Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalamWijaya dan putri). Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap(Price dan Wilson, 2006).
ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut (Price & Wilson, 2006 dan Long, 1996) yaitu :
1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Penyebab Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma Baik itu karena
trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung
misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma
akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Complete fracture (fraktur komplet) patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan melintang.
Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
b. Closed fracture (simple fraktur) tidak menyebabkan robeknya kulit, integritas kulit masih utuh.
c. Open fracture (compound fraktur / komplikata / kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada
kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai menembus kulit) atau membrane
mukosa sampai kepatahan tulang.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi
normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang
teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar
immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.
a. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat
pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris
(gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan
pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local.
Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk
imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua
tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan.
a.Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b.Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Merupakan
tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan
implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah
Komplikasi Fraktur Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan komplikasi lama
(Zairin Noor, 2016).
1. Komplikasi Awal
a. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa
menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi
tertentu, syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada pasien.
b. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh : tidak adanya nadi : CRT (Capillary Refill Time)
menurun, sianosis bagian 20 distal, hematoma yang lebar, serta dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan emergency pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
c. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
d.Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopaedic infeksi dimulai pada
kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (OREF) atau plat.
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur yaitu:
2. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) untuk
melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit.
3. CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan jaringan lunak atau cedera
ligament atau tendon.
5. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan
yang terjadi meliputi :
- Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
- Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.
- Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
6. Pemeriksaan lain-lain :
- Biopsi tulang dan otot : pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila
terjadi infeksi.
- Elekromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
- Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
- MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
- Indigium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.