Anda di halaman 1dari 19

JOURNAL READING

Prevalence, pathogenesis, diagnosis, and management of microscopic


Colitis

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSU HAJI SURABAYA
Oleh: Nabila ikbar ilyas FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Pembimbing: dr. Wiwid Samsulhadi, Sp.PD. FINASIM 2020
Pendahuluan
Kolitis mikroskopik adalah peradangan pada usus besar (kolon) yang
menyebabkan diare yang berkepanjangan.

Kolitis mikroskopis (MC), terdiri dari kolitis limfositik dan kolitis kolagen,
adalah diagnosis patologi klinis yang dapat ditemui dalam praktik klinis
selama evaluasi dan management pasien dengan gejala diare kronis.

Diagnosis yang terlambat menyebabkan perburukan prognosis


Epidemiologi
Amerika serikat (1985-2001)
 103 dari 100 000 orang

Amerika serikat (2001-2010)


 21 dari 100 000 orang

Amerika serikat (2011)  24


dari 100 000 orang
Faktor Resiko
1. Terapi obat-obatan
Diduga (Evidence based – nya kurang kuat) karena terapi Proton Pump
Inhibitor dan NSAID bersamaan mempengaruhi permebilitas colon
menyebabkan antigen masuk hingga lamina propia colon

Pada pemeriksaan histopatologi Colitis karena NSAID mirip dengan Colitis


Collagen (CC).

Peningkatan eosinofilia pada mukosa kolon desenden mungkin sugestif


(kurang dari 3 eosinophils per high-power field)
Yang membedakan Colitis karena NSAID dan Cc pada histopatologi
adalah penampakan penebalan pita kolagen subepitel, infiltrasi
padat lamia propia, meningkatnya intraepithelial limphocityc.

Pada CC, eosinophil yang meningkat pada seluruh kolon, tetapi pada
colitis karena NSAID, peningkatan eosinophil dominan pada kolon
desenden.

Meningkatnya infiltrasi eosinophil dikolon pada CC dikarenakan


kerusakan pada pita kolagen subepitel dan kerusakan epitel kolon.
2. MEROKOK

Faktor resiko laki laki dan perempuan yang merokok


terkena colitis sama

100% penderita CC pada jurnal ini mempunyai Riwayat


merokok

Resiko colitis karena merokok meningkat diduga karena


menurunya aliran darah ke kolon dan menurunnya
fungsi permeabilitas mukosa kolon karena merokok
3. Manifestasi klinis

Pasien bisa menunjukan gejala diare kronis yang tidak


berdarah. Pasien mungkin juga datang dengan gejala
nonspesifik termasuk sakit perut, penurunan berat badan
tergantung, inkontinensia tinja, urgensi BAB, dan malaise.

Berkaitan dengan penyakit autoimun (rheumatoid arthritis,


psoriasis, thyroid disease, and type I diabetes)
Perbandingan kohort pada jurnal ini menunjukan antara pasien dengan MC
dan IBS, 40% memenuhi kriteria Rome I, 38% memenuhi kriteria Rome II,
dan yang 27% serta telah didiagnosis IBS terdapat MC pada biopsi usus
besarnya.
Pasien dengan Irritable Bowel Syndrom (IBS), histopatologinya
menunjukan 33,4% pasien mengalami MC.

Studi prospektif pada jurnal ini telah membandingkan antara pasien


dengan diare hingga yang mengalami MC, bahwa ditemukan risiko MC yang
lebih tinggi pada wanita, usia> 50 tahun, penderita penyakit autoimun,
dan gejala penurunan berat badan atau BAB nokturnal.
4. Keparahan penyakit

Remisi klinis didefinisikan sebagai <3 BAB per hari


dan <1 BAB berair tinja per hari

Berdasarkan temuan bahwa mereka yang memiliki


>3 BAB per hari atau rata-rata >1 tinja encer per
hari berdampak secara keseluruhan pada kualitas
hidup yang buruk.
PATHOFISIOLOGY
1. Mekanisme diare
Perubahan permeabilitas mukosa akibat inflamasi
• Penurunan penyerapan natrium dan klorida
• Penghambatan klorida dan pertukaran doping
• Perubahan resistensi epitel
• Produksi Prostaglandin E2
Polimorfisme transporter serotonin reuptake
• Dampak pada motilitas dan sekresi

Malabsorpsi asam empedu


• Mediator inflamasi di lamina propria

Antigen luminal (obat-obatan, makanan, garam empedu, bakteri)


• Aktivasi sel penekan CD8 T
2. Hubungannya dengan penyakit Celiac (Penyakit
autoimun karena mengkonsumsi gluten)

Penderita Celiac Disease (CD) mempunyai resiko 50-70 kali lipat terkena MC.

Jurnal ini mengambil data dari 2004 sampai 2008, 40 dari 120 pasien yang
menderita penyakit di duodenum dan di biopsi kolonnya didiagnosis dengan
MC dan CD. 90% adalah perempuan dengan usia rata-rata 50,1 tahun.

CD dikaitkan dengan Human Leukosit Antigen (HLA) gen kelas II, terutama
alel HLA DQ2 dan HLA DQ8
DIAGNOSIS
Diagnosis MC ditegakan berdasarkan Diagnosis klinis dan pemeriksaan histopatologi

Umumnya pada penderita MC dilakukan colonoscopy untuk meng-evaluasi IBS-nya.

Penampilan endoskopi tidak seperti IBD umumnya, MC mungkin normal hingga mendekati normal dengan
gambaran superfisial yang jarang terjadi (Gambarannya seperti retak pada mukosa atau eritema
nonspesifik pada kolon).

Menurut American Society for Gastrointestinal Endoskopy (ASGE), disarankan dua atau lebih biopsi diperoleh
dari kolon ascenden, transversa, descenden, dan kolon sigmoid.
1. Histopatology
Colitis Colagen Colitis Limfositik
- Penebalan abnormal - Intraepithelial
pita subepithelial lymphocytes (permukaan
collagen >10 m >20/100 sel epitel kolon)
- Struktur kolon normal - Struktur kolon normal
- Inflamasi diffuse lamina - Peningkatan
propia kolon, permukaan Intraepithelial
epitel rusak seperti lymphocytes
dimakan ngengat (Moth
eaten appearance)
2. Kualitas Hidup

The Gastrointestinal Quality of Life Index (GIQLI) meneliti


dengan metode random pada pasien dengan CC. Setelah
pemberian Budesonide 6 minggu pada pasien kolitis, Skor
GIQLI

score naik pada poin emosional dan fungsi fisik


3. Managemen
Kesimpulan
MC adalah kondisi kronis yang berdampak
pada kualitas hidup pada diare kronis, remisi
intermiten dan kekambuhan

Setelah didiagnosis, kebanyakan kasus MC


dapat diobati dan memperbaiki kualitas hidup
pasien

Mengetahui histopatology colitis membantu


dalam mendiagnosis dan memprediksi
manifestasi klinis colitis pasien

Anda mungkin juga menyukai