Anda di halaman 1dari 21

KONSEP ISLAM DALAM

PRAKTIK KEDOKTERAN

HELMIN ELYANI
Pengantar
•Ada seorang pasien dengan patah tulang paha kanan) akibat kecelakaan lalu lintas, lalu
dioperasi untuk pemasangan plat, pasca operasi keadaan pasien sudah membaik, lalu
pasien dipulangkan dengan catatan harus kotrol secara rutin. Namun, pasien hanya
datang satu kali untuk kontrol jahitan, selanjutnya pasien tidak pernah datang lagi.
Dimana seharusnya pasien datang untuk kontrol perkembangan proses
penyembuhannya.

•3 bulan kemudian pasien kembali datang ke RS dengan keluhan paha kanannya nyeri
dan bengkak. Didapati patah tulang berulang pada paha kanan. Lalu pasien menuntut
ganti rugi karena keadaannya tersebut.

•Dari sudut pandang pasien,


“PASIEN MENUDUH DOKTER
MENGGUNAKAN PLAT YANG KUALITASNYA TIDAK BAGUS”.

•Dari sudut pandang dokter, “KEJADIAN INI TERJADI KARENA PASIEN TIDAK
KONTROL, SESUAI DENGAN ANJURAN DOKTER, SEHINGGA PROSES
PENYEMBUHANNYA TIDAK TERPANTAU DAN ADA KEMUNGKINAN PASIEN
MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN YANG BELUM DIPERBOLEHKAN”
ETIKOMEDIKOLEGAL
secara pengertian…
• Etika Medis adalah kepedulian dan tanggungjawab moral
dokter terhadap hidup dan kesehatan pasiennya
• Medikolegal adalah suatu ilmu terapan yang melibatkan dua
aspek ilmu yaitu medico yang berarti ilmu kedokteran dan -
legal yang berarti ilmu hukum.
• Medikolegal berpusat pada standar pelayanan medis dan
standar pelayanan operasional dalam bidang kedokteran dan
hukum – hukum yang berlaku pada umumnya dan hukum –
hukum  yang bersifat khusus seperti kedokteran dan
kesehatan.
Dalam setting praktik Sementara itu dokter tidak
klinis sehari-hari, dokter memiliki kompetensi filsuf
sering dihadapkan dengan ataupun pakar agama,
situasi ketidakpastian sebaliknya filsuf dan pakar
dalam membuat agama akan mendapatkan
keputusan klinis maupun kesulitan teknis memahami dan
sensitif ethico- membuat keputusan medis yang
medicolegal sensitif etik

• Bagi pasien  kesalahan bisa berdampak fatal


bagi kesehatan bahkan bagi kehidupannya.
• Bagi dokter  rawan karena selain perasaan
bersalah secara pribadi, juga secara HISAB
ALLAH
Mengapa harus bioetika islam ?
• Many Muslims incorporate their religion in • In Islam, life is sacred: every moment
almost every aspect of their lives. They of life has great value, even if it is of
invoke the name of God in daily conversation poor quality. The saving of life is a
and live a closely examined life in relation to
the Qur'an and the traditions of the Prophet,
duty, and the unwarranted taking of life
believing that their actions are very much a grave sin. medical advances in saving
accountable and subject to ultimate human lives8 and justifies the
judgement. prohibition against both suicide and
• Islamic bioethics emphasizes the importance euthanasia.
of preventing illness, but when prevention • Islamic bioethics is an extension of
fails, it provides guidance not only to the Shariah (Islamic law). Islami bioetics
practising physician but also to the patient. 6
 The physician understands the duty to strive
is not a "grey zone" stigma on ethics.
to heal, acknowledging God as the ultimate It became an Islamics
healer.. ethicomedicolegal
Kebenaran
•Kebenaran secara filsafat ini kerap menibulkan • Kebenaran secara Islam adalah
masalah akibat pembagian objek empiris dalam kebenaran syariat.  Syariat menentukan
tiga bagian:
nilai BENAR-SALAH dari suatu
- “logika” (yang mengenal BENAR dan
perbuatan, dan yang sesuai syariat
SALAH)
adalah BAIK, dan nilai keindahan pun
- “etika” (yang mengenal BAIK dan BURUK)
baru ada bila memenuhi kriteria
- “estetika” (yang mengenal INDAH dan minimal syariat (HALAL). 
JELEK)
•Dalam konsep filsafat, ketiga objek empiris ini •Sesuatu yang telah memenuhi syarat
dianggap sama sekali tak saling bertaut.  minimal syariat, masih terbentang
Karenanya, suatu ekspresi seni yang secara etika spektrum dari yang BAIK dan LEBIH
dianggap melanggar norma kesopanan, oleh BAIK, dari yang INDAH dan LEBIH
kalangan lain dianggap memiliki nilai estetis .
INDAH.  Dan ini sangat subjektif.
TEORI ETIK
maqashid asy-syariah
sebagai teori etika Islam pada tujuan hukum itu
ditetapkan

a. Hifdh Al din (memberikan perlindungan terhadap agama).


Tujuan sudut pandang ini adalah memberikan atau meningkatkan hari-hari
produktif secara optimal bagi pasien-pasiennya (diciptakan manusia untuk
beribadah). Termasuk juga dalam aspek ini adalah menjaga kelurusan
aqidah dokternya sendiri, pasien yang dirawat, dan komunitas muslim.
Dengan orang yang berbeda agama tetap mengedepankan prinsip toleransi.

b. Hifdh Al nafs (memberikan perlindungan terhadap kehidupan).


Tujuannya adalah mempertahankan kehidupan serta mengoptimalkan
kualitas hidup pasien dan komunitas. Nafs ini juga diartikan harga diri atau
kehormatan pasien yang dirawat.
maqashid asy-syariah
sebagai teori etika Islam pada tujuan hukum itu
ditetapkan
c. Hifdh Al nasl (memberikan perlindungan terhadap keturunan),
Tujuannya adalah mempertahankan keruntutan garis keturunan dan kualitas keturunan. Perawatan
antenatal, perinatal, dan post natal termasuk dalam usaha memberikan perlindungan terhadap
kualitas keturunan. Perawatan infertilitas juga dalam maksud yang sama demikian juga dengan
mendidik remaja agar menjadi orang tua yang berkualitas.

d. Hifdh Al aql (memberikan perlindungan terhadap akal sehat).


Tujuannya adalah mengoptimalkan kualitas intelektual, kecerdasan emosional dan aspek-aspek
kecerdasan lainnya bagi setiap penderita ataupun komunitas yang menjadi tanggung jawab dokter.
Perawatan terhadap kelainan jiwa, seperti gangguan kecemasan, depresi, psikotik serta kecanduan
obat-obatan dan alkohol, dengan berusaha mengembalikan fungsi-fungsi luhur otak pada taraf yang
paling optimal, serta berusaha mengkampanyekan hidup tanpa obat dan alkohol adalah termasuk
dalam hal ini.
maqashid asy-syariah
sebagai teori etika Islam pada tujuan hukum itu
ditetapkan

e. Hifdh Al maal (memberikan perlindungan


terhadap kekayaan pribadi).
Tujuan sudut pandang ini adalah dokter ketika
bekerja tidak saja mempertimbangkan efektifi tasnya
saja tetapi juga harus mempertimbangkan efi siensi
atau keekonomisan suatu tindakan diagnosis atau
terapi.
KAIDAH DASAR BIOETIKA KAIDAH BIOETIKA ISLAM

Beneficience Niat

NonMaleficence Yaqin (ketetapan hati)

Juatice Dharar (kerugian)

Autonomy Masyaqat (kesulitan)

Al Urf (kebiasaan)
Kaidah Dasar Bioetika Islam

a. Kaidah Niat (Qaidah Niyyat).


Prinsip ini meminta dokter agar berkonsultasi dengan hati nuraninya.
Seorang dokter dapat saja melakukan suatu prosedur dengan alasan
yang mungkin masuk akal dari sudut pandang luar, namun
sesungguhnya memiliki niatan berbeda dan tersembunyi.

Contoh praktis: penggunaan morfin sebagai penghilang rasa sakit pada


perawatan kondisi terminal namun niat yang sesungguhnya adalah agar
terjadi depresi pernafasan yang akan menyebabkan kematian.
 
b. Kaidah Kepastian (Qaidah al yaqiin).
Tidak ada yang benar-benar pasti (yaqiin) dalam ilmu
kedokteran, artinya tingkat kepastian (yaqiin) dalam ilmu
kedokteran tidak mencapai standar yaqiin yang diminta oleh
hukum. Meskipun demikian diharapkan dokter dalam
mengambil keputusan medis, mengambil keputusan dengan
tingkat probabilitas terbaik dari yang ada (evidence based
medicine). Termasuk pula dalam hal diagnosis, perawatan
medis didasarkan dari diagnosis yang paling mungkin.
c. Kaidah Kerugian (Qaidah al dharar)

1. Intervensi medis ditujukan untuk menghilangkan al


dharar (luka, kerugian, kehilangan hari-hari sehat)
pasien.
2. Tidak boleh menghilangkan al dharar dengan al
dharar yang sebanding (al dharar la yuzaal bi mitslihi)
3. Keseimbangan antara kerugian vs. keuntungan
Pada situasi intervensi medis yang diusulkan
memiliki efek samping, diikuti prinsip bahwa
pencegahan penyakit memiliki prioritas yang lebih
tinggi ketimbang keuntungan dengan nilai yang sama.
Jika keuntungan memiliki kepentingan yang jauh
lebih tinggi daripada kerugian, maka mendapatkan
keuntungan memiliki prioritas yang lebih tinggi.
4. Keseimbangan antara yang dilarang vs.
diperbolehkan. Dokter kadang dihadapkan dengan
intervensi medis yang memiliki efek yang dilarang
namun juga memiliki efek yang diperbolehkan.
Petunjuk hukum adalah bahwa yang dilarang
memiliki prioritas lebih tinggi untuk dikenali jika
keduanya muncul bersamaan dan sebuah keputusan
harus diambil.
5. Pilihan antara dua keburukan.
Jika dihadapkan dengan dua situasi medis yang keduanya akan
menyebabkan kerugian dan tidak ada pilihan selain memilih salah
satu dari keduanya maka dipilih yang kurang merugikan. Suatu hal
yang merugikan dilakukan untuk mencegah munculnya kerugian
yang lebih besar,. Dengan cara yang sama, intervensi medis yang
memiliki kepentingan umum diutamakan di atas kepentingan
individu,. Individu mungkin harus mendapatkan kerugian untuk
melindungi kepentingan umum. Untuk melawan penyakit menular,
pemerintah tidak boleh melanggar / menghilangkan hak-hak umum
kecuali ada keuntungan umum yang bisa didapatkan
d. Kaidah Kesulitan / Kesukaran (Qoidah al Masyaqqat)
1. Kebutuhan melegalisir yang dilarang.
Dalam kondisi yang menyebabkan gangguan serius pada
kesehatan fisik dan mental, jika tidak segera disembuhkan,
maka kondisi tersebut memberikan keringanan dalam mematuhi
dan melaksanakan peraturan dan kewajiban syari’ah.
2. Batas-batas prinsip kesulitan: dalam melanggar syari’ah
tersebut tidak melewati batas-batas yang diperlukan
(secukupnyasaja).
3. Aplikasi sementara dari prinsip kesulitan.
Adanya suatu kesulitan tidak menghilangkan secara permanen hak-hak pasien
yang harus direkompensasi dan dikembalikan pada keadaan semula seiring
dengan waktu; kesulitan melegalisir sementara dari tindakan medis yang
melanggar, berakhir setelah kondisi yang menyulitkan tadi berakhir. Dengan
kata lain, jika hambatan telah dilewati, tindakan medis yang dilarang kembali
menjadi terlarang.

e. Kaidah Kebiasaan (Qoidah al urf);


Dalam prinsip ini, standar yang diterima secara umum, seperti standard
operational procedure (SOP/Protap) untuk perawatan klinis dianggap sebagai
hukum dan diperkuat oleh syari’ah.
PUSTAKA
• Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran, Yusuf Alam Romadhon, Bagian Kedokteran Keluarga,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Indonesia
•Belajar Sains Islam bukan Saintifikasi Islam, Fahmi Amhar,, Pascasarjana Universitas Paramadina dan
Institut Pertanian Bogor

•Kebenaran dan Kreativitas dalam Paradigma Islam, Fahmi Amhar, Pascasarjana Universitas Paramadina
dan Institut Pertanian Bogor

•Mudjia Rahardjo, Konferensi Internasional Liga Universitas Islam di ISID Gontor, 9-11 Januari 2011,
Majalah Gontor, Edisi 10 Tahun VIII Februari 2011

•Farah Ahmed, Exploring halaqah as research method: a tentative approach to developing Islamic research
principles within a critical ‘indigenous’ framework

Anda mungkin juga menyukai