Anda di halaman 1dari 10

Mata Kuliah : Sosiologi Dan

Politik
Dosen : Herlina, S.Pd.,
GROUP M.Pd.
2
KONSEP SOSIALISASI POLITIK
DAN PERKEMBANGAN
SOSIOLOGI POLITIK

Tati Mulyani 102018034

Yulia Nur Azizah 102018004


Yuda Fernanda 102018015

S E K O LA H T I N G G I I L M U E K O N O M I K R I D ATA M A
BANDUNG
PEMBAHASAN

Step KONSEP
Step Step Step Step
1 SOSIALIS 2 PARTISIP
ASI
3 REKRUT
MEN
4 KOMUNI
KASI
5 PERKEMBA
NGAN
ASI SOSIOLOGI
POLITIK POLITIK POLITIK POLITIK
POLITIK
KONSEP SOSIALISASI POLITIK
Sosialisasi Politik merupakan konsep kunci dalam mempelajari
Sosiologi Politik. Sosialisasi politik jika dikaji lebih dalam
akan mencakupi dengan konsep-konsep sosiologi politik yang
lainnya yaitu, partisipasi politik, rekruitemen politik, dan
komunikasi politik. Dahulunya, konsep sosialisasi politik ini
banyak mendapat perhatian dari para ilmuwan dari cabang
sosiologi, psikologi dan antropologi dan kurang begitu
mendapat perhatian yang serius dari para ilmuwan ilmu politik.
Namun, kemudian konsep sosialisasi politik mulai mendapat
perhatian oleh ilmuwan politik yang dimulai dari karya Herbert
Hyman yang berjudul The Political Socialization pada tahun
1959.
Pada hakikatnya sosialisasi politik merupakan proses individu
dapat mengenali sistem politik yang meliputi sifat, persepsi,
dan reaksi individu terhadap fenomena-fenomena politik. Rush
& Althoff (1971) menerangkan bahwa “sosialisasi politik
ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi dan kebudayaan di
mana individu berada; selain itu juga ditentukan oleh interaksi
pengalaman-pengalaman serta kepribadiannya.” [1]
PARTISIPASI POLITIK
Partisipasi politik secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada
keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti
warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang
terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.

Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusan
sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.

Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi
musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme
politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok
yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir
Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy.
REKRUTMEN
POLITIK

Rekrutmen politik adalah proses oleh partai politik dalam mencari anggota baru dan mengajak orang berbakat untuk
berpartisipasi dalam proses politik. Rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik tidak sebatas hanya untuk mencari anggota
baru, tetapi juga merekrut dan mencalonkan anggota partai untuk posisi jabatan publik. Rekrutmen politik juga dimaknai
luas, sebagai cara pemilihan, seleksi, dan pengangkatan para warga negara guna untuk diorbitkan menjadi calon-calon
pemimpin dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya (Haryanto, 1984: 41; Surbakti, 1992: 118).
Rekrutmen politik untuk pemilu diselenggarakan melalui tiga tahapan. Pertama, tahap sertifikasi, adalah tahap pendefinisian
kriteria siapa yang dapat masuk dalam pencalonan, yang meliputi aturan-aturan pemilu, aturan-aturan partai, dan
normanorma sosial. Kedua, tahap penominasian, mencakup ketersediaan (supply) calon yang memenuhi syarat dan
permintaan (demand) dari penyeleksi saat memutuskan siapa yang dinominasikan. Ketiga, tahap pemilu, yakni tahap yang
menentukan siapa yang memenangkan pemilu (Djojosoekarto & Sandjaja, 2008: 181; Norris, 2006: 89; Sigit Pamungkas &
Parlindungan, 2011: 92) Tahap pertama dan kedua dari proses rekrutmen politik adalah domain penuh partai politik.
Setelahnya, tahap ketiga adalah domain pemilih, yakni proses dimana pemilih menentukan siapa di antara calon yang ada
dipilih sebagai pemimpin
KOMUNIKASI POLITIK
Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor
politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan
pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang
baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara "yang memerintah" dan
"yang diperintah".
Menurut Gabriel Almond (1960): komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam
setiap sistem politik.
Komunikasi politik terdiri dari berbagai unsur, antara lain:

a) Komunikator Politik, Komunikator politik adalah mereka yang dapat memberi informasi tentang hal-hal yang mengandung
makna mengenai politik. misalnya presiden, menteri, anggota DPR, politisi, dan kelompok-kelompok penekan dalam
masyarakat yang bisa mempengaruhi jalannya pemerintahan.

b) Pesan Politik, Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal
maupun nonverbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun tidak disadari yang isinya mengandung
politik. Misalnya pidato politik, pernyataan politik, buku, brosur dan berita surat kabar mengenai politik, dll.

c) Saluran atau Media Politik, Saluran atau media politik ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikator dalam
menyampaikan pesan-pesan politiknya. Misalnya media cetak, media elektronik, media online, sosialisasi, komunikasi
kelompok yang dilakukan partai, organisasi masyarakat, dsb.

