif mengandung prinsip bahwa
Peraturan Daerah dan keputusan Kepala Daerah mengenai pokok tertentu
harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, cara dari
pemerintah melakukan yaitu Pengawasan terhadap Rancangan Peraturan
Daerah (Raperda) yaitu terhadap rancangan Perda yang mengatur pajak
Daerah, retribusi Daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala
Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri untuk Raperda Provinsi,
dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota.
13

2) Pengawasan Represif. Pengawasan Represif mempunyai pengertian


secara umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau
kegiatan dilaksanakan. Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan
dari pengawasan prefentif. Pemerintah melakukan cara yaitu Pengawasan
terhadap semua Perda diluar dari Raperda yang mengatur pajak Daerah,
retribusi Daerah, APBD, dan RUTR, yaitu setiap Perda wajib disampaikan
kepada Mendagri untuk Provinsi dan Gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk
memperoleh Klarifikasi. Terhadap Perda yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai
mekanisme yang berlaku. Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan
dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada
penyelenggara Pemda apabila diketemukan adanya penyimpangan dan
pelanggaran oleh penyelenggara Pemda tersebut. Sanksi dimaksud antara
lain dapat berupa penataan kembali suatu Daerah otonom, pembatalan
pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu
kebijakan Daerah baik Perda, keputusan Kepala Daerah, dan ketentuan lain
yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang
diproses sesuai dengan Per UU-an.
c. Berdasarkan Jarak.
1) Pengawasan Langsung. Pengawasan Langsung adalah pengawasan
yang dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan Pemeriksaan di
tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi. Jika pengawasan
langsung ini dilakukan terhadap proyek pembangunan fisik, maka yang
dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau pemeriksaan setempat itu
dapat berupa pemeriksaan administrative atau pemeriksaan fisik dilapangan.
Kegiatan untuk secara langsung melihat pelaksanaan dari dekat ini, bukan
saja perlu dilakukan oleh perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi
dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab atas
pekerjaan itu. Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati sendiri
bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat
diberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-
keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya
pekerjaan, inilah perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang
dilaksanakan oleh manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung ditempat
pelaksanaan pekerjaan, baik yang dilakukan oleh pimpinan (manajer) yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas
14

pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang
lebih dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat
pengawasan
2) Pengawasan Tidak Langsung. Pengawasan tidak langsung adalah
merupakan kebalikan dari pengawasan langsung, artinya pengawasan tidak
langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan
pekerjaan atau obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh,
yaitu “dari belakang meja” caranya ialah dengan mempelajari dan
menganalisa segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi.
Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:
a) Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala
ataupun laporan insidentil;
b) Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari
perangkat pengawasan lain;
c) Surat-surat pengaduan;
d) Berita atau artikel di media massa;
e) Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan
tidak langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan
keterangan-keterangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya yang demikian
itu kiranya dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung itu
merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena
segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak
langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap
terhadap pengawasan langsung, terutama bila akan menyangkut
pengambilan keputusan yang penting-penting.
d. Berdasarkan Ruang.
1) Pengawasan Intern. Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan
dari pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang berarti “dari dalam”
itu memang merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti “dari luar” apabila
ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah,
dan inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan pengawasan
intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah
provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah
Kabupaten/Kota ditinjau dari Kabupaten/Kota yang bersangkutan
2) Pengawasan Ekstern (External Control)Secara harafiah, pengawasan
ekstern berarti “pengawasan dari luar” dalam pengawasan ekstern subyek
15

pengawasan yaitu si pengawas berada di luar susunan organisasi obyek


yang diawasi. Contoh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah merupakan
perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada
diluar susunan organisasi pemerintah (pemerintah dalam arti yang sempit).
Ia tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala
pemerintahan (Presiden) tetapi BPK mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP
terhadap departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila
dipandang dari segi pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat
pengawasan intern. Contoh lain lagi adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari
komponen-komponen di departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal
adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern, meskipun irjen
merupakan perangkat pengawasan intern departemen yang bersangkutan.

BAB II
REALISASI PENGUATAN PENGAWASAN

11. Realisasi Penguatan Pengawasan. Penguatan pengawasan bertujuan untuk


meningkatkan penyelenggaraan organisasi TNI AD yang bersih dan bebas KKN. Target
yang ingin dicapai melalui program ini adalah:
a. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara;
b. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara;
c. Mencapai dan mempertahankan predikat WTP dari BPK atas opini laporan
keuangan; dan
d. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang.
Atas dasar hal tersebut, maka terdapat beberapa indikator yang perlu dilakukan untuk
menerapkan penguatan pengawasan yaitu:

a. Pengendalian Gratifikasi.

1) Satuan Kerja telah melakukan public campaign tentang pengendalian


gratifikasi. Melaksanakan public campaign di lokasi publik melalui
pemasangan Spanduk dan banner larangan gratifikasi.
16

2) Satuan Kerja telah mengimplementasikan pengendalian gratifikasi


dengan cara:

a) membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG); dan


b) pemasangan kamera pengawas (CCTV) pada area
rawan penyimpangan.

b. Penerapan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) Pengukuran


indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya dilakukan:
1) Satuan Kerja telah membangun lingkungan pengendalian melalui:

a) melakukan sosialisasi SPIP serta kode etik;


b) membentuk Tim SPIP; dan
c) melaksanakan pengawasan dan monitoring pada layanan.

2) Satuan Kerja telah melakukan penilaian risiko atas pelaksanaan


kebijakan melalui:

a) melakukan identifikasi resiko; dan


b) melakukan analisis resiko (penilaian resiko) terhadap faktor
kemungkinan dan faktor dampak.

3) Satuan Kerja telah melakukan kegiatan pengendalian untuk


meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi. Membuat laporan pengendalian
untuk meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi.
4) Satuan Kerja telah menginformasikan dan mengimplementasikan
SPIP kepada seluruh pihak terkait. Sosialisasi SPIP kepada personel melalui
apel pagi/sore.

c. Pengaduan Masyarakat.

1) Kebijakan Pengaduan masyarakat telah diimplementasikan dengan


cara:

a) menunjuk personel yang menanganani pengaduan


masyarakat;
b) menyediakan petugas/ruang/loket/kotak khusus pengaduan;
c) menyediakan informasi sarana penyampaian pengaduan; dan
d) pengelolaan pengaduan melalui media web, aplikasi
Facebook, Twitter, Instagram, Path, WA dan line.
17

2) laporan/pengaduan masyarakat yang diterima ditindaklanjuti, melalui:

a) merespon pengaduan masyarakat; dan


b) menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

3) Telah dilakukan monitoring dan evaluasi atas penanganan pengaduan


masyarakat melalui:

a) melakukan perbaikan layanan sebagai tindak lanjut dari


hasil monitoring dan evaluasi pengaduan mayarakat; dan
b) menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi kepada
Bagian terkait.

4) Hasil evaluasi atas penanganan pengaduan masyarakat telah


ditindaklanjuti. Menindaklanjuti Laporan monitoring dan evaluasi laporan
pengaduan.

d. Whistle Blowing System (WBS)

1) Whistle Blowing System sudah diinternalisasi. Melakukan Internalisasi


tentang Whistle Blowing System pada seluruh personel melalui apel
pagi/sore atau Bimtek/sosialisasi.
2) Whistle Blowing System telah diterapkan. Membuat dan menerapkan
aplikasi Whistle Blowing System (WBS) secara internal.
3) Telah dilakukan evaluasi atas penerapan Whistle Blowing System.
Menyediakan laporan hasil evaluasi atas penerapan Whistle Blowing System
dari Inspektorat Jenderal.
4) Hasil evaluasi atas penerapan Whistle Blowing System telah
ditindaklanjuti. Menyediakan tindak lanjut hasil evaluasi atas penerapan
Whistle Blowing System dari Inspektorat Jenderal.

e. Penanganan Benturan Kepentingan

1) Telah dilaksanakan identifikasi/pemetaan benturan kepentingan


dalam tugas fungsi utama. Melakukan identifikasi/pemetaan benturan
kepentingan dalam tugas fungsi utama.
18

2) Penanganan Benturan Kepentingan telah disosialisasikan/


internalisasi. Melakukan internalisasi penanganan Benturan Kepentingan
kepada personel.
3) Penanganan Benturan Kepentingan telah diimplementasikan.
Menerapkan penempatan personel pada jabatan tertentu tanpa ada konflik
kepentingan dengan tugasnya disertai surat pernyataan bebas dari benturan
kepentingan.
4) Telah dilakukan evaluasi atas Penanganan Benturan Kepentingan.
Melakukan evaluasi atas Penanganan Benturan Kepentingan.
5) Hasil evaluasi atas penanganan Benturan Kepentingan telah
ditindaklanjuti. Menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan Benturan
Kepentingan.

BAB IV
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

12. Umum. Keterlibatan setiap organisasi maupun personel yang menyelenggarakan


Penguatan Pengawasan harus senantiasa terpadu, sehingga dibutuhkan suatu upaya
yang sistematis dalam satu kesatuan komando dan pengendalian agar setiap tahap
Penguatan Pengawasan dapat terlaksana dengan baik serta mencapai tujuan.

13. Komando. Komando penyelenggaraan Penguatan Pengawasan di lingkungan


Pussenif berada pada Danpussenif Kodiklatad.

14. Pengendalian.

a. Pengendali Umum berada pada Dirbinum Pussenif Kodiklatad.


b. Pengendali Teknis berada pada Kabagren Sdirbinum Pussenif Kodiklatad.
c. Pengendali Monitoring dan Evaluasi berada pada Kasidalwasgar Bagren
Sdirbinum Pussenif Kodiklatad.

15. Komunikasi.
19

a. Telepon : 022-7206445
b. Faks : 022-7206445
c. Email : info_pussenif@yahoo.com

BAB V
PENUTUP
16. Demikian Naskah Penguatan Pengawasan dalam rangka pembangunan Zona
Integritas di lingkungan Pussenif Kodiklatad dibuat sebagai realisasi guna mewujudkan
satuan yang bersih, akuntabel, profesional dan transparan.

Dibuat di Bandung
pada tanggal November 2018
a.n. Komandan Pusat Kesenjataan Infanteri
Direktur Pembinaan Umum
selaku
Sekretaris Pelaksana Reformasi Birokrasi,

Kartika Adi Putranta, S.E.


Kolonel Inf NRP 1910036490868

Anda mungkin juga menyukai