Anda di halaman 1dari 20

FARMAKOLOGI OBAT-OBAT

ANALGESIK NARKOTIKA
NYERI

 Analgesik merupakan obat untuk mengurangi rasa nyeri.


 Nyeri adalah : perasaan dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan adanya kerusakan jaringan.
 Nyeri merupakan gejala suatu penyakit atau adanya kerusakan
jaringan dalam tubuh.
MEKANISME NYERI
 Nyeri disebabkan karena stimulus :
 Mekanik
 Kimia
 Panas
 Listrik
 Yang menyebabkan kerusakan sel yang kemudian melepaskan mediator nyeri.
 Bila mediator tersebut melepaskan ambang rangsang nyeri maka penderita akan
merasakan nyeri.
 Nyeri bersifat subjektif artinya kualitas dan tingkat nyeri tiap individu berbeda-beda.
 Hal ini berkaitan dengan nilai ambang nyeri tiap individu.
MANFAAT ANALGESIK

 Analgesic merupakan obat yang berfungsi meningkatkan ambang


rangsang nyeri penderita sehingga memungkinkan penderita
untuk tidak merasakan nyeri.
 Sebenarnya nyeri merupakan sinyal bagi tubuh atau otak bahwa telah
terjadi kerusakan jaringan.
PATOFISIOLOGIS NYERI DIBEDAKAN
MENJADI 4 TAHAP :

1. Stimulasi
 Ransangan nyeri (kimiawi, mekanik, panas) akan meransang
pelepasan mediator nyeri yaitu : brakidin, ion kalium,
histamine, serotonin, sunstance P (terlibat dalam nyeri
awal), mediator tersebut mengaktivasi reseptor nyeri
(nosiseptor) pada ujung syaraf, menyebabkan timbulnya
potensial aksi yang kemudian diteruskan melalui serabut
syaraf aferen menuju sumsum tulang belakang.
2. TRANSMISI.

 Penghantaran nosiseptif melibatkan serabut syaraf aferen C dan


Aδ. Serabut Aδ bermyelin sehingga mengantarkan respon cepat,
sehingga menghasilkan sensasi nyeri tajam dan terlokalisasi.
Sedangkan serabut C tidak bermyelin sehinga penghantaranya
lambat, mengasilkan sensasi nyeri tumpul, nyeri panas.
 Setelah menghantarkan impuls, ujung serabut syaraf aferen yang
membentuk sinaps dengan bagian dorsal horu sumsum tulang
belakang, melepaskan mediator glutamate, substance P dan
calcitonin gene-related peptide (CGRP). Penghantara impuls
nyeri dihantarkan menuju ke thalamus otak.
3. PERSEPSI

 Dari thalamus, impuls diteruskan kebagian otak lain misalnya korteks


(lokalisasi nyeri, reaksi pertahanan terkoordinasi pada lokasi
kerusakan sel), system limbik (penilaian sensasi nyeri) otak kecil
(reaksi pertahanan terkoordinasi).
4. MODULASI

 Tubuh memodulasi sensasi nyeri melalui beberapa proses. Suatu


system yang terlibat dalam proses nyeri adalah system opioid
endogen, yang terdiri dari :
 Neurotransmitter (enkefalin, dinorfin, β-endorfin)
 Reseptor opioid (mu, delta, kappa) yang terdapat menyeluruh di
SSP.
 Opioid edogen berinteraksi dengan reseptor opiod dan menghambat transmisi nyeri. Reseptor
NMDA (N -metil-D-aspartate) yang terdapat pada dorsal horn sumsum tulang belakang dapat
menurunkan sensitifitas reseptor opioid mu terhadap opioid.
 Disamping itu SSP juga mempunyai system pengatur transmisi nyeri yang dinamakan “descending
control system” yang dapat menghambat transmisi nyeri pada sinaptik pada dorsal horn STB, yang
berasal dari otak.
 Neurotransmitter yang terlibat dalam system ini adalah opioid endogen, serotonin, norepinefrin,
GABA dan neurotensin.
RINGKASNYA

 Jika ada ransangan nyeri akan memacu pelepasan meditor nyeri, yang
kemudian meransang reseptor nyeri (nosiseptor) sel syaraf aferen untuk
kemudian diubah menjadi impuls untuk ditransmisikan ke SSP melalui
sumsum tulang belakang menuju ke otak sehingga menghasilkan sensasi
nyeri.
 Sistem “descending control system” berperan dalam mengontrol transmisi nyeri
tersebut.
KLASIFIKASI OBAT ANALGETIK
NARKOTIKA
 Obat golongan ini merupakan obat golongan narkotika/opioid, bereaksi seperti
opioid endogen mengaktivasi reseptor opioid dalam SSP untuk menurunkan sensasi
nyeri.
 Sebenarnya obat ini tidak menghilangkan penyebab nyeri, namun membuat penderita
dibuat tidak terganggu atau merasakan nyeri, mekanismenya dengan meningkatkan
nilai ambang ransang nyeri.
 Aksi obat opioid diperantarai oleh reseptor opioid mu, meskipun beberapa aksinya
diperantarai oleh reseptor delta dan kappa.
 Aktivasi pada reseptor mu, menghasilkan efek analgesic pada SSP (Supraspinal dan
spinal) dan perifer, depresi pernapasan, kontriksi pupil, penurunan motilitas
saluran pencernaan, euphoria, sedasi dan ketergantungan.
LANJUTAN

 Reseptor delta juga berperan dalam analgesic, menyebabkan


depresi pernapasan dan penurunan motilitas saluran
pencernaan.
 Reseptor Kappa juga berperan dalam analgesic, menghasilkan
disforia dan sedasi, tidak menyebabkan ketergantungan.
 Obat golongan narkotika atau opioid dibagi mejadi tiga :
1. Agonis reseptor opioid (golongan morfin)
2. Campuran agonis-antagonis
3. Antagonis reseptor opioid
  
AGONIS RESEPTOR OPIOID (GOLONGAN MORFIN)
 Obat ini mengaktivasi reseptor mu dengan afinitas
tinggi, dan reseptor delta dan kappa dengan aktivitas
rendah.
 Contoh obat ini adalah :
 Morfin
 Kodein
 Fentanyl
 Heroin
 Tramadol
 Merepidin, metadon, sufentanil, bremazosin,
oksimorfon, dektroproksifen.
EFEK

 Penggunaan morfin menyebabkan : Mual, muntah karena aktivasi chemoreceptor


triger zone (CTZ) pada medulla oblongata sehingga memacu pusat mual
muntah di otak. Morfin juga menekan reflek batuk karena menghambat pusat
batuk di medulla otak atau reseptor sensorik (reseptor batuk) dalam saluran
bronkus. Dalam klinik, kodein dan dektrometorfan digunakan sebagai obat
penekan batuk (antitusif).
 Obat ini juga dapat menurunkan pergerakan usus sehingga menghasilkan konstipasi.
Efek ini dimanfaatkan untuk pengobatan diare. Loperamid dan difenoksilat
merupakan turunan opioat yang dapat menembus otak sehingga dimanfaatkan dalam
pengobatan diare. Heroin, suatu obat yang disalahgunakan, bersifat sangat larut dlam
lipid dari pada morfin sehingga cepat menembus otak.
 Dalam otak, mengalami hidrolisis menjadi morfin sehingga obat tersebut merupakan prodrug.
 Fentanyl golongan opioid yang sangat poten dengan potensi lebih dari 80 kali dibandingkan
morfin namun mempunyai durasi yang pendek.
 Secara klinik obat tersebut digunakan dalam anestesi. Methadone merupakan analgesic oral
dengan durasi lebih lama dibandingkan morfin. Obat tersebut juga digunakan pada terapi
ketergantungan narkotika.
GEJALA PENARIKAN KEMBALI DARI
PENGGUNAAN NARKOTIKA

 Hiperaktivitas syaraf otonom :


 Diare, mual
 Muntah
 Kedinginan
 Demam
 Tremor
 Kram perut dan nyeri.
ANTAGONIS OPIOID

 Obat ini berinteraksi dengan reseptor opioid namun tidak memberikan efek. Contoh
obat ini adalah nalokson, naltrekson, nalorfin.
 Nalokson merupakan obat lini pertama untuk penanganan over dosis narkotika
terutama gejala depresi pernafasan.
 Naltrekson sebagai alternative selain nalokson, mempunyai durasi aksi lebih lama
dibanding nalokson.
CAMPURAN AGONIS DAN ANTAGONIS RESEPTOR
OPIOID

 Contoh Obat ini adalah Pentazosin dan siklazosin. Kedua obat ini antagonis pada
reseptor opioid mu, namun agonis parsial pada resptor kappa dan delta.
 Oleh karena itu penggunana obat ini menyebabkan DISFORIA tidak EUFORIA.
CONTOH OBAT AGONIS PARSIAL

 Buprenorfin, yang mempunyai afinitas sama dengan obat


opioid lainya pada reseptor mu namun efek yang dihasilkan
lebih rendah atau efikasinya rendah.
SEKIAN
TERIMA KASIH
ATAS
PERHATIANNY
A

Anda mungkin juga menyukai