Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN

TREN PENANGANAN KASUS


KORUPSI
TAHUN 2016

“Gagalnya Reformasi
Birokrasi dan
Berkembangnya
Fenomena Local Elite
Capture”
DAFTAR ISI
• Latar Belakang •Tren
• Tujuan Penindakan
• Metodologi Kasus Korupsi
• Sumber Data Selama 2016
dan Waktu
Pemantauan
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
1. Informasi penanganan 2. Data jumlah kasus
kasus korupsi yang korupsi yang dilaporkan
ditangani oleh aparat hanya berupa statistik
penegak hukum tidak akumulatif per tahun
dipublikasi secara dan tidak tersedia
transparan, khususnya detail kasus korupsi.
Kepolisian dan Kejaksaan.*
*) Berdasarkan Keputusan Komisi
Informasi Pusat Nomor :
03/KEP/J.II/XII/2016 tentang Hasil
Pemeringkatan Keterbukaan Informasi
Badan Publik tahun 2016 oleh Komisi
Informasi Pusat (KIP), KPK menduduki
“ peringkat 10 dengan nilai 86,87 dan
masuk kategori Menuju Informatif,
sementara Kejaksaan dan Kepolisian
dengan tidak masuk dalam peringkat 10
besar.
TUJUAN
◦ Melakukan pemetaan atas kasus
korupsi yang disidik oleh Aparat
Penegak Hukum pada tahun 2016,
meliputi : jumlah kasus korupsi, jenis
korupsi yang ditangani, total nilai
kerugian negara, jumlah tersangka,
modus yang dilakukan, sektor korupsi
terjadi, jabatan pelaku.

◦ Mendorong transparansi data


penanganan kasus korupsi pada
institusi penegak hukum, baik
Kepolisian, Kejaksaan dan KPK
METODOLOGI
1. Melakukan pemantauan 3. Melakukan tabulasi atas
kasus korupsi di tingkat kasus – kasus yang
penyidikan yang sudah terungkap ke publik dan
ada penetapan tersangka. terpantau oleh ICW.
2. Pengumpulan data kasus 4. Membandingkan statistik
korupsi yang telah pada semua parameter
diungkap ke publik oleh analisis.
penegak hukum, baik 5. Melakukan analisis
melalui website resmi atau deskriptif atas penyidikan
melalui media massa. kasus korupsi.
BAGAN DATA KASUS KORUPSI TAHUN
2016 YANG TERPANTAU OLEH ICW

Kasus
Korupsi Kasus Tren
Tahap terpantau oleh
Penuntutan Penindakan
ICW dan CSO Kasus
Kasus Anti Korupsi Korupsi
Tahap
Korupsi Penyidikan
Tahap dan
Penyelidikan penetapan
Kasus Korupsi
tersangka
Kasus yang diumumkan
Korupsi publik melalui
situs resmi atau
media massa
Kasus tidak
Kasus terpantau oleh
Korupsi ICW dan CSO
Kasus korupsi Anti Korupsi
yang belum atau
tidak diumumkan
ke publik
TEMUAN
PENTING
KINERJA PENANGANAN PERKARA
KORUPSI OLEH APH SELAMA TAHUN 2016

Jumlah Kasus Korupsi


482 Kasus korupsi

Jumlah Tersangka
1.101 Tersangka

Nilai Kerugian Negara


Rp 1,45 Triliun

Nilai Suap
Rp 31 Miliar
PERBANDINGAN PENYIDIKAN KASUS KORUPSI
SEMESTER I 2016 DAN SEMESTER II 2016
Jumlah Kasus Jumlah Tersangka
Nilai Kerugian Negara (Rp Miliar)
300 280 1,000
883 900
250
800
202 700
200
578
566 600
150 523 500
400
100
300
200
50
100
0 -
SEMESTER I SEMESTER II
• Adanya peningkatan penyidikan kasus korupsi dari 202 kasus yang
ditangani pada semester I menjadi 280 kasus pada semester II.
• Aktor yang ditetapkan sebagai tersangka pun meningkat meskipun tidak
signifikan. Pada semester I APH dapat menyidik sebanyak 523 tersangka.
Sedangkan pada semester II APH mampu menyidik sebanyak 578
tersangka.
• Nilai kerugian negara menurun karena dalam kasus yang ditangani oleh
KPK, BPK/BPKP belum menentukan nilai kerugian negaranya.
Pada semester II 2016, jumlah kasus
korupsi yang nilai kerugiannya belum
dihitung sebanyak 90 kasus. Sedangkan
pada semester I 2016, kasus korupsi
yang nilai kerugiannya belum dihitung
sebanyak 52 kasus.

“ Dari 482 kasus korupsi yang berhasil


dipantau oleh ICW, 6 kasus diantaranya
adalah pengembangan kasus yang
dilakukan oleh KPK. Contoh : Kasus E-
KTP, Kasus suap Akil Muchtar terkait
sengketa pilkada Kabupaten Buton, dan
kasus suap pengesahan APBD Musi
Banyuasin
KASUS Keterangan Jumlah
Nilai Kerugian
Negara
Nilai Suap

KORUPSI Mark Up 58 Rp 207 miliar -


TAHUN 2016 Penggelapan 124 RP 205 miliar -
BERDASARKAN Laporan Fiktif 47 RP 61,8 miliar -
MODUS Penyalahgunaan
53 109 miliar -
Anggaran
• Modus korupsi
terbanyak adalah Suap 35 - Rp 31 miliar
penggelapan Gratifikasi 2 - -
sebanyak 124 kasus
dan menimbulkan Penyunatan /
16 Rp 49,6 miliar -
Pemotongan
kerugian negara
sebesar Rp 205 Pemerasan 8 Rp 84 juta -
miliar.
Penyalahgunaan
• Meskipun modus Wewenang
54 Rp 410 miliar -
terbanyak adalah
penggelapan, Kegiatan/Proyek Fiktif 71 Rp398 miliar -
namun modus Anggaran Ganda 2 Rp 1,6 miliar -
penyalahgunaan
wewenang lebih Pungutan Liar 11 - -
besar menimbulkan
Pencucian Uang 1 Rp 5,3 miliar -
kerugian negara (Rp
410 M) dan modus TOTAL 482 Rp 1,45 triliun Rp 31 miliar
proyek fiktif (Rp 398
M)
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP
PENYIDIKAN TAHUN 2016 BERDASARKAN
JENIS KORUPSI

Kerugian Negara Suap Menyuap Gratifikasi


Jumlah Kasus : 238 Kasus Jumlah Kasus : 33 kasus Jumlah Kasus : 2 kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp Nilai Suap : Rp 31 miliar Nilai Gratifikasi : Rp -
1 triliun

Pemerasan Penggelapan Benturan Dalam


Jumlah Kasus : 7 Kasus Dalam Jabatan PBJ
Nilai Kerugian Negara : Jumlah Kasus : 3 Kasus Jumlah Kasus : 2 Kasus
Rp 84 juta Nilai Kerugian Negara : Nilai Kerugian Negara :
Rp 2,3 miliar Rp -

Belum Diketahui
Jumlah Kasus : 197 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp 442 miliar
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN
TAHUN 2016 BERDASARKAN LOKASI (10 TERATAS)

JAWA TIMUR JAWA TENGAH JAWA BARAT SUMATERA SULAWESI


Jumlah Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus UTARA SELATAN
64 Kasus 37 Kasus 30 Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus
Nilai Kerugian Nilai Kerugian Nilai Kerugian 28 Kasus 27 Kasus
Negara Negara Negara Nilai Kerugian Nilai Kerugian
Rp 325 miliar Rp 28 miliar Rp 179 miliar Negara Negara
Rp 39 miliar Rp 32,6 miliar

SUMATERA SULAWESI PUSAT NTT ACEH


SELATAN TENGGARA Jumlah Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus
Jumlah Kasus Jumlah Kasus 19 Kasus 16 Kasus 15 Kasus
21 Kasus 20 Kasus Nilai Kerugian Nilai Kerugian Nilai Kerugian
Nilai Kerugian Nilai Kerugian Negara Negara Negara
Negara Negara Rp 211 miliar Rp 4,3 miliar Rp 23 miliar
Rp 49 miliar Rp 6,6 miliar
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN PADA
TAHUN 2016 BERDASARKAN LEMBAGA (5 TERATAS)
Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kota Pemerintah Desa Kementerian Badan Daerah

250
219

200
Rp 478 miliar
150
Rp 247 miliar

100 73 Rp 206 miliar


62
Rp 38 miliar
50 28
20
Rp 18 miliar
0

• Pemerintah Kabupaten menjadi tempat dimana APH paling banyak menyidik


korupsi. Terdapat 219 kasus yang terjadi di Pemerintah Kabupaten dengan nilai
kerugian negara sebesar Rp 478 miliar.
• Diikuti oleh Pemerintah Kota sebanyak 73 kasus dengan nilai kerugian negara
mencapai Rp 247 miliar.
• Sementara Pemerintah Desa menjadi salah satu lembaga baru yang mulai rentan
terjadi praktik korupsi. Korupsi yang terjadi di Pemdes terutama setelah berlakunya
kebijakan alokasi dana desa dari Pusat.
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN PADA
TAHUN 2016 BERDASARKAN SEKTOR (5 TERATAS)
Keuangan Daerah Pendidikan Dana Desa
Sosial Kemasyarakatan Transportasi

70 62

60 54
48
50
41
38
40
Rp 211 miliar
Rp 168 miliar
30
Rp 163 miliar
20
Rp 28,9 miliar
10
Rp 10,4 miliar
0
• Keuangan daerah atau APBD adalah sumber daya publik yang paling banyak
dikorupsi. Terdapat 62 kasus yang disidik APH. Contoh kasus : perjalan fiktif yang
dilakukan oleh oleh pejabat/pegawai pemda.
• Anggaran untuk sektor pendidikan masih menjadi sektor yang rawan penyelewengan.
• Terjadi perluasan tindak pidana korupsi karena kian maraknya korupsi dana desa.
• Pada 2016, anggaran dana desa yang telah dikucurkan sebesar Rp 47 triliun.
Meskipun nilai kerugian negara yang timbul baru sebesar Rp 10,4 miliar, namun
naiknya angka korupsi dana desa menjadi sinyal adanya sumber daya publik baru
yang rawan dikorupsi oleh aparat desa.
KASUS KORUPSI BERDASARKAN PENGADAAN DAN
NON PENGADAAN

NON PENGADAAN
PENGADAAN
Kasus korupsi
Kasus Korupsi
287 Kasus
195 Kasus
Nilai Kerugian Negara
Nilai Kerugian Negara
Rp 769 miliar
Rp 680 miliar
Nilai Suap
Nilai Suap
Rp 7,8 miliar
Rp 23,2 miliar

• Sekitar 41% korupsi terjadi pada proses pengadaan barang dan


jasa (PBJ). Meskipun sudah dilakukannya pengadaan secara
online, namun celah korupsi masih dapat terjadi dalam
penyusunan HPS yang di mark up atau adanya benturan
kepentingan dalam PBJ seperti pada kasus korupsi yang dilakukan
oleh Walikota Madiun, Bambang Irianto dan Bupati Nganjuk,
◦ Meskipun pengadaan barang
dan jasa sudah
menggunakan mekanisme
“ elektronik (e-procurement),
namun korupsi tetap terjadi.
JUMLAH AKTOR YANG DITETAPKAN SEBAGAI
TERSANGKA (5 TERATAS)

ASN-PNS Swasta Masyarakat


Kepala Desa Ketua/Anggota DPRD

600 515

500

400

300
194
200
62 61
100 33

• Sekitar 47 persen aktor korupsi adalah Aparatur Sipil Negara


(PNS).
• Aktor kedua terbanyak adalah pelaku swasta dimana sebagian
besar mereka terlibat dalam manipulasi tender dan penyuapan.
• Sementara masyarakat dan kepala desa menjadi aktor ketiga
yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi.
KINERJA PENYIDIKAN APARAT
PENEGAK HUKUM TAHUN 2016
Kasus Korupsi : 307 Kasus korupsi
Jumlah Tersangka : 671 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 949 miliar
Nilai Suap : Rp -

Kasus Korupsi : 140 Kasus korupsi


Jumlah Tersangka : 327 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 337 miliar
Nilai Suap : Rp 1,9 miliar

Kasus Korupsi : 35 Kasus korupsi


Jumlah Tersangka : 103 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 164 miliar
Nilai Suap : Rp 29,1 miliar
◦ Pada tahun 2016, anggaran yang dimiliki oleh
Kejaksaan dalam menangani satu perkara
hingga tuntas sebesar Rp 200 juta.
Rinciannya antara lain Rp 25 juta tahap
penyelidikan, Rp 50 juta tahap penyidikan, Rp
100 juta tahap penuntutan, Rp 25 juta tahap
eksekusi penuntutan.*
◦ Anggaran yang dimiliki oleh Kepolisian untuk
menangani satu perkara korupsi mulai dari
“ penyelidikan hingga penyidikan sebesar Rp
208 juta.**
◦ Khusus untuk KPK, biaya penyidikan memiliki
pagu anggaran Rp 12 miliar untuk proyeksi 85
perkara. Jadi, alokasi biaya untuk penanganan
per perkara sebesar Rp 141 juta.***
Sumber :
* Hasil Semiloka Nasional Tata Kelola Penanganan Kasus Korupsi tahun 2016.
** Hasil permintaan informasi yang dilakukan tahun 2015.
*** Hasil Semiloka Nasional Tata Kelola Penanganan Kasus Korupsi tahun 2016.
KINERJA PENYIDIKAN KASUS
KORUPSI DI KEJAKSAAN TAHUN 2016
600

500 483
466
400
341 330
300

200 178
129
100

0
SEMESTER I SEMESTER II

Kasus Korupsi
Tersangka Korupsi
Nilai Kerugian Negara (Rp miliar)

Kerugian Negara Pemerasan Penggelapan Dalam Jabatan


Jumlah Kasus : 168 Kasus Jumlah Kasus : 2 Kasus Jumlah Kasus : 1 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp Nilai Kerugian Negara : Nilai Kerugian Negara : Rp
577 miliar Rp - 1,7 miliar
KINERJA PENYIDIKAN KASUS KORUPSI
DI KEPOLISIAN TAHUN 2016
300

250 252

203
200

150
124

100 83
85
57
50

0
SEMESTER I SEMESTER II

Kasus Korupsi
Tersangka Korupsi
Nilai Kerugian Negara (Rp miliar)

Kerugian Negara Suap Menyuap Pemerasan


Jumlah Kasus : 64 Kasus Jumlah Kasus : 8 Kasus Jumlah Kasus : 4 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp Nilai Suap : Rp 1,9 miliar Nilai Kerugian Negara : Rp 9
263 miliar juta
KINERJA PENYIDIKAN KASUS
KORUPSI DI KPK TAHUN 2016
180
160 164

140
120
100
80
57
60
46
40
16 19
20
0 0
SEMESTER I SEMESTER II

Kasus Korupsi
Tersangka Korupsi
Nilai Kerugian Negara (Rp miliar)

Kerugian Negara Suap Menyuap Benturan Kepentingan Dalam


Jumlah Kasus : 6 Kasus Jabatan
Jumlah Kasus : 24 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp Jumlah Kasus : 2 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp
164 miliar Nilai Kerugian Negara : Rp -
29,1 miliar
miliar
Berdasarkan pantauan ICW selama tahun
2016, KPK berhasil melakukan operasi tangkap
tangan (OTT) sebanyak 17 kali. Tersangka
yang tertangkap diantaranya adalah anggota
DPR, Ketua DPD, jaksa dan pegawai di
lingkungan pengadilan. Setidaknya ada dua
jaksa yang ditangkap serta enam pegawai di
lingkungan pengadilan yang diantaranya Ketua
“ Pengadilan Negeri dan Hakim Ad Hoc.

Nilai kerugian negara pada semester II khusus


penyidikan yang dilakukan oleh KPK belum
diketahui. Karena KPK pada semester II lebih
cenderung melakukan operasi tangkap
tangan.
TIMELINE PENYIDIKAN KASUS KORUPSI SELAMA
TAHUN 2016
Kasus dugaan suap kuota gula
Kasus dugaan suap proyek di
impor yang melibatkan Irman
KemenPUPR yang melibatkan
Gusman, Ketua DPD RI.
anggota komisi V DPR dari fraksi
Kasus dugaan korupsi BPJS PDIP, Damayanti Wisnu Putranti.
Kesehatan di Subang yang
melibatkan Bupati Subang, Ojang Kasus dugaan suap pengadaan satelit
Suhandi dan Jaksa di Kejati Jabar. monitoring di Bakamla yang
melibatkan Eko Susilo Hadi selaku
Kasus dugaan korupsi pemberian izin Deputi Informasi, Hukum, dan
pertambangan di Sulawesi Tenggara Kerjasama di Bakamla.
yang melibatkan Gubernur Sultra, Nur
Alam. Kasus dugaan suap proyek 12 jalan
Kasus dugaan korupsi di Sumatera Barat yang melibatkan
pembangunan pasar besar Madiun anggota Komisi III DPR RI, I Putu
yang melibatkan Walikota Madiun, Sudiartana.
Bambang Irianto. Kasus dugaan suap terkait perkara
korupsi yang sedang ditangani oleh
Kasus dugaan korupsi cetak sawah
Janner Purba sebagai Hakim Tipikor
Ketapang yang dilakukan oleh Tim
PN Bengkulu.
Saber Pungli dan melibatkan Ajun
Komisaris Besar Brotoseno, Kasus dugaan suap tentang
Raperda yang melibatkan Ketua
Kasus dugaan korupsi penjualan Komisi D DPRD DKI Jakarta,
asset milik PT Panca Wira Usaha Mohamad Sanusi.
(BUMD) yang melibatkan mantan
Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Kasus dugaan korupsi
pembangunan kompleks Grand
Indonesia yang ditangani oleh
Kejaksaan Agung.
KESIMPULAN
◦ Penyidikan kasus korupsi meningkat dari semester I ke
semester II tahun 2016 baik dari segi jumlah kasus
dan jumlah tersangka. Namun ada penurunan dari segi
kerugian negara. Hal ini disebabkan adanya sejumlah
kasus yang belum dihitung kerugian negaranya.
◦ Sepanjang tahun 2016 KPK berhasil melakukan OTT
sebanyak 17 kasus diantaranya melibatkan anggota
DPR, anggota DPRD, hakim, dan jaksa.
◦ Secara umum, APH masih fokus pada penggunaan
pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor untuk menangani
perkara korupsi.
◦ Yang menarik, KPK mulai menggunakan pasal
Benturan Kepentingan dalam PBJ untuk menangani
korupsi yang melibatkan Walikota dan Bupati, selain
tren penggunaan pasal pencucian uang dan gratifikasi.
◦ PBJ secara elektronik pada kenyataannya belum
mampu mencegah korupsi.
(Lanjutan)

◦ Banyaknya ASN yang melakukan korupsi


cukup menjelaskan bahwa agenda
reformasi birokrasi khususnya di daerah
(Pemerintah Kabupaten/Kota) tidak
berjalan efektif.
◦ Diseretnya pelaku swasta mengisyaratkan
kolusi yang telah berurat-akar antara ASN
dan pebisnis, terutama dalam
perencanaan anggaran dan PBJ.
◦ Meluasnya kasus korupsi hingga ke
tingkat desa menunjukkan
berkembangnya fenomena local elite
capture.
REKOMENDASI
◦ Perlunya peningkatan koordinasi antara penegak
hukum dengan BPK atau BPKP dalam hal
menghitung kerugian negara khususnya dalam hal
memberikan barang bukti yang dibutuhkan
BPK/BPKP untuk menghitung kerugian negara.
◦ APH perlu mengembangkan penggunaan pasal
baru dan jenis tindak pidana korupsi lain, diluar
pasal 2 dan 3 yang berkaitan dengan kerugian
negara.
◦ Khususnya Kepolisian dan Kejaksaan, perlu
mengembangkan strategi OTT dan penggunaan
pasal pencucian uang dan gratifikasi untuk
memaksimalkan asset recovery dan misi
pemiskinan pelaku korupsi.
◦ Khusus KPK, perlu fokus untuk menangani korupsi
yang terjadi pada lembaga penegak hukum seperti
Kejaksaan dan Kepolisian.
(Lanjutan)
◦ Pemerintah dan LKPP perlu mendorong kebijakan open-
contracting agar proses pengadaan lebih transparan dan
mudah diawasi. Demikian pula, penggunaan e-catalogue
harus dimaksimalkan untuk menekan korupsi pada PBJ.
◦ DPR perlu memikirkan kembali rencana revisi UU ASN
dan usulan pembubaran Komisi ASN (KASN) mengingat
korupsi birokrasi di pemerintahan daerah sangat tinggi.
Sebaliknya, DPR dan Pemerintah Pusat perlu
memperkuat posisi KASN agar dapat mengefektifkan
pengawasan birokrasi daerah.
◦ Pemerintah Pusat dan berbagai asosiasi pengusaha perlu
mengembangkan kode etik dan etika bisnis, serta
memperbaiki kualitas kompetisi usaha agar kolusi antara
ASN dan pengusaha dapat ditekan.
◦ Pemerintah Pusat, dalam hal ini Depkeu dan Depdagri
perlu mendesain strategi partisipasi warga desa yang
lebih baik, khususnya agar warga desa terlibat dalam
perencanaan dan pengawasan pembangunan desa untuk
menekan fenomena local elite capture.
TERIMA KASIH
◦ Kontak Person:
◦ Febri Hendri (081219867097)
◦ Wana Alamsyah
(087878611344)

Anda mungkin juga menyukai