d) Sasaran atau Target Politik, Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk
pemberian suara kepada partai atau kandidat dalam Pemilihan Umum. Mereka adalah pengusaha, pegawai negeri, buruh,
pemuda, perempuan, mahasiswa, dan semacamnya.

e) Pengaruh atau efek Komunikasi Politik, Efek komunikasi politik yang diharapkan adalah terciptanya pemahaman terhadap
sistem pemerintahan dan partai-partai politik, keaktifan masyarakat dalam partisipasi politik, dimana nantinya akan berdampak
pada pemberian suara dalam Pemilihan Umum.
PERKEMBANGAN SOSIOLOGI POLITIK

Ada kemiripan antara perkembangan awal dari sosiologi di Indonesia dengan di Amerika. Kemiripan itu
terletak pada karakter sosiologi, meskipun di Indonesia lebih spesifik. Di Amerika, para pemikir sosiologi bermula
dari keilmuan yang beragam, demikian juga sebenarnya yang terjadi di Indonesia. Hanya bedanya para pemikir itu
lebih didominasi oleh ahli hukum. Mengapa demikian? Karena pada masa Indonesia sebelum merdeka (akhir abad
ke-19 sampai dengan awal abad ke-20) ketika Indonesia masih dijajah Belanda, kawasan-kawasan Indonesia
ditampakkan dalam kawasan-kawasan ethnologis ketimbang seperti yang berkembang sekarang sebagai 'kawasan
nasional'. Atas keadaan seperti itu, perhatian Belanda diarahkan untuk menguasai pengetahuan yang berhubungan
dengan ethnografi. Dari kajian itu yang paling menonjol adalah sudut pandang hukum adat yang dianggap sangat
berguna bagi penjajah dalam rangka merumuskan pengaturan hak dan kewajiban pemerintah yang dapat diterima
oleh pribumi.
Prinsip mereka tentu menguntungkan pihak penjajah tetapi tidak bertentangan atau berbenturan dengan hukum
adat masyarakat setempat. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarahnya, Belanda demikian lama bertahan di
nusantara karena mereka menguasai benar tipologi masyarakat yang dijajahnya. Demikianlah kita kenal misalnya
Krom, Veth dan Snouck Hurgronje merupakan para pejabat merangkap pemikir yang boleh dikatakan ahli
kemasyarakatan, dan sekaligus sebagai cikal bakal yang memulai kajian-kajian berbau sosiologi di Indonesia.
Mereka menguasai struktur masyarakat dan banyak menguasai hukum adat di berbagai belahan wilayah Indonesia
masa itu (akhir abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-20). Sejak tahun 1920 mulai timbul minat sarjana-sarjana
Belanda untuk memahami masyarakat lebih luas. gejala-gejala yang disoroti tidak hanya terbatas pada lingkungan
PERKEMBANGAN SOSIOLOGI POLITIK

Demikianlah kita mengenal awal sosiologi yang dikenalkan oleh para sosiolog yang umumnya
memiliki latar belakang ilmu hukum. Tidak heran jika kita mengenal senior-senior sosiolog kita di zaman
awal kemerdekaan sampai dengan di tahun 60-70-an berlatar belakang ilmu hukum. Yang terkenal antara
lain adalah Prof. Hardjono dan Prof. Soedjito Sosromihardjo di UGM, Prof. Soelaeman Soemardi dan
Prof. Soekanto di UI, Prof. Satjipto Rahardjo di UNDIP dan bahkan yang lebih muda, Prof. Soetandyo
Wignyo Soebroto di UNAIR. Pengaruh Sosiologi Eropa jelas terhadap sosiologi Indonesia, terutama
pengaruh Comte dan Durkheim, Weber, Karl Marx dan Simmel. Pengaruh Sosiolog Amerika belum
nampak pada masa awal. Baru pada pertengahan tahun 1950-an Indonesia mulai mengirim mahasiswa
mereka belajar ke Amerika jauh lebih banyak daripada ke Eropa. Tercatat antara lain, Selo Soemardjan,
Mely G. Tan, Harsya Bachtiar, dan Umar Kayam. Sejak itu pengaruh sosiologi Amerika lebih bergema
dan bukubuku karangan sosiolog Amerika memasuki perpustakaan di Indonesia. Mahasiswa mulai
mengenal Malinowski, Parsons, Merton, Coser, Jonathan Turner dan banyak yang lain lagi.
Perkembangan sosiologi di Indonesia memasuki masamasa yang lebih bergairah.
DAFTAR PUSTAKA

 Budiardjo, Miriam. “Konsep Sosialisasi Politik.” Edisi Revisi, Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009.
 Raga Maran, Rafael.“Pengantar Sosiologi Politik.” Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001.
 Sunarto, Kamanto. “Pengantar Sosiologi.” Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2000.
 Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Politik.” Cetakan keempat. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana, 1992.
 https://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_politik
 https://media.neliti.com/media/publications/130652-ID-perkembangan-sosiologi-di-indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai