Anda di halaman 1dari 46

REFLEKSI KASUS

“PSORIASIS VULGARIS”

Oleh :
Benita Edgina (42180269)

Pembimbing :
Dr. Trijanto Agung N, M. Kes, Sp. KK

RSUD WONOSARI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
2019
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

 Psoriasis adalah penyakit umum yang sering terjadi, bersifat kronik, dan
merupakan penyakit kulit yang tak tersembuhkan.
 Psoriasis juga merupakan penyakit yang ada pada jangka waktu lama dan
bersifat hilang timbul.
 Penyakit ini tidak mengenal usia, semua umur dapat terkena, yang dimana
puncak insidensinya di usia 20 tahun sampai 50 tahun dengan rata-rata onset
muncul di usia 28 tahun.
 Berhubung penyakit ini bersifat kronik dan residif, penyakit ini dapat
menurunkan kualitas hidup.
 Oleh karena itu akan dibahas lebih lanjut mengenai psoriasis.
DESKRIPSI PASIEN
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. R
 Usia : 78 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Pekerjaan : Petani
 Alamat : Singkil 005/006, Tepus, Gunung Kidul
 Kunjungan ke klinik : 21 Oktober 2019
 Sumber data : pasien sendiri
ANAMNESIS

A. Keluhan Utama :
 Pasien mengeluhkan rasa gatal disertai pengelupasan kulit pada batas rambut
belakang kepala, siku kanan dan kiri.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


 Pasien mengeluhkan rasa gatal disertai pengelupasan kulit pada batas rambut
belakang kepala, siku kanan dan kiri. Keluhan sudah dirasakan menahun dan
kambuh-kambuhan. Selain itu pasien mengeluhkan rasa panas juga. Gejala
yang dirasakan hilang timbul, dimana saat sebelum mandi pasien merasa
gatal, dan saat setelah mandi pasien merasa perih.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 Sebelumnya pasien sering mengalami keluhan serupa dan pasien memiliki
riwayat hipertensi. Riwayat DM, asma, jantung disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
 Riwayat DM, hipertensi, jantung, dan asma di keluarga : disangkal

E. Riwayat Operasi
 Tidak pernah

F. Riwayat Alergi
 Tidak ada
G. Riwayat Pengobatan
 Sebelum periksa ke RSUD Wonosari, pasien hanya membeli salep racikan di
apotek untuk mengobati penyakitnya.

H. Gaya Hidup
 Aktivitas pasien sehari-hari hanya bertani dari pagi hingga siang. Pasien
mengaku mandi 3 kali sehari, keramas 3 kali dalam seminggu dengan
shampoo. Pola makan pasien 3 kali dalam sehari.
PEMERIKSAAN FISIK

A. Kesadaran Umum : Baik


B. Kesadaran : Compos Mentis
C. Tekanan Darah: 150/100 mmHg
D. Status Generalis :
 - Kepala : ditemukan lesi di batas rambut belakang kepala
 - Leher : tidak ditemukan adanya lesi
 - Thoraks : tidak ditemukan adanya lesi
 - Punggung : tidak ditemukan adanya lesi
 - Abdomen : tidak ditemukan adanya lesi
 - Ekstremitas : ditemukan lesi pada daerah siku tangan kanan dan kiri
 - Area genital : tidak diperiksa
STATUS DERMATOVENEREOLOGI

Deskripsi : terdapat lesi berupa plak


eritem diliputi
skuama berwarna putih disertai
titik-titik perdarahan saat skuama dilepas,
skuama berukuran < 1 cm, batas tegas,
bentuk tidak beraturan, jumlah soliter,
ukuran > 1 cm, terdistribusi lokal pada
batas rambut belakang kepala.
Deskripsi : terdapat lesi plak eritem
dengan skuama, batas tegas, bentuk
lonjong, jumlah soliter, ukuran 5 cm,
terdistribusi lokal pada siku kanan.
Deskripsi : terdapat lesi plak eritem
dengan skuama, batas tegas, bentuk
lonjong, jumlah soliter, ukuran 7 cm,
terdistribusi lokal pada siku kiri
DIAGNOSIS BANDING

 Psoriasis Vulgaris
 Dermatitis Numularis
 Dermatitis Seboroik
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang


DIAGNOSIS KERJA

 Psoriasis Vulgaris
Tatalaksana

 R/ Resorchinol 0,5%
 Asam salisilat 3%
 Gliseril 3%
 LCD 4%
 Inerson oint 15 gr
 Oleum cocos ad 100 cc
 mfla da in tube I
 s 2 d d ue (kepala)
 ____________________________________________________________
 R/ Asam salisilat 5%
 LCD 3%
 Kloderma salycil 15 gr
 Vaselin albumin 20
 mfla da in tube I
 s 2 d d ue (siku kanan dan kiri)
 ________________________________________________________________
EDUKASI

 Salep dioles 2 kali sehari setiap selesai mandi


 Bila terasa gatal, jangan digaruk agar tidak memperparah kondisi penyakitnya
 Penjelasan bahwa psoriasis merupakan penyakit yang bersifat kronik, residif,
dan pengobatan yang diberikan hanya meringankan keluhan, bukan
menyembuhkan penyakit.
 Menghindari faktor pencetus (trauma, garukan, stress, hawa panas)
PROGNOSIS

 Dengan pengobatan dan perawatan yang baik, prognosis pada umumnya baik
bila tanpa ada penyulit. Namun, penyakit ini dapat terjadi rekurensi sehingga
perlu diberitahukan kepada pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI

 Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum dijumpai, bersifat
rekuren dan melibatkan beberapa faktor misalnya; genetik, sistem imunitas,
lingkungan serta hormonal.
 Psoriasis ditandai dengan plak eritematosa yang berbatas tegas dengan
skuama berlapis berwarna keputihan.
 umumnya mengenai daerah ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut,
kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.
ETIOPATOGENESIS

 Psoriasis dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 bila onset terjadi pada umur
kurang dari 40 tahun dan tipe 2 bila onset terjadi pada umur lebih dari 40
tahun.

 Tipe 1 diketahui erat kaitannya dengan faktor genetik dan beraosiasi dengan
HLA-CW6, HLA-DR7, HLA-B13, dan HLA-BW57 dengan fenotip yang lebih parah
dibandingkan dengan psoriasis tipe 2 yang kaitan familialnya lebih rendah.

 Sampai saat ini tidak ada pengertian mengenai patogenesis psoriasis, akan
tetapi peranan autoimunitas dan genetik dapat merupakan akar yang dipakai
dalam prinsip terapi.
 Mekanisme peradangan kulit psoriasis cukup kompleks, yang melibatkan
berbagai sitokin, kemokin, maupun faktor pertumbuhan yang mengakibatkan
gangguan regulasi keratinosit, sel-sel radang, dan pembuluh darah; sehingga
lesi tampak menebal dan berskuama berlapis.

 Aktivasi sel T dalam pembuluh darah limfe terjadi setelah sel makrofag
penangkap antigen (APC) melalui MHC mempresentasikan antigen tersangka
dan diikat oleh sel T naif. Pengikatan sel T terhadap antigen tersebut selain
melalui respetor sel T harus dilakukan pula oleh ligan dan reseptor tambahan
yang dikenal dengan kostimulasi. Setelah sel T teraktivasi, sel ini
berproloferasi menjadi sel T efektor dan memori kemudian masuk dalam
sirkulasi sistemik dan bermigrasi ke kulit.

 Pada lesi plak dan darah pasien psoriasis dijumpai sel Th1 CD4+, sel T
sitotoksik 1, IFN-γ, TNF-α, dan IL-12 adalah produk yang ditemukan pada
kelompok penyakit yang diperantai oleh sel TH-1 yang dapat menstimulasi
timbulnya reaksi peradangan psoriasis.
MANIFESTASI KLINIS

 Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian pasien mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan
scalp dengan wajah, ektremitas terutama bagian ekstensor di bagian siku dan lutut
serta daerah lumbo sacral.

 Kelainan kulit terdiri dari bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama
diatasnya.

 Eritema sirkumskripta dan merata, tetapi pada masa penyembuhan seringkali eritema
di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih dengan ketebalan seperti seperti mika. Besar kelainan bervariasi, bisa
lentikular, nummular, plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian
besar berbentuk lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya pada anak-anak, dewasa
muda dan terjadi setelah infeksi oleh Streptococcus.
 Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah,
papul dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas.

 Lokasi plak pada umumnya terdapat pada siku, lutut, skalp, umbilikus, dan
intergluteal.

 Pada pasien psoriasis dengan kulit gelap, distribusi hampir sama, namun papul
dan plak berwarna keunguan denan sisik abu-abu. Pada telapak tangan dan
telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule steril dan menebal
pada waktu yang bersamaan.

 Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner


(isomorfik). Kedua fenomena yaitu tetesan lilin dan Auspitz dianggap khas,
sedangkan Kobner dianggap tidak khas.
 Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yakni sebanyak kira-kira 50%
yang agak khas yaitu yang disebut dengan pitting nail atau nail pit yang
berupa lekukan-lekukan miliar.

 Kelainan yang tidak khas yaitu kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya
terangkat karena terdapat lapisan tanduk dibawahnya (hyperkeratosis
subungual) dan onikolisis.

 Selain itu psoriasis dapat menimbulkan kelainan pada sendi. Umumnya


bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalangs distal dan
terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar kemudian
terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.

 Kelainan pada mukosa jarang ditemukan.


BENTUK KLINIS

1. Psoriasis Vulgaris
 Berupa plak karena lesi-lesinya pada umumnya berbentuk plak. Tempat
predileksinya yaitu pada scalp, perbatasan scalp dengan wajah, ekstremitas
terutama bagian ekstensor yaitu lutut, siku dan daerah lumbosakral.
2. Psoriasis Gutata
 Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian
atas sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda.
Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun
viral.
3. Psoriasis Fleksura (Inversa)
 Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor.

4. Psoriasis Eksudativa
 Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk
kering, tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada
dermatitis akut.

5. Psoriasis Seboroik
 Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak
dan agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada
tempat seboroik.
6. Psoriasis Pustulosa
 Terdapat 2 bentuk psoriasis pustulosa yaitu:
a. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
 Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai
telapak tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa
kelompok-kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang
eritematosa, disertai rasa gatal.
b. Psoriasis Pustulosa Generalisata
Ditimbulkan oleh faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya, serta antibiotik
betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium iodide, morfin, sulfapiridin, sulfonamide,
kodein, fenilbutason, dan salisilat.
Selain itu akibat hipokalsemia, sinar matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi
bakterial dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis.
Akan tetapi dapat muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis.
Gejala awal : kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum berupa demam,malese,
nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah beberapa
jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal. Dalam
beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari
pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.
Pustul besar spongioform terjadi akibat migrasi neutrofil ke atas stratum malphigi, di
mana neutrofil ini beragregasi di antara keratinosit yang menipis dan berdegenerasi.
Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.
7. Eritroderma Psoriatic
 Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu
kuat atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas
untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal
universal. Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih
eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.
DIAGNOSIS

 Umumnya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


 Akan tetapi dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang  biopsi kulit
dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin.
 Tampak penebalan epidermis atau akantosis serta elongasi rete ridges.
Terjadi diferensiasi keratinosit yang ditandai dengan hilangnya stratum
granulosum. Stratum korneum juga mengalami penebalan dan terdapat
retensi inti sel pada lapisan ini yang disebut dengan parakeratosis. Tampak
neutrofil dan limfosit yang bermigrasi dari dermis. Sekumpulan neutrofil
dapat membentuk mikroabses Munro. Pada dermis akan tampak tanda-tanda
inflamasi seperti hipervaskularitas dan dilatasi serta edema papila dermis.
Infiltrat dermis terdiri dari neutrofil, makrofag, limfosit dan sel mast.
 Selain itu terdapat juga tehnik yang digunakan untuk mengukur derajat keparahan
psoriasis yaitu dengan menggunakan Psoriasis Area and Severity Index (PASI).
 PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa
eritema, indurasi dan skuama.
 PASI menggabungkan elemen pada presentasi klinis yang tampak pada kulit berupa
eritema, indurasi dan skuama.
 Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0 - 4 untuk setiap
bagian tubuh: kepala dan leher, batang tubuh, ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah.
 Penilaian dari masing-masing tiga elemen kemudian dijumlahkan, selanjutnya hasil
penjumlahan masing-masing area tubuh dikalikan dengan skor yang didapat dari
skala 1 - 6 yang merepresentasikan luasnya area permukaan yang terlibat pada
bagian tubuh tersebut.
 Skor ini kemudian dikalikan dengan faktor koreksi yang terdapat pada tiap area
tubuh (0.1 untuk kepala dan leher, 0.2 untuk ekstremitas atas, 0.3 untuk batang
tubuh, dan 0.4 untuk ekstremitas bawah). Akhirnya skor dari keempat area tubuh
ditambahkan sehingga menghasilkan skor PASI. Kemungkinan nilai tertinggi PASI
adalah 72 tetapi nilai ini secara umum dianggap hampir tidak mungkin untuk dicapai.
Berdasarkan nilai skor PASI, psoriasis dapat dibagi menjadi psoriasis ringan (skor PASI
<11), sedang (skor PASI 12-16), dan berat (skor PASI >16).
DIAGNOSIS BANDING

 Dermatitis Numularis : peradangan berupa lesi berbentuk mata uang (koin)


atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi atau lesi awal berupa
papul disertai vesikel (papulovesikel), biasanya mudah pecah sehingga basah
dan biasanya menyerang ekstremitas.

 Dermatitis Seboroik : gangguan kulit yang menyebabkan kulit bersisik,


berketombe, dan berwarna kemerahan. Peradangan ini biasanya terjadi di
kulit kepala.
TATALAKSANA

1. Pengobatan SistemiK
a. Kortikosteroid
 Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen prednisone
30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan lalu
diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.
2. Obat sitostatik
 Obat sitostatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga
menghambat sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan
replikasi dan fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek
hambatan sintesis.
 Indikasi : psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit dan
eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan obat standar.
 Kontraindikasi : gangguan hepar dan ginjal.
 Dosis awal : 5 mg (melihat efek dan sensitivitas)
 Jika tidak terjadi efek yang tidak diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis
3 x 2.5mg dengan interval 12 jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg.
 Jika tidak ada perbaikan maka dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan
biasanya dengan dosis 3 x 5 mg akan tampak ada perbaikan.
c. Levodopa
 Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan sekitar 40% pasien dengan
psoriasis.
 Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250 mg.
d. Diaminodifenilsulfon
 Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis pustulosa tipe
Barber
 Dosis 2 x 100 mg sehari.
e. Etretinat & Asitretin
 Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya.
 Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula digunakan untuk
psoriasis eritroderma.
 Digunakan untuk mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan
kulit normal.
 Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum
terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari.
f. Siklosporin
 Siklosporin juga mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi
TGF-ß yang merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2.
Meningkatnya ekspresi TGF-ß diduga memegang peranan penting pada efek
imunosupresan siklosporin.
 Efeknya ialah imunosupresif.
 Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari.
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Terb
 Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah anti
radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal
dari:mFosil, misalnya iktiol, Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski,
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.
 Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika
tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya
penetrasi harus dipertinggi dengan cara menambahkan
b. Kortikosteroid topikal memberi hasil yang baik.
c. Ditranol (Atralin)
 Obat ini dikatakan efektif.
 Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan pakaian.
 Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta, salep, atau krim.
 Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk mencegah iritasi.
 Penyembuhan dalam 3 minggu.
d. Sinar ultraviolet
 Untuk menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis.
 Cara yang terbaik ialah penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat
diukur dan jika berlebihan akan memperberat psoriasis.
 Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal
dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi
dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau
bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara
Goeckerman.
 Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, pustular,
dan eritroderma.
 Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan dengan salep likuor karbonis
detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali.
 Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe kulit, kemudian dinaikkan berangsur-
angsur.
 Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya.
 Diberikan seminggu 3 kali.
e. Calcipotriol
 Calcipotriol ialah sintetik vitamin D.
 Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu.
Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salep betametason 17-valerat.
 Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat,
dapat pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah
beberapa hari obat dihentikan.
f. Tazaroten
 Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.
 Tersedia dalam bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %.
 Bila dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi.
 Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 %
kasus, juga bersifat fotosensitif.
g. Emolien
 Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit.
 Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah.
 Biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya
juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif.
Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
PROGNOSIS

 Bersifat kronik dan residif, dan mengganggu kosmetik juga.


DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th
Ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2017.
2. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Psoriasis. Dalam Kelly A.P., Taylor S.C.,
Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw Hill;2009.h.139-146.
3. Wolff K., Johnson R.A. Psoriasis. Dalam Wolff K., Johnson R.A.Fitzpatrick’s color
atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi keenam. New York:Mc Graw
Hill;2009.h.53-71.
4. Goldenstein B., Goldenstein A. Psoriasis. Dalam Goldenstein B.,Goldenstein A.,
Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi
Praktis.Jakarta:Hipokrates;2001.h.187.
5. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2012.p.148-50.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai