Anda di halaman 1dari 25

PEMBUATAN

SKMHT
UDIN NARSUDIN
PEMBERIAN KUASA DAN
KUASA
Pemberian Kuasa atau Lastgeving adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang
lain, yang menerimanya untuk dan atas
namanya menyelengarakan suatu urusan.
Ketentuan mengenai pemberian kuasa
diatur dalam KUHPerdata. Kuasa atau
volmacht tidak diatur, baik secara khusus
dalam KUHPerdata tersebut maupun
dalam ketentuan UU lainnya, tetapi
diuraikan sebagai salah satu bagian dari
pemberian kuasa (lastgeving). Kuasa
(volmacht) merupakan tindakan hukum
sepihak yang memberi wewenang kepada
penerima kuasa untuk mewakili pemberi
kuasa dalam melakukan suatu tindakan
tertentu.
Dengan demikian berarti bahwa suatu
kuasa itu timbulnya dan berakhirnya
dapat terjadi karena perbuatan hukum
dari satu pihak saja. Suatu machtiging
adalah suatu tindakan hukum yang
sifatnya memberi persetujuan hukum
yang sifatnya memberi persetujuan
ataupun wewenang kepada seseorang
untuk melakukan tindakan-tindakan
tertentu tanpa adanya perwakilan,
misalnya memberikan persetujuan/izin
untuk melihat buku-buku atau melewati
pekarangan seseorang, yang tanpa adanya
izin tersebut orang tersebut tidak berhak
melakukannya. Jadi kesimpulannya
pemberiankuasa adalah suatu perjanjian,
sedangkan kuasa dan machtiging adalah
tindakan hukum sepihak.
Pasal 1792 KUHPerdata kita dapat
melihat unsur-unsur dari pemberian
kuasa yaitu :
1. persetujuan
2. memberikan kekuasaan untuk
menyelenggarakan suatu urusan
3. penerima kuasa menyelenggarakan
atas nama pemberi kuasa.
Unsur pertama dari pemberian kuasa
adalah persetujuan atau perjanjian.
Dengan demikian untuk pemberian
kuasa pertama-tama harus dipenuhi
unsur-unsur dari suatu perjanjian.
Maksudnya ialah untuk mengetahui
apakah kita berhadapan dengan suatu
perjanjian ataukah dengan tindakan
hukum sepihak.
Adapun unsur perjanjian adalah adanya
kata sepakat yang tercapai diantara dua
pihak atau lebih ; tercapainya kata
sepakat tersebut bergantung pada para
pihak ; kemauan para pihak untuk
timbulnya akibat hukum ; akibat
hukum tersebut adalah untuk
kepentingan salah satu pihak atas
beban pihak lain atau timbal balik ;
tercapainya kata sepakat juga dengan
mengindahkan persyaratan (bentuk
perjanjian) perundang-undangan.
Setelah kita mengetahui bahwa kita
memang berhadapan dengan suatu
perjanjian, agar perjanjian tersebut sah
harus pula dipenuhi syarat-syarat untuk
sahnya suatu perjanjian sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Unsur Kedua, dari pemberian kuasa,
yaitu memberikan kekuasaan untuk
menyelenggarakan suatu urusan adalah
sesuai dengan yang telah disetujui oleh
para pihak, baik yang dirumuskan
secara umum maupun dinyatakan
dengan kata-kata yang tegas,
Unsur Ketiga dimana penerima kuasa
melakukan tindakan hukum tersebut
untuk dan atas nama pemberi kuasa,
yang membawa akibat bahwa tindakan
hukum yang dilakukan oleh penerima
kuasa adalah tindakan hukum dari
pemberi kuasa.
PERWAKILAN
Suatu pemberian kuasa (lastgeving) pada
umumnya merupakan suatu perjanjian
sepihak, dimana kewajiban untuk
melaksanakan prestasi hanya terdapat pada
suatu pihak, yaitu penerima kuasa.
Hal ini terjadi karena pemberi kuasa pada
umumnya dilakukan dengan cuma-cuma
(Pasal 1794 KUHPerdata).
Suatu pemberian kuasa tidak selalu memberi
wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Ada
kemungkinan bahwa seseorang memberikan
kuasa (volmacht) yang tidak merupakan
bagian dari pemberian kuasa (lastgeving),
tetapi dapat pula terjadi bahwa dalam
pemberian kuasa (lastgeving) tersebut
penerima kuasa juga diberi kuasa (volmacht)
untuk mewakili. Dalam hal pemberi kuasa,
dimana penerima kuasa juga diberi wewenang
mewakili, maka terjadilah suatu perwakilan
yang bersumberkan pada perjanjian.
BENTUK SKMHT
Pasal 15 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang berkaitan
dengan Tanah (UUHT) menyebutkan
SKMHT wajib dibuat dengan akta
notaris atau akta PPAT dan memenuhi
persyaratan :
1. Tidak memuat kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum lain
daripada membebankan hak
tanggungan
2. Tidak memuat kuasa substitusi
3. mencantumkan secara jelas objek hak
tanggungan ; jumlah utang ; nama dan
identitas kreditornya ; serta nama dan
identitas debitor apabila debitor bukan
pemberi hak tanggungan.
Pemberian kuasa dapat dilakukan secara
khusus yaitu mengenai hanya satu
kepentingan tertentu atau lebih. Kuasa
yang demikian dikenal dengan sebutan
kuasa khusus.
Pemberian kuasa dapat pula diberikan
secara umum yaitu meliputi segala
kepentingan pemberi kuasa atau kuasa
umum atau kuasa luas.
Menurut Pasal 15 ayat 1 UUHT SKMHT
tidak dapat dibuat dalam suatu kuasa
umum, tetapi haruslah dibuat dalam
suatu kuasa khusus.
Pasal 15 ayat (1) UUHT menyebutkan
bahwa SKMHT wajib dibuat dalam
bentuk akta notaris atau akta PPAT.
Sifat SKMHT
Asas Huum perjanjian adalah
konsensualisme, kebebasan berkontrak dan
kekuatan mengikat. Hukum perjanjian
sebagaimana diketahui dalam bidang
hukum harta kekayaan pada umumnya
bersifat mengatur dan menganut sistem
terbukam dimana para pihak bebas untuk
membuat perjanjian dengan siapapun,
mengenai apapun, kapan pun, dan
dimanapun. UU memang tidak secara
eksplisit menyatakan hal tersebut, tetapi
UU dengan memberikan batasan bahwa
suatu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak tidak boleh bertentangan dengan
UU, kesusilaan, dan keteriban untuk
memberikan interpretasi a contrario akan
adanya kebebasan berkontrak tersebut.
SKMHT, baik dilakukan dengan
akta notaris atau akta PPAT harus
memuat hal-hal sesuai dengan
persyaratan sebagaimana
ditentukan UUHT. Dengan
perkataan lain, perjanjian
pemberian kuasa membebankan
hak tanggungan mempunyai sifat
memaksa, dalam arti para pihak
tidak bebas untuk menentukan
sendiri baik bentuk maupun isi dari
perjanjian pembuatan SKMHT-nya.
Akibat tidak dilakukan pembuatan
akta SKMHT sesuai dengan
ketentuan tsb menyebabkan akta
tersebut tidak mempunyai akibat
hukum atau batal demi hukum.
Ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUHT
mengharuskan agar SKMHT dibuat
dalam bentuk tertulis, yaitu akta notaris
atau akta PPAT yang membawa
konsekuensi logis bahwa pejabat yang
berwenang untuk membuat akta
notaris adalah notaris dan pejabat yang
berwenang untuk membuat akta PPAT
adalah PPAT.
Baik notaris maupun PPAT dalam
menjalankan jabatannya sesuai dengan
ketentuan yang mengaturnya (PPAT-PP
37/1998, Notaris-UUJN).
Jangka waktu SKMHT
- I Bulan untuk hak atas tanah yang
sudah terdaftar
- 3 Bulan untuk tanah yang belum
terdaftar
- Peraturan MNA/Kepala BPN No. 4
tahun 1996 : (Surat Keputusan Direksi BI
No. 26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993)
1. Kredit yang diberikan kepada nasabah
usaha kecil yang meliputi :
a. Kredit Kepala KUD
b. KUT
c. Kredit kepada Koperasi Primer utk
anggotanya
2. KPR yang diberikan untuk pengadaan
rumah untuk pengadaan perumahan :
 Rumah sederhana dengan luas tanah
maksimal 200 M2 dan bangunan tidak
lebih 70 M2
 Kredit utk kavling siap bangun (KSB)
dengan luas tanah 54 M2 sd 72 M2 dan
kredit yang diberikan untk membiayai
bangunannya.
3. Kredt produktif lain yang diberikan
oleh bank umum dan BPR dengan
plafond tidak melebihi 50 jt antara lain :
- kredit umum pedesaan (BRI)
 Kredit kelayakan usaha (yang
disalurkan oleh bank pemerintah).
 Sampai dengan waktu kreditnya
berakhir.
Surat Kuasa Untuk Memberikan Hak
Tanggungan (SKMHT)  adalah Surat atau
Akta yang berisikan pemberian kuasa
yang diberikan oleh Pemberi
Agunan/Pemilik Tanah (Pemberi Kuasa)
kepada Pihak Penerima Kuasa  untuk
mewakili Pemberi Kuasa guna melakukan
pemberian Hak Tanggungan kepada
Kreditor atas tanah  milik Pemberi Kuasa.

Berdasarkan pengertian yang saya


kemukakan di atas maka segala bentuk
kuasa yang diberikan oleh Pemilik Tanah
kepada pihak lain untuk mewakili
Pemilik Tanah guna menjaminkan tanah
miliknya, apabila pemberian jaminan
tersebut dilakukan dengan dibebani Hak
Tanggungan maka kuasa tersebut
termasuk dalam SKMHT.
Pembuatan SKMHT harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan harus
dipatuhi oleh setiap Notaris atau PPAT yang
akan membuat SKMHT tersebut atau harus
dipatuhi oleh PPAT yang akan membuat
APHT yang dibuat berdasarkan SKMHT. Jika
Notaris atau PPAT yang akan membuat
SKMHT atau PPAT yang akan membuat
APHT menemukan pembuatan SKMHT yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku maka
Notaris atau PPAT tersebut harus menolak
pembuatan akta yang bersangkutan. Karena
adanya penyimpangan dalam pembuatan
SKMHT yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dapat berakibat fatal
terhadapan akta yang dibuat dan karenanya
dapat membawa akibat hukum tertentuan
kepada Notaris atau PPAT yang membuat
akta tersebut.
Pasal 15 ayat 1 UUHT menentukan
syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk
pembuatan akta SKMHT tersebut yaitu:
1. tidak memuat kuasa untuk
melakukan perbuatan hukum lain
daripada membebankan Hak
anggungan;  
2. tidak memuat kuasa substitusi;
3. mencantumkan secara jelas obyek
Hak Tanggungan, jumlah utang dan
nama serta identitas kreditornya, nama
dan identitas debitor apabila debitor
bukan pemberi Hak Tanggungan.   
Sehubungan dengan syarat yang ditentukan
dalam Pasal 15 ayat 1 UUHT tersebut maka
jelas bahwa di dalam SKMHT tidak boleh
dicantumkan kuasa untuk melakukan
perbuatan hukum lain misalnya di dalamnya
ada pemberian kuasa dari Pemilik Tanah
kepada Penerima Kuasa untuk menjual tanah
tersebut  seperti lazimnya yang terdapat
dalam kuasa untuk menjual. 
SKMHT juga tidak boleh memuat kuasa
substitusi dalam arti didalamnya terdapat
klausul yang memungkinkan Penerima
Kuasa mensubstitusikan atau mengalihkan
kuasanya kepada pihak lain.Tidak termasuk
dalam pengertian substitusi tersebut jika
penerima kuasa memberi kuasa kepada
pihak lain dalam rangka penugasan untuk
bertindak mewakilinya, misalnya Direksi
Bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang
diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau
pihak lain.    
Syarat terakhir yang ditentukan dalam
Pasal 15 ayat 1 UUHT yang menentukan
SKMHT harus  mencantumkan secara
jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah
utang dan nama serta identitas
kreditornya, nama dan identitas debitor
apabila debitor bukan pemberi Hak
Tanggungan meruapakan syarat yang
sangat penting untuk diperhatikan oleh
Notarius
Syarat ini menunjukan bahwa    dalam
pembuatan SKMHT harus jelas terlebih
dahulu adanya hubungan utang piutang
antara Debitor dengan Kreditor. Harus
jelas tanah yang akan dibebani Hak
Tangungan yang akan dipakai sebagai
jaminan bagi pelunasan utang tersebut.
Syarat ini berarti mensyaratkan bahwa
untuk pembuatan SKMHT sekurang-
kurangnya harus telah ada perjanjian
yang telah disepakati / ditandatangani
 oleh Debitor dan Kreditor berkaitan
dengan utang piutang terbut. Hal ini
 untuk memberi perlindungan hukum
kepada Pemberi Hak Tanggungan.
Sehubungan dengan apa yang saya uraikan
diatas mari kita lihat beberapa pertanyaaan
yang sering timbul dalam praktek
pembuatan SKMHT sebagai berikut:
1. Apakah pihak selain Kreditor/Bank dapat
menjadi penerima kuasa dalam pembuatan
    SKMHT?
Peraturan perundang-undangan yang
berlaku, khususnya UUHT tidak
menentukan kepada siapa kuasa boleh atai
tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu
menurut saya kuasa salam SKMHT dapat
diberikan kepada pihak manapun juga
yang memenuhi syarat untuk melakukan
perbuatan hukum sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Kuasa dapat diberikan kepada
Bank seperti yang lazim dilakukan dalam
praktek dan dapat pula diberikan kepada
pihak lain (Non Bank). 
2. Apakah SKMHT dapat dibuat berdasarkan
surat/akta  kuasa untuk menjaminkan yang
telah diberikan oleh Pemilik Tanah kepada
Penerima Kuasa?
Berkaitan dengan pertanyaan ini mari kita lihat
isi Penjelasan pasal 15 ayat 1 UUHT yang
 menegaskan bahwa " ... Penjelasan Umum
angka 7 UUHT mengemukakan  pada asasnya
pembebanan Hak tanggungan wajib dilakukan
sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan. Hanya
apabila benar-benar diperlukan, yaitu dalam hal
pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir
dihadapan PPAT, diperkenankan penggunaan
surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Sejalan dengan itu, surat kuasa tersebut harus
diberikan langsung oleh pemberi Hak
Tanggungan dan harus memenuhi syarat
persyaeratan mengenai muatannya sebagaimana
ditetapkan dalam ayat ini. Tidak dipenuhinya
syarat ini mengakibatkan surat kuasa yang
bersangkutan tidak dapat digunakan sebagai
dasar pembuatan Akta Pemberian Hak
Tanggungan . ..."
Jadi SKMHT harus ditandatangani
sendiri oleh Pemberi Agunan/Pemilik
Tanah. Ia harus hadir dihadapan
Notaris atau PPAT untuk
menandatangani SKMHT tersebut.
Sehubungan dengan pertanyaan
tersebut maka jelas SKMHT saat ini
sejak berlakunya UUHT tidak lagi
dapat dibuat dengan menggunakan
kuasa untuk menjaminkan atau kuasa
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai