Anda di halaman 1dari 39

TERAPI CAIRAN

feb 2021
ABD AZIS MANAF
TINJAUAN UMUM (DEFINISI,
PATOGENESIS , KLASIFIKASI)
DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Cairan tubuh total (dalam L) pada laki-laki adalah 60% dari
total berat badan, sedangkan pada perempuan 50% dari
total berat badan.
Volume darah hanya sekitar 11-12% berat badan. Pada laki-
laki volume darah adalah 66 mL/kgBB, sedangkan pada
perempuan 60mL/kgBB.
Air tubuh total dapat dibagi dalam 2 komponen :
1. cairan ekstraseluler, yaitu cairan yang berada di luar sel,
yang dapat dibagi atas plasma dan cairan ekstraseluler.
2. Cairan intraseluler, yaitu cairan yang berada di dalam
sel.
AKTIFITAS OSMOTIK
◦ Aktifitas osmotik menunjukan jumlah partikel solut
di dalam larutan.
◦ Osmolaritas, adalah aktifitas osmotik per-volume
larutan, dinyatakan dalam miliosmol/liter
(mOsm/L),
◦ Osmolalitas, adalah aktifitas osmotik per-kg air
(mOsm/kgH₂0).
◦ Aktifitas osmotik plasma dapat dinyatakan dalam
persamaan berikut.
Posm = 2 [Na⁺] + [glukosa]/18 + [BUN]/2,8

Posm= osmolaritas plasma (mosm/L)


[Na⁺] = konsentrasi Na⁺ plasma
(mg/dl)
[glukosa] = kosentrasi glukosa
plasma (mg/dl)
[BUN] = Konsentrasi urea plasma
(mg/dl)
◦ Gaya gerak air diantara 2 larutan yang berbeda
aktifItas osmotiknya disebut aktifitas osmotik
efektif, yang dinyatakan dalam persamaan :

Posm = 2 [Na⁺] + [glukosa]/18


Posm = osmolaritas plasma (mosm/L)
[Na⁺] = konsentrasi Na⁺ plasma (mg/dl)
[glukosa] = kosentrasi glukosa plasma (mg/dl)
(urea plasma tidak diperhintungkan, karena
urea bebas melewati membra plasma).
 Larutan dengan aktifitas osmotik yang tinggi
disebut hipertonik,
 sedangkan larutan dengan aktifitas osmotik

yang rendah disebut hipotonik;


 bila 2 larutan memiliki aktifitas osmotik yang

sama disebut isotonik.


METABOLISME AIR
 Keseimbangan air dipengaruhi oleh asupan dan ekskresi air.
Asupan air di atur oleh rasa haus, sedangkan ekskresi air
diatur oleh ginjal atas pengaruh vasopresin dan hormon
antidiuretik (ADH).
 Jumlah partikel osmotik yang aktif di dalam cairan, disebut
tonisitas cairan.
 Bila cairan ekstraseluler bersifat hipertonik, maka cairan
intraseluler akan keluar menyebapkan sel menjadi dehidrasi
mengkerut.
 Bila cairan ekstraseluler bersifat hipotonik, maka cairan
ekstraseluler akan masuk kedalam sel sehingga sel menjadi
kembung dan mengalami lisis.
 Bila keadaan hipertonik cairan ekstraseluler diakibatkan
oleh urea, maka keadaannya akan berbeda, karena urea
akan masuk kedalam sel, sehingga sel juga akan
mengalami lisis.
Pada orang sehat osmolalitas Plasma 280 mosm/kg, akan
menekan ekskresi ADH, sehingga cukup untuk
mengencerkan urin.
Bila osmolalitas plasma naik > 280 mosm/kg, peningkatan
tonisitas cairan ekstraseluler 1-2%, atau penurunan volume
cairan tubuh 1-2 L, akan merangsang hipofisis posterior
untuk menghasilkan ADH yang akan meningkatkan
resorpsi air di tubulus distal.
Perubahan tekanan osmotik cairan tubuh akan
berpengaruh terhadap rasa haus dan keinginan untuk
minum, sehingga dehidrasi akan terhindar.
Ekskresi ADH akan dirangsang oleh keadaan hipovolemia
dan hipotensi.
Peningkatan ekskresi ADH akan terjadi bila kehilangan
cairan volume intraseluler mencapai 30%, ADH juga akan
dilepaskan oleh rasa nyeri dan haus.
Air dibutuhkan oleh tubuh untuk mengeliminasi
beban solut harian dan menggantikan
insensible water losses harian.
Kehilangan cairan harian melalui kulit dan
paru-paru berfariasi antara 500 ml – 8 L,
tergantung pada aktifitas fisik, temperatur dan
kelembapan lingkungan.
Ketidakseimbangan air tubuh akan
mengakibatkan :
1. 1. Dehidrasi, yaitu bila asupan cairan
berkurang, sehingga tidak dapat mengatasi
kehilangan air dari tubuh. Sehingga air intra
seluler akan keluar ke ekstraseluler, dan sel
mengalami dehidrasi.
Defisit cairan tubuh pada dehidrasi dapat
dihitung dengan rumus sbb :
Defisiensi cairan =0,4 x BB (Na plasma/140-1)
1. 2. Intoksikasi air, yaitu bila asupan air terlalu
banyak dan cepat, disertai produksi
urin, sehingga terjadi pengenceran cairan
tubuh, kadar Na dicairan ekstraseluler
menurun dan air akan masuk kedalam sel
dan sel menjadi bengkak. Bila
pembengkakan ini terjadi di otak, dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran dan
kematian.
2. 3. Udem, yaitu pembengkakan jaringan
akibat akumulasi cairan.
Sumber kehilangan air dan elektrolit tubuh :
◦ Kehilangan melalui gaster, misalnya melalui muntah
atau pengisapan sonde lambung, yang akan
mengakibatkan kehilangan air, Na, ion H⁺, K dan
CL, sehingga akan mengakibatkan alkalosis
metabolisme, hipokalemia, hipotensi dan dehidrasi
bila tidak segera dikoreksi.
◦ Kehilangan melalui pankreas dan saluran empedu
(misalkan fistel pankreas atau bilier), akan
mengakibatkan kehilngan bikarbonat \, K dan Na,
sehingga terjadi asidosis hiperkloremik, hipotensi
dan dihidrasi,
◦ Kehilangan melalui usus, misalnya fistel atau
ileostomi, diare dan ileus, yang akan mengakibatkan
hipokalemi, hipotensi dan dehidrasi.
PENDEKATAN DIAGNOSIS (ANAMNESI, PEMERIKSAAN
FISIK, LABORATORIUM, IMAGING, EKG,DLL

TANDA-TANDA VITAL
◦ Pada pasien dihidrasi , takikardi pada posisi bebaring (> 90
kali/menit) tidak akan terjadi
◦ Bila volume darah berkurang > 30%, dapat terjadi
hipotensi pada posisi berbaring tekanan darah ( tekanan
sistolik < 90 mmgHg).
◦ Perubahan frekuensi nadi dan tekanan sistolik dapat terjadi
bila posisi berubah dari berbaring keberdiri, yaitu frekuensi
nadi akan meningkat sampai 30 kali/menit, dan tekanan
sistolik akan menurun minimal 20 mmHg. Bila terjadi
kehilangan darah 15-20%, perubahan posisi berbaring ke
berdiri akan makin meningkatkan frekuensi nadi.
DERAJAT KEHILANGAN CAIRAN/DARAH
◦ Klas I, yaitu kehilangan cairan/darah 15% (10 mL/BB),
yang dengan segera akan digantikan oleh cairan
interstitial, sehingga volume darah/cairan tetap
terjaga dan tidak akan didapatkan gejala klinik
apapun.
◦ Klas II, yaitu kehilangan cairan/darah 15-30% (10-20
mL/kgBB), akan terjadi penurunan volume darah,
tetapi tekanan darah akan menetap karena terjadi
vasokonstriksi. Perubahan posisi berbaring ke berdiri
dapat merubah frekuensi nadi dan tekanan darah.
Produki urin juga dapat menurun menjadi 20-30
mL/jam, dan vaskularisasi splanknikus menurun,
◦ Klas III, yaitu kehilangan cairan/darah 30-45% (20-
30 mL/kgBB, akan mengakibatkan syok
hipovelemik, disertai hipotensi, oliguria (produksi
urin < 15 mL/jam), dan penumpukan laktat (> 2
mEq/L),
◦ Klas IV, yaitu kehilangan cairan /darah > 45% (>30
mL/kgBB), mengakibatkan syok hipovolemik yang
berat, ireversibel dan fatal, hipotensi, oliguria
(produksi urin < 5 ml/jam), produki laktat > 4-6
mEq/L dan sering kali refrakter terhadap resusitas
cairan.
TEKANAN VENA SENTRAL (CVP)
Pada orang normal yang bernafas spontan
dalam kedaan bebaring, nilai CVP adalah 0-5
mmHg, dan pada pasien dalam ventilasi
mekanik, CVP dapat mencapai 10 mmHG.
Dinamika perubahan CVP, baik sebagai respons
tercapai cairan atau akibat pernafasan, sangat
penting untuk mengevalusi cairan tubuh.
TRANSPORT OKSIGEN SISTEMIK
Keadaan
   hipovolemi, akan megakibatkan
penurunan curah jantung dan oksigen jaringan
(0₂ delivery/DO₂). Penurunan DO₂ akan
mengakibatkan systemik okxygen uptake (VO₂).
Pada hipovolemia yang terkompensasi, VO₂
akan tetap normal (110-160 mL/menit/),
karena ekstraksi O₂ akan meningkatkan untuk
mengkonpensasi penurunan DO₂. Pada syok
hepovolemik, VO₂ akan turun dibwah normal (<
100 mL/menit/) dan ekstrasi oksigen akan
mencapai maksimum, sehingga tidak dapat
ditingkatkan lagi.
KESEIMBANGAN ASAM-BASA
Kebutuhan basa untuk mentitrasi 1 L darah ke
PH 7,40 (pada suhu 37⁰C dan pCO₂ 40 mm/Hg),
disebut base deficit (BD). Pada keadaan
hipovolemia, BD merupakan pertanda dari
asidosis jaringan global akibat gangguan
oksigenasi jaringan. Nilai normal BD adalah -2
sampai +2 mMol/L. Pada pasien dengan
pendarahan, peningkatan BD akan bebanding
lurus dengan jumlah kehilangan darah. Bila
resusilitasi cairan tidak dapat memperbaiki BD
merupakan prognosis yang buruk yang dapat
berkembang menjadi gagal muti-organ.
LAKTAT DARAH
Hiperlaktemia (laktat darah > 2 mEq/L),
merupakan petanda terjadinya respirasi
anaerob akibat buruknya oksigenasi jaringan.
Kadar laktat darah berbanding lurus dengan
jumlah darah yang hilang dan merupakan
indikator ke arah kefatalan.
RESUSITASI CAIRAN
TIPE CAIRAN RESUSITASI
a. Cairan yang mengandung sel darah merah
(packed red cells)
b. Cairan yang mengandung molekul besar,
disebut koloid, berfungsi meningkatkan
volume plasma, misalnya : larutan albumin,
hetastarch, dextran
c. Cairan yang mengandung elektrolit dan
molekul kecil lainnya, disebut kristaloid,
digunakan untuk meningkatkan cairan
ekstraseluler.
KEBUTUHAN CAIRAN HARIAN
Pada
   orang normal, dalam waktu 24 jam
dibutuhkan sekitar 2500 ml cairan, dimana
sekitar 1000 ml diperoleh dari makanan dan
sisanya diperoleh dari minuman. Kehilangan
cairan dari tubuh dalam 24 jam terdiri dari
kehilangan lewat urin (1500 ml), kehilangan
lewat feses ( ml) dan insensible water losses (0-
800 ml).
Bila asupan cairan per-oral tidak mencukupi,
maka,
maka harus diberikan cairan per-infus, termasuk
100 mEq Na⁺ dan 70 mEq K⁺ dalam 24 jam. Pada
pasien dengan kehilangan cairan tambahan,
misalnya lewat drain atau demam atau muntah
atau diare, maka kehilangan cairan tambahan juga
harus diperhintungkan dengan seksama dalam
merencanakan resusitasi cairan, sehingga tidak
timbul dehidrasi, pada pasien demam insensible
water losses akan lebih tinggi dari keadaan
normal. Pasien dengan pendarahan akut, juga
memerlukan tranfusi packed red cells.
EFIKASI CAIRAN RESUSITASI
◦ Cairan koloid (dextran-40), merupakan cairan resusitasi
yang efektif untuk meningkatkan curah jantung,
dibandingkan whole blood dextran-40 efektif 2 kali lipat;
dibandingkan packed red cells dextran-40 lebih efektif 6
kali; dan dibandingkan cairan kristaloid (ringger lactat),
dextran-40 lebih efektif 8 kali,
◦ cairan kristaloid, terutama akan didistribusi di cairan
ekstraseluler, sehingga hanya 25% volume cairan
kristaloid yang diinfuskan tetap berada di ruang vaskuler.
◦ Cairan koloid, terutama akan didistribusi di dalam
pembulu darah, sehingga 75% volume cairan koloid yang
diinfuskan akan berada di ruang vaskular,
◦ Setelah difisit cairan tergantikan dan curah jantung
kembali normal, selanjutnya defisit Hb harus dikoreksi
dengan melakukan tranfusi pecked red cells.
VOLUME RESUSITASI
1. Berdasarkan kadar Na plasma :
Na₂ x vol₂ = Na₁ x vol₁
(Na₂ = Kadar Na plasma sekarang;
vol₂ = volume air badan sekarang ;
Na₁ = kadar na plasma normal (142 mEq/L;
Vol 1 =volume badan normal [laki-laki] 60% BB;
perempuan 40% BB).
Defisit air: Vol 1 – Vol 2
2. Berdasarkan skor daldiyono, digunakan untuk menghitung kebutuhan
cairan untuk rehidrasi awal pada diare akut, yaitu dengan menggunakan
skor sbb :
Muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor, koma 2
Tekanan sistolik ≤ 90 mmHg 2
Frekuensi nadi (≥ 120 kali/menit 1
pernafasan kussmaul (≥ 30 kali/menit) 1
Turgor kulit kurang 1
Facies kolorika 2
Ektreminitas dingin 1
Jaringan tangan keriput 1
Sianosis2
Umur ≥ 50 tahun -1
Umur ≤ 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = ∑skor/15 x 10% x BB (kg) x 1 L
Jumlah tersebut diberikan dalam 2 jam, kebutuhan
selanjutnya dihitung berdasarkan volume feses.
3. Berdasarkan rumus morgan watten :
kebutuhan cairan untuk rehidrasi awal =
(berat jenis plasma – 1,025)/0,001 x BB (kg) x 4ml
4. Resusitasi cairan pada luka bakar :
 Hitung luas luka bakar dengan rumus 9

(dewasa), yaitu kepala dan leher, dada,


punggung, perut, penggang dan bongkong,
lengan dan tangan kanan, dan tangan kiri,
tungkai dan kaki kana, tungkai dan kaki kiri,
masing-masing 9%; sisanya ginitalia 1%
 Gunakan rumus evans untuk menghitung

kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama :


NaCI 0,9% (ml) : luas luka bakar (%) x BB (kg)
plsma (ml) : luas luka bakar (%) x BB (kg)
Dekstrosa : 2000 ml
 50% dari jumlah cairan di atas diberikan
dalam 8 jam sisanya diberikan pada 16 jam
berikutnya.
 Pada hari kedua, diberikan 50% dari
kebutuhan hari pertama.
 Pada hari ketiga diberikan 50% dari
kebutuhan hari kedua. Bila pada hari ketiga
diuresis sudah baik (1 mL/kgBB/jam) dan
penderita dapat minum tampa kesulitan,
infus dapat dikurangi bertahap dan
dihentikan.
5. Resusitasi cairan perioperatif
 Pada fase intra-operatif, resusitasi cairan harus
diberikan dengan baik, karena anestesia dapat
meneybabkan syok dengan cara menekan baroreseptor
sehingga timbul vasodilatsi dan menekan kontraktilitas
jantung. Pendarahan intraoperatif > 500 ml,
membutuhkan tranfusi yang adekuat.
 Pada fase pascaoperatif, kebutuhan cairan 2-3 L/24

Jam dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan


lewat urin,fases dan insensible water lasse. Pengawasan
status cairan harus dilakukan engan baik, misalnya
dengan mengawasi tanda-tanda vital produksi urin dan
CVP. Produksi urin harus dipertahankan ≥ 0,5
ml/kgBB/jam. Pada 24 jam pertama, cairan isotonik
harus diberikam untuk mengatsi kehilangan lewat
ruang ketiga.
6. Resusitasi cairan pada keadaan khusus
 Pendarahan akut, resusitasi dengan NaCI 0,9%
atau koloid sampai didapatkan darah (packed
red cells),
 Anak-anak, resusitasi dengan dekstrosa salin
untuk cairan pemeliharaan dengan volume 100
ml/24 jam pada anak-anak dengan BB ≤ 10 kg;
do ml/kgBB/24 jam pada anak-anak dengan BB
10-20 kg; dan 20 ml/kgBB/24 jam pada anak-
anak dengan BB > 20 kg,
 Geriatri, memiliki risiko tinggi untuk kelebihan
cairan, sehingga resusitasi cairan harus
diberikan secara berhati-hati.
 Pada penderita gagal jantung, resusitasi
cairan harus diberikan secara berhati-hati,
untuk menghindari kelebihan cairan,
 Pada penderita gagal ginjal, karena terdapat

kelebihan Na di dalam tubuhnya, maka harus


diberikan albumin rendah Na untuk
resusitasi, bila perlu dapat diberikan tranfusi
darah, NaCI 0,9% harus dihindari sebagai
cairan pemeliharaan,
 Pada penderita pangkreatitis, harus diberikan

resusitasi cairan secara agresif, karena


banyak cairan yang masuk ke ruang ketiga.
Pada pasien dengan produksi urin yang
berkurang,
maka target produksi urin adalah > 1
ml/kgBB/jam, minimum 0,5 ml/kg/jam.
Kecuali pada pasien-pasien gagal jantung atau
uremia, dapat dicoba dengan pemberian 250-
500 ml NaCI 0,9% dalam 1 jam, awasi produksi
urin, tanda-tanda vital dan tanda-tanda
kelebihan cairan.
  Bilamana resusitasi cairan diakhiri ?
a. Kriteria klinik : tekanan darah, nadi volume
urin dan CVP sudah mencapai nilai normal,
b. Oksigenasi sistemik sudah tercapai, yang
ditandai oleh :
 okxigen uptake (VO₂) > 100 Ml/menit/
 Arterial base defisit > 2 mMol
 Laktat serum < 2 mEq/L
JENIS-JENIS CAIRAN RESUSITASI

1. Kristaloid
a. cairan NaCI 0,9% (Normal saline),
mengandung 154 mEq/L Na⁺ dan CI, dengan
PH 5,7 dan osmolalitas 308 mom/L.
Pemberian NaCI 0,9% terutama dalam jumlah
yang besar beresiko terhadap timbulnya
asidosis metabolik hiperkloremik. Keadaan
ini tidak memiliki risiko yang bermakna,
tetapi dapat membingungkan pada
penatalaksanaan ketoasidosis diabetik.
b. Cairan ringer laktat, merupakan cairan yang
mengandung io Ca⁺⁺, K⁺ dan laktat. Laktat
berfungsi menangkap proton yang akan
dibawah ke hati dan metabolisme menjadi air
dan CO₂ Ringer laktat dapat berfungsi sebagai
penyangga terhadap asidosis di dalam darah.
Pemberian ringer laktat pada pasien insufisiensi
renal beresiko terhadap timbulnya bekuan
darah.
C. Larutan glukosa, sering ditambahkan
resusitasi cairan sebagai nutrien, karena 1 gram
glukosa dapat memberikan 3,4 kkal. Pada
orang sehat hanya 5% larutan glukosa yang
dimetabolisme menjadi laktat, tetapi pada
pasien kritis dengan gagguan perfusi jaringan,
85% glukosa akan dimetabolisme menjadi
laktat. Selain itu pemberian larutan glokusa
juga beresiko terhadap timbulnya
heperglikemia.
 2. Koloid
a. Albumin: merupakan derivat plasma
manusia . Pemberian albumin 25% dapat
menarik cairan dari ruang interstisial kedalam
pembuluh darah, sehingga dapat
meningkatkan volume plasma 4-5 kali dari
volume albumin yang diinfuskan. Pemberian
albumin pada pasien sepsis memperlihatkan
penurunan angka kematian walaupun secara
statistik tidak bermakna.
b. Hydroxyethil starch, merupakan koloid sintetik dari
hidrolisis amilopektin. Larutan ini tidak boleh diberikan
pada penderita spesis. Selain itu larutan ini juga dapat
menganggu fungsi ginjal, menyebapkan koagulopati
dan pendarahan akibat penurunan F VII dan F von
willebrand, serta ganguan fungsi trombosit.
c. Dektran, merupakan polimer glukosa, dapat
meningkatkan volume plasma, dan juga digunakan
untuk menurunkan viskositas darah. Dektran dapat
menyebabkan gangguan fungsi ginjal, reaksi
anafilaktoid dan pendarahan akibat penghambatan
produksi F VII dan F vol willebrand, serta meningkatkan
fibrinolisis. Dekstran juga dapat membungkus
permukaan eritrosis, sehingga dapat mengganggu
Cross-match pada waktu akan transfusi darah.
Thank you

Anda mungkin juga menyukai