Anda di halaman 1dari 48

BERFIKIR KRITIS

PERTEMUAN II
PERTEMUAN 2
1.PENALARAN DAN BAHASA DALAM KEBIDANAN
2. PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF
3. KESALAHAN/ FALLACIES DALAM PENALARAN
SUB POKOK BAHASAN 1
PENALARAN DAN BAHASA DALAM KEBIDANAN

• Dalam aktifitas berpikir kritis ada analisis.


• Untuk menganalisis diperlukan penalaran.
• Penalaran merupakan suatu proses yang membuahkan
pengetahuan.
• Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini mempunyai
dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan
dengan cara tertentu.
• Suatu penarikan kesimpulan bisa dianggap shahih
(benar) bilamana dilakukan dengan cara tertentu
• Cara penarikan dimaksud adalah logika.
• Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai
• Cara pengkajian untuk berpikir shahih.
1.PENALARAN
• Penalaran merupakan dasar pengetahuan.
• Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan 2 hal yaitu:
• 1. Manusia mempunyai bahasa
• 2.Kemampuan manusia untu berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir
tertentu. Secara garis besar cara berpikir ini disebut penalaran.
Dua kelebihan ini yang memungkinkan manusia dapat mengembangkan
pengetahuannya yaitu bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran
yang mampu menalar.
Namun demikian, tidak semua pengetahuan berasal dari penalaran, sebab
berpikirpun tidak semuanya berdasarkan penalaran ( Suriasumantri, 1999).
Ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan
berdasarkan penalaran

Intuisi: suatu kegiatan non analitik yang tidak mendasarkan diri kepada
suatu pola pikir tertentu.
Cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu:
1.Cara berpikir analitik: yang berupa penalaran
2.Cara berpikir nonanalitik: yang berupa intuisi/perasaan
HAKIKAT PENALARAN

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam suatu kesimpulan


yang berupa pengetahuan.

Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran dimana


tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-
masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-
ciri tertentu.
Ciri- ciri yang dimaksud adalah:
1.Adanya pola pikir (logika). Sehingga dapat dikatakan bahwa
penalaran merupakan proses berpikir logis.
2.Mempunyai sifat analitik dari proses berpikirnya.
Analitik pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan berpikir
bedasarkan langkah langkah tertentu.
• Penalaran merupakan merupakan cara berpikir tertentu.
Penalaran diperlukan untuk melakukan analisis.
• Untuk melakukan analisis kegiatan penalaran harus diisi dengan
materi pengetahuan yang berasal dari sumber kebenaran
• Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada
dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
• Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber
kebenaran mengembangkan paham yang disebut rasionalisme
• Mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat
pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran
mengembangkan paham empirisme
Penalaran yang akan dikaji pada studi ini pada pokoknya adalah
penalaran ilmiah.
Penalaran ilmiah pada hakekatnya merupakan gabungan
penalaran deduktif dan induktif.
Penalaran deduktif: terkait dengan rasionalisme
Penalaran induktif terkait dengan empirisme.
2. BAHASA
Telah dijelaskan bahwa pengetahuan manusia dapat berkembang karena ada
bahasa dan penalaran. Bahasa sebagai alat komunikasi dan penalaran adalah
proses berpikir.
•Manusia dapat berpikir dengan baik karena mempunyai bahasa
•Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana obyek-
obyek yang faktual ditranformasikan menjadi symbol-symbol bahasa yang
bersifat abstrak.
•Dengan adanya transformasi, manusia dapat berpikir mengenai suatu obyek
tertentu mekipun obyek tersebut secara faktual tidak berada di tempat
dimana kegiatan berpikir dilakukan.
• Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak, memungkinkan manusia untuk
memikirkan sesuatu secara berlanjut.
• Bahasa juga menberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan sistematis.
• Transformasi obyek faktual menjadi symbol abstrak yang diwujudkan lewat
perbendaharaan kata-kata yang dirangkaikan oleh tata bahasa untuk
mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi perasaan.
• Kedua aspek bahasa yaitu aspek informatif dan emotif, keduanya tecermin
dalam bahasa yang kita pergunakan.
• Artinya: kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang kita
sampaikan mengandung unsur-unsur emotif.
• Demikian halnya bilamana kita menyampaikan perasaan maka ekspresi itu
mengandung unsur-unsur informatif
• Adakalanya hal ini dapat dipisahkan dengan jelas.
• Contoh: Musik dapat dianggap sebagai bentuk bahasa, dimana
emosi terbebas dari informasi.
• Sedangkan buku telepon, memberikan kita informasi sama
sekali tanpa emosi.
• Bahasa mengkomunikasikan 3 hal yaitu: buah pikiran,
perasaan dan sikap.
• Kneller (dalam Suriasumantri, (1999) menyatakan bahwa
bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi simbolik,
emotif dan afektif.
• Fungsi simbolik: menonjol dalam komunikasi ilmiah
• Fungsi emotif: menonjol dalam komunikasi etik.
• Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi itu harus
harus terbebas dari unsur emotif, agar pesan yang disampaikan bisa
diterima secara reproduktif, artinya identik dengan pesan yang
disampaikannya.
• Namun dalam prakteknya, hal ini sukar dilaksanakan kecuali
informasi yang terdapat dalam buku pedoman telepon.
• Hal inilah yang merupakan salah satu kelemahan bahasa sebagai
sarana komunikasi ilmiah.
• Kemeny (dalam Suriasumantri, 1999) menyatakan bahwa bahasa
mempunyai kecenderungan emosional.
• Seni merupakan kegiatan estetik yang banyak mempergunakan
aspek emotif dari bahasa, baik itu seni suara maupun seni sastra.

• Dalam hal ini bahasa bukan saja dipergunakan untuk


mengemukakan perasaan itu sendiri, melainkan juga merupakan
ramuan yang menjelmakan pengalaman yang ekspresif tadi.
• Bahasa digunakan secra plastik, seperti kita membuat patung
dari tanah liat, dimana komunikasi yang terjadi mempunyai
kecenderungan emotif.
• Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat
berbeda dengan komunikasi estetik.
• Komunikasi lmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi
yang berupa pengetahuan.
Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka:
1. Bahasa yang dipergunakan harus Terbebas dari unsur unsur
emotif.
2. Komunikasi ilmiah harus bersifat reproduktif.
Artinya bila sipengirim informasi mengirimkan informasi x,
maka si penerima komunikasi harus menerima informasi x
pula. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kesalahan informasi.
3. Berbahasa dengan jelas.
•Makna yang terkandung dalam kata-kata yang dipergunakan, diungkapkan
secara tersurat (eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain.
•Berbahasa yang jelas, artinya juga mengemukakan pendapat atau jalan
pemikiran secara jelas.
•Kalimat-kalimat dalam karya ilmiah pada dasarnya merupakan suatu
pernyataan.
•Pernyataan melambangkan suatu pengetahuan yang ingin kita
komunikasikan kepada orang lain.
•Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang
mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran
dalam mendapatkan pengetahuan tersebut.
•Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas, maka
sesorang harus menguasai tata bahasa yang baik.
• Adip, M. 2011) menyatakan tentang bahasa keilmuan.
• Bahasa keilmuan merupakan bahasa yang digunakan dalam penulisan penulisan ilmiah
atau dalam penulisan ilmu pengetahuan.
• Terdapat 8 ciri bahasa keilmuan:
1. Cendekia
2. Lugas
3. Jelas
4. Formal
5. Obyektif
6. Konsisten
7. Bertolak dari gagasan
8. Ringkas dan padat.
1. Cendekia
•Bahasa cendekia mampu membentuk pernyataan yang tepat dan
seksama, sehingga gagasan yang disampaikan penulis dapat
dapat diterma pembaca.
2. Lugas
Paparan bahasa yang lugas dapat menghindari kesalahpahaman
dan kesalah tafsiran isi kalimat dapat dihindari.Penulisan bernada
sastra perlu dihindari.
3. Jelas
Gagasan akan mudah dipahami apabila bahasa yang dituangkan
secara jelas dan hubungan antar gagasan yang satu dengan yang
lainnya juga jelas

4. Formal
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat
formal. Tingkat keformalan dapat dilihat pada kosa kata,
bentukan katanya dan kalimatnya.
• 5. Obyektif
• Sifat obyektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan
sebagai pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam
penggunaan kata.
• 6. Konsisten
• Unsur bahasa, tanda baca dan istilah, sekali digunakan sesuai
dengan kaidah makna untuk selanjutnya digunakan secara
konsisten.
• 7. Bertolak dari gagasan
• Bahasa keilmuan digunakan dengan orientasi gagasan. Pilihan
kalimat yang lebih cocok adalah kalimat pasif, sehingga kalimat
pasif perlu dihindari.
• 8. Ringkas dan padat
• Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan
dengan unsur unsur bahasa. Karena itu , jika gagasan yang
terungkap sudah memadai dengan unsur bahasa yang terbatas
tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah terpenuhi.
Kekurangan Bahasa
Bahasa bersifat multi fungsi yaitu: emotif, afektif dan simbolik.
1.Dalam komunikasi ilmiah digunakan aspek simbolik saja. Yang
dalam kenyataannya sulit dilakukan.
2. Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata
yang membangun bahasa.
3. Bahasa adalah konotasi yang bersifat emosional.
SUB POKOK BAHASAN 2
PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF

Penalaran ilmiah pada hakekatnya merupakan gabungan


penalaran deduktif dan induktif.
Penalaran deduktif: terkait dengan rasionalisme
Penalaran induktif terkait dengan empirisme
• Nalar Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Berpikir Kritis
• Kemampuan berpikir kritis tentu saja tidak dapat dibangun tanpa
kemampuan berlogika.

• Berpikir kritis menginginkan kebenaran sejati yang dilakukan dengan


proses menganalisis dan menyimpulkan.
• Agar tidak terjadi kesimpulan yang salah maka harus diuji dengan logika.
• Oleh karena itu menurut Benyamin Molan belajar logika (deduksi dan
induksi) menjadi syarat berpikir kritis.
• Berpikir kritis yang menyalahi aturan logika tidak dapat
dipertanggungjawabkan, karena argumentasi-argumentasi dalam berpikir
kritis justru harus diuji dan diperiksa dengan menggunakan kaidah logika.
Dalam aktifitas berpikir kritis ada analisis, untuk menganalisis
diperlukan penalaran. Penalaran merupakan suatu proses yang
membuahkan pengetahuan.
Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini mempunyai dasar
kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara
tertentu.
Suatu penarikan kesimpulan bisa dianggap shahih (benar) bilamana
dilakukan dengan cara tertentu. Cara penarikan dimaksud adalah
logika.
Secara singkat penarikan kesimpulan dapat diklasifikasi menjadi
dua yaitu induksi dan deduksi, keduanya seolah-olah merupakan
cara berpikir yang berbeda dan terpisah.
• Tetapi dalam prakteknya, antara keduanya merupakan lingkaran yang
tidak terpisahkanberangkat dari teori atau dari fakta empirik. Kalau kita
berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau
berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori.

• Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “Cara pengkajian untuk


berpikir shahih”.15 Terdapat banyak cara untuk menarik sebuah
kesimpulan, namun karena berpikir kritis ini sangat erat kaitannya dengan
logika maka akan diulas cara menarik kesimpulan sesuai aturan logika.
Penalaran Deduksi
• Penalaran deduksi adalah sebuah kerangka atau cara berpikir yang
bertolak dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum
untuk mencapai sebuah kesimpulan yang bersifat khushus.
• Deduksi sering disebut dengan logika minor karena mendalami
penyesuaian pikiran dengan hukum, aturan dan patokan tertentu..
• Dalam deduksi terdapat dua premis (mayor dan minor) dan satu
kesimpulan (natijah), oleh karena itu penarikan kesimpulan dalam
deduksi disebut dengan silogisme.
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi adalah sebagai berikut:
“Setiap barang yang memabukkan hukumnya haram (premis
mayor)”
“ Bir merupakan minuman yang memabukkan (premis minor)
Maka kesimpulannya bir hukumnya haram (natijah).
Kelebihan dari penalaran ini adalah kesimpulannya merupakan
konsekuensi logis dari premisnya, sehingga dapat dikatakan bahwa
kesimpulannya dapat dianggap benar manakala premis-premisnya benar
Namun juga termasuk kelemahan dari penalaran ini karena penarikan
kesimpulan dibatasi oleh dua premisnya dan kebenaran kesimpulannya
sangat berhubungan dengan dua premisnya.
Penalaran induktif
• Selanjutnya penalaran induksi yang kerap kali disebut dengan
logika mayor adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan
dari pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular ke dalam
gejala-gejala yang bersifat umum atau universal.
• Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini bertolak dari
kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri
dengan statemen yang bersifat komplek dan umum.
• Kesimpulan yang dilahirkan dari penalaran induksi ini bersifat sementara,
dengan pengertian bahwa kesimpulan yang dihasilkan itu ada
kemungkinan benar namun belum pasti benar.
• Sehingga disinilah lahir probabilitas, yaitu pernyataan yang muatannya
suatu hipotesa.
• Seperti kesimpulan penalaran deduksi kesimpulan penalaran induksi juga
berpotensi eror atau keliru karena terkadang ada ketidak telitian dalam
pengamatan.
• Dengan demikian dapat dipahami bahwa membuat kesimpulan itu tidak
mudah dan harus mematuhi aturan logika.
• Untuk itu berpikir kritis saja tidak akan cukup untuk membuktikan suatu
argumen jika tanpa landasan penalaran deduksi dan induksi.
• Sering sekali terjadi seseorang menganggap mudah membuat kesimpulan,
tidakkah tahu bahwa kesimpulan akan melahirkan pengetahuan dan sebuah
tindakan?
• Apa yang akan terjadi bila kesimpulan yang dihasilkan salah? Bagaimana
dengan tindakannya?.
• Kesimpulan yang salah sering terjadi di kehidupan kita sehari-hari, namun jarang
kita sadari.
• Contoh:
• Seorang pejabat melaporkan bahwa sebagian warga yang ditimpa bencana
mengalami kelaparan.
• Dengan pernyataan seperti ini pejabat yang lain akan membuat kesimpulan
bahwa sebagian warga yang terkena bencana tidak mengalami kelaparan.
• Sehingga tindakan yang akan dilakukan oleh pejabat adalah
mengirimkan bahan makanan untuk sebagian warga yang sedang
mengalami kelaparan karena para pejabat mengira makanan yang
dikirim mereka tidak cukup untuk warga yang terkena bencana.
• Namun setelah diteliti oleh peneliti hasilnya menyatakan bahwa
sebagian warga yang terkena bencana mengalami kelaparan bukan
karena makanan yang didistribusikan tidak cukup melainkan
karena ada pendistribusian yang tidak beres.
Berdasarkan contoh ini seharusnya akal atau intelektual
dapat menjadi satu-satunya cara untuk menunjukkan
kebenaran karena dari bahasa pejabat yang melaporkan
tentang kejadian itu tidak cukup untuk mewakili sebuah
kebenaran.
• Dalam contoh di atas, seharusnya ada beberapa langkah yang dilakukan
oleh pejabat sebelum menarik kesimpulan, mereka harus terlebih dahulu
menganalisis warga mana saja yang mengalami kelaparan? kenapa mereka
semua mengalami kelaparan? apakah karena belum dilakukan distribusi
makan atau karena makanan yang telah didistribusi belum sampai pada
mereka?
• Dengan contoh dan pendapat tokoh di atas, cukup untuk menjadi bukti
bahwa logika dan berpikir kritis itu memiliki hubungan yang saling
menguntungkan, berpikir kritis tanpa kesimpulan yang benar tidak dapat
dipertanggungjawabkan, begitu juga kesimpulan tidak akan shahih jika
tidak melibatkan proses berpikir kritis.
• Akan tetapi seseorang yang sedang berpikir kritis tidak harus
menggunakan kedua penalaran tersebut, namun bisa menggunakan salah
satunya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individunya.
• Kesimpulan Berpikir kritis adalah berpikir dengan jernih dan lurus.
• Yang dimaksud berpikir jernih di sini adalah pemikiran yang tidak didasari ego untuk
mempertahankan pendapatnya, ataupun pemikiran yang sengaja dilakukan untuk menyerang
dan mengalahkan pendapat orang lain.

• Jadi berpikir kritis yang dimaksud adalah berpikir dengan benar untuk mendapat pengetahuan
yang tepat dan benar, sehingga dirinya dan orang lain dapat mengambil manfaat dari
pemikirannya bukan malah sebaliknya.
• Salah satu upaya untuk mempertahankan pemikiran kritis adalah dengan belajar logika
deduksi dan induksi karena sudah selayaknya pemikiran kritis itu harus didasari oleh logika,
dan
• Pemikiran kritis tanpa logika itu artinya batal atau eror.
• Walaupun pada dasarnya tidak akan ada jaminan yang pasti bahwa orang yang belajar dan
mahir logika akan dapat berpikir kritis. Oleh karena itu berpikir kritis itu bisa disebut seni
karena membutuhkan latihan dan pembiasaan.
• Seseorang yang terbiasa berpikir kritis tanpa dasar logika tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, begitu juga berlogika tanpa berpikir kritis itu mustahil.

SUB POKOK BAHASAN 3
KESALAHAN/FALLACIES DALAM PENALARAN
• Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas
berpikir dikarenakan penyalahgunaan bahasa dana atau
penyalahan relevansi.
• Kesesatan merupakan bagian dari logika dan dikenal sebagai
fallacial/falacy, dimana beberapa jenis kesesatan penalaran
dipelajari sebagai lawan dari argumentasi logis.
Kesesatan terjadi karena 2 hal:
• 1. Ketidaktepatan bahasa
• Pemilihan terminologi yang salah.
• 2. Ketidaktepatan relevansi
a.Pemilihan premis yang tidak tepat, yaitu membuat premis dari
proposisi yang salah.
b.Proses kesimpulan premis yang caranya tidak tepat, premisnya
tidak berhubungan dengan kesimpulan yang dicarai.
Locke, J. & Dewey, J. dalam Adib, M.(2011) ahli filsafat dan psikolog
mengidentifikasi kesesatan berfikir yang pada akhirnya termanifestasi dalam
perilaku yang juga sesat.
1.Kesesatan yang terjadi karena subyek sesungguhnya jarang berpikir
sendiri dan berpikir atau bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan
dilakukan orang lain.
Subyek didik yang terbiasa dengan kultur pendidikan seperti ini tumbuh
menjadi manusia bermoralitas heteronom layaknya sebuah robot berjalan.
2. Kesesatan dimana subyek bertindak seakan sangat menghargai rasio,
tetapi kenyataannya tidak menggunakan rasionya sendiri dengan baik.
Rasionalitasnya hanya muncul sebagai retorika tanpa pernah menjadi nyata
secara substansial dalam cara berfikir dan bertindak. Subyek seperti ini juga
tidak mendengarkan sungguh-sungguh alasan orang lain, kecuali mengikuti
rasa humor, kepentingan atau kelompoknya sendiri.
3. Kesesatan yang terjadi akibat subyek tidak terbuka untuk melihat
persoalan secara secara komprehensif, terpaku hanya pada pendapat atau
pendekatan tertentu, orang tertentu atau sumber terentu.
Kelompok orang seperti ini menggunakan rasionya dengan baik, tetapi
karena perspektifnya sempit maka cara menjawab persoalanpun tidak tepat.
Klasifikasi kesesatan berfikir.
• 1. Kesesatan Formal
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk
penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih.
Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip prnsip logika
mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen.
• 2. Kesesatan Material
• Kesesatan material adalah kesesatan ang terutama menyangkut isi (materi)
penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa yang
menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan dan juga dapat
terjadi karena memang tidak ada hubungan logis/relevansi antara premis
dan kesimpulannya.
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-
masing kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang
sesuai dengan dengan arti kalimat yang besangkutan.

Sehingga meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam


kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi
artnya.Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti
kalimatitu dapat menimbulkan kesesatan penalaran.
Kesesatan Bahasa
• Bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.
• 1. Kesesatan aksentuasi
• Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perludiwaspadai karena ada suku kata
yyang harus diberi tekanan. Pengubahan tekanan terhadap suku kata dapat
menyebabkan pengubahan arti. Karena itu, kurangnya perhatianterhadap tekanan
ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran mengalami
kesesatan.
a. Kesesatan aksentuasi verbal
Contoh:
Serang (Kota) dan serang(tidakan menerang dalam pertempuran

a. Kesesatan aksentuasi non verbal


Contoh iklan: Dengan 2,5 juta dapat mebawa motor.
Ternyata motor baru dapat dibawa pulang
.
2. Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih
dari satu arti.
a.Kesesatan Ekuivokasi verbal
Contoh: bisa(dapat) dan bisa (racun ular)
b. Kesesatan Ekuivokasi non verbal
Contoh : Menggelengkan kepala berarti tidak setuju. Orang
India menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi lain
menunjukkan kejujuran.
3. Kesesatan Amfibioli (Gramatika)
Kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga
artinya menjadi bercabang.
Contoh: Dijual kursi bayi tanpa lengan.
Arti 1. Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.
Arti 2. Dijual sebuah kursi tanpa kedudukan lengan, khusus untuk bayi.
4. Kesesatan Metaforis (Fallacy of Metaphrorization)
Kesesatan yang terjadi karena pencampuradukan arti kiasan dan arti
sebenarnya.

Contoh:Pemuda adalah tulang punggung negara.


Penjelasan. Pemuda adalah arti sebenarnya
Tulang punggung negara: kiasan
5. Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi
Terdiri dari:
1.Argumentum Ad Hominem
2.Argumentum ad Baculum
3.Argumentum ad Populum
4.Argumentum Auctoritatis
5.Argumentum ad Verecundiam
6.Ignoratio Elenchi
7.Arhgumentum ad Ignoratiam
8.Petitio Principii
9.Kesesatan Non Causa Pro Causa(Post HocErgo PropterHoc/Flse Cause.
10.Kesesatan Aksidensi
11.Kesesatan karena komposisi dan Divisi
12.Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks

Anda mungkin juga menyukai