Anda di halaman 1dari 19

MODUL 4 KEPERAWATAN HIV/AIDS

PRODI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NUSANTARA KUPANG

D.A. VIEYA PUTRI, S.Kep.,M.Si (NIDN.0817089102)


KUPANG | 2020/2021
VISI DAN MISI STIKES NUSANTARA KUPANG

V I S I
Menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Unggulan yang bertaraf Nasional
dalam waktu 5 tahun dan bertaraf Internasional dalam waktu 15 Tahun.

M I S I
1. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran melalui penggunaan
berbagai teknologi pendidikan sesuai dengan standar yang dapat
dilaksanakan dengan pendekatan keilmuan secara Komprehensif
berdasarkan kebutuhan dan Kompetensi pendidikan.
2. Meningkatkan Kemampuan Sumber Daya Manusia yang mempunyai
kemampuan Profesional dalam mengelola pendidikan dan pengajaran
3. Meningkatkan Sarana dan prasarana fisik pendidikan dan pengajaran sesuai
dengan standar mutu nasional dan internasional
4. Menyelenggarakan dan berperan aktif dalam penelitian bidang kesehatan
untuk meningkatkan IPTEK
5. Mendidik tenaga kesehatan Profesional yang berkualitas prima berstandar
nasional dan internasional sesuai dengan tuntutan dan perkembangan
masyarakat
6. Menjalin kerja sama Multi sektor dalam menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran untuk memenuhi permintaan tenaga kesehatan didalam dan luar
negeri
7. Mencetak sumber daya manusia yang Profesional, Unggul dan Berjiwa
entrepreneurship.


1
VISI DAN MISI PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

V I S I
Menjadi program studi yang unggul di tingkat Nusa Tenggara Timur, nasional,
dan internasional, berorientasi pada kebutuhan masyarakat dan perkembangan
IPTEK berdasar pada ilmu, moral, dan etika keperawatan pada tahun 2024.

M I S I
1. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran Keperawatan dengan
kekhasan kegawatdaruratan melalui penggunaan berbagai teknologi
pendidikan sesuai dengan standar yang dapat dilaksanakan dengan
pendekatan keilmuan secara comprehensive berdasarkan moral, etik,
kebutuhan, dan kompetensi pendidikan Keperawatan
2. Menyelenggarakan dan berperan aktif dalam penelitian dan menggunakan
hasil penelitian dalam pengembangan institusi.
3. Menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan di masyarakat dan
memanfaatkan serta mengelola sumber daya untuk membantu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
4. Terciptanya sistem manajemen SDM prodi S1 Keperawatan yang bersih,
bertanggung jawab dan transparan;
5. Meningkatkan dan memperluas jalinan kerjasama yang berkelanjutan dalam
upaya peningkatan mutu tri dharma perguruan tinggi dalam pelayanan
Keperawatan.


2
PROFIL LULUSAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

a) Care Provider (Pemberi asuhan keperawatan Perawat sebagai individu maupun tim
memberikan pelayanan keperawatan/ kesehatan kepada klien (individu, keluarga,
dan komunitas) berdasarkan keilmuan yang dimiliki dengan senantiasa
mempertimbangkan aspek legal dan etis.
b) Communicator (Interaksi dan transaksi dengan klien, keluarga,dan tim kesehatan)
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan mampu menampilkan
kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif - terapeutik terhadap klien
(individu, keluarga, dan komunitas serta kemampuan membangun komunikasi
dengan rekan sejawat dan tim pelayanan kesehatan lain.
c) Educator dan health promoter (Pendidikan dan promosi kesehatan bagi klien,
keluarga dan masyarakat) Perawat sebagai Pemberi pelayanan kesehatan mampu
menyediakan dan mengimplementasikan program promosi kesehatan bagi klien
(individu, keluarga, dan komunitas), untuk mengurangi angka kesakitan,
meningkatkan gaya hidup dan lingkungan yang sehat.
d) Manager dan leader (Manajemen praktik/ruangan pada tatanan rumah sakit
maupun masyarakat) Perawat sebagai bagian dari sistem pelayanan
kesehatan harus mampu mengelola sistem pelayanan keperawatan dalam satu
unit ruang rawat rumah sakit maupun masyarakat dalam lingkup tanggung
jawabnya.
e) Researcher (Peneliti ) Perawat sebagai professional harus mampu menerapkan
pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif berdasarkan kaidah, tata
cara dan etika ilmia dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
yang sesuai dengan bidang keahliannya.


3
CAPAIAN LULUSAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

S I K A P
1. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya
secara mandiri
2. Mampu Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama,
kepercayaan, dan pendapat orang lain

PENGETAHUAN
1. Menguasai konsep teori dan praktik Keperawatan.
2. Menguasai konsep teori ilmu biomedik.
3. Menguasai konsep dan tekhnik penegakkan
x diagnosis asuhan keperawatan

KETERAMPILAN UMUM
1. Membuat Keputusan.
2. Bertanggung jawab atas pekerjaan di bidang profesinya.
3. Meningkatkan kapasitas secara mandiri.
4. Mengkomunikasikan pemikiran / argumen yang bermanfaat.
5. Mampu bekerjasama dalam tim.

KETERAMPILAN KHUSUS
1. Menegakkan diagnosis keperawatan.
2. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan sesuai standard an kode etik
perawat.
3. Mengaplikasikan intervensi keperawatan sesuai standard an kode etik perawat.
4. Melakukan tindakan asuhan keperawatan atas perubahan kondisi klien.
5. Melaksanakan prosedur penanganan bantuan hidup dasar.


4
BAHAN KAJIAN MATA KULIAH
KEPERAWATAN HIV / AIDS

1. RUANG LINGKUP HIV / AIDS


2. PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
KLIEN DENGAN HIV / AIDS
3. PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER
PENYALAHGUNAAN NAPZA
4. TREND DAN ISSUES HIV / AIDS , FAMILY CENTERED
PADA ODHA DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
5. MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN HIV / AIDS DAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA
6. PRINSIP KOMUNIKASI KONSELING PADA KLIEN
DENGAN HIV / AIDS DAN PENYALAHGUNAAN NAPZA


5
BAHAN KAJIAN 4

TREND DAN ISSUE HIV/ AIDS


FAMILY CENTER PADA ODHA DAN PENYALAHGUNAAN
NAPZA

Trend kejadian HIV/AIDS didunia cenderung meningkat setiap tahunnya.


Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 di dunia didapatkan
36.900.000 orang terinfeksi HIV/AIDS. Di Indonesia menurut Dirjen PP dan PL
Kemenkes RI (2014),ada sekitar 150.285 orang terinfeksi HIV/AIDS. Jadi di
Indonesia dan dunia memerlukan penangganan HIV/AIDS yang sama sehingga
dapat menekan peningkatan HIV/AIDS.

Negara-negara di Asia Tenggara mempunyai prevalensi HIV (+) yang


sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain di Benua Asia. Indonesia
merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang mempunyai angka penularan
HIV yang paling cepat. Perkembangan jumlah kasus baru HIV di Indonesia
mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2013 dan 2014. Hal ini
bukan hanya menjadi masalah kesehatan semata, tetapi sekaligus telah menjadi
masalah sosial. Oleh sebab itu, perlu adanya gambaran trend terjadinya kasus baru
penyakit HIV-AIDS periode tahun 2012–2016 pada seluruh Provinsi yang ada di
Indonesia.
Di Indonesia, kasus epidemi penyakit HIVAIDS masih terus meningkat,
meskipun jumlah infeksi baru menunjukkan tren penurunan di Myanmar, Nepal,
dan Thailand. Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV-AIDS tercepat
di Asia Tenggara (WHO, 2009). Indonesia merupakan negara yang menempati
urutan pertama dalam penularan HIV-AIDS di Asia Tenggara. Dari total populasi
penduduk sebanyak 240 juta jiwa, Indonesia memiliki prevalensi HIV sebesar


6
0,24% dengan estimasi ODHA 186.000, bahkan bisa mencapai 200.000 (Profil
Kesehatan Indonesia, 2010).

Pemerintah Indonesia telah mengupayakan penanggulangan HIV/AIDS


dengan berbagai macam cara. Menurut Permenkes RI (2013), penanggulangan
HIV/AIDS dilakukan melalui 5 (lima) kegiatan yaitu; 1) promosi kesehatan; 2)
pencegahan penularan HIV/AIDS; 3) pemeriksaan diagnosis HIV/AIDS; 4)
pengobatan, perawatan dan dukungan; serta 5) rehabilitasi. Menurut Kemenkes RI
(2014), layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV/AIDS
diwujudkan melalui voluntary counseling and testing (VCT). Hal ini menunjukkan
bahwa VCT sebagai upaya untuk penanggulanggan HIV/AIDS. VCT berperan
dalam pencegahan dan pengobatan pada klien HIV/AIDS.

VCT termasuk layanan yang diterapkan secara global. Menurut WHO


(2012), layanan VCT mengacu kepada lima prinsip dasar penangganan HIV secara
global yaitu; 1)informed consent; 2) confidentiality; 3) counseling; 4) correct test
result; dan 5) connections to care, treatment and prevention service.Prinsip
tersebut telah menjadi acuan Indonesia untuk dikembangkan secara nasional.

Tenaga kesehatan bertanggungjawab memberikan layanan VCT kepada


klien. Menurut Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia/PKVHI (2014), tenaga
kesehatan yang memberikan layanan VCT disebut konselor. Konselor adalah
orang yang memberi pelayanan konseling yang telah dilatih keterampilan
konseling HIV- AIDS dan dinyatakan mampu. Konselor VCT memiliki
kompetensi yang diantaranya berupa; tulus, empati, aktif mendengarkan, care,
percaya, peka akan budaya, sabar, jujur, mempunyai alternatif, menyadari
keterbatasan diri, mendukung ekspresi perasaan/pikiran, tidak menghakimi dan
berpengetahuan (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan kompetensi tersebut konselor
dapat memberikan layanan VCT dengan baik.


7
Pelaksanaan VCT tidak selalu berjalan dengan baik. Menurut
Commonwealth Regional Health Community Secretariat (2002), ada 3 (tiga)
masalah serius dalam pelaksanaan VCT yaitu 1) menciptakan kesadaran
masyarakat;2) kekuatan dan infrastruktur konselor VCT; dan 3) mempertahankan
kualitas layanan VCT. Sedangkan menurut Layer, et al.(2014), ada 3 (tiga)
hambatan dalam pelaksanaan VCT meliputi;1) individu; 2) fasilitas; dan 3)
masyarakat dan struktural.Adapun Menurut Dayaningsih (2009), ada 5 (lima)
faktor hambatanpelaksanaaan VCT, yaitu;1) faktor konselor;2) faktor klien; 3)
faktor keluarga;4) faktor masyarakat; dan 5) faktor fasilitas pelayanan VCT. Jadi
dapat disimpulkan bahwa faktor yang sering menjadi hambatan pelaksanaan VCT
adalah faktor konselor, klien, keluarga, masyarakat dan fasilitas pelayanan.

Epidemi HIV/AIDS di Indonesia sangat mengancam oleh karena kaitannya


dengan faktor risiko, terutama perilaku seksual dan penggunaan NAPZA suntik
yang semakin meningkat dalam tiga tahun terakhir ini. Walaupun agama dan
budaya Indonesia tidak permisive terhadap hubungan seks diluar nikah, dalam
kenyataannya penularan melalui hubungan seksual meningkat di hampir semua
propinsi. Dari hasil penelitian perilaku diketahui bahwa lebih dari separuh laki-laki
dari kelompok tertentu baik yang sudah menikah maupun belum menikah, pernah
berhubungan seks dengan wanita penjaja seks dalam tahun terakhir. Dalam
hubungan ini sembilan diantara sepuluh orang tidak selalu menggunakan kondom,
dan angka ini merupakan yang terendah di bandingkan dengan negara Asia
lainnya. Dengan perilaku berisiko ini laki-laki dapat tertular ataupun menularkan
HIV kepada pasangannya, isterinya selanjutnya kepada bayinya. Angka kejadian
infeksi HIV pada ibu hamil dari survei di propinsi Riau dan Papua adalah 0,35%
dan 0,25 %. Namun dari hasil testing sukarela pada ibu hamil di DKI Jakarta
ditemukan infeksi HIV sebesar 2,86%. Dalam kelompok wanita penjaja seks
kecenderungan meningkat di beberapa propinsi misalnya Papua, Riau dan Jawa
Barat angka infeksi sudah diatas 5%. Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya


8
walaupun masih dibawah 5% tetapi terlihat meningkat pula pada dua tahun
terakhir ini.

HIV-AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan penyebab utama


kematian akibat penyakit menular di seluruh dunia. Rendahnya pemahaman
tentang HIV-AIDS sampai saat ini karena masih banyak yang belum memahami
risiko penularan penyakit tersebut dan angka kejadian belum dapat diprediksi
dengan baik. Permasalahan HIV-AIDS merupakan fenomena gunung es, artinya
data yang ada merupakan data kasus HIV-AIDS yang hanya muncul di
permukaan. Masih banyak kasus yang belum terdeteksi karena ada banyak orang
yang sudah terinfeksi HIV tetapi tidak terbuka untuk melakukan pemeriksaan di
klinik. Hal ini disebabkan karena perasaan takut dan malu untuk memeriksakan
diri yang muncul karena adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat bahkan
keluaga sebagai lingkungan terdekat terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA).
Berikut merupakan gambaran trend terjadinya kasus baru penyakit HIV-AIDS
periode tahun 2012–2016 pada seluruh Provinsi yang ada di Indonesia.

I. Trend Kasus Baru Infeksi HIV di Indonesia Periode Tahun 2012–2016


Setelah tiga tahun berturut-turut (2010–2012) cukup stabil,
perkembangan jumlah kasus baru HIV positif di Indonesia pada tahun 2013
kembali mengalami peningkatan secara signifikan sebesar 34,99%. Pada
tahun 2012 jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan adalah sebanyak
21.511 kasus, dan meningkat menjadi 29.037 di tahun 2013. Jumlah kasus
baru HIV di tahun 2014 juga kembali mengalami peningkatan secara
signifikan sebesar 12,65% dari sebelumnya, yaitu tahun 2013. Akan tetapi,
jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan pada tahun 2015 sebanyak
30.935 kasus, mengalami penurunan 5,43% dibandingkan tahun 2014.
Penghujung tahun 2016, kasus baru HIV positif ini kembali meningkat
tajam sebesar 33,34% menjadi 41.250 kasus.
Analisis perbandingan data laporan epidemic kasus infeksi HIV
positif baru di Indonesia berdasarkan wilayah 34 Provinsi, dilakukan dengan

9
menggunakan uji Friedman dan dilanjutkan dengan menggunakan uji
Wilcoxon. Hasil uji Friedman perbandingan kasus infeksi baru HIV dari
periode tahun 2012 hingga tahun 2016 dengan menggunakan uji Friedman
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,001 (<0,01) sehingga dapat
disimpulkan bahwa minimal terdapat perbedaan yang signifikan jumlah
kasus HIV dari periode tahun 2012 hingga tahun 2016.

Gambaran trend peningkatan atau penurunan dari jumlah kasus HIV


yang terjadi di 34 provinsi di Indonesia, dapat dilihat pada Gambar 1
dibawah ini :

Gambar 1.Trend jumlah kasus HIV baru pada 34 Provinsi di Indonesia Tahun 2012-2016

Secara global data jumlah kasus HIV per tahun, untuk tahun 2012 rata-
rata kejadian kasus baru HIV sebanyak 652 kasus, meningkat pada tahun 2013
dengan rata-rata kejadian kasus HIV dari ke-33 provinsi sebanyak 880 kasus.

10
Tahun 2014 mengalami peningkatan kembali dengan rata-rata kejadian kasus
HIV dari ke 33 provinsi yaitu sebesar 994 kasus. Akan tetapi, selang tahun
berikutnya mengalami penurunan pada tahun 2015 dengan rata-rata kejadian
kasus.
Kasus HIV dari ke-34 provinsi sebesar 911 kasus. Di akhir tahun 2016,
kasus HIV tersebut malah menjadi masalah besar terkait dengan terjadinya
peningkatan tajam dari kasus tersebut dengan rata-rata kejadian menjadi 1.214
kasus HIV baru.
Apabila diamati secara nilai rata-rata, dapat dikatakan bahwa terjadi
peningkatan dari tahun 2013 menuju tahun 2014, kemudian terjadi penurunan
dari tahun 2014 menuju tahun 2015. Akan tetapi, mengalami peningkatan
tajam sampai akhir tahun 2016.
Perbedaan jumlah kasus HIV dari periode tahun 2012 hingga tahun 2016
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan :

1. Perbedaan jumlah kasus HIV periode tahun 2012 dengan tahun 2013
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan terjadi peningkatan yang
cukup tajam (34,99%) dari ratarata jumlah kasus HIV.
2. Perbedaan jumlah kasus HIV periode tahun 2013 dengan tahun 2014
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistic dengan
bukti terjadi peningkatan 12,65% rata-rata jumlah kasus HIV.
3. Perbedaan jumlah kasus HIV periode tahun 2014 dengan tahun 2015
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan secara statistic
dengan bukti penurunan rata-rata jumlah kasus HIV yang terjadi sebesar
5,43%.
4. Perbedaan jumlah kasus HIV periode tahun 2015 dengan tahun 2016
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan secara statistic dengan
bukti terjadinya peningkatan ratarata jumlah kasus HIV yang cukup tajam
(33,34%).


11
Kegiatan yang disusun dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS
(termasuk VCT) yang diharapkan bisa menjadi pedoman dalam menyusun
rencana pembangunan bidang kesehatan pada tahun berikutnya, khususnya
dalam penanggulangan HIV-AIDS. Di samping itu, perlu peningkatan
koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam implementasi program-
program yang disusun, dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan secara
terpadu. Selanjutnya, dalam upaya pencegahan dan pengendalian HIV-
AIDS perlu komitmen dan dukungan dari pengambil kebijakan untuk
mengalokasikan anggaran di luar sektor kesehatan.

II. Isu-Isu Mengenai Media Penyebaran HIV/AIDS

A. Terompet tahun baru


Pergantian tahun identik dengan pesta kembang api dan tiup-tiup
terompet. Beberapa waktu lalu pun ramai beredar pesan berantai yang
menyebutkan bahwa virus HIV bisa menyebar lewat terompet. HIV tidak
menular melalui air liur. Penularan virus ini memang terjadi melalui
kontak cairan tubuh, tetapi bukan melalui mulut. Darah dan sperma paling
sering menularkan virus tersebut.

B. Baju bekas
Pada sekitar tahun 2015, Menteri Perdagangan saat itu, Rachmat Gobel,
sempat mendapat kecaman dari aktivis Indonesia AIDS Coalition (IAC).
Gobel menyebut pakaian bekas impor berbahaya karena bisa menularkan
HIV (Human Imunodeficiency Virus). Dalam rilisnya, IAC menyebut
pernyataan Gobel tersebut menyesatkan dan ‘berbau hoax’ karena HIV
hanya menular melalui kontak cairan tubuh. Salah paham tentang cara
penularan virus mematikan tersebut, dikhawatirkan akan menciptakan
stigma negatif terhadap upaya penanggulangan HIV.


12
C. Makanan kalengan
Pernah beredar kabar bahwa ada virus HIV-AIDS di dalam kemasan
makanan kalengan impor. Pesan yang dikirim melalui broadcast message
blackberry messenger tersebut mengatakan bahwa para pekerja positif
HIV-AIDS tempat makanan tersebut dibuat memasukkan darah mereka ke
dalam kemasan makanan tersebut. Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) mengatakan bahwa berita tersebut hoax dan
menyesatkan. BPOM mengatakan bahwa BPOM tidak pernah menemukan
hal-hal seperti yang disebutkan dalam pesan berantai tersebut, termasuk
kandungan darah dan virus HIV. Selain itu, virus HIV tidak akan mampu
bertahan hidup jika sudah keluar dari host atau tubuh manusia.

D. Pembalut
Salah satu benda yang disebut-sebut bisa menjadi media penularan HIV-
AIDS dan sempat ramai dibicarakan adalah pembalut. Masyarakat kala itu
diminta berhati-hati karena ada produk pembalut yang sudah ‘disisipi’
oleh virus HIV. Lagi-lagi sangat tidak masuk akal virus HIV bisa menular
melalui produk pembalut yang dijual di pasaran. Lagipula jika pembalut
yang dibelinya kotor, terdapat bercak darah seperti pembalut yang sudah
pernah dipakai, tentu tidak ada orang yang mau menggunakannya.

E. Bangku bioskop
Selain di toilet umum, jarum suntik yang disebut-sebut berisi virus HIV
juga pernah dipasang di bangku bioskop. Jika ada orang yang duduk di
bangku tersebut, maka ia otomatis akan tertular oleh virus tersebut. Sulit
menularkan virus HIV-AIDS ini karena darah yang terinfeksi harus benar-
benar masuk ke dalam pembuluh darah seseorang.

III. Isu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia


13
Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara fasilitas-
fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan video conference (bagian
integral dari telemedicine atau telehealth).
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam
perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit kronis. Hal itu
memungkinkan perawat untuk menyediakan informasi secara akurat dan tepat
waktu dan memberikan dukungan secara langsung (online). Kesinambungan
pelayanan ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara
penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga merek
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara, terkait dengan
beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus
penyakit kronik dan lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata.
Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya jumlah
perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu
tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah
pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.

IV. Family Centered Care pada ODHA

A. Konsep dari Family Centered Care pada ODHA

! Martabat dan kehormatan Praktisi keperawatan mendengarkan dan


menghormati pandangan dan pilihan pasien. Pengetahuan, nilai,
kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan keluarg abergabung
dalam rencana dan intervensi keperawatan pada ODHA.
! Berbagi informasi. Praktisi keperawatan berkomunikasi dan
memberitahukan informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga dengan

14
benar dan tidak memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga
menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi
dalam perawatan dan pengambilan keputusan pada ODHA.
! Partisipasi. Pasien pada ODHA dan keluarga termotivasi berpartisipasi
dalam perawatan dan pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan
yang telah mereka buat.
! Kolaborasi. Pasien pada ODHA dan keluarga juga termasuk ke dalam
komponen dasar kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien pada
ODHA dan keluarga dalam pengambilan kebijakan dan pengembangan
program, implementasi dan evaluasi, desain

B. Penyebab dilakukan Family-Centered Care pada ODHA

! Membangun sistem kolaborasi dari pada kontrol atau penyembuhan pada


ODHA( orang dengan HIV AIDS).
! Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada kelemahan keluarga.
! Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA( orang dengan HIV
AIDS) seperti sebagaimana profesional
! Mebangun pemberdayaan daripada ketergantungan
! Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien ODHA( orang
dengan HIV AIDS) , keluarga dan pemberi pelayanan dari pada
informasihanya diketahui oleh professional.
! Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku.

C. Elemen Family-Centered Care pada ODHA


15
Sembilan element Family-Centered Care pada ODHA( orang dengan HIV
AIDS) yaitu :

a) Keluarga dipandang sebagai unsur yang konstan sementara kehadiran


profesi kesehatan fluktuatif
b) Memfasilitasi kolaborasi keluarga professional pada semua level perawatan
kesehatan.
c) Meningkatkan kekuatan keluarga, dan mempertimbangkan metode-metode
alternative dalam koping.
d) Memperjelas hal-hal yang kurang jelas dan informasi lebih komplit oleh
keluarga tentang perawatan pada ODHA( orang dengan HIV AIDS) yang
tepat.
e) Menimbulkan kelompok support antara orang tua dengan ODHA( orang
dengan HIV AIDS).
f) Mengerti dan memanfaatkan sistem pelayanan kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan pada ODHA (orang dengan HIV AIDS)
g) melaksanakan kebijakan dan program yang tepat, komprehensif meliputi
dukungan emosional dan finansial dalam memenuhi kebutuhan kesehatan
keluarganya.
h) Menunjukkan desain transportasi perawatan kesehatan fleksibel, accessible,
dan responsive ODHA( orang dengan HIV AIDS) terhadap kebtuhan pasien
pada
i) Implementasi kebijakan dan program yang tepat komprehensif meliputi
dukunga nemosional dengan staff. Element Family Centered Care


16
Berdasarkan kondisi yang berkembang saat ini dapat dipahami bahwa HIV-
AIDS adalah sebuah isu yang sangat rumit. Hal ini bukan hanya menjadi masalah
kesehatan semata, tetapi sekaligus telah menjadi masalah sosial. Mengingat
kompleksitas permasalahan tersebut, penyelesaiannya pun menjadi tidak mudah.


17
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), Ninuk Dian K, S.Kep.Ners. 2013. Asuhan


Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV, Jakarta : Salemba Medika

https://turnbackhoax.id/2018/01/04/edukasi-isu-isu-mengenai-media-penyebaran-
hiv-aids/

http://www.scribd.com/presetation/373074831/Family-Centered-Care-Pada-
ODHA

https://www.scribd.com/document/342408414/Trend-Dan-Isu-HIV

http://www.academia.edu/11910753/A._Trend_Dalam_Keperawatan_HIV_AIDS_
Di_Indonesia

https://edoc.site/trend-dan-isu-penularan-hiv-pdf-free.html

https://edoc.site/queue/trend-dan-isu-penularan-hiv-pdf-free.html

https://www.scribd.com/document/327828999/Trend-Dan-Isu-Penularan-Hiv

Sofro MAU, Anurogo D. 2013. Kewaspadaan universal dalam menangani


penderita HIV/AIDS.

Nasronudin. Pengembangan pengetahuan penyakit infeksi HIV dan AIDS. In: HIV
dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial. Editor: Barakbah J,
Soewandojo E, Suharto, Hadi U, Astuti WD. Surabaya: Airlangga University Press

WHO. HIV/AIDS. Available from : http://www.who.int/topics/hiv_ aids /en/


18

Anda mungkin juga menyukai