Anda di halaman 1dari 61

APENDISITIS

KELAS A
Mahasiswa Kelas A

1. Aisyah Nur Fadhillah 1910711073 14. Kanyia Salsabilla 1910711051

2. Alfiyya Syahla Ashari 1910711036 15. Luthfi Sari Wibowo 1910711071

3. Angga Bhakti Samudra 1910711067 16. Miqdad 1910711059

4. Apriliyanti Nur Hajriah K. 1910711056 17. Mira Putri Salsabila 1910711038

5. Bayu Sri Ramadhan 1910711069 18. Nida Alhaq 1910711045

6. Bunga Rahma Dwi Cahyani 1910711039 19. Nurul Hidayah 1910711011

7. Endah Dwi cahyani 1910711044 20. Putri Widiana Puspitasari 1910711076

8. Fadhia Syaharani Ardira 1910711077 21. Rahma Dewi Sulistyawati 1910711072

9. Fathia Nurfadillah Aninda 1910711075 22. Rani Jesika Saepudin 1910711005

10. Muhammad Fathurahman 1910711052 23. Safa Marwah IRPS 1910711079

11. Fida Nabilah Auliya 1910711068 24. Sarah Dewi Permata Sari 1910711017

12. Fitri Wulan Sari 1910711074 25. Sekar Wijayanti 1910711040

13. Muhammad Helmy Maulani 1910711066 26. Talita Alifa Salsabila 1910711043
Pengertian Apendisitis

Sarah Dewi Permata Sari (1910711017)


Pengertian Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi
pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila
infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu
besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak
di perut kuadran kanan bawah.
Prevalensi
Appendisitis
Nida Alhaq - 1910711045
Terdapat 259 juta kasus appendisitis pada laki-laki dan
perempuan terdapat 160 juta kasus appendisitis yang tidak
terdiagnosis di dunia. 7% populasi di amerika serikat
menderita appendisitis dengan prevalensi 1,1 kasus tiap
1000 orang pertahun.

Angka kejadian appendisitis di Indonesia dilaporkan sekitar 95/1000


penduduk dengan jumlah kasus sekitar 10 juta setiap tahunnya dan
merupakan kejadian tertinggi di ASEAN. Di Asia Tenggara,
Indonesia menempati urutan pertama sebagai angka kejadian
Appendisitis akut tertinggi dengan prevalensi 0.05%, diikuti oleh
Filipina sebesar 0.022% dan Vietnam sebesar 0.02%
Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 20-30 tahun. Appendisitis
perforasi memiliki prevalensi antara 20-30% dan meningkat 32-
72% pada usia lebih dari 60 tahun dari semua kasus apendisitis
(Gunawan, 2018).

Frekuensi terjadinya apendisitis antara laki-laki dan perempuan


umumnya sama. Terdapat perbedaan pada usia 20-30 tahun,
dimana kasus apendisitis lebih sering terjadi pada jenis kelamin
laki-laki pada usia tersebut.
KLASIFIKASI
Alfiyya dan Fathur
Apendisitis Akut Apendisitis Kronik
Apendisitis akut sering tampil dengan Diagnosis apendisitis kronis baru dapat
gejala khas yang didasari oleh radang ditegakkan jika ditemukan adanya:
mendadak umbai cacing yang riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
memberikan tanda setempat, disertai dari 2 minggu, radang kronik apendiks
maupun tidak disertai rangsang secara makroskopik dan mikroskopik.
peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang adalah fibrosis menyeluruh dinding
merupakan nyeri viseral didaerah apendiks, sumbatan parsial atau total
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan lumen apendiks, adanya jaringan parut
ini sering disertai mual dan kadang dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
muntah. Umumnya nafsu makan inflamasi kronik. Insiden apendisitis
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan kronik antara 1-5 persen.
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat
Apendisitis Apendisitis
Perforasi Rekurens
Apendisitis ini terjadi disebabkan adanya Kasus ini baru dapat dipikirkan jika ada
fekalit didalam lumen. Keterlambatan riwayat nyeri pada perut kanan bawah
diagnosis merupakan faktor yang berperan secara berulang, yang mendorong
dalam terjadinya perforasi apendiks. dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini
Insiden yang sering terjadinya perforasi terjadi bila serangan apendisitis akut
ini adalah pada anak kecil dan lansia. pertama kali sembuh secara sepontan
Faktor yang mempengaruhi seringnya
terjadi pada lansia disebabkan karena
gejalanya yang samar, keterlambatan
pengobatan, adanya perubahan anatomi
apendiks berupa penyempitan lumen dan
arteriosclerosis. Sedangkan pada anak
disebabkan karena dinding apendiks yang
masih tipis
Apendisitis Akut Tanpa Komplikasi
Grade 0 - Apendiks Tampak Normal (Endoappendicitis / Periappendicitis).
Grade 1 - Terjadi Inflamasi Pada Apendiks (Hiperemia, edema ± fibrin tanpa atau sedikit cairan perikolik).

Apendisitis Akut Dengan Komplikasi


Grade 2 - Nekrosis A. Nekrosis Segmental. (tanpa atau dengan sedikit cairan
perikolik).
B. Nekrosis Dasar (Base). (tanpa atau dengan sedikit cairan
perikolik).
Grade 3 – Tumor Inflamasi A Phlegmon.
B Abses kurang dari 5 cm tanpa udara bebas peritoneal.

C Abses di atas 5 cm tanpa udara bebas peritoneal.

Grade 4 - Perforasi - Peritonitis difus dengan atau tanpa udara bebas peritoneal.

Fathurahman
Gomes, C.A., Sartelli, M., Di Saverio, S. et al. (2015). Alfiya
Pathway Apendisitis
Helmy, April, Angga, Sekar, Nurul, Bunga, Luthfi, Rahma
Tanda dan Gejala
Bunga dan Nurul
Tanda dan Gejala Apendisitis

Nyeri Abdomen
Pada saat terjadi obstruksi akan terjadi proses sekresi
mukus yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminer dan distensi lumen maka kondisi ini akan
menstimulasi serat saraf aferen viseral yang kemudian
diteruskan menuju korda spinalis Th8 – Th10,
sehingga akan timbul penjalaran nyeri di daerah
epigastrium dan preumbilikal.
Mual dan Muntah
Dengan berlanjutnya sekresi cairan
musinosa fungsional, terjadilah
peningkatan tekanan intralumen yang
menyebabkan kolapsnya vena drainase.
Hal ini mengakibatkan timbulnya
sensasi kram yang segera diikuti oleh
mual dan muntah.
Anoreksia
Selain itu mual dan muntah sering
terjadi beberapa jam setelah
muncul nyeri, yang berakibat pada
penurunan nafsu makan sehingga
dapat menyebabkan anoreksia. Demam
Terkadang appendisitis juga
disertai dengan demam derajat
rendah. Suhu tubuh sedikit naik,
kira-kira 37,2-38 oC, bila suhu
tubuh diatas 38 oC dapat menjadi
pertanda perforasi.
Sembelit
Peningkatan tekanan intraluminar akan
menyebabkan peningkatan tekanan
perfusi kapiler, yang akan
menimbulkan pelebaran vena,
kerusakan arteri dan iskemi jaringan. Diare
Dengan rusaknya barier dari epitel
mukosa terjadi penebalan atau Diare dapat terjadi akibat infeksi
pembengkakan jaringan dinding usus sekunder dan iritasi pada ileum
buntu karena infeksi di saluran terminal atau caecum. Yang akan
pencernaan. Adanya tinja atau terjadi peningkatan peristalsis,
pertumbuhan parasit ini yang akan sehingga pengosongan rektum
menyumbat rongga usus buntu menjadi lebih cepat dan berulang-
sehingga terjadi sembelit. ulang yang mengakibatkan diare
Komplikasi
Luthfi & Rahma
Perforasi
Peritonitis
Perforasi merupakan lubang atau luka
pada dinding suatu organ tubuh. Kondisi ini Peritonitis merupakan peradangan pada
dapat terjadi pada esofagus, lambung, usus peritoneum. Peritoneum merupakan selaput
kecil, usus besar, anus atau kantung empedu. yang melapisi dinding abdomen bagian
Kondisi ini umumnya dikarenakan berbagai dalam dan menyelimuti organ-organ yang
terdapat pada abdomen. Kondisi ini
penyakit seperti radang usus buntu
umumnya timbul akibat dari infeksi bakteri
(apendisitis) dan radang kantung usus besar
atau jamur. Peritonitis dapat terjadi akibat
(divertikulitis). Selain itu, kondisi ini juga
dari adanya perforasi pada abdomen, atau
dapat disebabkan oleh trauma fisik seperti luka sebagai komplikasi dari kondisi medis
karena tusukan pisau atau tembakan peluru. lainnya. Peritonitis suatu infeksi pada sistem
Lubang atau luka yang terjadi pada saluran vena porta ditandai dengan panas tinggi
pencernaan atau kantung empedu dapat 39oC – 40oC menggigil dan ikterus
menyebabkan kondisi peritonitis atau merupakan penyakit yang jarang.
peradangan pada lapisan tipis jaringan yang
melapisi perut (peritoneum). Peritonitis dapat
menyebabkan sepsis yang pada akhirnya akan
menyebabkan kegagalan fungsi organ–organ
tubuh.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
ENDAH, MIQDAD, SAFA
-Pemeriksaan Penunjang-

Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan Abdominal


Laboratorium Urine Radiologi USG X-Ray
01
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien
yang diduga appendicitis akut adalah pemeriksaan darah
lengkap dan test protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan
darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan
jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %.
Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum
yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan.
02
Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran
kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang
hampir sama dengan appendisitis
03
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang
diduga appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-
scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks.
Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks
yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
04
Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG terutama pada wanita juga bila dicurigai
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dll
05
Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-
anak
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Aisyah, Fathia, dan Fitri
Penatalaksanaan Medis

1 2 3

Untuk pasien yang dicurigai Berikan antibiotika IV pada


Pertimbangkan DD/ KET
Appendicitis, puasakan dan berikan pasien dengan gejala sepsis
terutama pada wanita usia
analgetik dan antiemetik jika diperlukan dan yang membutuhkan
reproduksi.
untuk mengurangi gejala. Laparotomy perawatan
appendicitis tanpa operasi
4 5 6

Antibiotik profilaksis harus


Pemberian antibiotika Teknik operasi Appendectomy
diberikan sebelum operasi dimulai.
preoperative efektif untuk dilakukan tindakan aseptik dan
Biasanya digunakan antibiotic
menurunkan terjadinya antiseptic.
kombinasi, seperti Cefotaxime
Infeksipost opersi.
dan Clindamycin, atau Cefepime
dan Metronidazole
7

Laparoscopic dapat dipakai


sarana diagnosis dan terapeutik
untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek
Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat
mudah dengan menggunakan laparoskop.
Menurut (Wijaya & Putri, 2013 dalam Erwin
Hidayat,2020) penatalaksanaan medis pada
appendisitis meliputi :
A. Sebelum operasi
1. Observasi dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala
appendisitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
perlu dilaksanakan. Klien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan
hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
2. Pemberian antibiotic
Antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksidan abses intra abdominal
luka operasi pada klien apendiktomi, diberikan sebelum, saat, hingga 24 jam
pasca operasi dan melalui cara pemberian intravena (IV) (Sulikhah, 2014)

3. Operasi
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah apendiktomi, tindakan pembedahan
dengan cara membuang apendiks (Wiwik Sofiah, 2017). Indikasinya yaitu bila
diagnosa appendisitis telah ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Keadaan yang
meragukan diperlukan pemeriksan penunjang USG atau CT scan.
Lanjutan...
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
pada abdomen bawah. Efek dari anastesi yang sering terjadi pada klien post operasi
adalah termanipulasinya organ abdomen sehingga terjadi distensi abdomen dan
menurunnya peristaltik usus. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peristaltik
usus (Mulya, 2015).

4. Pasca operasi Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya


perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Klien
dibaringkan dalam posisi terlentang. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Penatalaksanaan Keperawatan

1 2 3 4

Tujuan keperawatan untuk Sebelum operasi, Setelah operasi, posisikan Jika drain terpasang di area
upaya meredakan nyeri, siapkan pasien untuk pasien fowler tinggi, berikan insisi, pantau secara ketat
mencegah defisit volume menjalani pembedahan, analgetik narkotik sesuai adanya tanda tanda
cairan, mengatasi ansietas, mulai jalur Intra Vena program, berikan cairan oral obstruksi usus halus,
mengurangi risiko infeksi berikan antibiotik, dan apabila dapat ditoleransi. hemoragi sekunder atau
yang disebabkan oleh masukan selang abses sekunder (Brunner &
gangguan potensial atau nasogastrik (bila Suddarth, 2014).
aktual pada saluran terbukti ada ileus
gastrointestinal, paralitik), jangan
mempertahankan integritas berikan laksatif.
kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
ASUHAN
KEPERAWATAN
Mira, Rani, Fadhia, Fida
 kasus

Seorang pasien di rawat di RS dengan keluhan Nyeri pada area abdomen


Kwadran kanan bawah. TTV: TD : 120/70 mmHg. Nadi: 88 x/m, RR : 20 x/m,
Suhu : 38⁰C. Hasil USG abdomen terdapat inflamasi pada area apendiks dan
beresiko perforasi, Leukosit meningkat. Pasien didiagnosa apendisitis dan akan
direncanakan operasi cito. Pasien terlihat cemas dan mengatakan ini pertama
kalinya pasien di operasi.
Data Fokus
DS DO
Pasien mengeluh nyeri pada area abdomen  TD : 120/70 mmHg
kuadran kanan bawah  Nadi : 88 x/m
 RR : 20 x/m
 Suhu : 38⁰C
 USG abdomen terdapat inflamasi pada
area apendiks dan beresiko perforasi
 Leukosit meningkat
 Pasien terlihat cemas
Analisa Data
DATA Masalah Etiologi
DS: Nyeri Akut Agen Cedera Biologis :
− Klien mengatakan nyeri pada area (Nanda, 2018. Kelas 1. Domain 12. Inflamasi
abdomen kuadran kanan bawah Hal 445:00132)
 
DO:
-TTV : TD : 120/70 mmHg
-N: 88x/ menit
-RR: 20X/menit
-Suhu: 38°C
−Skala nyeri 8 dari 10
− Hasil USG abdomen terdapat
inflamasi pada area apendiks dan
berisiko berforasi
− Klien terlihat meringis dan selalu
memegangi perutnya
DS: Hipertermi Proses Penyakit
- Klien mengeluh demam (Nanda, 2018. Kelas 6. Domain 11. Hal
DO: 434:00007)
- TD : 120/70 mmHg
- HR: 88x/menit
- RR: 20X/menit
- Suhu : 38 C

Ds : Risiko Infeksi Inflamasi pada area


- Klien mengeluh demam (Nanda, 2018. Kelas 1. Domain 11. Hal apendiks dan beresiko
382:00004) perforasi
Do:
 
- Suhu : 38oC
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 88 x/m
- RR : 20 x/m
- Hasil USG abdomen terdapat inflamasi
pada area apendiks dab berisiko
perforasi
- Leukosit meningkat
Diagnosa
Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Agen Cidera Biologis : Inflamasi

2. Hipertermi b.d Proses Penyakit

3. Risiko Infeksi b.d Supresi Respon Inflamasi (inflamasi pada area


apendiks dan berisiko perforasi).
Intervensi
Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d NOC : NIC :
Agen Cedera Setelah dilakukan tindakan A.Manajamen nyeri akut (NIC, 2020. Hal 180:1410)
Biologis asuhan keperawatan selama 3x
(Infeksi)  Lakukan pengkajian nyeri yang meliputi
24 jam masalah nyeri akut dapat lokasi,karekteristik,onset/durasi,frekuensi,kualitas,int
diatasi dengan kriteria sebagai ensitas atau beratnya nyeri dan factor pencetus
berikut:
 Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
- Tidak ada distress nyeri yang
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
dirasakan pasien dapat berkomunikasi secara efektif
- Kekhawatiran terkait
 Kurangi factor-faktor yang dapat meninngkatkan rasa
toleransi nyeri terhadap nyeri nyeri (misal: kelelahan,ketakutan,keadaan monoton
bisa teratasi dan kurang pengetahuan)
- Tidak ada Ketakutan rasa
 Sediakan informasi akurat pada keluarga dan pasien
nyeri yang tidak bisa ditahan mengenai pengalaman nyeri pasien
Kolaborasi : pemberian penurunan nyeri, analgesik
2. Hipertermi NOC: NIC :
b.d Proses Setelah dilakukan tindakan A.Perawatan Demam (NIC,2020.Hal 359 :3740)
Penyakit keperawatan masalah  Pantau suhu dan tanda-tanda vital
  hipertermi dapat teratasi
dengan kriteria hasil :  Monitor warna kulit dan suhu
- Pasien tidak mengeluh  Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
adanya kenaikan suhu kehilangan cairan yang tak dirasakan
- Tidak adanya hipertemia  Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan,
tergantung pada fase demam
- Pasien tidak merasa sakit
kepala  Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas
- Suhu kulit kembali normal  Dorong konsumsi cairan
- Tidak ada sakit otot Kolaborasi: Beri obat atau cairan IV. Misalnya
antipiretik, agen antibakteri, dan agen anti menggigil
 
 
 3. Risiko infeksi NOC: NIC :
b.d Inflamasi Setelah dilakukan tindakan A. Kontrol infeksi: (NIC,2020.Hal 127:6540)
pada area keperawatan selama 1x24
apendiks dan  Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien
jam, masalah risiko infeksi seperti yang di indikasikan oleh pedoman pusat
beresiko pada klien dapat teratasi
perforasi pengendalian pencegahan penyakit
dibuktikan oleh klien
menunjukkan:  Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai
protokol institusi
- Tidak ada nyeri
 Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
- Tidak ada tanda gejala
bagaimana menghindari infeksi
gastrointestinal
 Anjurkan pengunjung, tenaga kesehatan dan
- Tidak ada demam
pasien untuk mencuci tangan pada saat memasuki
- Jumlah sel darah putih dan meninggalkan ruangan
dalam batas normal  Tingkatkan asupan nutrisi yang tepat
 Dorong intake cairan yang sesuai
Telaah Jurnal
Kanyia Salsabila dan Talita Alifa Salsabila
Judul: Penurunan Intensitas Skala Nyeri Pasien
Appendiks Post Appendiktomi Menggunakan Teknik
Relaksasi Benson
Pendahuluan

Apendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur


tindakan operasi hanya untuk penyakit apendisitis atau
penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan risiko perforasi lebih lanjut seperti peritonitis
atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas, 2015).
Salah satu penatalaksanaan nyeri non farmakologi pada pasien post
operasi adalah teknik rileksasi benson (Warsono et al., 2019). Dari
hasil penelitian menyimpulkan bahwa teknik relaksasi benson dapat
menurunkan skala nyeri pada pasien Post Operasi apendiksitis dari
hasil penelitian dan beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan
diatas yaitu setelah diberikan teknik relaksasi benson, sebagian besar
skala nyeri mengalami perubahan yang signifikan dengan
menurunnya skala nyeri menjadi skala nyeri ringan. Selain itu,
teknik relaksasi benson dapat digunakan dimana saja tanpa
mengganggu aktivitas yang lainnya (Rasubala et al., 2017).
Relaksasi benson efektif untuk mengurangi nyeri pasca
bedah. Relaksasi Benson dikembangkan dari metode
respons relaksasi dengan melibatkan factor keyakinan
(faith factor). Pasien melakukan relaksasi dengan
mengulang kata atau kalimat yang sesuai dengan
keyakinan responden sehingga menghambat impuls
noxius pada system kontrol descending (gate control
theory) dan meningkatkan kontrol terhadap nyeri (Datak
dkk, 2018).M
Metode
Studi ini merupakan jenis studi Kuantitatif dengan desain studi kasus
menggunakan pendekatan asuhan keperawatan. Teknik pengambilan
Sampel menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah
ditentukan. Sampel yang digunakan sebanyak 2 orang pasien
appendiks post appeniktomi di Ruang Rajawali 2A RSUP Dr.kariadi
Semarang. Teknik relaksasi Benson dilakukan sebelum pemberian
analgesik dengan durasi 15 menit setiap hari selama tiga hari pada
tanggal 31 Juli – 02 Agustus 2019. Sebelum dan sesudah diberikan
teknik relaksasi Benson dilakukan pengukuran skala nyeri dengan
Numeric Rating Scale (NRS).
Simpulan
Pasien memiliki keluhan utama nyeri pada perut kanan bagian bawah karena luka
post operasi appendiktomi. Diagnosa Keperawatan utama pasien adalah nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi). Intervensi
yang dilakukan pada kedua pasien adalah terapi non – farmakologis yaitu teknik
relaksasi benson dengan level indicator target pencapaian yaitu observasi tanda-
tanda vital dan skala nyeri. Impementasi yang dilakukan penulis pada nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi).
Simpulan

Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari, dalam 2 kali implementasi sehari
pada kedua pasien. Terapi relaksasi benson diberikan sebelum pemberian
analgetik. Sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson dilakukan
pengukuran skala nyeri dengan Numeric Rating Scale (NRS). Hasil evaluasi
yang didapat pada kedua pasien yaitu pasien mengalami penurunan intensitas
skala nyeri dengan hasil nyeri ringan, tandatanda vital dalam rentang normal,
ekspresi pasien tampak tenang dan rileks.
Edukasi
Putri&Bayu
Edukasi
Konsumsi
Konsumsi Perbanyak makanan
makanan minum air Makan tidak mengandung Rutin cek ke
berserat putih terburu buru probiotik dokter

Rajin minum air tidak


Serat makanan membantu disarankan bagi Anda menjaga kestabilan beberapa orang yang
hanya mencegah dehidrasi,
menarik lebih banyak air ke usus untuk makan secara jumlah antara bakteri lebih rentan terkena
tapi juga mendukung
besar sehingga tekstur feses perlahan dan fokus bila yang baik dan bakteri radang usus buntu, salah
kinerja usus dan serat
tetap lunak dan mudah ingin terhindar dari yang buruk. Anda bisa satunya adalah kelompok
makanan berfungsi dengan
dikeluarkan dari tubuh. Selain radang usus buntu. mengonsumsi makanan orang yang pernah
baik di usus. Jika serat
itu, serat juga merangsang Pusatkan konsentrasi yang mengandung mengalami cedera
menarik air ke usus, tapi
gerakan usus tetap normal. Itu Anda sepenuhnya dan probiotik, seperti traumatis atau tumor di
persediaan air di tubuh
artinya, baik makanan maupun kunyah makanan yogurt,tempe perut. Orang yang
tidak mencukupi, serat tetap
feses akan melewati usus dengan sampai halus. berisiko ini harus
tidak bisa melunakkan
lancar tanpa menimbulkan menerima perawatan
feses.
penumpukan medis yang sesuai.
Aktifitas

Jangan mengangkat Sebaiknya tidak


beban berat selama mengendarai
6 minggu sehabis kendaraan diminggu
01 operasi 02 pertama

Hindari merokok
Latihan mobilisasi
untuk untuk
bertahap sampai
mengurangi risiko
03 infeksi dada dan 04 ke aktifitas
normal 2-3 minggu
batuk
setelah operasi
 
Thanks

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics
& images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.

Anda mungkin juga menyukai