Anda di halaman 1dari 19

Aplikasi Konsep dan

Prinsip Transkultural
Sepanjang Daur
Kehidupan Manusia

Oleh : Blegur .S.Sos. M.Kes


Perawatan Kehamilan dan
Kelahiran
 Kehamilan dan kelahiran bayi pun
dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-
ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran
sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat
(Jordan, 1993).
 Berbagai kelompok yang memiliki penilaian
terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan
kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan
tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu
kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi
misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung
karena menurut masyarakat setempat jika wanita
hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu
seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini
menurut keyakinan mereka akan membuat bayi
lahir dengan ukuran yang kecil.
 Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang
menginjak usia kehamilan tujuh bulan
diberikan kepada ibunya ulos tondi agar
wanita hamil tersebut selamat dalam proses
melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek
dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi
kepada cucunya sebagai simbol perlindungan.
Sang ibu akan menggendong anaknya
dengan ulos tersebut agar anaknya selalu
sehat dan cepat besar. Ulos tersebut
dinamakan ulos parompa.
 Pantangan dan simbol yang terbentuk dari
kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan
masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya
diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan,
bekerja sama dengan budaya berbeda, serta
berupaya mencapai pelayanan yang optimal
bagi klien dan keluarga
 Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan
kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat
adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan
lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh
dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi
umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai
kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti
pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak
dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat
digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong
persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra
yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat
sakralnya.
 Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian
antropologi, kehamilan dan kelahiran dilihat bukan
hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan
sebagai proses yang mencakup pemahaman dan
pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan
kelahiran, para pelaku dalam pertolongan
persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung,
cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau
obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran,
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan
mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan
ibunya.
Perawatan dan Pengasuhan Anak

 Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan


melewati masa transisi dari awal masa kelahiran
hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta
mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan
keperawatan budaya, perawat harus paham dan
bisa mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap
daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya
yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan
pengasuhan anak
 Setiap anak diharapkan dapat berkembang
secara sempurna dan simultan, baik
perkembangan fisik, kejiwaan dan juga
sosialnya sesuai dengan standar kesehatan,
yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk
itu perlu dipetakan berbagai unsur yang
terlibat dalam proses perkembangan anak
sehingga dapat dioptimalkan secara
 Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya
ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak,yaitu:Pertama,sistem mikro
yang terkait dengan setting individual di mana anak
tumbuh dan berkembang yang
meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah dan
lingkungan sekitar tetangga. Kedua,sistem meso
yang merupakan hubungan di antara mikro
sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalam
an yang didapatkan di dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan
teman sebaya
 Ketiga,sistem exo yang menggambarkan
pengalaman dan pengaruh dalam setting
sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi
memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang
tua dan media massa. Keempat,sistem makro
yang merupakan budaya di mana individu
hidup seperti:ideologi,budaya,sub-budaya
atau strata sosial masyarakat. Kelima,sistem
chrono yang merupakan gambaran kondisi
kritis transisional (kondisi sosio-historik).
 Keempat sistem pertama harus mampu
dioptimalkan secara sinergis dalam
pengembangan berbagai potensi anak sehingga
dibutuhkan pola pengasuhan,pola
pembelajaran,pola pergaulan termasuk
penggunaan media massa,dan pola kebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum
melalui 4 fase, yaitu:
 Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini
proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak
belum merupakan kesatuan individu yang
berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak
dengan lingkungannya. Pada fase ini anak
masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan
anak pada fase ini masih merupakan satu
kesatuan yang disebut “two persons system”.
 Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak
mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-
rangsang an dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi,karena
anak hanya dapat belajar dengan baik atas
bantuan dan bimbingan orangtuanya
 Fase Pencapaian Tujuan (Goal
Attainment),pada fase ini dalam
sosialisasinya anak tidak hanya sekadar
memberikan umpan balik atas rangsangan
yang diberikan oleh lingkungannya,tapi
sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu
untuk mendapatkan pujian dan penghargaan
dari lingkungannya.
 Fase Integrasi (Integration),pada fase ini
tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar
penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk
mendapatkan penghargaan,tapi sudah
menjadi bagian dari karakter yang menyatu
dengan dirinya sendiri.
 Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung
telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan
yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut
berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun
tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di
sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan
pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada
perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam
memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan
kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai
keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga
harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan
kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat
merencnakan aktifitas perkembangan.
 Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan
bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-
anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam
proses ini, anak mungkin menghadapi masalah
kesehatan psikososial dan fisik (misalnya
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi
pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah,
hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau
gangguan belajar). Perawat harus merancang
intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut
mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar
tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan
mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan
perawatan anak.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai