Anda di halaman 1dari 23

SIFILIS

DISUSUN OLEH KELOMPOK II


NAMA NIM
YUNI KRISNANINGRUM P1337424520096
SUPINAH P1337424520135
SRI YULININGSIH P1337424520095
SITI LESTARI P1337424520113
SITI FATIMAH P 1337424520129
NUNUNG ZUBAIDAH P1337424520118
NURYATUNINGSIH P1337424520083
SIFILIS

• Sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh Treponema pallidum
(T. pallidum), yaitu sejenis bakteri yang berbentuk spiral, yang ditandai dengan adanya
lesi primer kemudian diikuti dengan erupsi sekunder pada area kulit, selaput lendir dan
juga organ tubuh. (Wahab et al, 2013).

• Sifilis dapat disembuhkan pada tahap awal infeksi, tetapi apabila dibiarkan penyakit ini
dapat menjadi infeksi yang sistemik dan kronik, hampir semua alat tubuh dapat diserang.

• Menurut World Health Organization (WHO) penyebaran sifilis di dunia sebanyak 12 juta
kasus per tahun.
BAKTERI PENYEBAB
Klasifikasi bakteri penyebab sifilis adalah;
Kingdom : Eubacteria,
Filum : Spirochaetes,
Kelas : Spirochaetes,
Ordo : Spirochaetales,
Familia : Treponemataceae,
Genus : Treponema,
Spesies : T. pallidum,
Subspesies : T. pallidum
(Elvinawaty, 2014)
• Bakteri T. pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral

• Dengan lebar kira-kira 0,2 μm dan panjang 6-15 μm

• Lengkung spiralnya/gelombang secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak 1 μm

• Rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang

• Organisme ini aktif bergerak, berotasi hingga 90º dengan cepat di sekitar endoflagelnya
bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip.
Penularan

• Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran mukosa vagina dan
uretra)

• kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi

• Dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium akhir
kehamilan (Prince SA & Wilson LM, 2006).
Patofisiologi
• Bakteri T. pallidum masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit
yang lecet lalu masuk ke dalam kelenjar getah bening dan aliran darah, kemudian
menyebar ke seluruh organ tubuh.

• Bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti
membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik meskipun
gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu (Elvinawaty, 2014).

• Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi
bersifat infeksius.
• Waktu berkembang biak T. pallidum selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam

• Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali masuk, biasanya bertahan selama 4- 6

minggu dan kemudian sembuh secara spontan.

• Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan

timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis

dapat dilihat sebagai papul.


• Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di
daerah perivaskuler (T. pallidum berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan),
hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen
kapiler (endarteritis obliterans).

• Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut
berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre .
Gejala Sifilis berdasarkan Tahap Perkembangannya
• A. Sifilis Primer

• Tahap ini bakteri T. pallidum memperbanyak diri pada tempat inokulasi dengan
manifestasi awal berupa papul kecil soliter, dalam satu sampai beberapa minggu papul
berubah menjadi lesi / chancre, yaitu ulkus yang keras dengan dasar yang bersih,
tunggal, tidak nyeri, merah, berbatas tegas, dipenuhi oleh spirokaeta.

• Chancre dapat ditemukan dimana saja tetapi paling sering di penis, servik, dinding
vagina, rektum dan anus.
B. Sifilis Sekunder
• Apabila pada tahap sifilis primer tidak diobati, akan berkembang pada tahap sifilis
sekunder, gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2-6 bulan setelah pajanan, 2-8
minggu setelah chancre muncul.
• Sifilis sekunder adalah penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre
dan kelenjar limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan
beragam gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula.
• Bagian tubuh yang paling sering terkena adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal,
mata, dan susunan saraf pusat.
• Tanda yang sering dijumpai pada tahap ini adalah ruam kulit makulopapula yang terjadi
pada 50% - 70% kasus, papula 12% kasus, makula 10% kasus dan papula anula 6% -
14% kasus.
• Lesi biasanya simetrik, tidak gatal dan mungkin meluas
Lanjutan sifilis sekunder....

• Lesi di telapak tangan dan kaki merupakan gambaran yang paling khas pada 4% sampai
11% pasien.
• T. pallidum dapat menginfeksi folikel rambut yang menyebabkan alopesia pada kulit kepala.
• Bersamaan dengan munculnya lesi sekunder, sekitar 10% pasien mengidap kondilomata.
• Lesi yang berukuran besar, muncul di daerah yang hangat dan lembab termasuk di perineum
dan anus.
• Inflamasi lokal dapat terjadi di daerah membran mukosa mulut, lidah dan genital.
• Bila T. pallidum menginfeksi ginjal, dapat terjadi sindroma nefrotik dan Glomerulonefritis
karena kompleks antigen treponema-imunoglobulin yang berada pada glomeruli yang
menyebabkan kerusakan ginjal.
• . Sekitar 5% pasien dengan sifilis sekunder memperlihatkan gejala neurosifilis termasuk
meningitis dan penyakit mata.
C. Sifilis Laten

• Tahap ketiga adalah sifilis laten , merupakan periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul.

• Pada tahap ini bakteri mulai mengenai banyak organ tubuh.

• Tidak terdapat lesi dan terjadi tanpa gejala dalam 12 bulan pertama. Untuk
mengetahuinya, diperlukan tes serologi reaktif.

• Sifilis laten dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut.
D. Sifilis Tersier
• Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal.
• Merupakan tahapan yang paling berbahaya, terjadi infeksi pembuluh darah yang dapat
menyebabkan gejala seperti kebutaan, kerusakan jantung, otak, syaraf, tulang, hati, tuli
bahkan kematian.
• Dapat dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis lanjut
(6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%.
• Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul 1- 46 tahun setelah infeksi
awal tanpa pengobatan, dengan rerata 15 tahun.
• Neurosifilis merupakan infeksi yang melibatkan sistem saraf sentral, dapat muncul lebih
awal, asimtomatik atau dalam bentuk sifilis meningitis, lebih lanjut sifilis
meningovaskular, general paresis, atau tabes dorsalis.
Lanjutansifilis tersier....

• Sifilis meningovaskular muncul 5-10 tahun setelah infeksi awal.

• Sifilis meningovaskular ditandai dengan apati, seizure dan general paresis dengan
dimensia dan tabes dorsalis.

• General paresis biasanya muncul 15-20 tahun setelah infeksi awal, sedangkan tabes
dorsalis 25-30 tahun

• Komplikasi yang paling sering adalah aortitis sifilis yang dapat menyebabkan
aneurisma.
Sifilis Kongenital

• Merupakan penyakit yang didapatkan janin dalam uterus, dari ibu yang menderita sifilis.

• Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa
kehamilan.

• Dengan mikroskop elektron dapat ditemukan T. pallidum pada janin berusia 9-10
minggu.
Diagnosis
Terdapat 3 uji diagnostik :

1. Uji serologi, meliputi Uji serologis non treponema seperti pemeriksaan Rapid Plasma
Reagen (RPR), pemeriksaan Venereal Disease Research Laboratory (VDRL), dan
pemeriksaan Automated Reagin Test (ART), ketiganya merupakan pemeriksaan untuk
mendeteksi ”reagin” terhadap antibodi dimana antigennya disebut cardiolipin.

2. Pemeriksaan mikroskopik langsung pada sifilis stadium dini.

3. Metode biologi molekuler.


Tindak Lanjut Pengobatan Sifilis
• Kondisi klinis pasien perlu dinilai kembali dan diupayakan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya reinfeksi dalam periode tahun pertama sesudah pengobatan.

• Pasien sifilis dini yang telah mendapat pengobatan benzatin benzilpenisilin dengan dosis
dan cara adekuat, harus dievaluasi kembali secara klinis dan serologis sesudah tiga bulan
pengobatan dengan menggunakan uji VDRL.

• Evaluasi kedua dilakukan sesudah enam bulan, dan bila ada indikasi berdasarkan hasil
pemeriksaan pada bulan ke enam

• Dievaluasi kembali sesudah bulan ke-12 untuk dilakukan penilaian kembali kondisi pasien
dan mendeteksi kemungkinan adanya reinfeksi.
Dampak Sifilis pada Kehamilan
• Sifilis primer maupun sekunder yang tidak mendapat penatalaksanaan selama kehamilan
akan 100% berefek pada janin, dimana 50% dari kehamilan dalam kondisi ini akan
menghasilkan kelahiran prematur atau kematian perinatal.

• Sifilis laten dini pada kehamilan yang tidak diterapi dapat menyebabkan angka
prematuritas atau kematian perinatal sekitar 40%.

• 10 % janin yang lahir dari ibu dengan sifilis lanjut yang tidak diterapi menunjukkan
tanda-tanda infeksi kongenital, dan angka kematian perinatal meningkat hingga sepuluh
kali lipat.
Dampak Infeksi Sifilis pada Bayi
• Infeksi sifilis pada kehamilan meningkatkan risiko infeksi transplasenta pada janin
sebesar 60-80%.

• Risiko infeksi tersebut semakin meningkat terutama pada trimester kedua kehamilan.

• Transmisi dari ibu ke bayi semakin tinggi pada infeksi sifilis primer atau sekunder yang
tidak mendapatkan terapi (risiko sebesar 60- 90%), pada sifilis laten dini risiko
penularan mencapai 40% dan 10% pada sifilis laten lanjut. Sebanyak 2/3 kehamilan
dengan sifilis memberikan gejala asimtomatis saat bayi lahir, namun infeksi tetap ada
dan dapat bermanifestasi segera setelah lahir ataupun bertahun-tahun paska kelahiran.
Skrining Sifilis pada Kehamilan

• Semua wanita hamil harus diskrining sifilis pada kunjungan pertama pelayanan
antenatal.
• Wanita yang berisiko tinggi mengalami sifilis dan wanita yang tinggal di daerah dengan
morbiditas sifilis yang tinggi harus melakukan pemeriksaan ulang antara minggu ke-28 dan
32 kehamilan serta saat melahirkan.
• Pada ibu yang tidak mendapatkan pemeriksaan adekuat selama masa kehamilan,
pemeriksaan Rapid Plasma Reagin (RPR) harus dilakukan pada saat melahirkan.
• Setiap ibu dan bayi yang tidak memiliki status sifilis maternal terdokumentasi, tidak dapat
meninggalkan rumah sakit tanpa dilakukannya skrining.
• Setiap ibu yang mengalami kematian janin setelah usia 20 minggu kehamilan harus
dilakukan pemeriksaan sifilis.
• Ibu hamil yang seropositif harus mendapatkan terapi, kecuali mereka memiliki dokumentasi
pengobatan yang adekuat dengan respon serologis yang tepat sesuai dengan pengobatan dan
titers dinyatakan rendah serta stabil.

• Ibu paska terapi sifilis, apabila memiliki respon yang baik terhadap pengobatan dan
memiliki titer serofast rendah (Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) < 1: 2 dan
RPR < 1:4), tidak memerlukan terapi ulang.

• Wanita dengan titer antibodi yang persisten dan lebih tinggi dapat mengindikasikan
terjadinya infeksi ulang.
KESIMPULAN
• Sifilis merupakan salah satu penyakit Sexually Transmitted Diseases (STDs) yang dapat
menginfeksi ibu hamil.
• Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum.
• Sifilis pada kehamilan diperoleh melalui kontak seksual
• Pada ibu hamil yang menderita sifilis, bakteri Treponema pallidum dapat ditransmisikan
kepada fetus dan mengakibatkan Adverse Pregnancy Outcomes (APOs) seperti still birth,
early fetal death, bayi berat lahir rendah, prematur, kematian neonatal, infeksi atau infan
dengan serologi reaktif.
• Penisilin merupakan baku emas terapi sifilis ibu hamil hingga saat ini
• Regimen penisilin disesuaikan dengan stadium infeksi ibu.
• Terapi siflilis pada ibu hamil dapat memicu reaksi Jarisch-Herxheimer, namun bukan
merupakan kontraindikasi pemberian penisilin pada ibu hamil.
• Evaluasi titer serologis antibodi nontreponemal harus dilakukan dalam 1, 3, 6, 12, dan 24
bulan setelah terapi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai